Dokumen tersebut membahas strategi peningkatan pendapatan daerah melalui pengembangan komoditas non-migas di beberapa kota di Kalimantan. Dokumen ini menganalisis potensi sektor ekonomi unggulan di Tarakan, Banjarmasin, Palangka Raya, dan Pontianak dengan menggunakan analisis Location Quotient dan Shift Share. Hasil analisis digunakan untuk merekomendasikan komoditas prioritas yang dapat dikembangkan di setiap daerah untuk mening
2. SERI PENELITIAN ADMINISTRASI NEGARA
PUSAT KAJIAN DAN PENDIDIKAN
DAN PELATIHAN APARATUR III
LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA ( LAN )
S A M A R I N D A
3. KAJIAN STRATEGI PEMANTAPAN SUMBER-SUMBER PENDAPATAN DAERAH
MELALUI PENGEMBANGAN KOMODITAS NON-MIGAS
117 + xv halaman, 2006
Perpustakaan Nasional RI:
Data Katalog Dalam Terbitan (KDT)
ISBN 979-1176-04-3
1. Pendapatan Daerah 2. Komoditas Non-Migas 3. Analisis Shift Share
Tim Peneliti :
Meiliana, SE.,M.Si
Tri Widodo W. Utomo, SH.,MA
Siti Zakiyah, S.Si
Mustari Kurniawati, S.IP
Hj.Syarifah Farida,SE
Sekterariat:
Mayahayati. K, SE Dra.
Hj. Ernawati Sabran, MM
Royani,A.Md
Editor :
Tri Widodo W. Utomo, SH.,MA
Mayahayati Kusumaningrum, SE
Said Fadhil, S.IP
Siti Zakiyah, S.Si.
Veronika Hanna Naibaho, SS
Diterbitkan Oleh:
Pusat Kajian dan Pendidikan dan Pelatihan Aparatur III (PKP2A III)
LAN Samarinda
UNDANG-UNDANG HAK CIPTA NO. 19 TAHUN 2002
Pasal 72
(1) Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2), dipidana dengan pidana
penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit
Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan / atau
denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,- (lima miliar rupiah).
(2) Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual
kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima)
tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).
4. KATA PENGANTAR
Jika kita simak secara seksama, otonomi daerah di Indonesia
nampaknya belum dapat dikatakan berhasil secara maksimal. Sebab,
kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa daerah masih memiliki 2 (dua)
jenis ketergantungan yang cukup kronis. Bentuk ketergantungan pertama
adalah ketergantungan terhadap dana perimbangan dari Pemerintah Pusat.
Ketika terdapat wacana agar daerah-daerah kaya tidak mendapat bagian dana
alokasi umum (DAU), seketika muncul reaksi cukup keras dari berbagai
daerah. Hal ini jelas mengindikasikan bahwa peran dana perimbangan masih
sangat vital untuk menjamin keberlangsungan pembangunan di daerah.
Sementara itu, ketergantungan kedua adalah masih dominannya kontribusi
sektor-sektor sumber daya alam (pertambangan, minyak dan gas bumi,
kehutanan, dll) terhadap pendapatan daerah. Kondisi ini mencerminkan belum
berjalannya mesin ekonomi lokal, seperti industri dan perdagangan, investasi,
jasa, atau sektor riil lainnya.
Kondisi ini menjadi sering ironis ketika kita saksikan bahwa indikator
makro pembangunan daerah seperti angka kemiskinan, ketersediaan
infrastruktur fisik, indeks pembangunan manusia (IPM), dan sebagainya,
masih relatif rendah di era otonomi. Sekilas, hal ini mengisyaratkan bahwa
otonomi belum berdampak signifikan terhadap peningkatan pelayanan dan
kesejahteraan masyarakat.
Namun sikap optimis haruslah dikedepankan. Meskipun banyak
persoalan yang menghadang, namun bukan berarti harus menarik mundur
kebijakan otonomi daerah. Dalam banyak kasus dapat ditemukan bahwa
kemajuan pembangunan cukup progresif, meskipun memang belum mencapai
taraf ideal. Justru harus diakui bahwa pemberlakuan kebijakan desentralisasi
luas merupakan metode atau strategi yang efektif untuk mengakselerasi
program-program pembangunan dalam rangka meningkatkan pemerataan
pembangunan antar kawasan sekaligus mempercepat pencapaian visi
mewujudkan kesejahteraan masyarakat.
Dalam hubungan ini, yang perlu untuk terus menerus dilakukan
adalah mengurangi tingkat ketergantungan daerah, baik kepada dana
perimbangan Pusat maupun kepada sektor-sektor yang bersifat tidak dapat
Ii
KAJIAN STRATEGI PEMANTAPAN SUMBER-SUMBER PENDAPATAN DAERAH
MELALUI PENGEMBANGAN KOMODITAS NON-MIGAS
5. diperbaharui (non-renewable resources). Cara yang pasti adalah mendorong
terus peningkatan kapasitas daerah, baik dari sisi kelembagaan, SDM,
maupun keuangan (pendapatan asli daerah). Disinilah, daerah dituntut untuk
secara jeli mampu memetakan potensi keunggulan berbanding-nya
(comparative advantage), untuk kemudian dibangun agar dapat menjadi
keunggulan bersaing (competitive advantage). Ketika keunggulan bersaing
(baik SDM aparatur maupun sektor ekonominya) telah terbangun, maka saat
itulah buah manis otonomi baru benar-benar dapat dinikmati.
Kontinen Kalimantan sendiri termasuk daerah dengan karakteristik
ketergantungan (independency trap) tadi. Padahal, potensi Kalimantan
sesungguhnya tidak hanya berbasis pada SDA (sumber daya alam) saja.
Bahkan potensi SDA ini sebaiknya dikelola secara arif dan tidak dieksploitasi
secara besar-besaran yang justru berdampak kurang baik, terhadap
lingkungan dan terhadap masa depan daerah sendiri. Oleh karena itu, pilihan
untuk mengoptimalkan keunggulan non-migas dan sumber-sumber alternatif
lainnya, perlu dipikirkan secara matang sejak sekarang.
Dalam rangka memberikan sedikit kontribusi pemikiran berbasis fakta
lapangan, maka penelitian ini dilakukan. Tentu masih banyak sekali
kekurangan dan mungkin juga kesalahan interpretasi. Namun paling tidak,
hasil kajian ini dapat membuka diskusi yang lebih serius mengenai penguatan
kapasitas pemerintah daerah (local government capacity building), khususnya
di bidang keuangan/pendapatan atau financial capacity.
Kepada tim peneliti dan para nara sumber yang terlibat sejak awal
hingga selesainya penelitian ini, kami sampaikan penghargaan dan terima
kasih yang sebesar-besarnya. Semoga karya kecil ini dapat bermanfaat secara
maksimal bagi kepentingan pembangunan daerah yang lebih luas. Tidak lupa
kami sampaikan kami selalu berharap akan datangnya berbagai saran, kritik,
dan masukan guna penyempurnaan kegiatan ini.
Samarinda, Desember 2006
Kepala PKP2A III LAN Samarinda
Dr. Meiliana, SE.,MM
iii
KAJIAN STRATEGI PEMANTAPAN SUMBER-SUMBER PENDAPATAN DAERAH
MELALUI PENGEMBANGAN KOMODITAS NON-MIGAS
6. DAFTAR ISI
Kata Pengantar ............................................................................... i
Daftar Isi ......................................................................................... iii
Daftar Tabel .................................................................................... vi
Daftar Gambar ................................................................................ x
Ringkasan Eksekutif ....................................................................... xi
Executive Summary ........................................................................ xiv
Bab I PENDAHULUAN ............................................................ 1
A. Latar Belakang ............................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................ 3
C. Tujuan dan Kegunaan .................................................. 4
D. Ruang Lingkup ............................................................. 4
Bab II KERANGKA TEORI PENGUATAN KAPASITAS
PENDAPATAN DAERAH MELALUI PENGEMBANGAN
KOMODITAS NON-MIGAS .............................................. 6
A. Pertumbuhan Ekonomi ................................................. 7
B. Perencanaan Pembangunan .......................................... 9
C. Konsep Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) ......... 11
D. Konsep Tentang Daerah ................................................ 13
E. Teori Basis Ekonomi ..................................................... 14
F. Analisis Location Quotient ........................................... 15
G. Analisis Shift Share ...................................................... 16
H. Pendapatan Asli Daerah ............................................... 17
Bab III METODE PENELITIAN ................................................... 21
A. Pendekatan Penelitian ................................................... 21
B. Definisi Operasional ..................................................... 21
C. Jenis dan Sumber Data ................................................. 22
D. Prosedur Pengumpulan Data ........................................ 22
E. Teknik Analisis ............................................................. 22
iiii
KAJIAN STRATEGI PEMANTAPAN SUMBER-SUMBER PENDAPATAN DAERAH
MELALUI PENGEMBANGAN KOMODITAS NON-MIGAS
7. Bab IV PENINGKATAN PENDAPATAN DAERAH DENGAN
PRIORITAS SEKTOR POTENSIAL DI KALIMANTAN ....... 26
A. Peningkatan Pendapatan Daerah Dengan Prioritas
Sektor Potensial Kota Tarakan
a. Kondisi Geografis dan Demografis Kota Tarakan ..... 26
b. Perkembangan Jumlah Penduduk dan Luas
Wilayah Kota Tarakan ............................................. 27
c. Administrasi Pemerintahan di Kota Tarakan ........... 28
d. Keadaan Perekonomian Daerah Kota Tarakan ......... 29
e. Analisa Sektor Potensial dengan menggunakan
Location Quotient dan Shift share
di Kota Tarakan ....................................................... 39
B. Peningkatan Pendapatan Daerah Dengan Prioritas
Sektor Potensial Kota Banjarmasin
a. Kondisi Geografis dan Demografis Kota
Banjarmasin ............................................................ 43
b. Perkembangan Jumlah Penduduk dan Luas
Wilayah Kota Banjarmasin ...................................... 44
c. Administrasi Pemerintahan Kota Banjarmasin ........ 46
d. Keadaan Perekonomian Daerah Kota
Banjarmasin ............................................................ 46
e. Analisa Sektor Potensial dengan menggunakan
Location Quotient dan Shift share di Kota
Banjarmasin ............................................................ 65
C. Peningkatan Pendapatan Daerah Dengan Prioritas
Sektor Potensial Kota Palangka Raya
a. Kondisi Geografis dan Demografis Kota
Palangka Raya ......................................................... 67
b. Perkembangan Jumlah Penduduk dan Luas Wilayah
Kota Palangka Raya ................................................. 69
c. Administrasi Pemerintahan Kota Palangka Raya ..... 69
iiv
KAJIAN STRATEGI PEMANTAPAN SUMBER-SUMBER PENDAPATAN DAERAH
MELALUI PENGEMBANGAN KOMODITAS NON-MIGAS
8. d. Keadaan Perekonomian Daerah Kota
Palangka Raya ......................................................... 70
e. Analisa Sektor Potensial dengan menggunakan
Location Quotient dan Shift share di Kota
Palangka Raya ......................................................... 78
D. Peningkatan Pendapatan Daerah Dengan Prioritas
Sektor Potensial Kota Pontianak
a. Letak Geografis dan Sejarah Singkat
Kota Pontianak ........................................................ 81
b. Perkembangan Jumlah Penduduk Kota Pontianak ... 82
c. Keadaan Perekonomian Daerah Kota Pontianak ...... 85
d. Analisa Sektor Potensial dengan menggunakan
Location Quotient dan Shift Share di
Kota Pontianak ........................................................ 103
Bab V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ............................... 107
A. Kesimpulan ................................................................... 107
B. Rekomendasi ................................................................ 112
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 115
LAMPIRAN
Lampiran 1 Instrumen Penelitian dan Data
Lampiran 2 SK Tim Pelaksana Kajian Strategi Pemantapan Sumber -
Sumber Pendapatan Daerah Melalui Pengembangan
Komoditas Non-migas
Iv
KAJIAN STRATEGI PEMANTAPAN SUMBER-SUMBER PENDAPATAN DAERAH
MELALUI PENGEMBANGAN KOMODITAS NON-MIGAS
9. DAFTAR TABEL
Tabel I.1. PDRB Kalimantan tahun 2001-2003 atas dasar
harga konstan tahun 1993 ...................................... 3
Tabel I.2. Daerah/ Tujuan Kajian ............................................. 5
Tabel II.1. Pembagian Dana Perimbangan Pusat -Daerah
menurut UU No 33 Tahun 2004 ............................... 18
Tabel IVA1. Perkembangan Nilai PDRB dan Pertumbuhan
Ekonomi Kota Tarakan tahun 2002-2004 dengan
migas ....................................................................... 29
Tabel IV.A2. Perkembangan Nilai PDRB dan Pertumbuhan
Ekonomi Kota Tarakan tahun 2002-2004 tanpa
migas ....................................................................... 29
Tabel IV.A3. PDRB Kota Tarakan menurut Lapangan Usaha
Tahun 2002-2004 atas dasar harga Konstan 2000 .. 31
Tabel IV.A4. Perkembangan Pendapatan Asli Daerah Pemerintah
Kota Tarakan Tahun 2000-2005 .............................. 35
Tabel IV.A5. Perkembangan Penerimaan Dana Perimbangan
Pemerintah Kota Tarakan Tahun 2000-2005 ........... 38
Tabel IV.A6. Indeks Location Quotient Sektor Ekonomi Kota
Tarakan Tahun 1999-2003 atas dasar harga
konstan 2000 .......................................................... 40
Tabel IVA7. Proportional Shift Sektor Ekonomi Kota Tarakan
Tahun 1999-2003 atas dasar harga konstan 2000 .. 41
Tabel IV.A8. Differential Shift Sektor Ekonomi Kota Tarakan
Tahun 1999-2003 atas dasar harga konstan 2000 .. 42
Tabel IV.B1. PDRB Kota Banjarmasin menurut Lapangan Usaha
Tahun 2000-2004 atas dasar harga konstan 1993 .. 47
Tabel IV.B2. Pertumbuhan PDRB Kota Banjarmasin tahun
2000-2004 ............................................................... 48
Tabel IV.B3. Distribusi Persentase PDRB Kota Banjarmasin
Tahun 2001-2004 .................................................... 49
ivi
KAJIAN STRATEGI PEMANTAPAN SUMBER-SUMBER PENDAPATAN DAERAH
MELALUI PENGEMBANGAN KOMODITAS NON-MIGAS
10. Tabel IV.B4. Perkembangan Pajak Hotel Kota Banjarmasin
Tahun 2000-2005 ..................................................... 51
Tabel IV.B5. Perkembangan Pajak Restoran Kota Banjarmasin
Tahun 2000-2005 ..................................................... 53
Tabel IV.B6. Perkembangan Pajak Hiburan Kota Banjarmasin
Tahun 2000-2005 .................................................... 54
Tabel IV.B7. Perkembangan Pajak Reklame Kota Banjarmasin
Tahun 2000-2005 .................................................... 55
Tabel IV.B8. Perkembangan Pajak Penerangan Jalan Umum
Kota Banjarmasin Tahun 2000-2005 ....................... 55
Tabel IV.B9. Perkembangan Pajak Air Bawah Tanah dan Air
Permukaan Kota Banjarmasin Tahun 2000-2005 ..... 56
Tabel IV.B10. Perkembangan Pajak Pendaftaran Perusahaan
Kota Banjarmasin Tahun 2000-2005 ....................... 57
Tabel IV.B11. Perkembangan Penerimaan Retribusi Daerah
Kota Banjarmasin Tahun 2000-2005 ....................... 58
Tabel IV.B12. Perkembangan Penerimaan Laba Usaha
Kota Banjarmasin Tahun 2000-2005 ....................... 59
Tabel IV.B13. Perkembangan Penerimaan Lain-lain Pendapatan
Kota Banjarmasin Tahun 2000-2005 ....................... 60
Tabel IV.B14. Perkembangan Penerimaan Bagi Hasil Pajak
Kota Banjarmasin Tahun 2000-2005 ....................... 61
Tabel IV.B15. Perkembangan Penerimaan Bagi Hasil Bukan Pajak
Kota Banjarmasin Tahun 2000-2005 ....................... 62
Tabel IV.B16. Perkembangan Penerimaan Dana Perimbangan Dari
Propinsi Kota Banjarmasin Tahun 2000-2005 ......... 63
Tabel IV.B17. Perbandingan Antara Bagian dana Perimbangan
Terhadap PAD Kota Banjarmasin
Tahun 2000-2005 ..................................................... 64
Tabel IV.B18. Indeks Location Quotient Sektor Ekonomi Kota
Banjarmasin Tahun 2002-2004 atas dasar harga
konstan 1993 ........................................................... 65
Tabel IV.B19. Proportional Shift Sektor Ekonomi Kota Banjarmasin
2002-2004 atas dasar harga konstan 1993 .............. 66
ivii
KAJIAN STRATEGI PEMANTAPAN SUMBER-SUMBER PENDAPATAN DAERAH
MELALUI PENGEMBANGAN KOMODITAS NON-MIGAS
11. Tabel IV.B20. Differential Shift Sektor Ekonomi Kota Banjarmasin
2002-2004 atas dasar harga konstan 1993 ............. 67
Tabel IV.C1. PDRB Kota Palangka Raya Tahun 1999-2004
berdasar harga konstan 1993 .................................. 70
Tabel IV.C2. Laju Pertumbuhan Ekonomi Kota Palangka Raya
tahun 2001-2004 ..................................................... 71
Tabel IV.C3. Rekapitulasi Penerimaan Sektor Pajak Kota
Palangka Raya Tahun 2004-2006 ............................ 74
Tabel IV.C4. Perkembangan Penerimaan Retribusi Kota Palangka
Raya Tahun 2004-2006 ............................................ 76
Tabel IV.C5. Indeks Location Quotient Sektor Ekonomi Kota
Palangka Raya Tahun 1999-2003 atas dasar harga
konstan 1993 ........................................................... 78
Tabel IV.C6. Proportional Shift Sektor Ekonomi Kota Palangka
Raya Tahun 1999-2003 atas dasar harga konstan .. 79
Tabel IV.C7. Differential Shift Sektor Ekonomi Kota Palangka
Raya Tahun 1999-2003 atas dasar harga konstan .. 80
Tabel IV.D1. Data Indikator Kependudukan Kota
Pontianak 2004 ....................................................... 82
Tabel IV.D2. Distribusi Penduduk Kota Pontianak Berdasar
Lapangan Pekerjaan Tahun 1990 dan tahun 2003 .. 83
Tabel IV.D3. PDRB Kota Pontianak Tahun 1999-2004 ................. 85
Tabel IV.D4. Laju Pertumbuhan Ekonomi Kota Pontianak
Tahun 1999-2004 .................................................... 87
Tabel IV.D5. Perkembangan Pajak Hotel Kota Pontianak
tahun 2001-2005 ..................................................... 90
Tabel IV.D6. Perkembangan Pajak Restoran Kota Pontianak
tahun 2001-2005 ..................................................... 91
Tabel IV.D7. Perkembangan Pajak Hiburan Kota Pontianak
tahun 2001-2005 ..................................................... 92
Tabel IV.D8. Perkembangan Pajak Reklame Kota Pontianak
tahun 2001-2005 ..................................................... 93
Tabel IV.D9. Perkembangan Pajak Penerangan Jalan Umum
Kota Pontianak tahun 2001-2005 ............................ 94
Iviii
KAJIAN STRATEGI PEMANTAPAN SUMBER-SUMBER PENDAPATAN DAERAH
MELALUI PENGEMBANGAN KOMODITAS NON-MIGAS
12. Tabel IV.D10. Rekapitulasi Penerimaan Sektor Pajak
Kota Pontianak tahun 2001-2005 ............................ 94
Tabel IV.D11. Perkembangan Penerimaan Retribusi
Kota Pontianak tahun 2001-2005 ............................ 95
Tabel IV.D12. Bagi hasil Pajak dan Bukan Pajak Kota Pontianak
tahun 2001-2005 ..................................................... 97
Tabel IV.D13. Dana Alokasi Umum Kota Pontianak Tahun
2001-2005 ............................................................... 98
Tabel IV.D14. Dana Alokasi Khusus Kota Pontianak Tahun
2001-2005 ............................................................... 99
Tabel IV.D15. Perbandingan Antara Dana Perimbangan terhadap
PAD dan Belanja Daerah Kota Pontianak Tahun
2003-2005 ............................................................... 100
Tabel IV.D16. Perkembangan Pendapatan Asli Daerah dan Dana
Perimbangan Kota Pontianak Tahun 2001-2005 ...... 102
Tabel IV.D17. Indeks Location Quotient Sektor Ekonomi
Kota Pontianak Tahun 2001-2003 atas dasar
harga konstan 1993 ................................................. 103
Tabel IV.D18. Proportional Shift Sektor Ekonomi Kota Pontianak
Tahun 2001-2003 atas dasar harga konstan 1993 .. 104
Tabel IV.D19. Differential Shift Sektor Ekonomi Kota Pontianak
Tahun 2001-2003 atas dasar harga konstan 1993 .. 105
iix
KAJIAN STRATEGI PEMANTAPAN SUMBER-SUMBER PENDAPATAN DAERAH
MELALUI PENGEMBANGAN KOMODITAS NON-MIGAS
13. DAFTAR GAMBAR
Gambar IVA1. Kontribusi Sektor Ekonomi Dalam PDRB
Kota Tarakan Tahun 2004 atas dasar harga
konstan 2000 ........................................................... 31
Gambar IVA2. Pertumbuhan PDRB Kota Tarakan dengan dan
tanpa migas Tahun 2001-2004 ................................ 33
Gambar IVA3. Pendapatan Asli Daerah Kota Tarakan
Tahun 2003 .............................................................. 36
Gambar IVA4. Pendapatan Asli Daerah Kota Tarakan
Tahun 2005 .............................................................. 36
Gambar IV.B1 Distribusi PDRB Kota Banjarmasin Tahun 2004 ...... 50
Gambar IV.C1 Laju Pertumbuhan PDRB Kota Palangka Raya
Tahun 2001-2004 ..................................................... 71
Gambar IV.D1 Perbandingan PAD dan Dana Perimbangan
Kota Pontianak Tahun 2003-2005 ............................ 100
Ix
KAJIAN STRATEGI PEMANTAPAN SUMBER-SUMBER PENDAPATAN DAERAH
MELALUI PENGEMBANGAN KOMODITAS NON-MIGAS
14. RINGKASAN EKSEKUTIF
Kalimantan merupakan wilayah yang kaya akan potensi sumber
daya alam. Kekayaan alam yang melimpah ini bahkan telah dieksploitasi
oleh beberapa pihak. Bahkan dengan adanya otonomi daerah dimana
kewenangan daerah dalam mengelola daerahnya semakin besar
kadangkala pemerintah daerah berupaya meningkatkan penerimaannya
dengan melakukan eksploitasi terhadap sumber daya alam yang dimiliki,
terutama hutan dan migas (minyak dan gas bumi). Ketergantungan
pemerintah daerah terhadap kehutanan dan migas perlu dikurangi,
terutama migas yang diketahui sebagai sumber daya alam yang non
renewable, sedangkan hutan (dalam hal ini kayu) tentunya harus
memperhatikan aspek kelestarian dan keselamatan lingkungan.
Besarnya nilai yang didapatkan pada Dana Perimbangan terutama
dari Bagi Hasil Bukan Pajak SDA migas menyebabkan pemerintah daerah
lebih mengoptimalkan pembangunan sektor ini. Sementara pos
Pendapatan Asli Daerah nilainya sangat kecil bahkan kurang dari sepuluh
(10) persen untuk pembiayaan daerah. Upaya-upaya peningkatan PAD
telah dilakukan namun lebih kepada kuantitas pajak dan retribusi yang
berimbas pada pembebanan masyarakat sehingga oleh Mendagri telah
ditertibkan beberapa Perda yang dianggap tidak sesuai. Upaya lain yang
telah dilaksanakan oleh beberapa Pemerintah daerah dan dianggap cukup
tepat adalah pemberian insentif misalnya dengan tax holiday, dan
semacamnya yang diharapkan mampu memancing investasi, sehingga
dalam jangka panjangnya dapat dirasakan hasilnya.
Penggalian sektor-sektor ekonomi yang potensial yang dapat
menjadi prioritas serta berupaya mencari daya dukung dan mengatasi
kendala yang ada, di masing-masing daerah perlu dilakukan agar proses
pembangunan daerah dapat terlaksana dengan optimal. Dengan
menggunakan penggabungan dari analisis Location Quotient (LQ) yang
menunjukkan basis tidaknya suatu sektor di suatu daerah dengan analisis
Shift-Share maka didapat prioritas pembangunan . Hal penentuan lokasi
ini bertujuan agar efisiensi kegiatan ekonomi dapat lebih dimaksimumkan.
ixi
KAJIAN STRATEGI PEMANTAPAN SUMBER-SUMBER PENDAPATAN DAERAH
MELALUI PENGEMBANGAN KOMODITAS NON-MIGAS
15. Comparative advantage daerah diupayakan untuk menjadi competitive
advantage yang menimbulkan kemandirian daerah dalam membangun
daerah dengan pengoptimalan potensi daerah yang sustainable.
Tarakan sebagai kota pulau yang memiliki posisi strategis
berdekatan dengan negeri jiran tentunya potensial dalam pengembangan
sektor-sektor non migas, terutama sektor perdagangan, hotel dan restoran
serta sektor jasa. Adanya sektor prioritas yang didukung sektor dan aspek
lainnya misalnya transportasi tentunya akan meningkatkan pertumbuhan
ekonomi di daerah dan obsesi sebagai 'Little Singapore' dapat terwujud.
Lokus penelitian lainnya adalah Banjarmasin, Pontianak dan
Palangka Raya. Banjarmasin sebagai kota dagang dan persinggahan
tentunya dapat mengoptimalkan sektor perdagangan, hotel dan restoran.
Selama ini meskipun jumlah hotel bertaraf internasional masih sedikit,
namun jumlah hotel sederhana dan losmen cukup banyak yang sangat
mempengaruhi penerimaan daerah. Jadi potensi sektor perdagangan,
hotel, dan restoran masih dapat dioptimalkan. Sektor lainnya yang juga
berpengaruh pada perekonomian Kota Banjarmasin adalah pengangkutan
dan komunikasi yang disusul sektor industri pengolahan non migas.
Sektor-sektor ini tentunya harus dapat dioptimalkan dalam upaya
peningkatan Pendapatan Asli Daerah.
Pontianak yang memiliki akses lebih mudah dengan Jawa dan
Jakarta tentunya dapat memanfaatkan kemudahan ini dalam
memperlancar sektor lainnya seperti sektor perdagangan, hotel dan
restoran dan sektor jasa yang cukup besar kontribusinya pada PDRB
Pontianak. Palangka Raya yang memiliki comparative advantage dalam
hal lahan tentunya perlu melakukan langkah-langkah dalam upaya
menarik investasi di daerahnya agar sektor ekonomi lainnya seperti
perdagangan, hotel dan restoran serta sektor jasa dapat meningkat.
Pembenahan pada sektor pengangkutan perlu dilaksanakan karena
tentunya akan berpengaruh pada sektor perekonomian lainnya.
Dalam upaya peningkatan perekonomian daerah dengan prioritas
sektor-sektor potensial tentunya harus didukung dengan sumber daya
manusia yang baik, sesuai dengan teori human capital. Jadi bidang
pendidikan dan kesehatan perlu ditekankan. Pembangunan manusianya
ixii
KAJIAN STRATEGI PEMANTAPAN SUMBER-SUMBER PENDAPATAN DAERAH
MELALUI PENGEMBANGAN KOMODITAS NON-MIGAS
16. dan fasilitas yang bermutu perlu ditingkatkan untuk mencetak SDM yang
memiliki produktivitas tinggi yang nantinya akan mempengaruhi
pertumbuhan perekonomian.
Ixiii
KAJIAN STRATEGI PEMANTAPAN SUMBER-SUMBER PENDAPATAN DAERAH
MELALUI PENGEMBANGAN KOMODITAS NON-MIGAS
17. EXECUTIVE SUMMARY
Kalimantan is a region rich of natural resources, which somehow
have been exploited by some parties. Moreover, local autonomy that allows
local government manage its own territory, sometimes becomes an excuse
for local government to increase their income by exploiting its natural
resources, especially forests, oil and gas. Therefore, the reliance of local
government against forests and oil and gas needs to be reduced because
forests must be preserved and protected for environment safety while oil
and gas are non-renewable natural resources.
The large amount of Income Balance from oil and gas has made the
local government focused the development in these sectors. In fact, the
amount of Regional Real Income is very small, even less than 10% (ten
percent) for regional expense. Efforts to increase Regional Real Income have
been done, yet emphasizing more on tax and retribution, which burdens the
society. As a result, the Minister for International Affairs revised some
inappropriate Regional Regulation. Other attempt that has been executed in
some regions and is considered to be appropriate is by giving incentive like
tax holiday in order to get investment; the benefit can be seen and
experienced in the future.
The search of potential economic sectors and placing them as
priority in the regional development; seeking support and coping with
obstacles in every region need to be done so that the development process
can be executed optimally. By using the combination of Location Quotient
analysis (L,Q) and Shift-Share analysis that indicate whether or not a sector
is basis, thus, it can draw the development priority. The defining of location
is aimed to maximize the efficiency of economic activities. Comparative
advantage of the region is intended to become competitive advantage in
order to make the region independent in developing its own territory with its
sustainable potentions.
Tarakan City, an island with strategic position close to Malaysia, is
absolutely potential in developing non oil and gas sectors, especially trades,
hotels, restaurants and public services. Furthermore, support from other
ixiv
KAJIAN STRATEGI PEMANTAPAN SUMBER-SUMBER PENDAPATAN DAERAH
MELALUI PENGEMBANGAN KOMODITAS NON-MIGAS
18. aspect like transportation, for instance, will certainly multiply the
economic growth in the region and accomplishes the obsession of becoming
"Little Singapore".
Other research locus are Banjarmasin, P'ontianak and
Palangkaraya. Banjarmasin, a trade and transit city, can optimize its trade,
hotels and restaurants sectors. Although international hotels are still few,
there are enough simple hotels and inns that can affect the regional income.
Other sector that influence the economic condition of Banjarmasin are
transportation, followed by non oil and gas manufacture industrial sector.
These sectors, of course, should be optimized in order to increase Regional
Real Income.
Pontianak, having easier acces with Java and Jakarta, of course, can
use this to enlighten other sectors such as trade, hotel, restaurants, and
public service that can give contribution for Pontianak PDRB.
Palangkaraya, having comparative advantage for its soil, needs to take
steps to draw infestation into its region so that other economic sectors like
trade, hotels, restaurants and public services can improve. Repair on
transportation sectors needs to be repaired since it affects other economic
sectors.
In the attempt of improving regional economic with priority on the
potential sectors, according to human capital theory, should be supported
by good human resource. Therefore, education and health should be
noticed. The development of human and qualified facilities needs to be
improved to create human resource with high productivity that, hopefully,
will affect the economic; development in the future.
ixv
KAJIAN STRATEGI PEMANTAPAN SUMBER-SUMBER PENDAPATAN DAERAH
MELALUI PENGEMBANGAN KOMODITAS NON-MIGAS
19. BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Desentralisasi pada umumnya berkaitan dengan hubungan antara
pemerintah pusat dan pemerintah daerah, baik di bidang politik
maupun sosial ekonomi yang ditujukan untuk membuka peluang
peningkatan kesejahteraan rakyat secara lebih merata. Tantangan yang
dihadapi adalah mewujudkan kewenangan yang dimiliki oleh setiap
daerah dengan sumber pembiayaannya yang searah dengan kebijakan
untuk menyehatkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan
Anggaran Pendapatan Belanja Daerah. Tantangan lain yang juga sangat
penting yaitu mendorong kegiatan ekonomi daerah termasuk melalui
peningkatan kerjasama investasi antar wilayah dan antar kawasan.
Dalam pelaksanaan di daerah ternyata beberapa daerah mengalami
pertumbuhan yang cepat sementara yang lain pertumbuhannya lambat.
Perbedaan akselerasi pertumbuhan antar daerah ini diantaranya
disebabkan oleh perbedaan-perbedaan dalam ketersediaan sumber
daya alam, sumber daya manusia, dan sarana penunjang yang lain.
Jadi, pertumbuhan ekonomi di sebagian daerah tersebut akan membawa
ketimpangan regional apabila tidak disertai dengan kebijakan
pemerataan yang tepat melalui mekanisme dalam perencanaan
pembangunan.
Pemerintah daerah dalam upaya meningkatkan pembangunan
dengan melakukan peningkatan pendapatan daerah dan peningkatan
laju pertumbuhan ekonomi daerah. Menurut Undang-Undang No 33
Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, sumber
pendapatan daerah terdiri atas:
a. Pendapatan Asli Daerah (PAD), yaitu:
1) Hasil pajak daerah ;
2) Hasil retribusi daerah ;
3) Hasil perusahaaan milik daerah, hasil pengelolaan kekayaan
daerah yang dipisahkan, dan
1
KAJIAN STRATEGI PEMANTAPAN SUMBER-SUMBER PENDAPATAN DAERAH
MELALUI PENGEMBANGAN KOMODITAS NON-MIGAS
20. 4) Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah
b. Dana Perimbangan ; dimana pada Pasal 11 ayat 3 disebutkan Dana
Bagi Hasil yang bersumber dari sumber daya alam.
c. Pinjaman Daerah ; dan
d. Lain-lain pendapatan daerah yang sah.
Pendapatan Asli Daerah merupakan sumber penerimaan
keuangan daerah yang digali dari potensi-potensi yang dimiliki oleh
daerah yang bersangkutan dan setiap daerah dituntut untuk mampu
mengelola daerahnya secara mandiri untuk meningkatkan
pembangunan di daerahnya. Pembangunan yang dilaksanakan di
daerah tidak boleh atau jangan sampai menguras sumber daya alam
dan merusak lingkungan. Pemerintah daerah dalam upaya
mengembangkan potensi ekonomi daerah hendaknya mampu
memberikan pengarahan dan perencanaan juga pengawasan terhadap
pengembangan potensi daerah. Minimnya keterlibatan masyarakat
dalam pengelolaan sumber daya alam menyebabkan konflik relatif lebih
mudah timbul.
Kalimantan sebagai salah satu kawasan pembangunan di
wilayah Timur Indonesia memiliki laju pertumbuhan yang tinggi. Laju
pertumbuhan ekonomi sendiri dilihat dengan menggunakan nilai PDRB
dimana perekonomian di Kalimantan didominasi oleh pendapatan dari
sektor migas, terutama di propinsi Kalimantan Timur yang nilai PDRB-
nya cukup besar. Pembangunan ekonomi yang berdasar pada sumber
daya yang tidak dapat diperbarui (non-renewable) tidak akan
berkesinambungan (sustainable) dalam jangka panjang karenanya
untuk meningkatkan pendapatan daerah dalam proses pembangunan
daerah, ketergantungan terhadap sumber daya alam harus dikurangi
dengan berupaya meningkatkan pendapatan di luar sumber daya alam
yang cukup berpotensi untuk dikembangkan sehingga nantinya
diharapkan sektor migas (sumber daya alam) hanya sebagai sumber
dana pelengkap saja.
2
KAJIAN STRATEGI PEMANTAPAN SUMBER-SUMBER PENDAPATAN DAERAH
MELALUI PENGEMBANGAN KOMODITAS NON-MIGAS
21. Tabel I.1
PDRB Kalimantan Tahun 2001-2003Atas Dasar Harga Konstan 1993
Dengan Migas Tanpa Migas
2001 2002 2003 2001 2002 2003
Kalimantan
Barat 7.409.948 7.559.183 7.781.875 7.409.948 7.559.183 7.781.875
Kalimantan
Tengah 4.203.919 4.341.376 4.552.231 4.203.919 4.341.376 4.552.231
Kalimantan
Selatan 6.665.209 6.920.356 7.256.171 6.579.063 6.831.485 7.170.185
Kalimantan
Timur 23.513.548 24.622.494 25.211.691 12.857.128 13.823.796 14.433.204
Kalimantan 41.794.625 43.445.411 44.803.971 31.052.059 32.557.842 33.939.498
Propinsi
Eksplorasi pada sektor migas memberi nilai ekonomi tinggi namun
hal ini juga menyebabkan ketergantungan pemerintah daerah pada
sektor ini semakin besar serta akan memberi dampak lingkungan pada
masyarakat sekitar, dimana diketahui migas meliputi sektor
pertambangan dan sektor industri pengolahan, sehingga disini
masyarakat sekitar penambangan yang terkena dampak langsung.
Karenanya penguatan pada sektor non-SDA sangat diperlukan untuk
mengurangi ketergantungan pada sektor SDA(migas).
B. Rumusan Masalah
Kecenderungan pemerintah daerah Kalimantan melakukan upaya
peningkatan pendapatan daerah dengan melakukan ketergantungan
kepada sektor minyak dan gas bumi yang merupakan sumber daya yang
non-renewable sehingga perlu dicari:
1. Sektor-sektor non-migas apakah yang potensial untuk
dikembangkan di daerah sample penelitian ?
2. Faktor apa saja yang menjadi pendukung maupun penghambat
sektor tersebut untuk berkembang ?
Sumber : Badan Pusat Statistik, data disusun kembali.
3
KAJIAN STRATEGI PEMANTAPAN SUMBER-SUMBER PENDAPATAN DAERAH
MELALUI PENGEMBANGAN KOMODITAS NON-MIGAS
22. 3. Strategi apa yang layak digunakan untuk mengembangkan sektor
potensial tersebut dengan mempertimbangkan untuk tidak lebih
membebankan pada masyarakat namun justru semakin menarik
masyarakat untuk lebih berperan aktif ?
C. Tujuan dan Kegunaan
Tujuan dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk mengidentifikasi sektor maupun sub-sektor yang berpotensi
untuk dikembangkan di wilayah sampel penelitian
2. Untuk mengidentifikasi faktor-faktor pendukung maupun
penghambat sektor-sektor tersebut untuk berkembang di daerah
sampel.
3. Untuk mencari strategi apa yang layak digunakan untuk
mengembangkan sektor potensial tersebut dengan
mempertimbangkan untuk tidak lebih membebankan pada
masyarakat namun justru semakin menarik masyarakat untuk lebih
berperan aktif.
Adapun kegunaan Kajian Strategi Pemantapan Sumber-Sumber
Pendapatan Daerah melalui Pengembangan Komoditas Non-Migas ini
diharapkan mampu menjadi bahan pertimbangan bagi pemerintah
daerah dalam meningkatkan pendapatan daerah di masing-masing
daerah sampel khususnya dan Kalimantan umumnya dengan
menguatkan/ mengoptimalkan sektor non migas.
D. Ruang Lingkup
Kajian ini mencoba menggali sumber-sumber pendapatan daerah
konvensional dan mencari sumber-sumber alternatif lainnya yang juga
berpotensi untuk dikembangkan. Sedangkan dari jangkauan wilayah,
kajian ini mengkaji 4 kota otonom, dimana setiap kota mewakili 1
Propinsi di Kalimantan. Adapun penentuan sampelnya dilakukan
secara random bertujuan (purposive random sampling) dengan daerah-
daerah yang diteliti:
4
KAJIAN STRATEGI PEMANTAPAN SUMBER-SUMBER PENDAPATAN DAERAH
MELALUI PENGEMBANGAN KOMODITAS NON-MIGAS
23. Tabel I.2 Daerah/ Tujuan Kajian
No Wilayah Daerah Sampel
1.
2.
3.
4.
Kalimantan Timur
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kota Tarakan
Kota Pontianak
Kota Palangkaraya
Kota Banjarmasin
5
KAJIAN STRATEGI PEMANTAPAN SUMBER-SUMBER PENDAPATAN DAERAH
MELALUI PENGEMBANGAN KOMODITAS NON-MIGAS
24. BAB II
KERANGKA TEORI PENGUATAN
KAPASITAS PENDAPATAN DAERAH MELALUI
PENGEMBANGAN KOMODITAS NON-MIGAS
Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana
pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumberdaya-
sumberdaya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara
pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu
lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi
(pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut (Lincolin Arsyad,
1999:108)
Pembangunan ekonomi yang efisien membutuhkan secara
seimbang perencanaan yang teliti mengenai penggunaan sumberdaya-
sumberdaya tersebut. Melalui perencanaan pembangunan ekonomi
daerah, suatu daerah dilihat secara keseluruhan sebagai suatu unit
ekonomi (economic entity) yang didalamnya terdapat berbagai unsur yang
berinteraksi satu sama lain.
Keadaan sosial ekonomi yang berbeda dari setiap daerah akan
membawa implikasi bahwa cakupan campur tangan pemerintah untuk tiap
daerah berbeda pula. Perbedaan tingkat pembangunan antar daerah,
mengakibatkan perbedaan tingkat kesejahteraan antar daerah. Padahal
pembangunan daerah memprioritaskan pada pembangunan ekonomi yang
mengarah pada peningkatan taraf hidup melalui peningkatan pendapatan
dan pemerataan distribusi pendapatan dengan pertumbuhan ekonomi
yang tetap terjaga. Hal ini sesuai dengan ciri perencanaan pembangunan
yang berusaha meningkatkan pendapatan per kapita, namun tetap dengan
mengurangi ketimpangan pendapatan, sekaligus tetap menjaga adanya
pertumbuhan ekonomi.
Pemberdayaan ekonomi daerah merupakan unsur penting
dan utama dalam menciptakan daerah yang mandiri yang dicita-citakan
melalui kebijakan sesentralisasi. Sementara itu daya saing merupakan
6
KAJIAN STRATEGI PEMANTAPAN SUMBER-SUMBER PENDAPATAN DAERAH
MELALUI PENGEMBANGAN KOMODITAS NON-MIGAS
25. elemen kunci dalam pemberdayaan ekonomi daerah di era persaingan
pasar sekarang ini. Dengan demikian, salah satu faktor penentu
keberhasilan otonomi daerah adalah keberhasilan dalam menciptakan
daya saing itu sendiri. Dalam konteks global, daya saing lokal dan regional
akan mampu mendukung daya saing nasional untuk berkompetisis dalam
kancah persaingan internasional. Setiap upaya pembangunan ekonomi
daerah mempunyai tujuan utama meningkatkan jumlah dan jenis peluang
kerja untuk masayarakat daerah tersebut. Dalam uapaya mencapai tujuan
itu pemerintah daerah dan masyarakat harus secara bersama sama
mengambil inisiatif untuk pembangunan daerahnya. Oleh karena itu
pemerintah daerah beserta partisipasi masyarakatnya dengan
menggunakan sumber-sumber daya yang ada harus mampu menaksir
potensi sumber-sumber daya yang diperlukan untuk untuk merancang dan
membangunan perekonomian daerahnya.
Masalah pokok dalam pembangunan daerah adalah terletak pada
penekanan terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan
pada kekhasan daerah yang bersangkutan dengan menggunakan potensi
sumberdaya manusia, kelembagaan, dan sumberdaya fisik lokal. Orientasi
ini mengarah kita kepada pengambilan inisiatif-inisiatif yang berasal dari
daerah tersebut dalam proses pembangunan untuk menciptakan
kesemapatan kerja baru dan merangsang peningkatan kegiatan ekonomi.
Menurut Todaro (Lincolin Arsyad, 1999: 5), keberhasilan
pembangunan ekonomi ditunjukkan oleh tiga (3) nilai pokok:
1. Berkembangnya kemampuan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan
pokoknya (basic needs).
2. Meningkatkan rasa harga diri (self-esteem) masyarakat sebagai
manusia.
3. Meningkatkan kemampuan masyarakat memilih (freedom from
servitude) yang merupakan salah satu dari hak asasi manusia.
A. Pertumbuhan Ekonomi
Secara umum, para ahli ekonomi memberikan pengertian yang
sama antara pertumbuhan ekonomi dengan pembangunan ekonomi.
Istilah pertumbuhan ekonomi biasanya digunakan untuk menyatakan
perkembangan ekonomi di negara-negara maju sedangkan istilah
7
KAJIAN STRATEGI PEMANTAPAN SUMBER-SUMBER PENDAPATAN DAERAH
MELALUI PENGEMBANGAN KOMODITAS NON-MIGAS
26. pembangunan ekonomi digunakan untuk menyatakan perkembangan
ekonomi di negara berkembang.
Teori Arthur Lewis pada dasarnya membahas proses
pembangunan ekonomi yang terjadi di daerah pedesaan dan daerah
perkotaan (urban). Dalam teorinya, Lewis mengasumsikan bahwa
perekonomian suatu negara pada dasarnya terbagi menjadi dua, yaitu
perekonomian tradisional di pedesaan yang didominasi oleh sektor
pertanian dan perekonomian modern di perkotaan dengan industri
sebagai sektor utama. Di pedesaan, karena pertumbuhan penduduknya
tinggi, maka terjadi kelebihan suplai tenaga kerja dan tingkat hidup
masyarakat berada pada kondisi subsisten akibat perekonomian yang
sifatnya juga subsisten. Sebaliknya, di perkotaan sektor industri
mengalami kekurangan tenaga kerja dan untuk memaksimalkan
keuntungan produksi maka sektor industri masih membutuhkan tenaga
kerja. Dengan asumsi upah di kota lebih besar dari upah di desa, maka
kekurangan tenaga kerja di kota akan berusaha dipenuhi oleh penduduk
desa dengan jalan migrasi dan urbanisasi (Tambunan, 2001:59).
Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi
menurut Lincolin Arsyad yang mempengaruhi suatu masyarakat
adalah:
1. Akumulasi Modal
Akumulasi modal akan terjadi jika ada bagian dari pendapatan
sekarang yang ditabung dan kemudian di investasikan untuk
memperbesar output pada masa yang akan datang, pabrik-pabrik,
mesin-mesin, peralatan-peralatan dan barang-barang baru akan
meningkatkan stok modal (capital stock) fiscal suatu Negara (yaitu
jumlah nilai riil bersih dari semua barang-barang modal produktif
secara fiscal) sehingga pada gilirannya akan memungkinkan negara
tersebut untuk mencapai tingkat output yang lebih besar.
2. Pertumbuhan Penduduk
Pertumbuhan penduduk dan hal-hal yang berhubungan dengan
kenaikan jumlah angkatan kerja (labor force) secara tradisional
dianggap sebagai faktor yang positif dalam merangsang
pertumbuhan ekonomi. Artinya semakin banyak angkatan kerja
8
KAJIAN STRATEGI PEMANTAPAN SUMBER-SUMBER PENDAPATAN DAERAH
MELALUI PENGEMBANGAN KOMODITAS NON-MIGAS
27. berarti semakin banyak faktor produksi tenaga kerja sedangkan
semakin banyak penduduk akan meningkatkan potensi pasar
domestik.
3. Kemajuan Teknologi
Menurut para ekonomi kemajuan teknologi merupakan
faktor yang paling penting bagi pertumbuhan ekonomi dalam
bentuknya yang paling sederana, kemajuan teknologi disebabkan
oleh cara-cara lama yang diperbaiki dalam melakukan pekerjaan-
pekerjaan tradisional, seperti cara menanam padi, membuat pakaian
atau membangun rumah, ada 3 (tiga) macam klasifikasi kemajuan
teknologi yaitu netral terjadi jika tingkat output yang dicapai
lebih tinggi pada kuantitas dan kombinasi-kombinasi input yang
sama. Inovasi-inovasi yang timbul dari adanya pembagian kerja
(division of labor) yang tepat akan menghasilkan tingkat output total
yang lebih tinggi dari konsumsi yang lebih banyak untuk semua
orang.
B. Perencanaan Pembangunan
Pada umumnya pembangunan nasional banyak negara baru
berkembang ditekankan pada pembangunan ekonomi. Hal ini
disebabkan karena yang paling terasa adalah keterbelakangan
ekonomi, dan pembagunan di bidang ini dapat mendukung pencapaian
tujuan, atau mendorong perubahan-perubahan dan pembaharuan
dalam bidang kehidupan lain dalam masyarakat. Tetapi perhatian
terhadap pembagunan ekonomi saja sudah tidak memberi jaminan
untuk suatu proses pembangunan yang stabil dan kontinu, apabila
diabaikan berbagai segi di bidang sosial. Kecuali itu kemajuan
kesejahteraan ekonomi apalagi dibarengi dengan adanya ketidakadilan
ekonomi, tidak selalu mencerminkan kemajuan dan kualitas hidup
suatu masyarakat.
Dalam rangka mengembangkan perubahan-perubahan ke arah
yang dianggap lebih baik yaitu pembangunan seringkali peranan
pemerintah dilaksanakan atas dasar cara yang berencana. Perencanaan
dipakai sebagai alat untuk mencapai tujuan-tujuan perubahan
9
KAJIAN STRATEGI PEMANTAPAN SUMBER-SUMBER PENDAPATAN DAERAH
MELALUI PENGEMBANGAN KOMODITAS NON-MIGAS
28. masyarakat secara lebih baik. Dalam hal ini perencanaan yang dapat
dipakai mungkin bersifat campur tangan pemerintah yang ketat dalam
rangka kegiatan ekonomi bangsa tetapi dapat pula merupakan
perencanaan yang memberi keleluasaan cukup besar pada sektor
swasta. Perencanaan dalam pola pembangunan perekonomian
campuran maka peranan pemerintah melalui perencanaan disini lebih
bersifat pengarah pertumbuhan dan pembangunan, namun memberi
cukup keleluasaan bagi sektor swasta/ masyarakat untuk pada akhirnya
yang melakukan kegiatan-kegiatan pembangunan.
Perencanaan merupakan satu-satunya jalan yang terbuka bagi
negara terbelakang. Perencanaan pembangunan sangat diperlukan
untuk mengenyahkan kemiskinan bangsa. Perencanaan juga dilakukan
untuk meningkatkan pendapatan nasional dan pendapatan per kapita,
untuk mengurangi ketimpangan pendapatan dan kesejahteraan, untuk
meningkatkan kesempatan kerja, untuk pembangunan yang
menyeluruh dan untuk mempertahankan kemerdekaan nasional yang
baru (Jhinghan, 2000:548-549).
Pembangunan yang dilaksanakan selama ini telah
menimbulkan terjadinya perbedaan dalam perkembangan antar daerah
di Indonesia. Dalam hal ini terdapat pertentangan mengenai tujuan
untuk meningkatkan pendapatan nasional dengan tujuan untuk
melakukan pemeratan pembangunan daerah. Bila pemerintah lebih
mengutamakan peningkatan pendapatan nasional, akibatnya suatu
daerah yang sudah maju akan menjadi semakin maju dan daerah yang
kurang berkembang akan menjadi tertinggal. Ketimpangan
pembangunan daerah seperti inilah yang akan banyak dirasakan oleh
negara-negara yang sedang membangun, karena itu maka tujuan untuk
mengurangi perbedaan pembangunan antar daerah perlu mendapat
perhatian dari pemerintah.
"Pada dasarnya ada tiga aspek perencanaan yang diterapkan sebagai
acuan dalam pembangunan yaitu 1) perencanaan makro, 2)
perencanaan sektoral, 3) perencanaan regional yang ketiganya tersusun
dalam satu kesatuan" (BPS, 2004:1). "Proses perencanaan yang
dilakukan berjalan dua arah, yaitu dari atas ke bawah (top-down) dan
10
KAJIAN STRATEGI PEMANTAPAN SUMBER-SUMBER PENDAPATAN DAERAH
MELALUI PENGEMBANGAN KOMODITAS NON-MIGAS
29. dari bawah ke atas (bottom-up)" (Kartasasmita, 1996:336-337). Dari
atas ke bawah berupa penetapan sasaran-sasaran makro dan sektoral
serta kebijaksanaan-kebijaksanaan pembangunan secara nasional. Dari
bawah ke atas berupa aspirasi daerah yang merencanakan
pengembangan potensi daerah serta menampilkan keadaan yang nyata
di lapangan.
“Perencanaan pembangunan daerah bukanlah perencanaan dari
suatu daerah tetapi perencanaan untuk suatu daerah" (Kuncoro,
2004:46). Ada dua kondisi yang mempengaruhi proses perencanaan
pembangunan daerah, yaitu:1) tekanan yang berasal dari lingkungan
dalam maupun luar daerah yang mempengaruhi kebutuhan daerah
dalam proses pembangunan perekonomiannya, 2) kenyataan bahwa
perekonomian daerah dalam suatu negara dipengaruhi oleh setiap
sektor secara berbeda-beda, misalkan beberapa daerah mengalami
pertumbuhan pada sektor industrinya sedangkan daerah lain
mengalami penurunan. Sektor-sektor dalam kegiatan ekonomi
memegang peranan penting dalam perencanaan karena data-data yang
diperlukan dalam perencanaan berasal dari sektor-sektor ekonomi
tersebut. Untuk mempercepat laju pertumbuhan ekonomi daerah perlu
dikembangkan sektor-sektor ekonomi yang memiliki pertumbuhan yang
cepat dalam pembentukan PDRB daerah bersangkutan. "Sektor-sektor
dalam perekonomian mempunyai laju perkembangan yang berbeda-
beda, hal ini mengakibatkan terjadinya perubahan struktur ekonomi di
suatu daerah" (Kadariah, 1985: 13). Struktur ekonomi berpengaruh
pada pertumbuhan ekonomi daerah dan karena struktur ekonomi
terbentuk dari berbagai sektor ekonomi maka diperlukan adanya
pergeseran sumber-sumber dari sektor ekonomi yang perkembangannya
lambat ke sektor-sektor lainnya yang dapat berkembang lebih cepat.
C. Konsep Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Perencanaan pembangunan ekonomi suatu daerah memerlukan
data statistik sebagai dasar penentuan strategi, pengambilan keputusan
dan evaluasi hasil-hasil pembangunan yang telah dicapai.
Kebijaksanaan-kebijaksanaan strategi yang telah dilakukan perlu
11
KAJIAN STRATEGI PEMANTAPAN SUMBER-SUMBER PENDAPATAN DAERAH
MELALUI PENGEMBANGAN KOMODITAS NON-MIGAS
30. dimonitor dan dilihat hasilnya, sebagai data statistik yang
memberikan ukuran kualitas ekonomi secara makro, mutlak diperlukan
untuk memberikan gambaran keadaan masa lalu dan masa kini serta
sasaran yang hendak dicapai pada masa yang akan datang.
Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, di seluruh Indonesia
telah dihitung Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) masing-masing
propinsi secara berkala. Sesuai dengan penyajian data nasional, PDRB
juga dipisahkan menurut PDRB dengan dan tanpa migas (minyak, gas,
dan hasil-hasilnya yang meliputi minyak bumi, gas bumi, gas alam cair
dan hasil pengilangan minyak). Dengan demikian pengaruh migas
dapat terlihat dengan jelas pada perubahan struktur ekonomi maupun
pada laju pertumbuhan ekonomi.
PDRB merupakan jumlah nilai tambah atau jumlah nilai barang
dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha di suatu daerah
dalam satu periode tertentu. PDRB atas dasar harga berlaku
menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung
menggunakan harga pada tahun yang berjalan, sedang PDRB atas dasar
harga konstan menunjukkan nilai tambah barang dan jasa yang
dihitung menggunakan harga pada tahun tertentu sebagai dasar. PDRB
atas dasar harga berlaku digunakan untuk melihat pergeseran dan
struktur ekonomi sedang PDRB atas dasar harga konstan digunakan
untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi dari tahun ke tahun.
Untuk menghitung PDRB ada tiga pendekatan yang digunakan,
yaitu: (BPS, 2003:1-2 )
1. Jika ditinjau dari sisi produksi disebut Produk Regional, merupakan
jumlah nilai tambah (produk) yang dihasilkan oleh unit-unit
produksi yang dimiliki penduduk suatu daerah dalam jangka waktu
tertentu.
2. Jika ditinjau dari sisi pendapatan disebut Pendapatan Regional,
merupakan jumlah pendapatan (balas jasa) yang diterima oleh
faktor-faktor produksi berupa upah dan gaji, surplus usaha,
penyusutan, dan pajak tak langsung neto yang dimiliki penduduk
suatu daerah dalam jangka waktu tertentu.
3. Jika ditinjau dari segi pengeluaran disebut Pengeluaran Regional,
12
KAJIAN STRATEGI PEMANTAPAN SUMBER-SUMBER PENDAPATAN DAERAH
MELALUI PENGEMBANGAN KOMODITAS NON-MIGAS
31. merupakan jumlah pengeluaran konsumsi atau komponen
permintaan akhir yang dilakukan oleh rumah tangga, lembaga swasta
nirlaba, pemerintah, pembentukan modal tetap domestik bruto,
perubahan stok dan ekspor netto suatu daerah dalam jangka waktu
tertentu.
Dalam penelitian ini, PDRB diinterprestasikan menurut pendekatan
produksi yaitu dengan alasan:
a. Yang dijumlahkan hanyalah nilai tambah dari produksi yang
diciptakan sehingga dapat dihindari perhitungan dua kali.
b. Data statistik di Indonesia mengenai perhitungan PDRB sampai saat
ini masih menggunakan pendekatan produksi baik untuk tingkat
nasional maupun untuk tingkat regional.
D. Konsep Tentang Daerah
Konsep tentang daerah sebagai metode klasifikasi timbul melalui
dua fase yang berbeda, yang mencerminkan kemajuan ekonomi dari
perekonomian pertanian sederhana ke sistem industri yang kompleks.
Fase pertama adalah daerah formal yaitu daerah geografik yang
seragam atau homogen menurut kriteria tertentu. Kriteria semula yang
dipergunakan adalah bersifat phisik seperti topografi, iklim atau
vegetasi namun belakangan terjadi peralihan kepada penggunaan
kriteria ekonomi, seperti tipe industri atau tipe pertanian.
Fase kedua adalah daerah fungsional yaitu daerah geografik yang
memperlihatkan suatu koherensifungsional tertentu, suatu
interdependensi dari bagian-bagian, apabila didefinisikan berdasarkan
kriteria tertentu. Daerah ini kadang dinamakan daerah nodal atau
"polarised region" dan terdiri dari satuan-satuan yang heterogen, seperti
kota dan desa, yang secara fungsional saling berkaitan.
Klasifikasi regional tipe ketiga adalah daerah perencanaan.
Boudeville mendefinisikan dengan perencanaan (planning region) atau
"programming region" sebagai daerah yang memperlihatkan kesatuan
keputusan-keputusan ekonomi. Klassen percaya bahwa daerah
perencanaan antara lain haruslah cukup besar untuk mengambil
keputusan-keputusan investasi berskala ekonomi, harus mampu
mensuplai industrinya sendiri dengan tenaga kerja yang diperlukan,
13
KAJIAN STRATEGI PEMANTAPAN SUMBER-SUMBER PENDAPATAN DAERAH
MELALUI PENGEMBANGAN KOMODITAS NON-MIGAS
32. harus mempunyai suatu struktur ekonomi yang homogen, mempunyai
sekurang-kurangnya satu titik pertumbuhan (growth point) dan
menggunakan suatu cara pendekatan dan mempunyai kesadaran
bersama terhadap persoalan-persoalannya (Glasson, 1976:17-22).
E. Teori Basis Ekonomi
“Perekonomian regional dapat dibagi menjadi dua sektor, yaitu
kegiatan basis dan kegiatan bukan basis". (Glasson, 1976:65). Kegiatan
basis (basic activities) adalah kegiatan yang mengekspor barang-
barang dan jasa-jasa ke tempat-tempat di luar batas-batas
perekonomian masyarakat yang bersangkutan, atau yang memasarkan
barang-barang dan jasa-jasa mereka kepada orang-orang yang datang
dari luar perbatasan perekonomian masyarakat yang bersangkutan.
Kegiatan-kegiatan bukan basis (non basic activities) adalah kegiatan-
kegiatan yang menyediakan barang-barang yang dibutuhkan oleh
orang-orang yang bertempat tinggal di dalam batas-batas
perekonomian masyarakat yang bersangkutan. Kegiatan-kegiatan ini
tidak mengekspor barang-barang jadi; luas-lingkup produksi mereka
dan daerah pasar mereka yang terutama adalah bersifat lokal.
Menurut Richardson, pendapatan regional akan langsung
mengalami kenaikan apabila basis mengalami perluasan. Jadi sesuai
dengan namanya, kegiatan basis mempunyai peranan penggerak
pertama (prime mover role) dimana setiap perubahan mempunyai efek
multiplier terhadap perekonomian regional. Multiplier basis ekonomi
biasanya dihitung menurut banyaknya tenaga kerja yang dipekerjakan
atau pendapatan total dari sektor tersebut. Sehingga industri basis
inilah yang patut dikembangkan di daerah.
Pendekatan secara tidak langsung yang dipergunakan untuk
membagi sektor-sektor ke dalam kategori-kategori basis dan bukan
basis dapat menggunakan salah satu atau gabungan dari metode-
metode berikut (Glasson,1997:66-67):
1. Menggunakan asumsi-asumsi atau metode arbitrer sederhana yang
mengasumsikan bahwa semua industri primer dan manufacturing
(SIC 1-16) adalah basis, dan semua industri jasa (SIC 17-24) adalah
bukan basis.
14
KAJIAN STRATEGI PEMANTAPAN SUMBER-SUMBER PENDAPATAN DAERAH
MELALUI PENGEMBANGAN KOMODITAS NON-MIGAS
33. 2. Metode kuosien lokasi (LQ), yaitu dengan membandingkan peranan
industri tertentu dalam suatu perekonomian daerah dengan peranan
industri yang sama dalam perekonomian nasional. Dari
perbandingan tersebut, rasio yang lebih besar daripada 1
menunjukkan kegiatan ekspor atau basis dan rasio LQ yang lebih
kecil daripada 1 menunjukkan kegiatan lokal/ bukan basis.
3. Kebutuhan minimum, dimana metode ini merupakan modifikasi dari
metode LQ dengan menggunakan distribusi minimum dari
employment yang diperlukan untuk menopang industri regional.
Untuk setiap daerah, yang pertama-tama dihitung adalah persentase
angkatan kerja regional yang dipekerjakan dalam setiap industri.
Kemudian persentase-persentase itu diperbandingkan dengan
memperhitungkan hal-hal yang bersifat kelainan, persentase terkecil
dipergunakan sebagai ukuran kebutuhan minimum bagi industri
tertentu. Persentase minimum ini dipergunakan sebagai batas dan
semua employment di daerah-daerah lain yang lebih tinggi dari
persentase ini dipandang sebagai employment basis.
F. Analisis Location Quotient
Beberapa metode yang dilakukan untuk membagi sektor-sektor
dalam kategori basis dan bukan basis, salah satunya menyebutkan
metode Location Quotient. "Location Quotient adalah suatu teknik
untuk mengukur konsentrasi suatu kegiatan ekonomi atau sektor di
suatu daerah dengan cara membandingkan peranannya dalam
perekonomian daerah tersebut dengan peranan dari kegiatan ekonomi
atau sektor yang sama pada tingkat nasional". (Tambunan, 2001:293)
Nilai LQ didapat dengan membandingkan peranan industri tertentu
dalam suatu perekonomian daerah dengan peranan industri yang sama
dalam perekonomian nasional. Dari perbandingan tersebut, rasio yang
lebih besar daripada 1 menunjukkan kegiatan basis dan rasio LQ yang
lebih kecil dari 1 menunjukkan kegiatan bukan basis.
15
KAJIAN STRATEGI PEMANTAPAN SUMBER-SUMBER PENDAPATAN DAERAH
MELALUI PENGEMBANGAN KOMODITAS NON-MIGAS
34. G. Analisis Shift Share
“Analisis Shift Share dapat dipergunakan untuk menentukan
kinerja atau produktivitas kerja perekonomian suatu daerah dengan
membandingkannya dengan daerah yang lebih besar (nasional)"
(Tambunan, 2001: 291). Teknik analisis ini bisa digunakan untuk
berbagai hal yang terkait dengan masalah-masalah ekonomi regional,
misalnya mengidentifikasi sumber-sumber pertumbuhan regional, juga
untuk memproyeksikan pertumbuhan ekonomi regional dan sebagai
alat analisis dalam riset pembangunan pedesaan. Analisis Shift Share
bisa dibagi dalam dua bagian, yaitu analisis pangsa (share analysis)
dan analisis pergeseran (shift analysis). Analisis pangsa regional (PR)
digunakan untuk melihat struktur atau posisi relatif propinsi di dalam
kaitannya dengan pertumbuhan ekonomi nasional. Analisis pergeseran
terdiri dari dua sub komponen, yaitu perubahan secara proporsional
(PS) dan perubahan yang berbeda (DS). Proportional shift digunakan
untuk mengukur sejauh mana laju pertumbuhan output pada suatu
sektor di suatu wilayah berbeda dengan laju pertumbuhan output pada
sektor yang sama di tingkat nasional. Komponen ini adalah positif di
daerah-daerah yang berspesialisasi dalam sektor yang secara nasional
bertumbuh dengan cepat, dan negatif di daerah-daerah yang
berspesialisasi dalam sektor-sektor yang secara nasional bertumbuh
dengan lambat atau bahkan sedang merosot. Differential shift terjadi
bila output pada suatu sektor di suatu wilayah memiliki laju
pertumbuhan yang lebih tinggi daripada laju pertumbuhan output pada
sektor yang sama di wilayah lain. Jadi, suatu daerah mempunyai
keuntungan lokasional, seperti sumber daya yang baik akan
mempunyai DS positif, sedangkan yang secara lokasional tidak
menguntungkan akan mempunyai komponen yang negatif. (Tambunan,
1996: 214)
Kedua komponen dari analisa pergeseran ini memisahkan unsur-
unsur pertumbuhan regional yang bersifat ekstern dan intern, dimana
PS dari pengaruh unsur "luar" yang bekerja secara nasional, dan DS
adalah akibat dari pengaruh faktor yang bekerja "di dalam" daerah yang
bersangkutan.
16
KAJIAN STRATEGI PEMANTAPAN SUMBER-SUMBER PENDAPATAN DAERAH
MELALUI PENGEMBANGAN KOMODITAS NON-MIGAS
35. H. Pendapatan Asli Daerah
Dalam menjalankan tugasnya, Pemerintah Daerah memerlukan
pembiayaan yang tidak sedikit jumlahnya. Oleh karena itu Pemerintah
Daerah juga perlu memahami darimana sumber keuangan daerah itu
akan diperoleh. Anggaran merupakan suatu alat perencanaan
mengenai pengeluaran dan penerimaan (atau pendapatan) di masa
yang akan datang. Dalam Undang-Undang No 32 tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah, dinyatakan bahwa penyelenggaraan tugas
Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)
dibiayai dari dan atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBD) sedangkan penyelenggaraan tugas pemerintah (Pusat) di daerah
dibiayai dari dan atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN). Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) harus
disiapkan oleh Pemerintah Daerah dan ditetapkan dengan PERDA.
Dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, bahwa
pada prinsipnya pendapatan daerah dapat dikelompokkan menjadi:
1) Pendapatan Asli daerah, yang terdiri dari pajak dan retribusi daerah,
keuntungan perusahaan milik daerah, hasil pengelolaan kekayaan
daerah dan lain-lain pendapatan asli daerah.
2) Dana Perimbangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah
3) Pinjaman daerah, dan
4) Lain-lain pendapatan daerah yang sah.
Dimana dana perimbangan terdiri dari:
1) Bagian daerah dari pajak bumi dan bangunan, bea perolehan hak
atas tanah dan bangunan, dan penerimaan dari sumberdaya alam
2) Dana alokasi umum
3) Dana alokasi khusus
Pemerintah Daerah menurut Undang-Undang No 32 tahun 2004
dibedakan menjadi daerah propinsi dan daerah pusat yang menarik
pajak untuk membiayai kegiatannya, maka pemerintah daerah juga
menarik pajak untuk membiayai kegiatan Pemerintah Daerah,
disamping sumber-sumber pendapatan lainnya.
17
KAJIAN STRATEGI PEMANTAPAN SUMBER-SUMBER PENDAPATAN DAERAH
MELALUI PENGEMBANGAN KOMODITAS NON-MIGAS
36. Gas Alam 30.5
Provinsi 6
Kabupaten/Kota Penghasil 12
Kabupaten/Kota Lain 12
69.5
Tambahan anggaran pendidikan dasar 0.5
Pertambangan 80
Iuran tetap (lend-rent)
Provinsi 16
Kabupaten/ Kota Penghasil 64
Iuran Eksplorasi dan Eksploitasi (royalti)
Provinsi 16
Kabupaten/Kota Penghasil 32
20
Kabupaten/Kota Lai
n 32
Hutan 80
Iuran HPH
Provinsi 16
Kabupaten/Kota Penghasil 64
Provisi SDH
Provinsi 16
Kabupaten/Kota Penghasil 32
20
Kabupaten/Kota Lain 32
Alokasi Umum 25
Provinsi 2.5
75
Kabupaten/Kota 22.5
Reboisasi 60 40
Perikanan 20 80
PBB 10 90
18
KAJIAN STRATEGI PEMANTAPAN SUMBER-SUMBER PENDAPATAN DAERAH
MELALUI PENGEMBANGAN KOMODITAS NON-MIGAS
Tabel II.1
Pembagian Dana Perimbangan Pusat-Daerah
Menurut Undang-undang No 33 Tahun 2004
SUMBER PUSAT DAERAH
Minyak 15.5
Provinsi 3
Kabupaten/Kota Penghasil 6
Kabupaten/Kota Lain 6
84.5
Tambahan anggaran pendidikan dasar 0.5
37. Yang dimaksud dengan pajak daerah hampir tidak ada bedanya
dengan pengertian pajak pada umumnya yaitu iuran wajib yang
dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada pemerintah (daerah)
tanpa balas jasa langsung yang dapat ditunjuk, yang dapat dipaksakan
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Penerimaan
dari pajak ini digunakan untuk membiayai penyelenggaraan
pemerintahan dan pembangunan daerah.
Pajak daerah mempunyai peranan ganda yaitu sebagai sumber
pendapatan daerah (budgetary) dan sebagai alat pengatur (regulatory).
Pembagian kegiatan antar pemerintah pusat dan pemerintah daerah,
tampak bahwa hal-hal yang bersifat strategis dan berdampak nasional
dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat, sedangkan Pemerintah Daerah
Propinsi melaksanakan kegiatan yang mempunyai dampak regional,
selanjutnya Pemerintah Daerah Kabupaten dan Kota melaksanakan
kegiatan yang dampaknya lebih sempit dan bersifat lokal.
Beberapa jenis pajak daerah yang menjadi sumber pendapatan
pemerintah tingkat propinsi adalah:a) pajak kendaraan bermotor, b) bea
balik nama kendaraan bermotor, c) pajak bahan bakar kendaraan
bermotor,. Selanjutnya macam pajak yang dipungut di daerah
kabupaten/ kota diantaranya adalah: a) pajak hotel dan restoran, b)
pajak hiburan, c) pajak reklame, d) pajak penerangan jalan, e) pajak
pengambilan dan pengolahan bahan galian golongan C, f) pajak
pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan, g) serta pajak lainnya
dapat ditetapkan asal memenuhi persyaratan untuk menjadi pajak
baru.
Adapun syarat menetapkan pajak baru adalah: a) pungutan
harus bersifat pajak, artinya dapat dipaksakan dan balas jasanya tidak
19
KAJIAN STRATEGI PEMANTAPAN SUMBER-SUMBER PENDAPATAN DAERAH
MELALUI PENGEMBANGAN KOMODITAS NON-MIGAS
Provinsi 16.2
Kabupaten/Kota 64.8
Biaya Pemungutan 9
BPHTB 20 80
Provinsi 16
Kabupaten/Kota 64
Sumber : Ni'matul Huda, S.H., M.Hum, Otonomi Daerah: Filosofi,
Sejarah Perkembangan dan Problematika, hal: 115
38. dapat langsung ditunjuk, b) obyek pajak dan dasar pajak yang baru
tidak bertentangan dengan kepentingan umum, c) potensi pajak
tersebut memadai artinya biaya pemungutannya tidak akan lebih besar
daripada penerimaan pajaknya, d) pajak baru itu tidak berdampak
ekonomi negatif, artinya tidak menyebabkan adanya alokasi faktor
produksi yang salah dan menghambat pembangunan, e) pajak
dikenakan sedemikian rupa dengan memperhatikan aspek keadilan
(equity) dan kemampuan membayar (ability to pay) si wajib pajak, dan
f) pajak yang dikenakan akan dapat menjaga kelestarian lingkungan
hidup. Hal ini dimaksudkan agar daerah mampu menutup hilangnya
penerimaan yang berasal dari pajak dan retribusi yang kurang potensial
dan diharapkan agar Pemerintah Daerah dapat memilih sumber
pendapatan asli daerah berdasarkan pada jenis pajak dan retribusi yang
potensinya besar.
20
KAJIAN STRATEGI PEMANTAPAN SUMBER-SUMBER PENDAPATAN DAERAH
MELALUI PENGEMBANGAN KOMODITAS NON-MIGAS
39. BAB III
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini berbentuk deskriptif dimana dalam penulisannya
hanya menggambarkan kondisi wilayah dan permasalahannya.
Selanjutnya digunakan perhitungan matematis sederhana dari Analisis
Location Quotient (LQ) dan Analisis Shift Share kemudian dianalisis
secara kualitatif berdasarkan hasil proses dan pengolahan data yang
diperoleh.
B. Definisi Operasional
Definisi Operasional adalah mendefinisikan variable yang telah
diidentifikasi agar dapat dioperasionalkan.
1. Sektor basis adalah sektor yang hasil produksinya juga dapat
melayani kebutuhan barang dan jasa di daerah itu sendiri, dan dapat
menyumbangkan sebagian produksinya ke daerah lain. Didasarkan
atas perhitungan LQ > 1.
2. Sektor non basis adalah sektor yang hasil produksinya hanya cukup
atau kurang untuk melayani kebutuhan barang dan jasa di daerah
sendiri. Didasarkan atas perhitungan LQ < 1.
3. Regional share adalah analisis untuk melihat struktur atau posisi
relatif suatu daerah dalam kaitannya dengan pertumbuhan ekonomi
propinsi.
4. P-shift adalah jumlah dimana pertumbuhan produksi suatu daerah
lebih cepat (PS > 0) atau lebih lambat (PS < 0) daripada tingkat
pertumbuhan propinsi acuan.
5. D-shift adalah dimana tingkat pertumbuhan suatu sector di suatu
daerah lebih cepat (DS > 0) atau lebih lambat (DS < 0) dibandingkan
dengan pertumbuhan sector yang sama di daerah lain dalam wilayah
yang sama.
6. PDRB adalah jumlah harga akhir dari barang dan jasa yang telah
dihasilkan sektor produksi dalam waktu 1 tahun dari suatu daerah.
21
KAJIAN STRATEGI PEMANTAPAN SUMBER-SUMBER PENDAPATAN DAERAH
MELALUI PENGEMBANGAN KOMODITAS NON-MIGAS
40. C. Jenis dan Sumber Data
Data dalam penelitian adalah data sekunder yang diperoleh dari
instansi terkait, yaitu Asisten Bidang Ekonomi Pembangunan, Badan
Perencana Pembangunan Daerah daerah locus, BPS, Dispenda dan
instansi terkait lainnya.
D. Prosedur Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan melalui prosedur berikut:
1. Data Sekunder
Dalam prosedur ini data dikumpulkan dari berbagai buku laporan
penelitian dan buku referensi lainnya.
2. Analisis Data
Dalam prosedur ini, data yang berhubungan dengan objek penelitian
disusun dan diolah sesuai dengan kebutuhan analisis. Selanjutnya
diperoleh gambaran permasalahan yang dihadapi untuk dicarikan
pemecahannya.
E. Teknik Analisis
Teknik analisis yang digunakan adalah teknik kualitatif dengan
menggunakan alat analisis yaitu Location Quotient (LQ), dan Shift
Share. Teknik analisis ini dikumpulkan dan diolah kembali melalui
beberapa perhitungan matematis dan statistik deskriptif.
Beberapa formula yang digunakan sebagai alat analisis adalah
sebagai berikut:
Analisis Location Quotient
Dalam usaha untuk mengidentifikasi potensi relatif daerah secara
sektoral digunakan metode Location Quotient (LQ) untuk mengetahui
apakah suatu sektor ekonomi termasuk sektor basis atau sektor non
basis dalam periode tertentu.
Rumusan LQ sebagai berikut:
22
KAJIAN STRATEGI PEMANTAPAN SUMBER-SUMBER PENDAPATAN DAERAH
MELALUI PENGEMBANGAN KOMODITAS NON-MIGAS
41. j
Dimana LQ = LQ sektor I di Kabupaten/ Kota j
i
j
VA = nilai tambah sektor I di Kabupaten/ Kota j
i
I
VA = nilai tambah sektor I di propinsi
i
PDRB j = PDRB di Kabupaten/ Kota j
PDRB I = PDRB di propinsi Berdasar perhitungan tersebut angka
LQ ini memberikan indikasi sebagai berikut:
a. Jika LQ < 1, maka daerah tersebut dikategorikan daerah non basis
dimana industrinya hanya mampu memasarkan produksi di daerah
yang bersangkutan, hanya menunjukkan kegiatan lokal, tidak cocok
untuk kegiatan industri.
b. Jika LQ > 1, maka daerah tersebut dikategorikan daerah basis, dapat
mengekspor produksinya ke daerah lain.
c. Jika LQ = 1, maka daerah tersebut telah menghasilkan produksi industri
dalam perekonomian Kabupaten/ Kota.
Analisis Shift Share
Analisis posisi relatif ekonomi suatu daerah dapat dilakukan
dengan berbagai metode. Metode yang paling sering digunakan adalah
metode shift share untuk merumuskan kebijakan ekonomi di suatu daerah.
(Adam, 1996: 18)
Sesuai dengan analisis ini, maka pertumbuhan ekonomi suatu
daerah dipengaruhi oleh tiga komponen utama, yaitu:
1. Pangsa regional yang digunakan untuk melihat struktur atau posisi
relatif suatu daerah dalam kaitannya dengan pertumbuhan ekonomi
propinsi.
2. Pergeseran proporsional (P-shift), yang menunjukkan jumlah dimana
pertumbuhan produksi suatu daerah lebih cepat atau lebih lambat
daripada tingkat pertumbuhan produksi propinsi acuan.
3. Pergeseran yang berbeda (D-shift), yang menunjukkan tingkat
pertumbuhan suatu sektor di suatu daerah lebih cepat atau lebih lambat
dibanding dengan pertumbuhan sektor yang sama di daerah lain dsalam
wilayah yang sama.
23
KAJIAN STRATEGI PEMANTAPAN SUMBER-SUMBER PENDAPATAN DAERAH
MELALUI PENGEMBANGAN KOMODITAS NON-MIGAS
42. PR ij =
1
-
Y
Y
Q
O
t
O
ij ........................................................................(2)
Q ij
t = Q ij
t - Q ij
0 …………………………………………………(3)
PSij =
O
t
O
i
t
i
O
ij
Y
Y
-
Q
Q
Q ……………………………………………(4)
DSij =
O
i
t
i
O
ij
t
ij
O
ij
Q
Q
-
Q
Q
Q ……………………………………………(5)
Rumusan-rumusan shift share sebagai berikut:
Dimana PRij = pangsa regional sektor i pada daerah tingkat II j
PSij = P-shift sektor i di Kabupaten/ Kota j
DSij = D-shift sektor i di Kabupaten/ Kota j
Qij
0
= PDRB sektor i pada Kabupaten/ Kota j untuk periode
Yt = PDRB propinsi pada periode tahun t
Y0 = PDRB propinsi pada periode tahun dasar
Qi
t
= PDRB propinsi di sektor i tahun t
Qi
0
= PDRB propinsi di sektor i tahun dasar
Qij
t
= PDRB sektor i di Kabupaten/ Kota j tahun t
tahun dasar
Dari hasil perhitungan tersebut apabila:
a. PS < 0, maka dikatakan di tingkat propinsi, sektor tersebut tumbuh
relatif lambat.
b. PS > 0, maka dikatakan di tingkat propinsi, sektor tersebut tumbuh
relatif cepat.
c. DS < 0, maka dikatakan sektor tersebut memiliki pertumbuhan yang
lebih lambat dibandingkan sektor yang sama di daerah lain atau
24
KAJIAN STRATEGI PEMANTAPAN SUMBER-SUMBER PENDAPATAN DAERAH
MELALUI PENGEMBANGAN KOMODITAS NON-MIGAS
43. dikatakan daerah tersebut tidak memiliki keunggulan lokasional yang
baik.
d. DS > 0, maka dikatakan sektor tersebut memiliki pertumbuhan yang
lebih cepat dibandingkan sektor yang sama di daerah lain atau
dikatakan daerah tersebut memiliki keunggulan lokasional yang baik.
t
e. PR < Q , maka dikatakan pertumbuhan produksi di daerah tersebut
ij
cenderung mendorong pertumbuhan propinsi.
t
f. PR > Q , maka dikatakan pertumbuhan produksi di daerah tersebut
ij
cenderung akan menghambat pertumbuhan propinsi.
25
KAJIAN STRATEGI PEMANTAPAN SUMBER-SUMBER PENDAPATAN DAERAH
MELALUI PENGEMBANGAN KOMODITAS NON-MIGAS
44. BAB IV
PENINGKATAN PENDAPATAN DAERAH DENGAN
PRIORITAS SEKTOR POTENSIAL DI KALIMANTAN
A. PENINGKATAN PENDAPATAN DAERAH DENGAN PRIORITAS
SEKTOR POTENSIAL DI KOTA TARAKAN
a. Kondisi Geografis dan Demografis Kota Tarakan
Kota Tarakan yang posisinya berada di pintu gerbang utara
o o
Provinsi Kalimatan Timur terletak 3 14"23' - 3 26"37' lintang utara
o o
dan 117 30" 50' - 117 40" 12' bujur timur dengan luas wilayah
2
657,33 km terdiri dari luas wilayah daratan 250.80 Km dan luas
o
lautan 406.532 suhu udara minimum rata - rata 24.8 C dan
maksimum 31.41 kelambaban rata - rata 85 % Curah hujan 5 (lima)
tahun terakhir rata-rata 3.660.36 mm/bln dan penyinaran rata-rata
44.86/bl.
Jumlah penduduk kota Tarakan hasil sensus tahun 2000
adalah 116.995 jiwa dengan tingkat pertumbuhan penduduk selama
kurun 1990 - 2000 rata-rata 3,7 % per tahun jumlah ini kemudian
meningkat tahun 2003 sesuai dengan hasil sementara pendaftaran
pemilih dan pendataan penduduk berkelanjutan (P4B) yaitu
mencapai 149.943 jiwa dengan demikian selama kurun waktu tiga
tahun terakhir penduduk kota Tarakan meningkat rata-rata 8,6 %
pertahun disebabkan tingginya migrasi masuk ke Kota Tarakan.
Kota Tarakan menduduki posisi yang strategis khususnya
dalam konteks Provinsi Kalimatan Timur:
1. Kota Tarakan merupakan pusat pengembangan wilayah terpadu
pembangunan utama bagian utara (SWP) meliputi: Kota Tarakan
dan sekitarnya; Nunukan dan sekitarnya serta Tanjung Redeb dan
sekitarnya, sehingga menjadikan kota Tarakan sebagai
penggerak pertumbuhan Wilayah Utara Kalimantan Timur.
2. Sebagai pintu gerbang kedua (second gate) Kalimantan Timur
setelah Balikpapan bagi lalu lintas pelayaran dan penerbangan.
26
KAJIAN STRATEGI PEMANTAPAN SUMBER-SUMBER PENDAPATAN DAERAH
MELALUI PENGEMBANGAN KOMODITAS NON-MIGAS
45. 3. Merupakan kota transit manusia, barang-barang dan jasa
sebelum menyebar maupun didistribusikan ke daerah hinterland-
nya (Kabupaten Berau, Nunukan, Bulungan dan Malinau).
4. Dari lingkup Internasional Tarakan tidak saja sebagai pusat
transit perdagangan antar pulau di Kalimantan Timur bagian
utara, bahkan menjadi pusat-pusat transit perdagangan bebas
antar Indonesia - Malaysia Philipina.
5. Kota Tarakan juga memiliki eksebilitas tinggi terhadap kota-kota
lain untuk memudahkan usaha-usaha didalam kegiatan
pemasaran dan pengembangan kegiatan koleksi dan distribusi
barang dan jasa karena aspek geo-politik, geo-strategis dan geo-
ekonomi yang sangat baik.
b. Perkembangan Jumlah Penduduk dan Luas Wilayah Kota Tarakan
2
Kota Tarakan dengan luas wilayah 65.733 ha atau 657,37 Km
2 2
yang terdiri dari luas daratan 250.80 Km dan perairan 406,53 km
dengan jumlah penduduk pada bulan Maret 2005 sebanyak 168.515
jiwa yang mendiami 4 Kecamatan dan 20 Kelurahan yang telah
diatur peruntukannya sebagaimana telah diatur dalam Peraturan
Daerah Kota Tarakan Nomor 15 Tahun 2000 tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah (RTRW). Masalah ketenagakerjaan erat kaitannya
dengan pertumbuhan ekonomi maupun kondisi kesejahteraan
penduduk. Jumlah angkatan kerja di Kota Tarakan selalu mengalami
peningkatan dikarenakan jumlah Penduduk Usia Kerja (PUK) juga
mengalami peningkatan. Pada tahun 2004 jumlah PUK mencapai
106.100 orang yang sebelumnya hanya 97.594 orang dengan jumlah
angkatan kerja mencapai 64.703 orang. Penduduk yang bekerja tiga
tahun terakhir mengalami peningkatan yaitu dari 43.740 orang
tahun 2002 menjadi 52.963 orang tahun 2004, dengan demikian
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) sebesar 60,98 persen.
Jumlah penduduk yang mencari pekerjaan meningkat pula selama
periode 2002-2004 yaitu 8.040 orang, 8.213 orang, dan 11.740 orang
atau tingkat pengagguran sebesar 6,01 persen, 5,47 persen dan 7,45
persen. Penduduk bekerja sebagian besar di sektor pertanian sebesar
27
KAJIAN STRATEGI PEMANTAPAN SUMBER-SUMBER PENDAPATAN DAERAH
MELALUI PENGEMBANGAN KOMODITAS NON-MIGAS
46. 27,43 persen dan sektor industri pengolahan 22,31 persen sisanya di
sektor lainnya mencapai 50,26 persen.
Pendidikan formal merupakan suatu proses yang bertujuan
untuk mengangkat harkat dan martabat penduduk, sehingga untuk
mencapai cita-cita dan kesejahteraannya melalui pendidikan
diharapkan akan menghasilkan sumber daya manusia yang lebih
mampu bersaing dalam kegiatan sosial maupun ekonomi. Untuk
melihat tingkat keberhasilan suatu daerah dalam hal pelaksanaan
pembangunan pendidikan terdapat beberapa indikator sebagai tolok
ukurnya. Tingkat Partisipasi kasar penduduk Kota Tarakan tahun
2004 untuk tingkat SD sebesar 104,78 persen, SLTP 94,91 persen,
dan SLTA 77,46 persen seirama dengan Angka Partisipasi Murni
untuk tingkatan yang sama adalah 95,91 persen, 82,38 persen dan
63,94 persen yang berarti semakin tinggi tingkat pendidikan maka
semakin kecil angka partisipasinya. Angka melek huruf penduduk
Kota Tarakan sangat memuaskan yaitu sebesar 97,84 persen yang
berarti masih terdapat sejumlah kecil penduduk yang buta aksara
sebesar 2,16 persen dimana laki-laki memiliki tingkat melek huruf
lebih tinggi dibanding perempuan dengan perbandingan 99,15% dan
96,45 persen.
c. Administrasi Pemerintahan Kota Tarakan
Sejak Tahun 1982 Tarakan berstatus sebagai Kota Administratif,
dimana sebelumnya berstatus sebagai ibukota kecamatan Tarakan.
Pada tanggal 15 Desember 1997, statusnya ditingkatkan dari kota
administratif di Kabupaten Bulungan menjadi Kotamadya Daerah
Tingkat II Kotamadya Tarakan, berdasarkan Undang-Undang R I
Nomor 29 tahun 1997 tentang pembentukan Kota Madya Daerah
Tingkat II Tarakan, seiring dengan perubahan status tersebut pada
tahun 1999 terjadi pemekaran wilayah Administrasi kecamatan dari
3 (tiga) kecamatan manjadi 4 (empat) kecamatan. Setelah
diundangkannya Undang Undang RI Nomor 22 tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah, Kotamadya Daerah Tingkat II Tarakan
berubah menjadi Pemerintah Kota Tarakan.
28
KAJIAN STRATEGI PEMANTAPAN SUMBER-SUMBER PENDAPATAN DAERAH
MELALUI PENGEMBANGAN KOMODITAS NON-MIGAS
47. d. Keadaan Perekonomian Daerah Kota Tarakan
i Pertumbuhan PDRB
Tingkat pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan yang dihitung
dari PDRB merupakan rata-rata tertimbang dari tingkat pertumbuhan
sektornya, artinya jika suatu sektor mempunyai kontribusi besar dan
pertumbuhannya lambat, maka hal ini akan menghambat tingkat
pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan. Sebaliknya, jika suatu
sektor mempunyai kontribusi yang besar terhadap totalitas
perekonomian dan mempunyai tingkat pertumbuhan yang tinggi, maka
sektor tersebut akan menjadi penggerak pertumbuhan sehingga tingkat
pertumbuhan ekonomi menjadi besar.
Tabel. IV
.A1
Perkembangan Nilai PDRB dan Pertumbuhan Ekonomi Kota Tarakan,
Tahun 2000 - 2004
(Atas Dasar harga Berlaku dan Harga Konstan 2000 dengan migas)
Nilai PDRB (Juta Rp) Pertumbuhan (%)
Tahun
ADH Berlaku ADH Konstan ADH Berlaku ADH Konstan
(1) (2) (3) (4) (5)
2000
2001
2002
2003
2004
1.531.611
1.252.045
1.834.194
2.132.954
2.391.619
1.252.045
1.388.086
1.483.959
1.654.455
1.765.963
-
22,28
19,75
11,48
12,13
-
10,87
6,91
11,49
6,74
Tabel IV
.A2
Perkembangan Nilai PDRB dan Pertumbuhan Ekonomi Kota Tarakan,
Tahun 2000 2004
(Atas Dasar harga Berlaku dan Harga Konstan 2000 tanpa migas)
Sumber: BPS Kota Tarakan Tahun 2004 (Data diolah)
Nilai PDRB (Juta Rp) Pertumbuhan (%)
Tahun
ADH Berlaku ADH Konstan ADH Berlaku ADH Konstan
(1) (2) (3) (4) (5)
2000
2001
2002
2003
2004
1.164.982
1.433.028
1.750.384
2.048.333
2.308.429
659.352
689.809
736.733
812.003
907.517
-
9,02
6,30
16,77
22,85
-
4,62
6,80
10,22
11,76
Sumber: BPS PDRB Kota Tarakan Tahun 2004 (Data diolah)
29
KAJIAN STRATEGI PEMANTAPAN SUMBER-SUMBER PENDAPATAN DAERAH
MELALUI PENGEMBANGAN KOMODITAS NON-MIGAS
48. Bila dilihat dari perkembangan PDRB atas dasar harga berlaku
dengan migas selama kurun waktu 2000 - 2004, besaran PDRB Kota
Tarakan selalu mengalami peningkatan. Pada tahun 2000, nilai PDRB
Kota Tarakan sebesar 1,25 Trilyun Rupiah dan di tahun 2004 meningkat
menjadi 2,39 Trilyun Rupiah.
Pertumbuhan pada dua tahun terakhir ini lebih tinggi dari
tahun-tahun sebelumnya. Pada tahun 2000, sebesar 9,02 persen dan
menurun di tahun 2001 yang hanya 6,30 persen. Peningkatan laju
pertumbuhan secara signifikan terjadi pada tahun 2004, yang mencapai
22,85 persen sedangkan tahun sebelumnya sebesar 16,77 persen.
Sementara nilai PDRB atas dasar harga konstan dengan migas tahun
2004 mencapai 1,76 Triliun Rupiah. Nilai ini lebih tinggi dari pada tahun
sebelumnya yaitu 1,65 Triliun Rupiah, sedangkan di tahun 2000 hanya
sebesar 1,252 Triliun Rupiah.
Sedangkan tabel A1.2, menunjukkan perkembangan PDRB atas
dasar harga berlaku tanpa migas periode 2000 - 2004. Industri tanpa
migas meliputi industri besar dan sedang serta industri kecil dan
kerajinan rumahtangga. Dengan dikeluarkannya subsektor migas dari
perhitungan PDRB Kota Tarakan, menunjukkan kenaikan, baik besaran
maupun laju pertumbuhannya dari tahun ke tahun. Hal tersebut identik
dengan perhitungan PDRB Kota Tarakan dengan migas, yaitu tumbuh
secara signifikan. Nilai PDRB atas dasar harga berlaku dan konstan
tanpa migas masing-masing sebesar 2,30 Trilyun Rupiah dan 1,76
Triliun Rupiah. Dengan pertumbuhan di tahun 2004 masing-masing
sebesar 22,85 persen dan 12,70 persen.
Sektor perdagangan, hotel dan restoran memberikan kontribusi
terbesar terhadap PDRB Kota Tarakan Sesuai dengan sebutannya
sebagai Kota Transit yang menghubungkan jalur ke wilayah Utara
(Nunukan, Malinau, Tanjung Selor dan Berau), bahkan juga sebagai
jalan penghubung ke luar negeri, seperti Malaysia. Hal inilah yang
menjadikan subsektor perdagangan besar dan eceran, subsektor hotel,
serta subsektor restoran mendapatkan imbasnya. Migrasi masuk
maupun keluar biasanya disertai dengan adanya transaksi
perdagangan, sedangkan hotel dijadikan sebagai tempat menginap
30
KAJIAN STRATEGI PEMANTAPAN SUMBER-SUMBER PENDAPATAN DAERAH
MELALUI PENGEMBANGAN KOMODITAS NON-MIGAS
49. Sektor industri pengolahan memberikan kontribusi terbesar
kedua setelah sektor perdagangan, hotel dan restoran. Hal tersebut
terkait dengan prospek usaha yang semakin meningkat dan didukung
oleh suasana pasar yang kondusif. Pada subsektor industri tanpa migas,
seperti halnya industri barang kayu dan hasil hutan lainnya,
menunjukkan peningkatan dengan didukung oleh tiga industri Plywood
dan satu industri pengolahan Chip Wood yang beroperasi secara
simultan. Sedangkan dalam industri makanan, minuman dan tembakau
juga demikian. Beroperasinya delapan industri Cold Storage
(pembekuan udang), menjadikan Kota Tarakan juga sebagai Kota
industri, yang kesemuanya dapat menjadi nilai tambah terhadap
pendapatan Kota Tarakan.
Tabel. IV
.A3
PDRB Kota Tarakan menurut Lapangan Usaha Tahun 2000-2004 atas
dasar harga konstan tahun 2000 (dalam juta rupiah)
31
KAJIAN STRATEGI PEMANTAPAN SUMBER-SUMBER PENDAPATAN DAERAH
MELALUI PENGEMBANGAN KOMODITAS NON-MIGAS
Gambar IVA1.
Kontribusi Sektor Ekonomi dalam PDRB Kota Tarakan Tahun 2004
atas dasar harga konstan 2000
Tahun
No Lapangan Usaha
2000 2001 2002 2003 2004
1 Pertanian 133.183 172.599 166.178 195.542 201.037
2
Pertambangan dan
Penggalian
93.607 105.258 94.717 90.582 76.337
sementara, dan restoran menambah kenyamanan dalam meilih menu
makanan. Tingginya arus migrasi ke Kota Tarakan, menjadikan ketiga
subsektor tersebut berkembang dengan baik.
50. Adanya perubahan tahun dasar dalam perhitungan PDRB dari
tahun dasar 1993 menjadi tahun dasar 2000 menyebabkan terjadinya
perbedaan angka pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi disini
memperlihatkan perkembangan produksi barang dan jasa dari semua
sektor ekonomi yang ada di Kota Tarakan bila dibandingkan tahun
sebelumnya dengan tahun dasar PDRB Kota Tarakan memperlihatkan
kondisi yang lebih riil karena sudah tidak dipengaruhi gejolak ekonomi
yang berarti. Berdasarkan tahun dasar 2000 pertumbuhan ekonomi
Kota Tarakan pada tahun 2001 adalah 10,87% seiring dengan
pelaksanaan otonomi daerah dimana pelaksanaan pembangunan dan
aktifitas perekonomian penduduk semakin meningkat dari tahun ke
tahun.
Pada tahun 2002 pertumbuhan ekonomi Kota Tarakan terus
meningkat dengan pertumbuhan sebesar 6,91 %. Selanjutnya pada
tahun 2003, Kota Tarakan mencapai angka pertumbuhan yang sangat
signifikan tinggi mencapai 11,49 % yang memperlihatkan
pembangunan sektor-sektor ekonomi terus terpacu. Dan pada tahun
2004 mengalami pertumbuhan yang masih cukup besar yaitu sebesar
6,74 %. Jadi selama 4 tahun terakhir Kota Tarakan mengalami
pertumbuhan ekonomi rata - rata 8,98 % pertahunnya. Di bawah terlihat
pertumbuhan PDRB Kota Tarakan tanpa migas mengalami peningkatan
sedangkan dengan migas pertumbuhannya fluktuatif bahkan menurun
di tahun 2004.
Sumber: BPS Kota Tarakan
32
KAJIAN STRATEGI PEMANTAPAN SUMBER-SUMBER PENDAPATAN DAERAH
MELALUI PENGEMBANGAN KOMODITAS NON-MIGAS
6
Perdagangan,Hotel dan
Restoran
559.296 607.896 634.106 709.000 756.772
7
Pengangkutan dan
Komunikasi
103.890 111.915 134.927 155.803 176.272
8
Keu,Persewaan dan Jasa
Perush
129.421 136.261 149.993 154.884 162.605
9 Jasa-Jasa 25.058 39.248 56.994 73.672 79.561
PDRB 1.249.046 1.388.087 1.483.959 1.654.453 1.765.923
3 Industri Pengolahan 162.774 168.743 176.581 188.845 208.694
Listrik, Gas dan Air 17.898 18.658 21.082 23.589 30.391
4
Bersih
5 Bangunan 23.919 27.509 49.381 62.536 74.254
51. Adapun nilai PDRB Kota Tarakan yang memperlihatkan nilai
tambah dari seluruh barang dan jasa yang tercipta di Kota Tarakan
dari aktifitas ekonomi selama satu tahun, pada tahun 2004 sudah
mencapai Rp. 2,4 trilyun yang mengalami peningkatan sangat berarti
dari tahun 2000 yang baru mencapai 1,25 trilyun.
ii. Sumber Pendapatan Daerah
Sementara itu Sumber pendapatan daerah dalam rangka
pembiayaan pelaksanaan pembangunan daerah terdiri dari
Pendapatan Asli daerah (PAD), Dana Perimbangan, dan lain-lain
penerimaan yang sah.
Secara rinci realisasi pendapatan daerah Kota Tarakan tahun
2004 adalah sebagai berikut: Pos Penerimaan PAD tahun 2004
ditargetkan sebesar Rp 16,11 milyar realisasinya mencapai Rp 17,07
milyar atau 105,96 persen. Kenaikan penerimaan tersebut bersumber
dari pajak daerah yang ditargetkan sebesar Rp 4,45 milyar
realisasinya sebesar Rp 4,76 milyar. Sedangkan Pos Penerimaan
Daerah realisasinya mencapai Rp 5,06 milyar dari target Rp 4,96
milyar yang direncanakan. Kenaikan yang paling signifikan terjadi
pada penerimaan lain-lain pada PAD yang sah yaitu sebesar Rp 6,04
33
KAJIAN STRATEGI PEMANTAPAN SUMBER-SUMBER PENDAPATAN DAERAH
MELALUI PENGEMBANGAN KOMODITAS NON-MIGAS
Gambar IV.A.2
Perrtumbuhan PDRB Kota Tarakan dengan dan tanpa migas
Tahun 2001 - 2004
52. milyar jauh lebih besar dari yang direncanakan yang sebesar Rp 5,49
milyar. Pos bagian dana perimbangan yang terdiri dari Bagi Hasil
Pajak, Bagi Hasil Bukan Pajak dan DAU ditargetkan sebesar Rp
291,08 milyar realisasinya mencapai Rp 335,68 milyar atau
melampaui target sebesar 15,32 persen. Pada Pos Bagi Hasil Pajak
yang bersumber dari perimbangan PBB, BPHTB dan Pajak
Penghasilan (PPh perorangan) secara keseluruhan ditargetkan
sebesar Rp 43 milyar realisasinya mencapai Rp 46,56 milyar atau
melampaui target sebesar 8,28 persen.
Pada Pos Bagi Hasil Bukan Pajak ditargetkan penerimaannya
sebesar Rp 172,72 milyar realisasinya mencapai Rp 212,85 milyar
atau melampaui target sebesar 23,23 persen. Pos Dana Alokasi
Umum (DAU) ditargetkan penerimaannya sebesar Rp 72,20 milyar
realisasinya sebesar Rp 73,11 milyar atau melampaui target sebesar
1,26 persen.
Tahun 2005, realisasi penerimaan terbesar tetap pada
penerimaan sektor pertambangan gas alam yaitu sebesar Rp
241.825.169.123,- atau naik 67,85% yang menyebabkan nilai bagi
hasil bukan pajak SDA menjadi Rp 362.535.172.809,- atau naik
sebesar 70,32%. Realisasi DAU Kota Tarakan pada tahun 2005
adalah Rp 72.990.999.663,- atau turun dari tahun 2004 sebesar
0,16%. Hampir sama dengan semua Kabupaten/ Kota di Indonesia,
Penerimaan daerah Kota Tarakan masih tergantung pada Dana
Perimbangan. Bahkan PAD Kota Tarakan hanya 4,5% dari
Penerimaan Daerah keseluruhan sedangkan Dana Perimbangan
mencapai 88,99%. Namun Pemerintah Kota Tarakan telah melakukan
dan mengambil langkah-langkah strategis dalam upaya peningkatan
PAD-nya misalnya dengan memberikan keleluasaan kepada setiap
investor dalam mengimpor barang modal, alat pengganti dan bahan
mentah yang diperlukan dengan tidak menambah pungutan impor
serta upaya-upaya lainnya.
34
KAJIAN STRATEGI PEMANTAPAN SUMBER-SUMBER PENDAPATAN DAERAH
MELALUI PENGEMBANGAN KOMODITAS NON-MIGAS
53. Perkembangan PAD
Dari berbagai sumber penerimaan daerah, Pendapatan Asli
Daerah (PAD) merupakan salah satu sumber pendapatan yang cukup
penting, mengingat sumber pendapatan tersebut disamping
mencerminkan kewenangan daerah untuk menggali sendiri juga
merupakan tolok ukur bagi kemampuan keuangan daerah dalam rangka
penyelenggaraan otonomi daerah.
Perkembangan PAD selama periode anggaran 2001 cukup
menggembirakan, realisasinya meningkat dari Rp. 2,85 milyar pada
tahun 2000 menjadi Rp. 9,39 milyar pada tahun 2001 dan pada tahun
2004 mencapai Rp. 17,07 milyar. Bahkan di tahun 2005 mencapai
26,765 milyar.
Peningkatan PAD dari tahun ke tahun disebabkan oleh
meningkatnya penerimaan dari semua sektor penerimaan, seperti
sektor pajak daerah dan lainnya. Namun dapat kita lihat peningkatan
yang sangat signifikan terjadi pada Pendapatan Lain-lain yang
meningkat dari Rp.0,46 milyar pada tahun 2000 menjadi Rp. 4,76
milyar pada tahun 2001. Hal ini menunjukkan bahwa masih banyak
potensi yang dapat digali untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah
(PAD).
Tabel IV
.A4
Perkembangan Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Pemerintah Kota Tarakan Tahun 2000-2005 (Juta Rupiah)
Sumber PAD 2000 2001 2002 2003 2004 2005
Pajak Daerah 1.288,14
(45,18)
2.134,84
(22,74)
3.126,26
(22,76)
4.690,98
(29,35)
4.761,11
(27,89)
5.721,51
(21.38)
Retribusi Daerah 1.098,71
(38,53)
2.490,83
(26,53)
3.832,68
(27,91)
4.134,24
(25,87)
5.058,92
(29,63)
4,627.28
(17.29)
Laba BUMD - - 89,88
(0,65)
996,18
(6,23)
1.206,79
(7,07)
3,610.84
(13.49)
PAD lainnya 464,43
(16,29)
4.763,39
(50,73)
6.684,51
(48,67)
6.156,78
(38,53)
6.043,84
(35,40)
12,805.83
(47.84)
Pendapatan Asli
Daerah
2.851,28
(100,00)
9.389,06
(100,00)
13.733,33
(100,00)
15.978,20
(100,00)
17.070,66
(100,00)
26,765.45
(100,00)
Sumber: Bagian Keuangan Pemerintah Kota Tarakan.
35
KAJIAN STRATEGI PEMANTAPAN SUMBER-SUMBER PENDAPATAN DAERAH
MELALUI PENGEMBANGAN KOMODITAS NON-MIGAS
54. Namun pada tahun-tahun berikutnya mulai terjadi pergeseran
dimana komponen Pendapatan Lain-lain memberikan kontribusi lebih
tinggi dibandingkan dengan kontribusi yang disumbangkan oleh
komponen Pendapatan Asli Daerah lainnya. Sebagai contoh pada
Pendapatan Asli Daerah (PAD) tahun 2004 terlihat bahwa Pendapatan
Lain-Lain memberikan sumbangan sebanyak Rp 6,04 milyar atau
sebesar 35,40 persen. Bahkan pada tahun 2005 mencapai 12,81 milyar
atau sebesar 47.84 persen yang berarti pos lain-lain pendapatan yang
sah terus mengalami peningkatan.
Gambar IV.A4
Pendapatan Asli Daerah Kota Tarakan Tahun 2005
36
KAJIAN STRATEGI PEMANTAPAN SUMBER-SUMBER PENDAPATAN DAERAH
MELALUI PENGEMBANGAN KOMODITAS NON-MIGAS
Gambar IV.A3
Pendapatan Asli Daerah Kota Tarakan Tahun 2003
Dari tabel data di atas dapat dilihat bahwa peranan Pajak Daerah sangat
dominan pada tahun anggaran tahun 2000, yakni sebesar 45,18 persen
dari total penerimaan asli daerah, diikuti oleh Retribusi Daerah yang
menyumbang kontribusi sebesar 38,53 persen, selebihnya komponen
Pendapatan Lain-lain sebesar 16,29 persen.
55. Terlihat bahwa kontribusi pajak dan retribusi menurun
sedangkan pos PAD lainnya meningkat yang menunjukkan upaya
Pemerintah Daerah untuk meningkatkan Pendapatan Asli dengan tidak
membebankan masyarakat (dalam hal ini dengan tidak menguatkan
pajak dan retribusi) bahkan Pemerintah Tarakan justru melakukan
kebijakan tax holiday yaitu membebaskan salah satu jenis pajak yang
menjadi kewenangan Pemkot Tarakan untuk jangka waktu tertentu bagi
setiap investor yang bertujuan untuk mempertinggi laba usaha
sehingga investasi bersangkutan survive dalam jangka panjang dan ini
berarti 'kantong' pajak daerah justru berkurang pada saat ini. Terlihat
pada tabel di atas, persentase kontribusi laba perusahaan dari tahun ke
tahun mengalami peningkatan.
Dalam kaitannya dengan pelaksanaan otonomi daerah,
pemberian kewenangan untuk mengadakan pemungutan pajak selain
mempertimbangkan kriteria-kriteria perpajakan yang berlaku secara
umum, seyogyanya, juga harus mempertimbangkan ketepatan suatu
pajak sebagai pajak daerah. Pajak daerah yang baik merupakan pajak
yang akan mendukung pemberian kewenangan kepada daerah dalam
rangka pembiayaan desentralisasi. Untuk itu, Pemerintah Daerah dalam
melakukan pungutan pajak harus tetap "menempatkan" sesuai dengan
fungsinya. Adapun fungsi pajak dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua),
yaitu: fungsi budgeter dan fungsi regulator. Fungsi budgeter yaitu bila
pajak sebagai alat untuk mengisi kas negara yang digunakan untuk
membiayai kegiatan pemerintahan dan pembangunan. Sementara,
fungsi regulator yaitu bila pajak dipergunakan sebagai alat mengatur
untuk mencapai tujuan.
Perkembangan Dana Perimbangan
Sumber penerimaan lain yang sangat penting bagi Pemerintah
Kota Tarakan adalah penerimaan dari Dana Perimbangan sebagaimana
ditetapkan didalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 yang
direvisi dengan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004, meliputi
penerimaan Bagi Hasil Pajak (PBB, PBHTB, Pajak Perorangan/PPh serta
penerimaan Bagi Hasil Bukan Pajak yang berasal dari sektor Kehutanan,
37
KAJIAN STRATEGI PEMANTAPAN SUMBER-SUMBER PENDAPATAN DAERAH
MELALUI PENGEMBANGAN KOMODITAS NON-MIGAS
56. Pertambangan Umum dan Migas yang merupakan implementasi dari
program Desentralisasi Fiskal, serta penerimaan yang berasal dari Dana
Alokasi Umum (DAU). Bahkan penerimaan daerah paling besar adalah
dari Bagi Hasil Bukan Pajak SDA tepatnya pada pos Penerimaan Sektor
Pertambangan Gas Alam dimana pada tahun 2004 mencapai 144,073
milyar dan meningkat lagi di tahun 2005 menjadi 241,825 milyar.
Komponen Bagi Hasil Bukan Pajak atau hasil SDA peningkatannya
justru lebih tajam pada tahun 2001 setelah sektor Migas masuk didalam
komponen Dana Perimbangan.
Komponen Dana Alokasi Umum mengalami peningkatan dari
tahun ke tahun namun turun lagi di tahun 2005. Pada tahun 2000, DAU
yang diterima sebesar Rp 38,35 milyar dan menjadi Rp 72,99 milyar
pada tahun 2002. Pertumbuhan peningkatannya sangat
menggembirakan, walaupun ada penurunan pada tahun 2003. Begitu
pula di tahun 2005 yang turun sebesar 016% Secara rinci pertumbuhan
penerimaan dari Dana Perimbangan sektor Bagi Hasil Pajak pada tahun
2000-2004 relatif kecil.
Sumber Dana
Perimbangan
2000 2001 2002 2003 2004
Bagi Hasil Pajak 6.058,82
(13,35)
19.509,30
(7,76)
23.623,30
(8,02)
39.130,79
(12,80)
46.562,37
(13,87)
91.625,33
(17.30)
Bagi Hasil Bukan
Pajak
976,68
(2,15)
154.187,19
(61,34
183.106,34
(62,14)
211.773,48
(69,26)
212.854,45
(63,41)
362,535.17
(68.43)
Dana Alokasi
Umum
38.351,79
(84,50)
77.668,23
(30,90)
72.900,00
(24,74)
52.140,00
(17,05)
73.105,99
(21,78)
72,991.00
(13.78)
Dana Alokasi
Khusus
- - 876,98
(0,30)
2.704,65
(0,88)
3.158,00
(0,94)
2,605.04
(0.49)
Dana
Perimbangan
45.387,29
(100,00)
251.364,73
(100,00)
294.668,18
(100,00)
305.748,92
(100,00)
335.680,81
(100,00)
529,756.54
100.00
2005
Sumber: Bagian Keuangan Pemerintah Kota Tarakan
38
KAJIAN STRATEGI PEMANTAPAN SUMBER-SUMBER PENDAPATAN DAERAH
MELALUI PENGEMBANGAN KOMODITAS NON-MIGAS
Tabel IV
.A5
Perkembangan Penerimaan Dana Perimbangan
Pemerintah Kota Tarakan Tahun 2000-2005 (Juta Rupiah)
57. Dari tabel data diatas dapat terlihat bahwa penerimaan Dana
Perimbangan yang berasal dari komponen Bagi Hasil Bukan Pajak
memberikan kontribusi terbesar terhadap pembentukan Dana
Perimbangan. Posisi tersebut diperkirakan tidak akan mengalami
perubahan hingga tahun 2008. Dengan semakin besarnya Dana
Perimbangan yang diterima Pemerintah Kota Tarakan, maka
kontribusi terhadap total pendapatan menjadi komponen yang
paling dominan dalam pembentukan Dana Perimbangan, dimana
dari tahun ke tahun menunjukkan kenaikan. Pada tahun 2003
terlihat kontribusi Bagi Hasil Bukan Pajak sebesar 69,26 persen.
Walaupun pada tahun 2004 secara persentase mengalami sedikit
penurunan, namun secara nominal tepat mengalami kenaikan.
Tahun 2005 meningkat lagi dengan kontribusi sebesar 362,535
milyar atau 68.43 persen.
e. Analisa Sektor Potensial Berdasarkan Location Quotient dan
Shift Share di Kota Tarakan
Pemerintah daerah berupaya meningkatkan penerimaan
daerah. Peningkatan penerimaan daerah dengan meningkatkan
jumlah pajak dan retribusi hanya akan membebani masyarakat.
Bahkan pencabutan beberapa Perda tentang pajak di daerah oleh
Mendagri beberapa waktu lalu mengisyaratkan bahwa beberapa
pajak yang diterbitkan pemerintah daerah dianggap tidak memenuhi
syarat pajak.
Dalam rangka upaya pembangunan ekonomi daerah,
inventarisasi potensi wilayah (daerah) mutlak diperlukan agar dapat
ditetapkan kebijakan pola pengembangan baik secara sektoral
maupun secara multisektoral. Salah satu langkah inventarisasi
potensi ekonomi daerah adalah dengan menginventarisasi sektor-
sektor potensial untuk menjadi sektor prioritas pembangunan.
Sektor prioritas sangat penting bagi pertumbuhan suatu daerah.
Semakin kuatnya aktivitas basis suatu sector akan semakin
memperbesar arus pendapatan ke dalam suatu daerah yang
bersangkutan, yang pada gilirannya dapat memberikan efek
39
KAJIAN STRATEGI PEMANTAPAN SUMBER-SUMBER PENDAPATAN DAERAH
MELALUI PENGEMBANGAN KOMODITAS NON-MIGAS
58. multiflier terhadap perekonomian regional. Identifikasi terhadap
sector-sektor prioritas semua mengarah secara optimal sehingga
dengan mengetahui sektor potensial tersebut dapat dibuat
perencanaan. Perencanaan suatu daerah sangat penting artinya,
khususnya yang menyangkut komposisi dan perubahan (komponen
pertumbuhan dan ekonomi basis), maupun pengaruh faktor penentu
perekonomian terhadap Produk Domestik Regional Bruto.
Untuk mencari sektor-sektor potensial dari 4 locus penelitian
digunakan Analisis Location Quotient (LQ) yang nantinya akan
digabungkan dengan analisis Shift Share (SS). Sehingga dengan
didapatnya sektor-sektor potesial tersebut diharapkan dalam
perencanaan berikutnya dapat tepat sasaran.
Dalam menentukan alternatif arah kebijakan pembangunan
perlu adanya identifikasi sektor unggulan. Salah satu cara untuk
mengidentifikasi sektor unggulan adalah menghitung besarnya
koefisien dari LQ untuk masing-masing sektor dalam perekonomian
di daerah yang bersangkutan. Jika LQ>1, maka sektor tersebut di
daerah itu termasuk sektor basis. Sedangkan bila LQ<1 maka
merupakan sektor non basis.
Melalui pendekatan sektoral, pembangunan lebih
dititikberatkan pada pencapaian pertumbuhan ekonomi yang
setinggi-tingginya dengan memberikan prioritas pembangunan pada
sektor-sektor yang potensial untuk berkembang. Peningkatan pada
sektor-sektor yang dapat tumbuh dengan cepat ini selain dapat
meningkatkan pertumbuhan ekonomi, diharapkan juga akan
mendorong perkembangan sektor lain yang belum maju.
Dengan menggunakan analisis LQ maka di Kota Tarakan
dapat diketahui sektor basisnya adalah sektor pertanian; sektor
listrik, gas dan air bersih; sektor bangunan; sektor perdagangan,
hotel dan restoran; sektor pengangkutan dan komunikasi; dan sektor
keuangan, persewaan dan jasa perusahaan; serta sektor jasa seperti
yang terlihat pada tabel.
40
KAJIAN STRATEGI PEMANTAPAN SUMBER-SUMBER PENDAPATAN DAERAH
MELALUI PENGEMBANGAN KOMODITAS NON-MIGAS
59. Tahun
No Lapangan Usaha
2000 2001 2002 2003 2004
Rata-
rata
1 Pertanian 1,55380 1,87291 1,57326 1,69131 1,77529 1,69332
2
Pertambangan dan
Penggalian
0,21545 0,21268 0,18584 0,14440 0,11115 0,17390
3 Industri Pengolahan 0,30706 0,29577 0,29696 0,31206 0,31492 0,30535
4
Listrik, Gas dan Air
Bersih 7,08204 5,85375 5,21029 4,39972 4,65282 5,43972
5 Bangunan 0,79792 0,74108 1,11928 1,28637 1,56662 1,10225
Perdagangan,Hotel dan
6 Restoran 7,02697 6,85997 6,41393 6,70331 6,95506
Pengangkutan dan
7 Komunikasi
2,44705 2,39174 2,32556 2,34983 2,74120 2,45108
Keu,Persewaan dan Jasa
5,59419 5,06915 4,86658 4,55910 4,74077 4,96596
8 Perush
9 Jasa Jasa 1,18934 1,40688 1,49399 1,58993 1,89974 1,51598
-
Sedangkan Nilai Proportional Shift-nya terlihat pada tabel berikut:
Tabel IV
.A7.
Proportional Shift Sektor Ekonomi Tarakan
Tahun 1999-2003 atas dasar harga konstan 2000
Tahun
No Lapangan Usaha
2001 2002 2003 2004
Rata-
rata
1 Pertanian -4831,22 12704,11 -3438,69 -19947,55 -3878,34
2
Pertambangan dan
Penggalian
2612,50 -3942,71 11180,41 2880,92 3182,78
3 Industri Pengolahan -5728,41 -4316,80 -17475,90 6064,50 -5364,15
4
Listrik, Gas dan Air
Bersih 2690,41 3568,89 4511,66 4130,64 3725,40
5 Bangunan 3046,24 3136,84 -653,13 -6705,90 -293,99
6
Perdagangan,Hotel dan
Restoran
1142,51 27033,45 -29088,88 -31785,21 -8174,53
7
Pengangkutan dan
Komunikasi
-954,61 18252,81 3833,27 -17632,91 874,64
8
Keu,Persewaan dan Jasa
Perush
6565,51 10083,78 -1930,72 -10380,74 1084,46
9 Jasa-Jasa 5347,17 11179,69 5788,03 -13982,93 2082,99
41
KAJIAN STRATEGI PEMANTAPAN SUMBER-SUMBER PENDAPATAN DAERAH
MELALUI PENGEMBANGAN KOMODITAS NON-MIGAS
Tabel IV
.A6.
Indeks Location Quotient Sektor ekonomi Kota Tarakan
Tahun 1999-2003 atas dasar harga konstan tahun 2000
6,79185