SlideShare a Scribd company logo
1 of 198
Download to read offline
POLA PENGELOLAAN
SUMBER DAYA ALAM
DAN LINGKUNGAN
BERBASIS
PENGETAHUAN DAN
KEARIFAN LOKAL
(LOCAL WISDOM)
DI KALIMANTAN
POLA PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN BERBASIS
PENGETAHUAN DAN KEARIFAN LOKAL (LOCAL WISDOM)
DI KALIMANTAN
171 + xiv halaman, 2006
Perpustakaan Nasional RI: Data Katalog Dalam Terbitan (KDT)
ISBN 979-1176-02-7
1. Sumber Daya Alam 2. Kearifan Lokal (Local Wisdom)
Tim Peneliti :
Tri Widodo W Utomo, SH.,MA (Peneliti Utama)
Gugum Gumelar, SH (Peneliti)
Said Fadhil, S.IP (Peneliti)
Baharudin, S.Sos,.M.Pd (Peneliti)
Windra Mariani, SH (Peneliti)
Sekretariat:
Santo Adhynugraha, S.Si (Koordinator)
Aryono Mulyono, BBA
Royani,A.Md
Editor :
Tri Widodo W. Utomo, SH.,MA
Said Fadhil, S.IP
Santo Adhynugraha, S.Si
Siti Zakiyah, S.Si.
Mayahayati Kusumaningrum, SE
Veronika Hanna Naibaho, SS
Diterbitkan Oleh:
Pusat Kajian dan Pendidikan dan Pelatihan Aparatur III (PKP2A III)
LAN Samarinda
UNDANG-UNDANG HAK CIPTA NO. 19 TAHUN 2002
Pasal 72
(1) Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2), dipidana dengan
pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit
Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan /
atau denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,- (lima miliar rupiah).
(2) Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual
kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5
(lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).
KATA PENGANTAR
Sumber daya alam merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa
yang sengat berperan dalam kehidupan manusia karena berfungsi sangat
penting untuk pengaturan tata air, pencegahan bahaya banjir dan erosi,
pemeliharaan kesuburan tanah dan dan pelestarian lingkungan hidup.
Konservasi sumber daya alam dan ekosistemnya merupakan upaya
pengelolaan dan pemanfaatan atas sumber daya hayati dan ekosistem
yang dilakukan secara bijaksana, berkesinambungan dan lestari sehingga
ketersedian atas potensi, nilai dan keanekaragaman sumber daya alam
dan ekosistemnya tersebut tetap terjamin.
Dan masyarakat terutama di daerah, masih menggantungkan
hidupnya dari sumber daya alam yang dimiliki karena desakan ekonomi
dan kebutuhan hidup yang semakin meningkat sehingga bila pengelolaan
sumber daya alam tidak dilakukan secara bijaksana akan dapat
mengakibatkan eksploitasi yang mengarah pada perusakan dan dampak
negatifnya akan dirasakan oleh masyarakat itu sendiri.
Melihat pola pengelolaan sumber daya alam yang dilakukan
dengan pendekatan partisipasi masyarakat akan lebih efektif karena
masyarakat akan mempunyai rasa tanggung jawab dan akan menjaga
sumber daya alam yang ada di sekitarnya. Kegiatan penelitian ini
bertujuan untuk meningkatkan efektivitas pengelolaan Sumber Daya Alam
dan lingkungan melalui peningkatan partisipasi masyarakat dalam
pengelolaan sektor ini. Sehingga kedepan, diharapkan pemerintah daerah
maupun masyarakat setempat terlibat dalam satu program yang jelas
dalam pengelolaan SDA dan lingkungan berbasis pengetahuan dan
kearifan lokal (local wisdom) di Kalimantan.
Kepada semua pihak yang telah membantu baik dari persiapan,
masa penelitian hingga penyusunan dan penerbitan laporan penelitian
yang berupa buku ini disampaikan ucapan terima kasih yang sangat
mendalam dan semoga kerja sama yang telah terjalin baik dalam
penelitian ini dapat lebih erat lagi untuk penelitian selanjutnya. Tentunya
laporan hasil penelitian ini masih jauh dari sempurna, untuk itu kritik dan
saran membangun sebagai masukan dengan senang hati kami nantikan
demi kemajuan bersama.
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis
Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
Iii
Akhirnya semoga Tuhan Yang Maha Kuasa menyertai dan
memberkahi usaha kita dan semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat
baik bagi daerah yang menjadi sampel penelitian maupun daerah lainnya
serta bagi semua pihak yang berkepentingan guna lebih meningkatkan
peran serta masyarakat dalam pengelolaan sumber daya alam di era
otonomi yang luas saat ini sehingga mengoptimalkan pemberdayaan
masyarakat.
Samarinda, November 2006
Tim Peneliti
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis
Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
Iii
DAFTAR ISI
Kata Pengantar …..………………………………………………….… I
Daftar Isi ……………………………………………………………...… ii
Daftar Tabel .……………………………………………………….…... vi
Daftar Gambar ………………………………………………….……… vii
Ringkasan Eksekutif ....……………………………………………….. viii
Executive Summary .………………………………………………….. xii
Bab I Pendahuluan .....…………….……………………………… 1
A. Latar Belakang …………………………………………… 1
B. Perumusan Masalah ..…………………………………… 6
C. Kerangka Pikir ...………………………………………..... 7
D. Ruang Lingkup …………………………………………… 10
E. Tujuan dan Kegunaan …………………………………… 11
F. Target/Hasil yang Diharapkan ..………………………… 11
G. Status dan Jangka Waktu .……………………………… 11
Bab II Kerangka Teoretis Pola Pengelolaan Sumber Daya
Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan
Kearifan Lokal (Local Wisdom) ..................................... 12
A. Konsepsi dan Ruang Lingkup Pengelolaan SDA dan
Lingkungan ................................................................... 12
B. Konsep dan Definisi Sumber Daya Alam ..................... 14
C. Pandangan terhadap Sumber Daya Alam ................... 16
D. Pengelolaan Hutan Sentralistik .................................... 19
E. Kemiskinan di Sekitar Hutan ........................................ 30
F. Konflik Sosial dalam Pengelolaan Hutan ..................... 37
Bab III Arah Kebijakan Pola Pengelolaan SDA dan
Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan
Lokal (Local Wisdom) ..................................................... 43
A. Pengelolaan Hutan di Era Reformasi ........................... 43
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis
Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
iiii
B. Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan
Lingkungan ................................................................... 53
C. Model Pembangunan Berkelanjutan ....……………….. 55
D. Keterkaitan Model Pembagunan Berkelanjutan
dengan Kearifan Lokal ..............………………………… 60
E. Pola Pengelolaan Sumber Daya Hutan .………….....… 63
Bab IV Pola Pengelolaan SDA dan Lingkungan Berbasis
Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom)
di Kalimantan ...………………………………….…………. 82
A. Pengelolaan SDA dan Lingkungan Berbasis
Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom)
di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur ...................... 82
1. Gambaran Umum Daerah ....................................... 82
2. Manajemen Sumber Daya Alam dan Lingkungan,
serta Implementasi Kearifan Lokal .......................... 85
B. Pengelolaan SDA dan Lingkungan Berbasis
Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom)
di Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat ............. 100
1. Gambaran Umum Daerah ....................................... 100
2. Potensi Sumber Daya Alam dan Lingkungan .......... 105
3. Peran/Program Pemerintah Kabupaten Kapuas
Hulu dalam Pengelolaan SDA ................................. 108
4. Peran Serta Masyarakat dan Pemerintah
Dalam Pengelolaan SDA di Kabupaten
Kapuas Hulu ............................................................ 113
5. Strategi Mewujudkan Kabupaten Konservasi .......... 117
6. Kawasan Konservasi di Kabupaten Kapuas Hulu ... 119
C. Pengelolaan SDA dan Lingkungan Berbasis
Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom)
di Kabupaten Murung Raya, Kalimantan Tengah ........ 122
1. Gambaran Umum Daerah ....................................... 122
2. Potensi Sumber Daya Alam (SDA)
dan Lingkungan ....................................................... 126
3. Masyarakat Adat Murung Rayat ..............................
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis
Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
iiv
1 4. Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan
oleh Masyarakat ..................................................... 131
D. Pengelolaan SDA dan Lingkungan Berbasis
Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom)
di Kabupaten Hulu Sungai Tengah,
Kalimantan Selatan ...................................................... 141
1. Gambaran Umum Daerah ....................................... 141
2. Potensi Sumber Daya Alam dan Lingkungan .......... 143
3. Peran/Program Pemerintah Kabupaten Hulu
Sungai Tengah dalam Pengelolaan SDA ................ 148
4. Peran Lembaga Swadaya Masyarakat dalam
Pendampingan Masyarakat dan
Pengelolaan SDA .................................................... 150
5. Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan SDA .... 152
6. Kearifan Masyarakat Dayak Meratus dalam
Pengelolaan Sumber Daya Hutan ........................... 154
Bab V Penutup ……………………………...………………………. 165
A. Kesimpulan ……………………………………………….. 165
B. Rekomendasi …………………………………………...... 166
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................... 168
LAMPIRAN
Lampiran 1 SK Tim Pelaksana Kajian Pola Pengelolaan SDA dan
Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan
Lokal
(Local Wisdom) di Kalimantan
Lampiran 2 Instrumen Penelitian
29
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis
Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
iv
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1. Daerah Sampel/Tujuan Kajian ……………………… 11
Tabel 3.1. Klasifikasi Hubungan Pemerintah, Pemda,
Pengusaha dan Masyarakat ....................................
48
Tabel 4.1 Pemanfaatan Lahan Kab. Berau Berdasarkan
RTRWK 2001 - 2011, RENCANA TATA
RUANG KABUPATEN BERAU ............................... 84
Tabel 4.2. Kontribusi Sembilan Sektor ekonomi terhadap
Perekonomian Kabupaten Murung Raya
................ 125
Tabel 4.3. Struktur Perekonomian Kabupaten Hulu
Sungai Tengah Tahun 2002 - 2004 ......................... 143
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis
Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
ivi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Bagan Pandangan terhadap Sumber Daya Alam ... 18
Gambar 3.1. Gambaran Kerusakan Hutan ................................... 46
Gambar 3.2. Bagan Bidang-bidang Pokok Pengelolaan
Hutan Lokal yang dijadikan Bahan Bahasan
dalam Panduan Kampung ....................................... 73
Gambar 4.1. Peta Administrasi Kabupaten Kapuas Berau .......... 83
Gambar 4.2. Gambaran Umum (visualisasi) Kondisi Hutan
di Kabupaten Berau ................................................. 89
Gambar 4.3. Peta Potensi Perikanan dan Kelautan
Kabupaten Berau ..................................................... 92
Gambar 4.4. Peta Kabupaten Kapuas Hulu ................................. 103
Gambar 4.5. Mendulang Emas Cara Tradisional ......................... 137
Gambar 4.6. Kondisi Kerusakan Lingkungan akibat
Penambangan Emas di Kabupaten
Murung Raya ........................................................... 139
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis
Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
ivii
RINGKASAN EKSEKUTIF
Sumber daya alam (SDA) seperti hutan, daerah aliran sungai
(DAS), pesisir dan pantai, terumbu karang dan kekayaan laut lainnya,
potensi dan hasil tambang, kekayaan flora dan fauna, udara segar, sumber
mata air yang tidak tercemar, dan sebagainya merupakan sumber daya
alam yang esensial bagi kelangsungan manusia. Berkurang atau
hilangnya pasokan udara dan air misalnya akan sangat mengganggu
kelangsungan hidup umat manusia. Demikian juga dengan hutan, dimana
kelangsungan hidup manusia juga bergantung kepadanya. Rusaknya
hutan akan sangat merugikan umat manusia. Langkanya air pada musim
kemarau dan ancaman banjir pada musim penghujan, merupakan akibat
yang timbul karena rusaknya hutan.
Dalam pemanfaatan sumber daya alam, diperlukan pengelolaan
yang baik dan arif agar kelangsungan sumber daya alam tersebut dapat
menjadi koeksistensi secara suistainable dan saling menguntungkan
(mutualisme) antara sumber daya alam tersebut dapat lestari dan manusia
sebagai pengguna dapat memperoleh manfaat tanpa harus merusak alam
sekitarnya. Karena itulah persoalan fundamental sehubungan dengan
pengelolaan sumber daya alam adalah bagaimana mengelola sumber
daya alam tersebut agar dapat menghasilkan manfaat yang sebesar-
besarnya bagi umat manusia dengan tidak mengorbankan kelestarian
sumber daya alam itu sendiri.
Namun dalam prakteknya berbagai fakta dan data menunjukkan
bahwa keberlangsungan dan kelestarian sumber daya alam dewasa ini
sangat memprihatinkan. Banjir dan longsor kini telah rutin dan menyebar di
seluruh Indonesia. Dalam tahun 2003 saja, telah terjadi 236 kali banjir di
136 kabupaten dan 26 propinsi, disamping itu juga terjadi 111 kejadian
longsor di 48 kabupaten dan 13 propinsi. Dalam tahun yang sama tercatat
78 kejadian kekeringan yang tersebar di 11 Propinsi dan 36 Kabupaten
(KLH, 2004). Dalam periode itu juga, 19 propinsi lahan sawahnya
terendam banjir, 263.071 Ha sawah terendam dan gagal panen, serta
66.838 Ha sawah puso.
Data lain menunjukan bahwa Indonesia tergolong negara yang
kawasan hutan tropisnya hilang salam waktu tercepat di dunia. Dimana
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis
Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
iviii
laju deforestasi terus meningkat mencapai rata-rata 2 juta ha per tahun.
Tipe hutan tropis ini hampir seluruhnya lenyap di Sulawesi, dan
diprediksikan akan lenyap di Sumatera pada tahun 2005 sedangkan di
Kalimantan diperkirakan akan lenyap pada tahun 2010, jika laju deforestari
tersebut terus berlangsung. Disamping itu hampir setengah dari luas hutan
di Indonesia sudah terfragmentasi oleh jaringan jalan, jalur akses lainnya,
dan berbagai kegiatan pembangunan, seperti pembangunan perkebunan
dan hutan tanaman industri.
Akibat lanjutannya dari kerusakan lingkungan (SDA) adalah fungsi
lingkungan hutan yang mendukung kehidupan manusia terabaikan,
beragam kehidupan flora dan fauna yang membentuk mata rantai
kehidupan yang bermanfaat bagi manusia menjadi rusak dan hilang.
Semua ini mengakibatkan timbulnya ketidakadilan dan kesenjangan
mengakses manfaat pembangunan bagi masyarakat di sekitar kawasan
hutan.
Kajian ini diharapkan dapat mengidentifikasi potensi sumber daya
alam yang dimiliki oleh daerah khusunya di wilayah Kalimantan beserta
praktek pengelolaannya. Selain itu, kajian ini juga diarahkan agar mampu
menghasilkan rekomendasi kebijakan bagi pemerintah daerah dan
pemerintah pusat dalam upaya meningkatkan efektivitas pengelolaan
Sumber Daya Alam dan lingkungan melalui peningkatan partisipasi
masyarakat dalam pengelolaan sektor ini. Sehingga kedepan, diharapkan
pemerintah daerah maupun masyarakat setempat terlibat dalam satu
program yang jelas dalam pengelolaan sumber daya alam (SDA) dan
lingkungan berbasis pengetahuan dan kearifan lokal (local wisdom).
Berdasarkan data yang dikumpulkan dari kegiatan penelitian ini
secara umum menggambarkan bahwa keberadaan masyarakat ditengah-
tengah potensi SDA, secara alami telah menciptakan pola hubungan
masyarakat dengan lingkungannya (SDA). Interaksi masyarakat dengan
SDA terutama dalam kehidupan sosial dan ekonomi telah memunculkan
pola interaksi antara alam (SDA) dengan masyarakat setempat yang
kemudian menjadi nilai yang dianut oleh masyarakat. Diantara nilai-nilai
tersebut ternyata sangat banyak bentu-bentuk kearifan lokal (local
wisdom) yang sejak turun-temurun dimiliki masyarakat dalam berinteraksi
dengan ekosistem hutan yang menurut mereka sebagai bagian dari
matapencaharian lestari. Masyarakat menilai berbagai potensi yang ada
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis
Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
Iix
dalam hutan akan menyelamatkan generasi masa mendatang dan karena
hutan masyarakat setempat bisa hidup dan menyelematkan generasi yang
akan datang.
Di era reformasi ini sebenarnya sudah terlihat tumbuhnya niat baik
(good will) dari beberapa pemerintah daerah dalam hal pengelolaan SDA.
Dimana dengan kewenangan yang dimiliki diera desentralisasi ini
beberapa Kabupaten di Kalimantan telah menjadikan daerahnya sebagai
daerah konservasi dan meningkatkan status hutan yang ada didalam
wilayah administratifnya menjadi hutan lindung. Disamping juga, upaya-
upaya pencegahan dan penegakan hukum terhadap praktek illegal
logging, illegal mining, illegal fishing dan praktek-praktek eksploitasi dan
pengrusakan SDA yang telah berlangsung lama. Namun upaya tersebut
masih dirasakan belum optimal dibandingkan dengan dampak kerusakan
yang telah ditimbulkan. Salah satu faktor yang menyebabkan kurang
optimalnya pola pengelolaan SDA selama ini adalah minimnya pelibatan
masyarakat disekitar lingkungan SDA. Masyarakat hanya menjadi
penonton bahkan sering kali mendapat imbas dari kebijakan yang
dikeluarkan, sehingga pada akhirnya memposisikan masyarakat di sekitar
lingkungan SDA dipihak yang berlawanan dengan pemerintah.
Padahal berdasarkan data lapangan yang dikumpulkan dari
kegiatan penelitian ini, sangat banyak bentuk-bentuk kearifan lokal yang
diterapkan dalam kehidupan masyarakat terutama komunitas masyarakat
adat di Kalimantan. Bahkan nilai-nilai tersebut telah terintegrasi menjadi
nilai religius yang dianut oleh masyarakat. Bentuk-bentuk kearifan lokal
tersebut diantaranya; Larangan beserta dengan sanksi terhadap
penebang kayu secara sembarangan, pengklasifikasian hutan berserta
aturan-aturan pemanfaatannya, tata cara bercocok tanam, tata ruang
pemanfaatan hutan, cara pengolahan tambang dan berbagai kearifan-
kearifan lain yang sebenarnya menjadi bukti bahwa kerusakan terhadap
SDA selama ini sesungguhnya dipengaruhi oleh motif ekonomis yang lebih
besar dibandingkan motif masyarakat setempat untuk memenuhi hajat
hidupnya dengan memanfaatkan hasil hutan terutama hasil hutan non
kayu.
Penelitian ini pada akhirnya menawarkan sebuah pola
pengelelolaan lingkungan (SDA) dalam sebuah konsep pembangunan
berkelanjutan dengan memperhatikan prinsip kesinambungan,
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis
Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
ix
keseimbangan dan kelestarian, yang ditunjang oleh penerapan
pengetahuan tradisional dan kearifan masyarakat lokal. Lebih lanjut
konsep ini menawarkan sebuah model keseimbangan antara pengelolaan
sumber daya alam yang mempertimbangkan aspek jangka panjang
(generasi masa depan) di satu sisi, dengan menjadikan masyarakat
sebagai bagian yang tidak terpisahkan, baik dalam tahap perencanaan,
pelaksanaan maupun pengawasan. Namun konsep ini tidak akan bisa
terwujud tanpa diikuti oleh perubahan paradigma pembangunan yang
bertumpu pada ekstraksi sumber daya alam untuk mendapatkan dana
pembangunan atau orientasi pada produksi maksimum (maximum yield
principle) ke paradigma pembangunan yang melihat sumber daya alam
sebagai bagian dari pembangunan itu sendiri atau orientasi pada
keberlanjutannya (Suistainable Development).
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis
Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
ixi
EXECUTIVE SUMMARY
Natural resources such as forest, drainage basin, coastal areas,
compose coral and other seas resources, mining potency and products,
flora and fauna resources, fresh and clean air are essential natural
resources for human being. The decrease or lost of clean air and water, for
instance, will harm the persisting human lives; forest destruction will only
make people suffer; lack of water during dry season and threatening flood
during rainy season arise as the effects of forest destruction.
It takes a right and wise management in the make use of natural
resources to keep them sustainable and profitable both for the natural
resources as the product and human as the user. Consequently,
fundamental problem of natural resources management is the way to
manage the natural resources that they can produce the most profit for
human beings without destroying the conservation of natural resource.
In practice, however, various facts and data indicate that the
conservation of natural resources nowadays is very concerning. Floods
and land slides frequently occur and are disseminating all over Indonesia.
In 2003, there were 236 floods in 136 regencies and 26 provinces and 111
land slides in 48 regencies and 13 provinces. In the same year, it is noticed
78 occurences of dryness spread over 11 provinces and 36 regencies
(KLH, 2004). Moreover, in the same period, 263.071 ha of farm areas in 19
provinces were drowned in flood and failed to crop, and not to mention the
66.838 ha of rice field dried up.
Other data shows that Indonesia is regarded as a country with the
fastest time in losing its tropical forest where the deforestration increases 2
million ha in average per year. This kind of tropical forest is almost entirely
vanish in Sulawesi and estimated to be vanished in Sumatera in 2005 while
in Kalimantan, it is estimated will be vanished in 2010 if the deforestration
keeps accelerating. Furthermore, almost half of Indonesia's forest areas
have been fragmented by highway network, other access lane, and other
improvement activities such as plantation and industrial crop forest.
Environmental damage causes the function of forest environment
that support human lives is ignored, the immeasurable of flora and fauna
lives which create life cycle and worthwhile for human beings is destroyed
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis
Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
ixii
and gone. This also results the unfairness and imbalance in accessing the
benefit of development for the people around the forest areas.
This study is expected to identify the potency and management of
natural resources that exist in some regions especially Kalimantan.
Besides, this study is aimed to yield policy recommendation both for local
and central government in the effort of improving the effectivity of
managing the natural resources and environment by increasing people's
participation in managing this sector that both the government and local
people can involve together and cooperate in a genuine program in order to
manage the natural resources and environment based on the traditional
knowledge and local wisdom in the future.
Based on the data collected from research, the existence among
the potential natural resources naturally has created a pattern of people-
and-environment relationship. The interaction between people and natural
resources has created the interaction pattern which becomes the vales
embraced by the society. Among those values, there are many forms of
local wisdoms that are inherited for years by the society through interaction
with the forest ecosystem that they regard as everlasting resources.
People indicate that the various potencies exist in the forest can save future
generations and guarantee their lives there.
In fact, this reform era is marked with the good will from some local
government in the management of natural resources that some regencies
in Kalimantan become conservation areas and the improvement of some
forests status in the administrative territory to be protected forest. Besides,
prevention efforts and law execution against illegal logging, illegal mining,
illegal fishing, exploitation and harmful practices toward natural resources
have taken place long time ago. Yet the efforts are still considered less
optimal comparing the impact of damage that exists. One of the factors that
cause the less optimum management of natural resources management is
the limited involvement of the people around the natural resources
environment. People are merely the audience and frequently get the
glimpse of the issued policy that in the end become government's
opposition.
In fact, pursuant to field data collected from this research, plenty
forms of local wisdom applied in people's life especially in adat community
in Kalimantan. Even those values have been integrated and become
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis
Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
ixiii
religius values embraced by the society. The forms of local wisdom among
other things; Interdiction and sanction against promiscuous woodcutter,
forest classification along with the mining procedures and other wisdoms
which can be evidence that the damage of natural resources has been
affected by economic motif more than local people's motif in order to fulfil
their daily needs.
Finally, this research offers a pattern of environmental
management in a sustainable development concept regarding the
principals of continuity, balance, and permanence supported by applying
traditional knowledge and local community wisdom. Furthermore, this
concept offer a balance model toward the management of natural
resources with regard to long-range aspect (future generation) in one side,
making the community as inseparable whether in planning stage,
execution and supervision. However, this concept cannot be come true
unless it is followed by the change of development paradigm focusing on
the extraction of natural resources to get development fund or orientation
on maximum yield principle to development paradigm that consider natural
resources part of the development itself or orientation on sustainable
development.
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis
Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
ixiv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bumi beserta isinya yang berupa sumber daya alam (SDA)
merupakan anugerah yang diberikan oleh Tuhan kepada manusia untuk
dapat dimanfaatkan dan dikelola secara arif dan bijaksana guna
menopang kehidupan manusia sehingga perlu dipelihara dan dilestarikan.
Dalam pemanfaatan sumber daya alam tentunya diperlukan pengelolaan
yang baik agar kelangsungan sumber daya alam tersebut dapat menjadi
koeksistensi secara sustainable dan saling menguntungkan (mutualisme)
antara sumber daya alam tersebut dapat lestari dan manusia sebagai
pengguna dapat memperoleh manfaat tanpa harus merusak alam
sekitarnya.
Dalam pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan pada suatu
negara ataupun daerah, secara umum dapat dilakukan melalui dua
pendekatan, yaitu melalui kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah
untuk kemudian diterapkan dilapangan dengan disertai aturan-aturan dan
konsekuensi dalam pelaksanaannya sehingga pemerintah beserta aparat
akan berperan sebagai subjek sedangkan sumber daya alam dan
masyarakat akan menjadi objek yang hanya mengikuti ketetapan
pemerintah, sedangkan pendekatan yang kedua adalah dilakukan
desentralisasi pengelolaan sumber daya alam (SDA) oleh pemerintah
kepada masyarakat, sehingga masyarakat akan turut berperan secara
langsung dan turut menjadi subjek dalam pengelolaannya sehingga akan
tumbuh rasa memiliki dan keinginan turut menjaga kelestariannya.
Berkaitan dengan pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan
yang dilakukan dengan melibatkan masyarakat, dikenal istilah devolusi.
Menurut Katon et al (2001) pengertian devolusi artinya pengalihan baik hak
dan kewajiban-kewajiban pada kelompok dan masyarakat tingkat lokal
dalam mengelola sesuatu. Dalam pengelolaan sumber daya alam
khususnya hutan, devolusi merupakan salah satu alat yang efektif dalam
menjaga dan memelihara kelestarian sumber daya hutan pada tingkat
lokal. Devolusi terbentuk sebagai antisipasi terhadap keterbatasan
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis
Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
001
pemerintah selaku pengelola sumber daya hutan dalam menjaga dan
mengelola sumber daya hutan pada tingkat lokal. Pada umumnya
pemerintah mendapatkan hambatan dalam melakukan penjagaan dan
pemeliharaan pada lahan-lahan yang sukar dijangkau. Akibatnya banyak
terjadi pencurian kayu dan perambahan hutan yang kondisinya akhir-akhir
ini semakin meningkat. Apabila pengelolaan hutan tersebut diserahkan
kepada masyarakat yang dalam hal ini dimaksudkan adalah dengan
adanya devolusi, maka hutan akan relatif terjamin kelestariannya karena
masyarakat juga mempunyai kearifan lokal untuk mengelola hutan secara
lestari yang dibangun berdasarkan pada pengalaman mereka berinteraksi
dengan hutan selama berpuluh tahun atau berabad-abad lamanya.
Berdasarkan pemikiran di atas adanya devolusi secara tidak
langsung memberikan insentif terhadap masyarakat baik pada
masyarakat setempat maupun anggota masyarakat pendatang dalam
pengelolaan sumber daya hutan secara lestari. Insentif ini akan lebih
dirasakan lagi terutama apabila mereka diberi hak-hak, wewenang dan
kewajiban untuk terlibat dalam penentuan dan pembentukan kearifan
lokal. Adanya proses devolusi pada tingkat lokal juga bisa dijadikan
indikator adanya proses demokrasi yang ditandai dengan adanya
pengalihan otoritas dari tingkat yang tinggi ke tingkat yang lebih rendah
yaitu tingkat lokal masyarakat setempat.
Untuk mendukung pelaksanaan kearifan lokal secara efektif,
kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan aturan-aturan tersebut perlu
dilakukan secara bersama dan adaptif. Pengertian secara "bersama" disini
adalah semua masyarakat terutama yang berada di sekitar adanya
sumber daya alam dan lingkungan maupun pemerintah bekerja bersama-
sama dan saling berbagi pengetahuan dan tanggung jawab masing-
masing terhadap pengelolaan sumber daya alam sehingga fungsi
pemantauan dapat berjalan secara efektif. Pengertian "adaptif" adalah
adanya respon ataupun reaksi secara cepat dan tepat terhadap kegiatan
terdahulu yang dianggap tidak efektif. Respon ini diwujudkan dengan
kegiatan-kegiatan perbaikan terhadap perencanaan, pelaksanaan
maupun pemantauan pada kegiatan bersangkutan. Respon tersebut
dapat berasal dari hasil refleksi kelompok-kelompok masyarakat terhadap
kegiatan-kegiatan yang dilakukan.
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis
Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
2
Dalam hak-hak adat masyarakat terhadap tanah hutan,
sebenarnya terkandung muatan-muatan kearifan mempertahankan
keberadaan hutan. Misalnya, hutan Tengkawang masyarakat etnis Dayak
Kalimantan Barat, merupakan suatu bentuk mempertahankan
keberadaan hutan. Hutan Tengkawang ini dipelihara dan diatur dengan
aturan adat agar bermanfaat bagi mereka. Demikian juga kewajiban adat
untuk menanam pohon-pohon tertentu di areal perladangan oleh
masyarakat Dayak di Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur. Pohon-
pohon Tengkawang yang menghasilkan buah yang dapat dipungut
masyarakat di Kalimantan Barat dipertahankan dan dipelihara dengan
baik. Di Sumatera terdapat hutan-hutan larangan yang tidak boleh dijamah
oleh masyarakat karena memiliki nilai sakral dan nilai adat yang tinggi dan
masih banyak lagi hak-hak adat yang bersifat positif terhadap kelestarian
hutan dan tanah hutan yang perlu terus digali. Permasalahannya sekarang
adalah bagaimana upaya menjembatani hak-hak tradisional yang sudah
dianut sejak dahulu kala tersebut agar secara berangsur-angsur dapat
mengikuti dan bahkan melebur kedalam hukum pertanahan nasional yang
berlaku. Bagaimana membangun hutan yang dimiliki oleh desa atau
kelompok masyarakat disamping membangun hutan rakyat ditanah
miliknya. Masyarakat lokal diberi hak pengelolaan hutan rakyat dan diatur
oleh pemerintah setempat dengan menggunakan aturan-aturan adat
setempat. Dengan program tersebut diharapkan kesejahteraan
masyarakat didalam dan sekitar hutan yang secara dominan
penghidupannya sebagai petani dapat lebih ditingkatkan lagi. Konsep ini
merupakan kepedulian dan pemberdayaan terhadap masyarakat sekitar
hutan.
Jika kita melihat kembali kepada pengelolaan sumber daya alam
yang telah dilakukan selama ini, sistem pengelolaan sumber daya alam
yang diterapkan di Indonesia pada umumnya dan Kalimantan khususnya,
lebih kepada pendekatan dimana negara ataupun daerah dalam hal ini
pemerintah lah yang mempunyai kewenangan dalam pengelolaan sumber
daya alam tanpa mempertimbangkan dan melibatkan masyarakat sekitar
sehingga pada saatnya terjadi penyimpangan dalam pelaksanaan
pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan di lapangan, masyarakat
disekitarnya tidak akan peduli dan tidak akan bertindak untuk menjaga
kelestariannya bahkan malah akan turut terlibat dalam perusakannya
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis
Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
003
dengan memanfaatkan sumber daya alam yang ada tanpa
memperhatikan kelestariannya.
Seperti yang banyak dilakukan oleh pemerintah adalah pemberian
HPH kepada para pengusaha besar tanpa memperhatikan masyarakat
sekitar, dimana banyak pengusaha besar yang hanya mengambil
keuntungan dari hasil hutannya sedangkan kelestariannya diabaikan dan
masyarakat pun tidak peduli dengan kerusakan alam yang terjadi bahkan
turut melakukan illegal logging. Adapun akibat yang sering terjadi dari
pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan yang tidak memperhatikan
keseimbangan dan kelestarian alam diantaranya adalah kekeringan dan
kebakaran hutan di musim kemarau, abrasi dan erosi tanah serta banjir
dan tanah longsor di musim hujan, rusaknya daerah aliran sungai dan
sempadan sungai/pantai serta taman nasional dan wisata alam, serta
kerugian akibat hilangnya nilai sumber daya alam yang dieksploitasi tanpa
memperhatikan kelestariannya.
Kebijakan pengelolaan sumber daya alam yang diterapkan oleh
pemerintah selama ini masih bersifat top down dan struktural, serta belum
mengakomodir kepentingan masyarakat yang tinggal disekitarnya dan
kurang memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk berpartisipasi
langsung dalam proses pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan
tersebut. Di lain pihak, lemahnya dan makin lunturnya kepedulian
masyarakat (community awareness) untuk mengelola sumber daya alam
dan lingkungan secara lestari dan memecahkan persoalan-persoalan
bersama yang ada berkaitan dengan permasalahan sumber daya alam
dan lingkungan. Dengan kata lain, kebijakan pemerintah dalam hal
pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan selama ini belum mampu
menumbuhkan rasa memiliki dan keinginan dari masyarakat disekitar
lingkungan tersebut untuk turut menjaganya. Itulah sebabnya,
implementasi suatu kebijakan yang penerapannya berhubungan langsung
dengan sumber daya alam dan kehidupan masyarakat, justru sering
ditolak dan menimbulkan konflik vertikal yang kontra-produktif. Hal seperti
ini sungguh sangat ironis di era otonomi luas seperti saat ini. Sedangkan
penerapan desentralisasi yang banyak dilakukan pada era otonomi saat ini
hanya merupakan penyerahan wewenang yang semu dari pemerintah
pusat kepada pemerintah daerah, sedangkan dalam pelaksanaan
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis
Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
4
pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan, pemerintah daerah tidak
melibatkan masyarakat sekitar, kalaupun ada hanya kegiatan dengan
skala kecil dan untuk daerah tertentu saja.
Bahkan jika diperhatikan dengan adanya era otonomi yang
diharapkan mempercepat pembangunan dan peningkatan perekonomian
secara merata di seluruh daerah, secara tidak langsung justru turut juga
dalam mempercepat kerusakan sumber daya alam dan lingkungan karena
adanya pemegang wewenang baru didaerah-daerah yang berkeinginan
membangun daerahnya masing-masing dengan segera sehingga
melakukan eksploitasi secara besar-besaran terhadap sumber daya alam
tanpa memperhatikan kelangsungan sumber daya alam dan lingkungan
serta masyarakat disekitarnya.
Oleh karena itu, langkah terpenting yang dapat dilakukan adalah
dengan mengembangkan partisipasi masyarakat setempat. Pendekatan
kebijakan yang sifatnya sentralistik dari pemerintah sebagai pemegang
kewenangan kepada masyarakat perlu direvisi dengan metode yang lebih
kolaboratif dan melibatkan peran langsung warga. Dengan metode baru
ini, perlu dibentuk kelompok-kelompok masyarakat di sekitar sumber daya
alam yang kemudian seharusnya menjadi mitra atau "rekanan"
Pemerintah dalam pengelolaan dan penjagaan kelestarian sumber daya
alam dan lingkungan tersebut. Dengan pola pengelolaan seperti ini,
diharapkan dapat menghasilkan output berupa tetap terjaganya sumber
daya alam dan lingkungan tersebut, dan terberdayakannya masyarakat
yang bertempat tinggal disekitarnya sehingga kehidupan sosial ekonomi
masyarakat juga meningkat, serta berkurangnya beban pengawasan oleh
pemerintah untuk secara langsung di lapangan dalam kegiatan penjagaan
yang sesungguhnya bisa diserahkan kepada masyarakat sendiri.
Dengan model "kerjasama" tersebut, peran pemerintah dapat
dikurangi secara signifikan, sehingga sumber daya aparatur yang ada
dapat dimanfaatkan secara lebih produktif untuk sektor-sektor yang lebih
membutuhkan. Ini berarti pula bahwa kebijakan Pemerintah lebih mampu
"memanusiakan" kelompok-kelompok marginal masyarakat yang berada
di sekitar sumber daya alam tersebut. Pada saat yang bersamaan, upaya
ini juga dapat menumbuhkan rasa saling percaya (trust) diantara
masyarakat dengan pemerintah, sekaligus mengembangkan jaringan
kerja (network) yang harmonis serta meningkatkan kehidupan sosial
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis
Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
005
ekonomi melalui pemberdayaan masyarakat. Dengan kata lain, kebijakan
yang partisipatif dan memperhatikan norma-norma sosial budaya yang
berlaku pada masyarakat akan mengantarkan pada menguatnya
kepedulian dan kontrol sosial masyarakat untuk mengatasi masalah-
masalah pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan.
Dengan demikian, perlunya upaya untuk mendeteksi hal-hal yang
ada dan berkembang di masyarakat mengenai pengelolaan sumber daya
alam dan lingkungan berbasis pengetahuan dan kearifan local (local
wisdom) dimasing-masing daerah untuk kemudian dikembangkan
sehingga hal tersebut dapat diterima oleh masyarakat dan akan dapat
menunjang program pemerintah dalam hal pengelolaan sumber daya
alam dan lingkungan secara baik dan lestari. Ini berarti pula bahwa
kebijakan pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan tidak boleh
hanya berorientasi pada keuntungan yang besar namun dalam tempo
waktu yang tidak lama kemudian habis dan meninggalkan permasalahan
yang mengancam kelangsungan kehidupan sendiri, tetapi harus pula
mengacu pada pengelolaan sumber daya dan lingkungan secara
berkelanjutan (suistainable) dan lestari.
B. Perumusan Masalah
Dari berbagai fenomena dipaparkan pada latar belakang diatas,
maka dapat dirumuskan adanya 2 (dua) permasalahan utama, yaitu:
1. Masih adanya praktek-praktek pengelolaan sumber daya alam dan
lingkungan yang tidak berbasis pada prinsip kesinambungan,
keseimbangan dan kelestarian, seperti pembukaan hutan dengan cara
pembakaran, illegal logging, penambangan tanpa ijin (PETI),
penangkapan ikan dengan bom, dan sebagainya. Kondisi seperti ini
berdampak pada degradasi mutu lingkungan.
2. Kurang efektifnya partisipasi masyarakat dalam kegiatan-kegiatan
pemantauan, perencanaan dan pengelolaan sumber daya alam dan
lingkungan melalui pemanfaatan pengetahuan yang ada dan partisipasi
masyarakat dalam pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan.
3. Kurang efektifnya kebijakan Pemerintah Daerah dalam hal pemberian
ijin, perencanaan serta pengawasan terhadap pengelolaan sumber
daya alam dan lingkungan sehingga maraknya praktek-praktek
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis
Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
6
pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan yang tidak berbasis
C. Kerangka Pikir
Pada hirarki konseptual, sumber daya alam merupakan barang
publik (public goods). Konsekuensi atas konsepsi ini adalah bahwa akses
untuk mendapatkannya harus terbuka untuk sebanyak mungkin pelaku
ekonomi dan masyarakat luas. Jenis public goods seperti ini harus dikelola
secara transparan dan diawasi secara terbuka. Dengan demikian, jika
kendali pengelolaannya dilakukan pemerintah saja tanpa kontrol yang
memadai dari pihak masyarakat, maka kemanfaatannya menjadi sangat
terbatas pula. Pengalaman Indonesia selama ini memperlihatkan bahwa
kontrol pemerintah pusat sangat kuat sehingga kemanfaatannya pun
terbatas pada kalangan dekat birokrasi pusat tersebut. Hal ini terbukti dari
alokasi berbagai potensi sumber daya alam seperti pertambangan, hutan,
perikanan dan sebagainya (Rachbini: 2003).
Pola pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan, pada umum
dapat dilakukan melalui dua pendekatan, yaitu pertama; melalui kebijakan
yang ditetapkan oleh pemerintah untuk kemudian diterapkan dilapangan
dengan disertai aturan-aturan dan konsekuensi dalam pelaksanaannya
sehingga pemerintah beserta aparat akan berperan sebagai subjek
sedangkan sumber daya alam dan masyarakat akan menjadi objek yang
hanya mengikuti ketetapan pemerintah, sedangkan pendekatan yang
kedua; adalah dilakukan desentralisasi pengelolaan SDA oleh pemerintah
kepada masyarakat, sehingga masyarakat akan turut berperan secara
langsung dan turut menjadi subjek dalam pengelolaannya sehingga akan
tumbuh rasa memiliki dan keinginan turut menjaga kelestariannya.
Praktek pola pengelolaan SDA secara sentralistik mewarnai
perjalan sejah pembangunan di Indonesia dan telah memberikan dampak
yang cukup luas. Salah satu dampak yang sangat dahsyat akibat
sentralisasi pemerintahan dan manajemen pemerintahan Orde Baru
adalah hilangnya inisiatif lokal dan masyarakat dalam meng-create dan
mengembangkan berbagai potensi yang dimilikinya seperti potensi hutan
yang dimilikinya. Masyarakat seperti terhipnotis oleh lakon pejabat -- mulai
dari pusat hingga daerah -- yang secara semena-mena dan tanpa
mempertimbangkan ekosistem dan nilai-nilai kearifan lokal (local wisdom)
pada prinsip kesinambungan, keseimbangan dan kelestarian.
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis
Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
007
pada prinsip kesinambungan, keseimbangan dan kelestarian.
yang sejak turun-temurun dimiliki masyarakat dan telah berinteraksi
dengan ekosistem hutan yang menurut mereka sebagai bagian dari mata
pencaharian lestari.
Pada era tersebut para penyelenggara negara selalu memandang
sumber daya alam, termasuk hutan sebagai sumber daya sebagai engine
of growth atau sebagaimana pandangan yang dianut oleh ilmuwan
ekonomi konvensional seperti Adam Smith dan David Ricardo. Akibat cara
pandang yang cenderung eksploitatif tersebut, maka sumber daya alam
(hutan) termasuk sumber daya alam yang 'dikuasai' oleh pemerintah pusat
yang dikelola secara sentralistis. Sedangkan masyarakat tidak
memandang hutan sebagaimana cara pandang pengusaha dan
pemerintah pusat pada saat itu, dimana hutan sebagai potensi ekonomi
yang dilihat sebagai potensi kayu yang memiliki nilai ekspor tinggi.
Masyarakat menilai berbagai potensi yang ada dalam hutan akan
menyelamatkan generasi masa mendatang karena hutan masyarakat bisa
hidup dan menyelematkan generasi yang akan datang.
Dengan sistem pemerintahan yang sentralistik, pengelolaan
sumber daya alam khususnya sumber daya hutan sangat ditentukan oleh
pemerintah pusat. Kebijakan pemerintah untuk mengelola hutan secara
legal mendorong praktek ekstraksi sumber daya hutan. Artinya penerima
manfaat yang besar adalah pemerintah pusat dan pengusaha, sementara
daerah mendapat bagian yang sangat kecil bahkan untuk daerah
penghasil khususnya masyarakat hanya menjadi penonton dan penerima
dampak langsung yang ditimbulkan oleh pengusahaan hutan. Bahkan
masyarakat seringkali menjadi kambing hitam sebagai penyebab dampak
negatif yang ditimbulkan oleh praktek-praktek swasta (pengusaha hutan)
dan kebijakan pemerintah
Praktek sentralisme dan ketertutupan birokrasi tersebut juga
berdampak buruk pada pola pengelolaan sumber-sumber potensi
ekonomi yang cenderung mengabaikan kepentingan masyarakat banyak
dan tidak memperhitungkan dampak yang ditimbulkan akibat rusaknya
ekosistem yang sangat penting bagi kehidupan masyarakat di masa
datang. Bukti-bukti empiris seperti yang terjadi saat ini seperti banjir
bandang di berbagai pelosok republik yang terjadi secara terus menerus,
peristiwa tanah longsor, dan terjadinya kekeringan yang selalu menjadi
momok dimusim kemarau adalah akibat dari pola-pola pengelolaan
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis
Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
8
lingkungan atas dasar kepentingan sesaat yang tidak berorientasi
kedepan dan menafikan kepentingan generasi yang akan datang. Bahkan
Menteri Lingkungan Hidup (2006) mengeluarkan angka laju deforestasi
hutan di Indonesia yaitu mencapai 2 juta hektar pertahun, dan apabila tidak
ada upaya serius untuk menghentikan deforestasi ini, diperkirakan tipe
hutan tropis ini akan dalam waktu dekat akan lenyap di Sulawesi dan
Sumatera serta pada tahun 2010 akan lenyap di Kalimantan.
Sedangkan secara global menurut Emil Salim, rusaknya SDA bisa
dilihat dari (1) telah menciutnya hutan sehingga keanekaragaman hayati
mulai berkurang; (2) suhu bumi meningkat drastis, sehingga iklim cepat
berubah-ubah, permukaan air naik sedangkan volumenya menurun dan
kualitasnya pun makin memburuk; (3) tanah bergurun pasir meluas; dan
(4) fungsi ekosistem sebagai sistem penunjang kehidupan makin
terganggu.
Memperhatikan kondisi tersebut, perubahan paradigma
pembangunan khususnya pola pengelolaan sumber daya alam secara
berkelanjutan dan berkesinambungan dengan mengacu kepada prinsip
kesinambungan, keseimbangan dan kelestarian merupakan pilihan yang
harus dipilih oleh pemerintah.
Menurut Komisi Brudtland definisi pembangunan berkelanjutan
adalah pembangunan yang memenuhi kebutuhan generasi saat ini tanpa
mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi
kebutuhan mereka Sementara Emil Salim mendefinisikan pembangunan
yang bekelanjutan adalah suatu proses pembangunan yang
mengoptimalkan manfaat dari sumber daya alam dan sumberdaya
manusia, dengan menyerasikan sumber daya alam dengan manusia
dalam pembangunan.
Terlepas dari perdebatan interpretasi pendefinisian pembangunan
berkelanjutan tersebut, menurut Emil Salim, terdapat tiga langkah, sebagai
implikasi kebijakan yang penting untuk dipikirkan para pengambil
keputusan pembangunan, sebagai berikut:
Pertama, berkenaan dengan pengelolaan sumber daya alam
(resource management) dengan tekanan pada pengelolaan hutan, tanah
dan air. Pengelolaan hutan harus mencakup sumber hayati plasma nuftah,
yang merupakan sumber alam genetik (genetic resource), sehingga
pengelolaan hutan itu tidak hanya memperhatikan kayu-kayunya,
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis
Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
9
melainkan juga sumber genetik tersebut. Hal ini penting karena pada awal
abad 21, sumber alam genetik akan menjadi sumber daya alam yang amat
menentukan pembangunan yang akan datang (Salim, 1992 dan Rachbini,
2001).
Kebijakan kedua berkenaan dengan pengelolaan dampak
pembangunan terhadap lingkungan yang mencakup penerapan analisis
dampak pembangunan terhadap lingkungan, pengendalian pencemaran,
khususnya bahan berbahaya dan beracun, maupun pengelolaan
lingkungan binaan manusia (man made environment) seperti kota, waduk
dan lain sebagainya.
Kebijakan ketiga, berkenaan dengan pembangunan sumberdaya
manusia (human resources development), yang mencakup pengendalian
jumlah penduduk atau kualitasnya (tingkat kelahiran, tingkat kematian,
dan tingkat kesakitan); pengelolaan mobilitas perpindahan penduduk
kedaerah dan ke kota, pengembangan kualitas penduduk, baik secra fisik
maupun non fisik yang menyangkut kualitas pribadi maupun kualitas
bermasyarakat, serta pengembangan keserasian kuantitatif, keserasian
kualitatif dan keserasian wawasan.
Yang menjadi landasan utama dari konsep pembangunan
berkelanjutan ini adalah suatu paradigma pembangunan yang melihat
sumber daya alam sebagai bagian dari pembangunan itu sendiri atau
orientasi pada keberlanjutannya (Suistainable Development) bukan
pembanguunan yang bertumpu pada ekstraksi sumber daya alam untuk
mendapatkan dana pembangunan atau orientasi pada produksi
maksimum (maximum yield principle). Dengan kata lain, sumber daya
alam yang ada dikelola dan dimanfaatkan dengan tetap menerapkan
prinsip-prinsip pelestarian alam sehingga terjadi keseimbangan antara
konservasi dan kegiatan pemanfaatan sumber daya alam untuk
menunjang pembangunan guna meningkatkan kesejahteraan
masyarakat.
D. Ruang Lingkup
Kajian ini mencoba menggali alternatif pengelolaan Sumber Daya
Alam (SDA) dan lingkungan berbasis pengetahuan dan kearifan lokal
(local wisdom) yang ada di masyarakat. Sedangkan ruang lingkup
kegiatan penelitian ini yaitu daerah tingkat dua (Kabupaten/Kota) yang
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis
Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
10
mempunyai potensi yang besar di sektor Sumber Daya Alam (SDA) namun
dalam pengelolaan selama ini sangat minim adanya partisipasi
masyarakat setempat, dimana setiap kota mewakili 1 Propinsi di
Kalimantan.
Adapun penentuan sampelnya dilakukan secara random bertujuan
(purposive random sampling) dengan daerah-daerah yang diteliti:
No. Wilayah Daerah Sampel
1 Kalimantan Timur  Kab. Berau
2 Kalimantan Barat  Kab. Kapuas Hulu
3 Kalimantan Tengah  Kab. Murung Raya
4 Kalimantan Selatan  Kab. Hulu Sungai Tengah
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis
Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
011
E. Tujuan dan Kegunaan
Kegiatan penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan efektivitas
pengelolaan Sumber Daya Alam dan lingkungan melalui peningkatan
partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sektor ini. Sehingga kedepan,
diharapkan pemerintah daerah maupun masyarakat setempat terlibat
dalam satu program yang jelas dalam pengelolaan Sumber Daya Alam
(SDA) dan lingkungan berbasis pengetahuan (traditional knowledge) dan
kearifan lokal (local wisdom) di Kalimantan.
F. Target / Hasil yang Diharapkan
Hasil akhir yang ingin dicapai dari kajian ini adalah tersusunnya
sebuah laporan dan rekomendasi tentang strategi pemerintah daerah
untuk mendorong partisipasi masyarakat dalam pengelolaan Sumber
Daya Alam (SDA) dan lingkungan berbasis pengetahuan tradisional
(traditional knowledge) dan kearifan lokal (local wisdom) di Kalimantan.
G. Status dan Jangka Waktu
Kajian ini merupakan program baru yang dilaksanakan untuk
wilayah Kalimantan. Adapun jangka waktu yang dibutuhkan untuk
pelaksanaan kajian ini adalah 9 bulan, yakni periode April - Desember
2006.
Tabel 1.1
Daerah Sampel/Tujuan Kajian
BAB II
KERANGKA TEORETIS POLA PENGELOLAAN SUMBER
DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN BERBASIS
PENGETAHUAN DAN KEARIFAN LOKAL
(LOCAL WISDOM)
A. Konsepsi dan Ruang Lingkup Pengelolaan SDA dan Lingkungan
Sumber daya alam seperti air, udara, lahan minyak, ikan, hutan dan
lain-lain merupakan sumber daya yang esensial bagi kelangsungan
manusia. Berkurang atau hilangnya pasokan udara dan air misalnya akan
sangat mengganggu kelangsungan hidup umat manusia. Demikian juga
dengan hutan, dimana kelangsungan hidup manusia juga bergantung
kepadanya. Rusaknya hutan akan sangat merugikan umat manusia.
Langkanya air pada musim kemarau dan ancaman banjir pada musim
penghujan adalah ancaman yang ditimbulkan oleh rusaknya hutan
terhadap kehidupan umat manusia.
Karenanya pengelolaan sumber daya alam yang baik akan
meningkatkan kesejahteraan umat manusia, dan sebaliknya pengelolaan
sumber daya alam yang buruk akan merugikan umat manusia. Karena
itulah persoalan fundamental sehubungan dengan pengelolaan sumber
daya alam adalah bagaimana mengelola sumber daya alam tersebut agar
dapat menghasilkan manfaat yang sebesar-besarnya bagi umat manusia
1
dengan tidak mengorbankan kelestarian sumber daya alam itu sendiri .
Mungkin karena itulah Undang-Undang Dasar 1945 menempatkan
sumber daya alam sebagai kekayaan yang harus dilindungi negara.
“ (1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas azas
kekeluargaan; (2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan
yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara; (3) Bumi,
air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara
dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat".
1 Fauzi, Akhmad. Ekonomi Sumber daya Alam dan Lingkungan: Teori dan Aplikasi. PT Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta. 2004: 2.
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis
Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
12
Demikian pasal 33 ayat (1), (2) dan (3) Undang-undang Dasar
1945. Di dalam penjelasan pasal 33 disebutkan bahwa "dalam pasal 33
tercantum dasar demokrasi ekonomi, produksi dikerjakan oleh semua,
untuk semua di bawah pimpinan atau penilikan anggota-anggota
masyarakat. Kemakmuran masyarakat-lah yang diutamakan, bukan
kemakmuran orang seorang". Selanjutnya dikatakan bahwa "Bumi dan air
dan kekayaan alam yang terkandung dalam bumi adalah pokok-pokok
kemakmuran rakyat. Sebab itu harus dikuasai oleh Negara dan
dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat".
Penafsiran dari kalimat "dikuasai oleh negara" dalam ayat (2) dan
(3) tidak selalu dalam bentuk kepemilikan tetapi utamanya dalam bentuk
kemampuan untuk melakukan kontrol dan pengaturan serta memberikan
pengaruh agar perusahaan tetap berpegang pada azas kepentingan
2
mayoritas masyarakat dan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat .
Jiwa pasal 33 berlandaskan semangat sosial, yang menempatkan
penguasaan barang untuk kepentingan publik (seperti sumber daya alam)
pada negara. Pengaturan ini berdasarkan anggapan bahwa pemerintah
adalah pemegang mandat untuk melaksanakan kehidupan kenegaraan di
Indonesia. Untuk itu, pemegang mandat ini seharusnya memiliki legitimasi
yang sah dan ada yang mengontrol tidak tanduknya, apakah sudah
menjalankan pemerintahan yang jujur dan adil, bertanggungjawab
(accountable), dan transparan (transparent).
Penguasaan Negara atas bumi, air dan kekayaan alam yang
terkandung didalamnya tersebut secara luas dijabarkan lebih jauh
setidaknya oleh 11 undang-undang yang mengatur sektor-sektor khusus
yang memberi kewenangan luas bagi Negara untuk mengatur dan
menyelenggarakan penggunaan, persediaan dan pemeliharaan sumber
daya alam serta mengatur hubungan hukumnya. Kesebelas undang-
undang tersebut adalah sebagai berikut: (a) UU No. 5 Tahun 1960 tentang
Pokok-Pokok Agraria; (b) UU No. 5 Tahun 1967 tentang Pokok Kehutanan;
(c) UU No. 11 Tahun 1967 tentang Pokok Pertambangan; (d) UU No. 1
Tahun 1973 tentang Landasan Kontinen; (e) UU No. 11 Tahun 1974
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis
Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
013
tentang Ketentuan Pokok Pengairan; (f) UU 13 Tahun 1980 tentang Jalan;
(g) UU No. 20 Tahun 1989 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
Pertahanan Keamanan; (h) UU No. 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-
ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup; (i) UU No. 9 Tahun 1985
tentang Ketentuan Pokok Perikanan; (j) UU No. 5 Tahun 1984 tentang
Perindustrian; dan UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber daya
Hayati.
Lahirnya berbagai UU terkait dengan pengaturan dan
penyelenggaraan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan sumber
daya alam serta pengaturan hubungan hukumnya, menjadi penjelas
kepada kita bahwa telah ada political-will dari penyelenggara negara untuk
menguasai sumber daya alam untuk dipergunakan bagi sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat.
Sedangkan, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia,
Pengelolaan adalah proses yang memberikan pengawasan pada semua
hal yang terlibat dalam pelaksanaan kebijaksanaan dan pencapaian
tujuan; proses melakukan kegiatan tertentu dengan menggerakan tenaga
orang lain. Sedangkan Sumber Daya Alam diartikan sebagai potensi alam
yang dapat dikembangkan untuk proses produksi. Menurut Undang-
Undang Lingkungan Hidup No.23 tahun 1997 Lingkungan hidup adalah
kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk
hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi
kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk
hidup lain. Sedangkan Pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya
terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup yang meliputi
kebijaksanaan penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan,
pemulihan, pengawasan, dan pengendalian lingkungan hidup.
B. Konsep dan Definisi Sumber Daya Alam
Pengertian sumber daya dalam ilmu ekonomi sudah dikenal
hampir 2,5 abad yang lalu, ketika Adam Smith menerbitkan bukunya
Wealth of Nation -nya pada 1776, dimana dalam bukunya tersebut sumber
daya telah digunakan dalam kaitannya dengan proses produksi. Menurut
Adam Smith, sumber daya didefinisikan sebagai seluruh faktor produksi
yang diperlukan untuk menghasilkan output. Konsep ekonomi klasik yang
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis
Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
14
dipelopori Adam Smith ini menganggap sumber daya identik dengan input
produksi. Penyetaraan ini memiliki keterbatasan karena sumber daya
diartikan secara terbatas dalam peranannya untuk menghasilkan utilitas
(kepuasan) melalui proses produksi. Dengan perkataan lain, sumber daya
diperlukan bukan karena faktor dirinya sendiri, melainkan diperlukan
sebagai sarana untuk mencapai tujuan. Padahal sumber daya bisa juga
3
menghasilkan utilitas tanpa melalui proses produksi . Hutan yang memiliki
panorama indah, misalnya, bisa saja tidak dijadikan faktor produksi,
namun memberikan utilitas berupa pemandangan (scenery) yang dapat
dinikmati masyarakat.
Pendefinisian terhadap sumber daya menurut Adam Smith
tersebut, cenderung mengabaikan aspek intrinsik dari sumber daya itu
sendiri. Nilai intrinsik adalah nilai yang terkandung dalam sumber daya,
terlepas apakah sumber daya tersebut dikonsumsi atau tidak. Bahkan
menurut Fauzi (2004), lebih ekstrim lagi, terlepas apakah manusia itu ada
4
atau tidak . Dan dalam ilmu ekonomi konvensional, sebagaimana Adam
Smith melihat sumber daya, aspek intrinsik ini sering diabaikan sehingga
kebanyakan negara, memilih alat ekonomi konvensional untuk memahami
pengelolaan sumber daya alam tanpa melihat dimensi intrinsik. Akibatnya
adalah over-exploitation yang mengabaikan kemanfaatan sumber daya
bagi generasi yang akan datang.
5
Ensiklopedia Webster sebagaimana dikutip Fauzi (2004)
mendefinisikan sumber daya antara lain sebagai (a) kemampuan untuk
memenuhi atau menangani sesuatu; (b) sumber persediaan, penunjang
atau bantuan; (c) sarana yang dihasilkan oleh kemampuan atau pemikiran
seseorang.
Judith Rees (1990) dalam bukunya yang berjudul Natural
Resources: Allocation, Economics and Policy, sebagaimana yang dikutip
oleh Fauzi (2004) menjelaskan bahwa sesuatu yang dapat dikatakan
sebagai sumber daya harus memiliki dua kriteria: (a) harus ada
pengetahuan, teknologi atau keterampilan (skill) untuk memanfaatkannya;
(b) harus ada permintaan (demand) terhadap sumber daya tersebut.
3 Fauzi, Akhmad.Op.cit. hal 3.
4 Ibid.
5 Ibid. hal 2.
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis
Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
015
Kalau kriteria tersebut tidak dimiliki, maka sesuatu itu kita sebut
barang netral. Jadi tambang emas yang terkandung di dalam bumi
misalnya, jika kita belum memiliki pengetahuan dan keterampilan untuk
memanfaatkannya dan tidak ada demand untuk komoditas tersebut,
tambang emas tersebut masih dalam kriteria barang netral. Namun pada
saat permintaan ada dan teknologi tersedia, ia menjadi sumber daya atau
resource. Dengan demikian, dalam pengertian ini, sumber daya
didefinisikan terkait dengan kegunaan (usefulness), baik untuk masa kini
maupun masa yang akan datang bagi umat manusia.
Menurut Fauzi (2004), selain dua kriteria di atas, definisi sumber
daya juga terkait dengan dua aspek, yakni aspek teknis yang
memungkinkan bagaimana sumber daya dimanfaatkan, aspek
kelembagaan yang menentukan siapa yang mengendalikan sumber daya
dan bagaimana teknologi digunakan. Aktifitas ekstrasi sumber daya hutan,
misalnya, melibatkan aspek teknis menyangkut alat pemotong kayu, alat
transportasi, tenaga kerja dan alat pengolah kayu, serta aspek
kelembagaan yang menentukan pengaturan siapa saja yang boleh
mengelola dan memanfaatkan hasil hutan. Jika misalnya, aspek
kelembagaan tidak berfungsi secara baik, sumber daya hutan akan
terkuras habis tanpa memberi manfaat yang berarti bagi umat manusia,
bahkan yang ada adalah ancaman terhadap keselamatan umat manusia
sepebagaimana yang saat ini sedang melanda Indonesia seperti banjir,
tanah longsor dan bencana alam lainnya.
C. Pandangan terhadap Sumber Daya Alam
Dalam memahami sumber daya alam, terdapat dua pandangan
6
yang berbeda . Pertama, pandangan konservatif atau sering disebut
sebagai pandangan pesimis atau perspektif Malthusian. Dalam
pandangan ini, resiko akan terkurasnya sumber daya alam menjadi
perhatian utama. Dalam pandangan ini, sumber daya alam harus
dimanfaatkan secara hati-hati karena karena ada faktor ketidakpastian
terhadap apa apa yang akan terjadi terhadap sumber daya alam untuk
generasi yang akan datang.
6 Ibid. hal 4.
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis
Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
16
Pandangan ini berakar pada pemikiran Malthus yang dikemukakan
sejak tahun 1879 ketika bukunya yang tersohor itu, Principle of Population
diterbitkan. Dalam perspektif Malthus, sumber daya alam yang jumlahnya
terbatas ini tidak akan mampu mendukung pertumbuhan penduduk yang
cenderung tumbuh secara eksponensial. Sementara produksi dari sumber
daya alam akan mengalami apa yang disebut dalam teori konvensional
sebagai diminishing return dimana output perkapita akan mengalami
kecenderungan yang menurun sepanjang waktu. Menurut Malthus, ketika
proses diminishing return ini terjadi, standar hidup juga akan menurun
sampai ke tingkat subsisten yang pada gilirannya akan mempengaruhi
reproduksi manusia.
Pandangan kedua, adalah pandangan eksploitatif atau sering juga
disebut sebagai perspektif Ricardian. Dalam pandangan ini dikemukakan
antara lain:
‘ Sumber daya alam diangap sebagai mesin pertumbuhan (engine of
growth) yang mentransformasikan sumber daya ke dalam man-made
capital yang pada gilirannya akan menghasilkan produktifitas yang
lebih tinggi di masa datang.
‘ Keterbatasan supply dari sumber daya untuk memenuhi kebutuhan
ekonomi dapat disubstitusikan dengan cara intensifikasi (eksploitasi
sumber daya secara intensif) atau dengan cara ekstensifikasi
(memanfaatkan sumber daya yang belum dieksploitasi).
‘ Jika sumber daya menjadi langka, hal ini akan tercermin dalam dua
indikator ekonomi, yakni meningkatnya baik itu harga output maupun
biaya ekstraksi per satuan output. Meningkatnya harga output akibat
meningkatnya biaya per satuan output akan menurunkan permintaan
terhadap barang dan jasa yang dihasilkan sumber daya alam. Di sisi
lain, peningkatan harga output menimbulkan insentif kepada produsen
sumber daya alam untuk berusaha meningkatkan supply. Namun,
karena ketersediaan sumber daya alam sangat terbatas, kombinasi
dampak harga dan biaya akan menimbulkan insentif untuk mencari
sumber daya substitusi dan peningkatan daur ulang. Selain itu, untuk
mengembangkan inovasi-inovasi seperti pencarian deposit baru,
peningkatan efisiensi produksi, dan peningkatan teknologi daur ulang
sehingga dapat mengurangi tekanan terhadap pengurasan sumber
daya alam.
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis
Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
017
Kedua pandangan tersebut, secara diagramatis, dapat dilihat pada
gambar di bawah ini.
Sumber Daya Alam
Eksploitasi / Pemanfaatan
Ekstraksi
Daya
Dukung
Pengurangan Tingkat
Pengurasan
Pemanfaatan
Lestari
Tidak
Pengurasan SDA
Ya
Kelangkaan
Peningkatan Biaya
Ekstaksi
Peningkatan
Harga SDA
Penurunan
Permintaan
Peningkatan
Penawaran
‘ Pencarian SDA
pengganti
‘ Peningkatan Daur
Ulang
Inovasi
‘ Pencarian SDA baru
‘ Peningkatan Efisiensi
‘ Perbaikan teknologi daur ulang
‘ Perbaikan konservasi
Sumber: Fauzi, Akhmad. Ekonomi Sumber daya Alam dan Lingkungan:
Teori dan Aplikasi. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 2004: 7.
Gambar 2.1.
Bagan Pandangan terhadap Sumber daya Alam
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis
Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
18
D. Pengelolaan Hutan Sentralistik
Sejak berdirinya negara Republik Indonesia, pengelolaan sumber
daya hutan tidak dapat dilepaskan dari cara pandang dan pola pikir para
penyelenggara negara terhadap sumber daya tersebut pada eranya
masing-masing. Pada era Orde Baru misalnya, para penyelenggara
negara selalu memandang sumber daya alam, termasuk hutan sebagai
sumber daya sebagai engine of growth atau sebagaimana pandangan
yang dianut oleh ilmuwan ekonomi konvensional seperti Adam Smith dan
David Ricardo. Akibat cara pandang yang cenderung eksploitatif tersebut,
maka sumber daya alam (hutan) termasuk sumber daya alam yang
7 8
'dikuasai' oleh pemerintah pusat yang dikelola secara sentralistis .
Cara pandang inilah yang menjadi penyebab rusak dan hancurnya
lingkungan hidup dan sumber-sumber kehidupan Indonesia, terutama
9
hutan di Indonesia. Menurut Aida Vitayala (2004) penyebabnya adalah
karena over-ekplorasi untuk memenuhi kebutuhan industri kehutanan,
konversi lahan hutan menjadi lahan non-hutan (misalnya, perkebunan,
transmigrasi, jalan raya), timber ekstraksion, illegal logging, kebakaran
hutan, penegakan hukum yang lemah, pemberian fasilitas konsesi hutan
yang tidak terkontrol, korupsi dan inefisiensi pelaksanaan PP (Peraturan
Pemerintah) dalam proses pengusahaan dan pengelolaan hutan.
Menurut, Aida (2004), sebagaimana mengutip data DepHutBun
(2000), laju degradasi hutan di Indonesia mencapai rataan 1-1,5 juta
hektar yang sekaligus mengancam seluruh tipe habitat, dari hujan dataran
rendah sampai alpin dan menyebabkan penyusutan sebanyak 20 persen
sampai 70 persen (barber, et.al, 1997). Akibat lanjutannya adalah fungsi
lingkungan hutan yang mendukung kehidupan manusia terabaikan,
beragam kehidupan flora dan fauna yang membentuk mata rantai
kehidupan yang bermanfaat bagi manusia menjadi rusak dan hilang.
7 Anwar, Wahyudi K. Desentralisasi Pengelolaan Sumber daya Hutan: Jalan Berliku Yang Tak Juga
Berujung. Biro Penerbitan Arupa. Yogyakarta. 2002. hal 11.
8 Fauzi, Akhmad. Op.cit. hal: 140.
9 Aida Vitayala Hubeis. Pemiskinan Masyarakat Sekitar Hutan. Makalah ini disampaikan pada acara
Sarasehan dan Kongres LEI Menuju CBO: Sertifikasi Di Simpang Jalan: Politik Perdagangan, Kelestarian
dan Pemberantasan Kemiskinan; Ruang BinaKarna Auditorium Ruang Rama, Hotel Bumi Karsa
Komp.Bidakara dan Karna, Jakarta, 19-22 Oktober 2004.
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis
Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
019
Semua ini mengakibatkan timbulnya ketidakadilan dan kesenjangan
mengakses manfaat pembangunan bagi masyarakat di sekitar kawasan
hutan.
Berlakunya otonomi daerah dengan tidak disertai tanggung jawab
dan tanggung gugat dari penyelenggara negara, mengakibatkan rakyat
semakin miskin. Keadaan ini semakin memperburuk kondisi masyarakat
sekitar hutan. Sebuah gambaran nyata kebijakan salah urus potensi
sumber daya alam yang sangat potensial ditengah era reformasi yang
setengah hati yang mengakibatkan salah urus berbagai aspek vital
kehidupan termasuk hutan.
Menurut Walhi, salah urus ini terjadi akibat paradigma
pembangunanisme dan pendekatan sektoral yang keliru. Sumber
penghidupan diperlakukan sebagai aset dan komoditi yang bisa
dieksploitasi untuk keuntungan sesaat dan kepentingan kelompok
tertentu. Masalah ketidakadilan dan jurang sosial dianggap sebagai harga
dari pembangunan. Pembangunan dianggap sebagai suatu proses yang
perlu kedisplinan dan kerja keras, dan tidak dipandang sebagai salah satu
cara dan proses untuk mencapai kemerdekaan. Sumber daya hutan
disempitkan menjadi kayu, sumber daya laut hanya ikan dan sebagainya.
Akibatnya pendekatan yang digunakan dengan kerangka eksploitasi
tersebut, maka negara menghegemoni rakyat dalam pengaturan sumber-
sumber kehidupan. Eskalasi konflik yang terkait dengan sumber-sumber
penghidupan belakangan ini menjadi contoh nyata dari salah urus yang
terjadi.
Berikut ini adalah catatan penting pengelolaan sumber daya alam
yang difokuskan pada pengelolaan hutan, terutama pada era Orde Baru
yang hampir 32 tahun mengelola aset potensial yang menjadi paru-paru
dunia ini.
Setahun setelah Suharto resmi menjadi presiden, tepatnya pada
27 Maret 1968, Sokarno mengambil langka-langkah mendasar dan
melakukan berbagai perubahan besar-besaran terhadap tata kehidupan
ekonomi dan politik yang pada zaman presiden terdahulunya dijadikan
10
arah kebijakan pembangunannya . Dalam bidang politik, Soeharto
10 Wibawa, Samudra. Negara-negara di Nusantara dari Negara-Kota hingga Negara-Bangsa, dari
Modernisasi hingga Reformasi Administrasi. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 2001.
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis
Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
20
mengalihkan arah politik luar negeri Indonesia dari pro-Soviet/Cina
menjadi pro Amerika dan bahkan hubungan dengan Unisoviet dan Cina
dibekukan. Sementara itu, dalam bidang ekonomi, Soeharto juga
melakukan berbagai langkah yang searah dengan arus politik (luar negeri)
Soeharto. Setelah menasionalisasikan perusahaan-perusahaan milih
Soviet dan Cina, Soeharto mengundang investasi asing, menawarkan
keringanan pajak dan insentif lain. Dan setelaah Irian Jaya diakui PBB
sebagai salah satu provinsi Indonesia pada tahun 1969, jadilah Indonesia
sebagai surga bagi para pengusaha Amerika, Jepang dan Amerika. Dan
sejak itu pula dan kapital asing mulai berdatangan sejak 1970, termasuk
bantuan dari IMF, Bank Dunia, UNDP, ADB, OECD. Terbentuklah sebuah
forum negara-negara pemberi utang yang bernama IGGI (Inter
Governmental Group on Indonesia), keberhasilan Indonesia mengatasi
masalah ekonomi dalam negerinya melalui perluasan dan penguatan
kepercayaan, hubungan dan dukungan luar negerinya -suatu
keberhasilan semu yang nantinya harus ditebus dengan kebangkrutan di
11
penghujung abad .
Setelah sukses membangun citra Orde Baru dan mengubah arah
kebijakan pembangunan luar negeri dan kebijakan ekonomi nasional,
perlahan tapi pasti, presiden Soeharto kembali mempertegas komitmen
politiknya dengan melakukan konsolidasi internal untuk membangun
model pemerintahan presidensiil, mengeliminasi peran partai politik dalam
12
menentukan kebijakan publik .
13
Dalam catatan Miftah Thoha upaya presiden Soeharto
membungkam partai politik tergolong sukses besar. Dia belajar benar dari
era sistem parlementer yang menyebabkan distabilisasi politik dan
ekonomi nasional yang menyebabkan sering berubah dan bergantinya
11 Ibid.
12 Partai-partai politik dipaksa untuk melakukan penggabungan diri hingga menjadi sembilan buah saja
pada pemilu 1971 dan bahkan tinggal dua pada pemilu 1977, sementara pemerintah sendiri memiliki
partai sendiri bernama Golkar (Golongan Karya) yang berisi para teknokrat, pegawai negeri dan militer
dengan sejumlah organisasi-anaknya di semua segmen masyarakat mulai dari pemuda, perempuan,
buruh, petani, nelayan hingga kiyai. Lebih dari itu, hanya organisasi kepentingan yang terwadahi
dalam Golkar-lah yang diakui oleh pemerintah dan oleh karena itu memiliki akses pembuatan
kebijakan publik.
13 Thoha, Miftah, Birokrasi dan Politik di Indonesia. PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2003:133.
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis
Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
021
kabinet pemerintahan. Pola presidensil ini sangat efektif untuk
mempertahankan kepemimpinan presiden Soeharto yang setiap kali
pemilu selalu ditetapkan dikukuhkan sebagai Presiden dan yang
memimpin kabinet. Kabinet ini yang dikenal dengan kabinet pemerintahan
Golkar yang selalu memenangkan pemilu dengan mayoritas tunggal -
padahal Golkar bukan menamakan dirinya sebagai partai politik, akan
tetapi setiap pemilu ikut sebagai kontestan pemilu dan selalu
14
memenangkan suara terbanyak .
Stabilitas ekonomi politik semakin mantap. Ketersediaan dana
lewat utang luar negeri maupun pajak minyak -yang harganya melonjak
pada 1973-dan eksploitasi sumber alam lain (yang semuanya diklaim
sebagai milik negara alias pemerintah pusat), mendorong keyakinan
pemerintahan Soeharto makin memantapkan pemerintahan terpusat
(sentralisasi pemerintahan) dan menyeragamkan struktur pemerintahan
daerah, bahkan hingga ke level desa sejak 1979. Keseragaman struktur
pemerintahan provinsi dan terutama kabupaten ini kadang-kadang dikritik
karena dibeberapa lokasi dibentuk suatu Dinas yang tidak memiliki aktifitas
sama sekali karena memang obyeknya tidak ada. Kritik yang lebih keras
ditujukan pada penyeragaman struktur pemerintahan desa, yang terutama
di luar Jawa, mengabaikan tradisi politik lokal.
Secara keseluruhan, praktik penyelenggaraan pemerintahan
terpusat seperti ini berimplikasi luas, antara lain pada: hilangnya
kemajemukan struktur politik lokal, hilangnya inisiatif daerah, lemahnya
pertanggungjawaban pemerintah daerah maupun Pusat kepada
masyarakat lokal (karena semua pertanggungjawaban kepala daerah
tidak kepada DPRD sebagai perwakilan rakyat di parlemen, tetapi kepada
presiden atau mendagri), dan terjadinya kolusi antar berbagai lembaga
15
pemerintah maupun pemerintah swasta .
14 Kabinet pemerintahan Golkar ini menteri-menterinya selalu berasal dari para teknokrat bukan politisi.
Karena Golkar sebagai pemenang pemilu mengutamakan kekaryaan, maka karya itu hanya bisa
dilakukan oleh orang-orang profesional dari kalangan teknokrat. Dengan demikian peranan partai politik
sama sekali tidak ada, dan bahkan partai politik acapkali dijadikan dalih yang membuat tidak ada
stabilitas pembangunan bangsa dan negara. Dua partai politik, yakni PPP dan PDI sama sekali tidak lagi
bisa menyentuh pemerintahan (Thoha, 2003:134).
15 Samudra Wibawa. Op.cit. hal: 147.
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis
Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
22
Salah satu dampak yang sangat dahsyat akibat sentralisasi
pemerintahan dan manajemen pemerintahan Orde Baru adalah hilangnya
inisiatif lokal dan masyarakat dalam meng-create dan mengembangkan
berbagai potensi yang dimilikinya seperti potensi hutan yang dimilikinya.
Masyarakat seperti terhipnotis oleh lakon pejabat --mulai dari pusat hingga
daerah-- yang secara semena-mena dan tanpa mempertimbangkan
ekosistem dan nilai-nilai kearifan lokal (local wisdom) yang sejak turun-
temurun dimiliki masyarakat dan telah berinteraksi dengan ekosistem
hutan yang menurut mereka sebagai bagian dari matapencaharian lestari.
Masyarakat tidak memandang hutan sebagaimana cara pandang
pengusaha dan pemerintah pusat pada saat itu -dimana hutan sebagai
potensi ekonomi yang dilihat sebagai potensi kayu yang memiliki nilai
ekspor tinggi. Masyarakat menilai berbagai potensi yang ada dalam hutan
akan menyelamatkan generasi masa mendatang karena hutan
masyarakat bisa hidup dan menyelematkan generasi yang akan datang.
Salah satu kritik yang tajam dari berbagai kalangan baik daerah,
nasional maupun internasional terhadap hasil pemerintahan era orde baru
adalah pengelolaan hutan yang tidak terkendali. Konflik lahan yang
banyak bermunculan di daerah, penyalahgunaan dana reboisasi sampai
pada prasyarat dari IMF sebagai pemberi pinjaman kepada Indonesia
untuk mencegah degradasi hutan agar pinjaman Indonesia dapat segera
16
dicairkan oleh IMF .
Secara khusus Revrisond Baswir menilai bahwa dibalik ketatnya
prasarat IMF itu, dalam setiap agendanya, ada intervensi terselubung:
dimana setiap negara anggota IMF yang menguasai saham terbesar
seperti AS, Inggris, Jepang, Canada, Jerman, Perancis dan Italia, selalu
membawa titipan dari transnational company, TNC untuk terlibat dalam
pelaksanaan agenda kebijakan perekonomian nasional yang disetujui
17
IMF . Dan dampaknya pun dipastikan bahwa dominasi TNC dalam
pengelolaan ekonomi Indonesia semakin nyata. Dan parahnya, kontribusi
TNC dalam perusakan lingkungan hidup semakin besar.
16 M. Amin Panto. "Kontribusi pengelolaan Hutan terhadap PAD Provinsi Sulawesi Tengah dalam Prospek
Otonomi Daerah". Jurnal Intip Hutan. Mei-Juli 2003
17 Baswir, Revrisond. Dibawah Ancaman IMF. Pustaka Pelajar. Yogyakarta. 2003: 40-41..
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis
Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
023
Dengan sistim pemerintahan yang sentralistik, pengelolaan
sumber daya alam khususnya sumber daya hutan sangat ditentukan oleh
pemerintah pusat. Kebijakan pemerintah untuk mengelola hutan secara
legal mendorong praktek ekstraksi sumber daya hutan. Artinya penerima
manfaat yang besar adalah pemerintah pusat dan pengusaha, sementara
daerah mendapat bagian yang sangat kecil bahkan untuk daerah
penghasil khususnya masyarakat hanya menjadi penonton dan penerima
18
dampak langsung yang ditimbulkan oleh pengusahaan hutan . Bahkan
masyarakat seringkali menjadi kambing hitam sebagai penyebab dampak
negatif yang ditimbulkan oleh praktek-praktek swasta (pengusaha hutan)
dan kebijakan pemerintah.
Kurangnya wewenang yang berada di tangan pemerintah daerah
juga menjadi penyebab terjadinya perambahan hutan, pendudukan
kawasan hutan serta aktifitas pencurian hasil hutan yang semuanya
bermuara pada lajunya degradasi hutan. Bila upaya pemerintah melalui
kegiatan reboisasi tidak mendapat perhatian yang serius maka laju
kerusakan hutan akan lebih cepat lagi, dan ini bukan hanya lebih
memperburuk pengelolaan hutan, tetapi juga berdampak pada ancaman
bencana banjir dan tanah longsor, kekurangan air bagi kebutuhan
pertanian dan kebutuhan lainnya serta dampak lingkungan lainnya.
Kontrak antara pengusaha pemegang HPH dan pemerintah dalam
pengusahaan hutan alam produksi tidak dapat berjalan secara efektif
19
disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut :
Pertama, pemerintah belum mengetahui secara lengkap kondisi
hutan (batas kawasan, potensi hutan, riap, social ekonomi dll). Pada saat
hutan tersebut diserahkan pengelolaannya kepada pemegang HPH.
Dengan kebijakan tersebut timbul resiko akibat ketidaktepatan informasi
potensi hutan, karena pemegang HPH sebagai sektor swasta lebih
menguasai informasi potensi hutan sebagai barang publik daripada
pemerintah.
Kedua, pemegang HPH yang diberi mandat oleh pemerintah untuk
melaksanakan pengelolaan hutan berjalan tanpa melaksanakan
18 M. Amin Panto. Op.cit.
19 Ibid.
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis
Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
24
pembelian atau memberikan jaminan atas nilai hutan yang menjadi
haknya. Maka pengusaha yang melaksanakan pengusahaan hutan
hampir tidak memiliki resiko. Kebijakan pengusahaan hutan selama ini
juga belum memenuhi fungsi kontrak sebagai instrumen kebijakan untuk
memasukan pihak free riders ke dalam sistim kontribusi pengamanan dan
rehabilitasi sumber daya hutan.
Ketiga, pelaksanaan kontrak diatur melalui mekanisme transaksi
administratif yang memiliki unsur perintah dan paksaan. Dengan tanpa
ada mekanisme tawar-menawar, organisasi pengelola hutan tidak
mendapat peluang untuk mengembangkan inovasi teknologi dalam
pelaksanaan pengelolaan hutan. Mekanisme transaksi administrasi
terhadap tehnik-tehnik produksi dan rehabilitasi hutan menyebabkan
tingginya campur tangan pemerintah untuk ikut serta memasuki aktivitas-
aktivitas yang seharusnya menjadi tanggung jawab pemegang hak.
Kondisi tersebut menyebabkan posisi pemerintah dalam melaksanakan
kontrol pemanfaatan sumber daya hutan secara substansial sangat
lemah, karena tidak mempunyai informasi yang lengkap mengenai sumber
daya hutan yang dikelola. Namun, karena pemerintah memegang kendali
atas izin dan sahnya berbagai aktifitas yang mempunyai implikasi
langsung terhadap pendapatan yang diperoleh oleh pemegang hak, maka
yang terjadi adalah hubungan subordinasi bahkan seperti atasan-
bawahan antara pemerintah dan pemegang hak. Pemerintah menjadi
ekslusif, tertutup, dan secara administratif sangat kuat, serta menjadi
penentu utama berjalannya kontrak. Birokrat atas nama pemerintah biasa
melakukan tekanan kepada pemegang kontrak. Tetapi pemerintah
sebagai representasi kepentingan publik menjadi sangat lemah, ketika
pemegang hak melakukan kompensasi tekanan pemerintah dengan cara
menebang kayu di hutan secara berlebihan (over cutting), pemerintah
tidak mampu berbuat apa-apa. Dalam kondisi ikatan seperti itu, pemegang
kontrak tidak mendapat insentif untuk melaksanakan rehabilitasi hutan
dengan baik, dan tidak melindungi hutannya dari berbagai kerusakan
seperti pencurian kayu, perambahan hutan, dll. Intinya, berbagai
persoalan di bidang kehutanan yang terjadi dalam era Orde Baru
disebabkan oleh orientasi ekonomi, dimana pembangunan kehutanan
hanya diarahkan pada peningkatan ekonomi semata sehingga
mengabaikan kepentingan ekologi.
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis
Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
025
Sebuah kajian yang dilakukan oleh Forest Watch Indonesia yang
20
bekerjasama dengan Global Forest Watch menunjukkan betapa
pengelolaan sumber daya alam (hutan) menimbulkan dampak sosial dan
lingkungan yang mengerikan. Berikut ini disampaikan pokok-pokok
temuan dalam kajian tentang potret kehutanan di Indonesia yang
diselenggarakan oleh Forest Watch Indonesia dan Global Forest Watch
tersebut.
Pertama, Indonesia sedang mengalami kehilangan hutan tropis
yang tercepat di dunia. Setidaknya dari data berikut ini menunjukkan hal
tersebut. Indonesia masih memiliki hutan yang lebat pada tahun 1950.
Sekitar 40 persen dari luas hutan pada tahun 1950 ini telah ditebang dalam
waktu 50 tahun berikutnya. Jika dibulatkan, tutupan hutan di Indonesia
turun dari 162 juta ha menjadi 98 juta ha. Laju kehilangan hutan semakin
meningkat. Pada tahun 1980-an laju kehilangan hutan di Indonesia rata-
rata sekitar 1 juta ha per tahun, kemudian meningkat menjadi sekitar 1,7
juta ha per tahun pada tahun-tahun pertama 1990-an. Sejak tahun 1996,
laju deforestasi tampaknya meningkat lagi menjadi menjadi rata-rata 2 juta
ha per tahun. Hutan-hutan tropis dataran rendah Indonesia yang memiliki
persediaan kayu dan keanekaragaman yang paling tinggi, adalah yang
memiliki resiko paling tinggi. Tipe hutan ini hampir seluruhnya lenyap di
Sulawesi, dan diprediksikan akan lenyap di Sumatera pada tahun 2005
dan di Kalimantan pada tahun 2010, jika kecenderungan seperti saat ini
terus berlangsung. Hampir setengah dari luas hutan di Indonesia sudah
terfragmentasi oleh jaringan jalan, jalur akses lainnya, dan berbagai
kegiatan pembangunan, seperti pembangunan perkebunan dan hutan
tanaman industri.
Kedua, deforestasi di Indonesia sebagian besar merupakan akibat
dari suatu sistem politik dan ekonomi yang korup, yang menganggap
sumber daya alam, khususnya hutan, sebagai sumber pendapatan yang
bisa dieksploitasi untuk kepentingan politik dan keuntungan pribadi.
Informasi berikut ini memperjelas proposisi tersebut. Konsesi-konsesi Hak
Pengusahaan Hutan yang mencakup lebih dari setengah luas total hutan
20 FWI/GFW.2001.Keadaan Hutan Indonesia. Bogor. Indonesia : Forest Watch Indonesia dan Washington
D.C.:Global Watch Forest.
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis
Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
26
Indonesia diberikan oleh mantan Presiden Soeharto, kebanyakan
diantaranya diberikan kepada sanak saudara dan para pendukung
politiknya. Kronisme di sektor kehutanan membuat para pengusaha
kehutanan bebas beroperasi tanpa memperhatikan kelestarian produksi
jangka panjang. Sebagai salah satu cara untuk meningkatkan penerimaan
ekspor Indonesia, dan juga karena keberuntungan yang berpihak kepada
perusahaan, paling sedikit 16 juta ha hutan alam telah disetujui untuk
dikonversi menjadi hutan tanaman industri atau perkebunan. Dalam
banyak kasus, konversi bertentangan dengan persyaratan legal yang
mengharuskan pembangunan hutan tanaman industri dan perkebunan
hanya pada areal lahan yang telah mengalami degradasi, atau pada lahan
hutan yang telah dialokasikan untuk konversi. Pengembangan industri
pulp dan kertas yang sangat agresif di Indonesia dalam dekade terakhir ini
telah menimbulkan tingkat permintaan terhadap serat kayu yang tidak
dapat dipenuhi oleh rejim pengelolaan hutan di dalam negeri pada saat ini.
Pembukaan hutan oleh para petani skala kecil juga cukup penting tetapi
bukan merupakan penyebab utama deforestasi.
Ketiga, Pembalakan ilegal sudah mencapai tingkat epidemik
sebagai akibat ketimpangan struktural antara permintaan dan pasokan
kayu legal yang telah lama terjadi di Indonesia. Pembalakan ilegal,
menurut definisi, tidak didokumentasikan secara akurat. Namun seorang
mantan pejabat senior Departemen Kehutanan baru-baru ini menyatakan
bahwa pencurian dan pembalakan ilegal telah merusak sekitar 10 juta
hektar hutan-hutan Indonesia. Ekspansi secara besar-besaran pada
sektor produksi kayu lapis dan pulp dan kertas selama dua puluh tahun
terakhir ini menyebabkan permintaan terhadap bahan baku kayu pada
saat ini jauh melebihi pasokan legal. Kelebihannya sebanyak 35-40 juta
meter kubik per tahun. Kesenjangan antara permintaan dan pasokan kayu
legal ini dipenuhi dari pembalakan ilegal. Banyak industri pengolahan kayu
secara terbuka mengakui ketergantungan mereka terhadap kayu yang
ditebang secara ilegal. Jumlahnya mencapai sekitar 65 persen dari
pasokan total pada tahun 2000. Penebangan hutan secara legal juga
dilakukan pada tingkat yang tidak berkelanjutan. Menurut statistik terkini
dari Departemen Kehutanan, pasokan kayu legal yang berasal dari hutan
alam produksi berkurang jumlahnya, yaitu dari 17 juta meter kubik pada
tahun 1995 menjadi di bawah 8 juta meter kubik pada tahun 2000.
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis
Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
027
Penurunan produksi kayu bulat ini sebagian ditutupi oleh produksi kayu
yang diperoleh dari hutanhutan yang dibuka dan dikonversi menjadi
perkebunan atau hutan tanaman industri. Tetapi sumber kayu tambahan
ini sudah mencapi puncaknya pada tahun 1997. Hutan tanaman industri
telah dipromosikan secara besar-besaran dan diberi subsidi sebagai suatu
cara untuk menyediakan pasokan kayu bagi industri pulp yang
berkembang pesat di Indonesia, tetapi cara ini mendatangkan tekanan
terhadap hutan alam. Dalam kenyataannya, jutaan hektar hutan alam
Indonesia sudah ditebang habis untuk dijadikan hutan tanaman industri,
dan dari semua lahan hutan yang telah dibuka tersebut sekitar 75 persen
tidak pernah ditanami.
Keempat, lebih dari 20 juta hektar hutan sudah ditebang habis
sejak tahun 1985 tetapi sebagian besar dari lahan ini belum pernah diolah
menjadi alternatif penggunaan lahan yang produktif. Hampir 9 juta ha
lahan, sebagian besar adalah hutan alam, telah dialokasikan untuk
pembangunan hutan tanaman industri. Lahan ini kemungkinan telah
ditebang habis atau dalam waktu dekat akan ditebang habis. Namun hanya
sekitar 2 juta ha yang telah ditanami dengan jenis kayu yang cepat tumbuh,
utamanya Acacia mangium, untuk menghasilkan kayu pulp. Implikasinya:
7 juta ha lahan yang sebelumnya hutan sekarang dalam keadaan terlantar.
Hampir 7 juta ha hutan sudah disetujui untuk dikonversi menjadi
perkebunan sampai akhir tahun 1997 dan hutan ini hampir dapat
dipastikan telah ditebang habis. Tetapi lahan yang benar-benar dikonversi
menjadi perkebunan kelapa sawit sejak tahun 1985 hanya 2,6 juta ha,
sementara perkebunan baru untuk tanaman keras lainnya kemungkinan
luasnya mencapai 1-1,5 juta ha. Implikasinya, 3 juta ha lahan yang
sebelumnya hutan sekarang dalam keadaan terlantar. Tidak ada perkiraan
akurat yang tersedia mengenai luas hutan yang dibuka oleh para petani
skala kecil sejak tahun 1985, namun ada perkiraan yang dapat dipercaya
pada tahun 1990 yang menghitung luas hutan yang dibuka oleh para
peladang berpindah adalah sekitar 20 persen dari total luas hutan yang
hilang. Ini berarti sekitar 4 juta ha hutan telah ditebang habis antara tahun
1985 sampai 1997. Program transmigrasi untuk memindahkan penduduk
Pulau Jawa yang sangat padat ke pulau-pulau lain di luar Jawa, antara
tahun 1960-an sampai program ini berakhir pada tahun 1999,
menyebabkan pembukaan hutan seluas 2 juta ha. Disamping itu, migrasi
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis
Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
28
dan pemukiman ilegal oleh para petani pionir di sepanjang jalan operasi
pembalakan HPH, dan bahkan di dalam beberapa Taman Nasional juga
meningkat banyak sekali sejak tahun 1997. Namun demikian, perkiraan
yang dapat dipercaya tentang luas lahan hutan yang telah dibuka oleh para
petani pionir pada tingkat nasional belum pernah dilakukan. Para pemilik
perkebunan skala besar banyak yang menggunakan api sebagai cara
yang mudah dan murah untuk membuka hutan untuk lahan perkebunan
mereka.Pembakaran hutan yang disengaja, yang dikombinasikan dengan
keadaan kemarau panjang akibat pengaruh fenomena El Niño, telah
menimbulkan kebakaran besar yang tidak dapat dikendalikan, dengan
intensitas dan luas kebakaran hutan yang terjadi mencapi tingkat yang
belum pernah terjadi sebelumnya. Lebih dari 5 juta ha hutan terbakar pada
tahun 1994 dan sekitar 4,6 juta ha hutan lainnya juga terbakar pada tahun
1997-1998. Sebagian dari areal yang terbakar ini sekarang mengalami
regenerasi menjadi semak belukar, sebagian telah dihuni oleh para petani
skala kecil, namun upaya secara sistematis untuk memulihkan tutupan
hutan atau memanfaatkannya sebagai lahan pertanian yang produktif
masih belum banyak dilakukan.
Kelima, Pemerintah Indonesia sekarang menghadapi banyak
tekanan dari dalam negeri maupun dari luar negeri untuk segera
mengambil tindakan, tetapi kemajuannya lambat dan tidak semua
reformasi kebijakan yang terjadi merupakan kabar baik untuk memperbaiki
kondisi hutan. Dalam suasana politik yang relatif lebih bebas setelah
lengsernya Presiden Soeharto pada tahun 1998, para aktivis lingkungan
hidup menuntut akuntabilitas yang lebih tinggi dari pihak pemerintah dan
sektor swasta. Akses terhadap informasi resmi sekarang semakin terbuka,
namun usaha-usaha untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan
perusahaan masih belum menunjukkan keberhasilan yang berarti. Banyak
sekali masyarakat yang hidupnya mengandalkan hutan, yang merasakan
semakin lemahnya kekuasaan pusat, melampiaskan kemarahan mereka
kepada para pengelola HPH, perkebunan dan HTI karena mereka
dipandang telah merusak dan menghancurkan sumber-sumber daya
lokal. Masalah ketidakjelasan kepemilikan lahan yang sudah terlalu lama
menjadi akar penyebab berbagai konflik tersebut. Pemerintah tidak lagi
bersedia melindungi kepentingan-kepentingan perusahaan seperti yang
pernah dilakukan sebelumnya, namun pemerintah juga tidak punya usaha
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis
Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
029
yang terkoordinasi untuk mengatasi permasalahan yang ada. Sejak tahun
1999, negara-negara donor utama Indonesia melakukan koordinasi
bantuan mereka melalui suatu konsorsium yang disebut Consultative
Group on Indonesia (CGI), yang diketuai oleh Bank Dunia. Pengelolaan
hutan yang lebih baik telah dinyatakan sebagai suatu prioritas, dan
pemerintah Indonesia telah memberikan komitmen yang berisi 12 pokok
rencana reformasi kebijakan. Namun demikian, masalah kekacauan politik
yang terus berlanjut tampaknya menyulitkan usaha-usaha untuk
mengimplementasikan komitmen ini. Pada bulan April 2001, Menteri
Kehutanan pada waktu itu mengakui bahwa ada banyak kegagalan dan ia
menyatakan bahwa seharusnya Indonesia tidak menyetujui "target yang
sangat tidak realistis itu". Sebagai sebuah contoh, Pemerintah
memberlakukan moratorium konversi hutan alam pada bulan Mei 2000,
tetapi larangan tersebut tidak dipatuhi di berbagai propinsi.
Indonesia sekarang sedang bergerak cepat dalam pelaksanaan
sistem baru yang disebut "otonomi daerah", tetapi pemerintahan
kabupaten, penerima manfaat dari pelaksanaan desentralisasi, pada
umumnya tidak memiliki kemampuan atau dana untuk menyelenggarakan
pemerintahan secara efektif. Prioritas tertinggi mereka adalah
meningkatkan pendapatan asli daerah, dan intensifikasi eksploitasi
sumber daya hutan sudah terjadi di banyak daerah.
Dua dampak penting yang perlu dijadikan pelajaran terhadap
pengelolaan hutan di era Orde Baru adalah fakta pemiskinan masyarakat
sekitar hutan dan munculnya konflik horisontal antara masyarakat adat
yang selama ini mendiami wilayah hutan dengan masyarakat pendatang
dan pemerintah. Berikut ini diuraikan tentang fakta kemiskinan masyarakat
sekitar hutan dan konflik adat yang terjadi akibat eksploitasi sumber daya
hutan oleh pemerintah pusat.
E. Kemiskinan di Sekitar Hutan
21
Robert Chambers (1987) mendeskripsikan kondisi golongan
masyarakat miskin perdesaan melalui pendekatan kelompok atau
perorangan. Sehingga dapat lebih mewakili kondisi yang sebenarnya.
21 Chambers, Robert. Pembangunan Desa Mulai dari Belakang. LP3ES. Jakarta. 1983: 140.
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis
Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
30
Kemiskinan kelompok masyarakat desa dalam istilah Chambers kemudian
22
disebut sebagai kelompok yang tidak beruntung. Chamber (1987)
menyebut dua macam situasi kemiskinan di perdesaan. Pertama,
kemiskinan kelompok masyarakat secara keseluruhan, disebabkan oleh
keberadaannya yang jauh terpencil atau tidak memadainya sumber daya
atau karena kedua-duanya. Kedua, suatu keadaan masyarakat yang
didalamnya terdapat ketimpangan yang mencolok antara orang kaya dan
dan orang miskin. Dengan menilik kedua kondisi kemiskinan tersebut,
maka kemiskinan masyarakat disekitar hutan tergolong miskin karena
terpencil dan tidak memadainya sumber dayanya.
Menurut Chambers, terdapat lima faktor penyebab suatu kelompok
masyarakat dianggap sebagai kelompok yang tidak beruntung, sebagai
berikut:
Pertama, terkait dengan faktor kemiskinan. Umumnya rumah
tangga ini tidak ada atau sedikit sekali memiliki kekayaan. Pondok, rumah
atau tempat tinggalnya kecil, terbuat dari kayu, bambu, tanah liat, jerami,
alang-alang, daun nipah atau kulit binatang; dilengkapi dengan sedikit
perabot rumah tangga, sebuah ranjang tua, tikar, beberapa alat masak,
dan sedikit peralatan lainnya. Tidak memiliki jamban, kalau toh ada kotor
sekali. Tidak mempunyai lahan garapan atau sedikit sekali, sehingga tidak
tidak dapat menunjang kebutuhan hidup. Juga tidak memiliki ternak
piaraan, atau hanya beberapa ekor saja. Rumah tangga selalu dalam
keadaan berutang kepada tetangga, sanak saudara, dan pedagang, baik
itu utang jangka pendek maupun utang jangka panjang. Produktifitas
tenaga kerja keluarga sangat rendah: kalau bertani, lahannya sempit atau
gersang, kalau tidak bertani, tidak atau sedikit sekali menguasai
produksinya, itulah yang pokok, dan seringkali kekayaan produktif satu-
satunya adalah tenaga kerja keluarga.
Kedua, faktor lemah jasmani. Rumah tangga yang lemah jasmani
ini merupkan rumah tangga yang lebih banyak tanggungan keluarga
daripada pencari nafkahnya. Tanggungan keluarga terdiri dari anak-anak,
orang tua renta, penderita sakit cacat. Nisbah ketergantungan yang tinggi
ini disebabkan salah satu dari keadaan berikut: rumah tangga dengan
22 Ibid.
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis
Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
031
kepala keluarga seorang ibu tanpa anak laki-laki yang bertanggungjawab
mengurus anak, memasak, mengambil air, mencari kayu bakar,
memasarkan; dan tugas-tugas kerumahtanggaan umumnya sambil
mencari kebutuhan hidup keluarga; atau suatu rumah tangga yang
mempunyai banyak anak kecil yang perlu dirawat dan diberi makan tanpa
mendatangkan penghasilan karena belum kuat bekerja; atau rumah
tangga dengan orang dewasa yang sakit-sakitan atau cacat karena
penyakit atau cedera; atau karena kematian anggota keluarga dewasa;
atau suatu rumah tangga yang ditinggalkan oleh anggota keluarga dewasa
yang mencari kerja di tempat lain untuk melepaskan diri dari jeratan utang
atau kehidupan yang sulit.
Ketiga, faktor terisolasi dari arus kehidupan. Rumah tangga
tersosialisasi dari dunia luar. Tempat tinggalnya di daerah pinggiran,
terpencil dari pusat keramaian dan jalur komunikasi, atau jauh dari pusat
perdagangan, pusat informasi dan pusat diskusi di desa. Sering buta huruf
dan tanpa radio, anggota keluarga tidak mendapat informasi tentang
segala sesuatu yang terjadi di luar lingkungan tetangganya. Anak-anak
tidak bersekolah, atau kalau pun masuk sekolah, umumnya putus sekolah.
Anggota keluarga tidak pernah ikut rapat atau pertemuan, dan kalau pun
hadir, tidak pernah ikut bicara. Mereka tidak pernah menerima penyuluhan
dari petugas lapangan pertanian atau petugas kesehatan. Kalau pun
bebergian, hanya untuk mencari kerja atau minta pertolongan kepada
sanak-keluarga. Mereka terikat pada tetangganya karena terikat pada
tetangganya karena terikat kewajiban terhadap seseorang yang menajdi
sumber kehidupan, atau terikat utang, kebutuhan yang mendesak, atau
karena memang tidak mempunyai uang untuk bepergian.
Keempat, faktor kerentanan. Rumah tangga sedikit sekali memiliki
penyangga untuk menghadapi kebutuhan yang mendadak. Kebutuhan
kecil sehari-hari dipenuhi dari sedikit uang persediaan, atau dengan
mengurangi konsumsi, menukarkan barang, atau dengan meminjam dari
kawan, keluarga atau pedagang. Musibah dan kewajiban sosial -
kegagalan panen, kelaparan, pondok terbakar, kecelakaan, penyakit,
kematian, pembayaran mahar dan mas kawin, biaya perkawinan, biaya
perkara atau denda - menjadikan rumah tangga tersebut semakin melarat.
Ini sering berarti harus menjual atau menggadaikan harta kekayaan -
lahan, ternak, pohon-pohonan, alat dapur, perkakas dan perlengkapan,
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis
Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
32
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan
Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan

More Related Content

What's hot

Ppt manusia dan lingkungannya
Ppt manusia dan lingkungannyaPpt manusia dan lingkungannya
Ppt manusia dan lingkungannyarizka_pratiwi
 
Perubahan iklim, apa dan bagaimana
Perubahan iklim, apa dan bagaimanaPerubahan iklim, apa dan bagaimana
Perubahan iklim, apa dan bagaimanaDicky Edwin Hindarto
 
Ekologi manusia
Ekologi manusiaEkologi manusia
Ekologi manusiaardinmarL
 
Konektivitas Antar Ruang dan Waktu.pptx
Konektivitas Antar Ruang dan Waktu.pptxKonektivitas Antar Ruang dan Waktu.pptx
Konektivitas Antar Ruang dan Waktu.pptxSyafiraShahnaz1
 
Pengendalian Lingkungan Hidup dalam Pemanfaatan Ruang
Pengendalian Lingkungan Hidup dalam Pemanfaatan RuangPengendalian Lingkungan Hidup dalam Pemanfaatan Ruang
Pengendalian Lingkungan Hidup dalam Pemanfaatan Ruangushfia
 
Pertanyaan dan jawaban presentasi p kn
Pertanyaan dan jawaban presentasi p knPertanyaan dan jawaban presentasi p kn
Pertanyaan dan jawaban presentasi p knnatal kristiono
 
PERENCANAAN TATA RUANG
PERENCANAAN TATA RUANGPERENCANAAN TATA RUANG
PERENCANAAN TATA RUANGDadang Solihin
 
makalah Sumber Daya Alam dan Lingkungan
makalah Sumber Daya Alam dan Lingkunganmakalah Sumber Daya Alam dan Lingkungan
makalah Sumber Daya Alam dan LingkunganZharfa Setiawan
 
Kata pengantar, abstrak dan daftar isi
Kata pengantar, abstrak dan daftar isiKata pengantar, abstrak dan daftar isi
Kata pengantar, abstrak dan daftar isiNuri Andhika Pratama
 
Analisis kemampuan lahan
Analisis kemampuan lahanAnalisis kemampuan lahan
Analisis kemampuan lahanibram77
 
MANUSIA SEBAGAI ORGANISME YANG DOMINAN SECARA “ EKOLOGI “
MANUSIA SEBAGAI ORGANISME YANG DOMINAN SECARA “ EKOLOGI “MANUSIA SEBAGAI ORGANISME YANG DOMINAN SECARA “ EKOLOGI “
MANUSIA SEBAGAI ORGANISME YANG DOMINAN SECARA “ EKOLOGI “Muhammad Akhirul Iksan
 
4 konsep sumberdaya alam
4 konsep sumberdaya alam4 konsep sumberdaya alam
4 konsep sumberdaya alamar_
 
KLASIFIKASI SUMBER DAYA ALAM DAN HUBUNGAN SATU SAMA LAIN
KLASIFIKASI SUMBER DAYA ALAM DAN HUBUNGAN SATU SAMA LAINKLASIFIKASI SUMBER DAYA ALAM DAN HUBUNGAN SATU SAMA LAIN
KLASIFIKASI SUMBER DAYA ALAM DAN HUBUNGAN SATU SAMA LAINOpissen Yudisyus
 
Sumber Daya Alam dan Lingkungan
Sumber Daya Alam dan LingkunganSumber Daya Alam dan Lingkungan
Sumber Daya Alam dan LingkunganRestu Waras Toto
 

What's hot (20)

Ppt manusia dan lingkungannya
Ppt manusia dan lingkungannyaPpt manusia dan lingkungannya
Ppt manusia dan lingkungannya
 
Perubahan iklim, apa dan bagaimana
Perubahan iklim, apa dan bagaimanaPerubahan iklim, apa dan bagaimana
Perubahan iklim, apa dan bagaimana
 
Ekologi manusia
Ekologi manusiaEkologi manusia
Ekologi manusia
 
Amdal
AmdalAmdal
Amdal
 
Konektivitas Antar Ruang dan Waktu.pptx
Konektivitas Antar Ruang dan Waktu.pptxKonektivitas Antar Ruang dan Waktu.pptx
Konektivitas Antar Ruang dan Waktu.pptx
 
Pengendalian Lingkungan Hidup dalam Pemanfaatan Ruang
Pengendalian Lingkungan Hidup dalam Pemanfaatan RuangPengendalian Lingkungan Hidup dalam Pemanfaatan Ruang
Pengendalian Lingkungan Hidup dalam Pemanfaatan Ruang
 
Pertanyaan dan jawaban presentasi p kn
Pertanyaan dan jawaban presentasi p knPertanyaan dan jawaban presentasi p kn
Pertanyaan dan jawaban presentasi p kn
 
PERENCANAAN TATA RUANG
PERENCANAAN TATA RUANGPERENCANAAN TATA RUANG
PERENCANAAN TATA RUANG
 
makalah Sumber Daya Alam dan Lingkungan
makalah Sumber Daya Alam dan Lingkunganmakalah Sumber Daya Alam dan Lingkungan
makalah Sumber Daya Alam dan Lingkungan
 
Kata pengantar, abstrak dan daftar isi
Kata pengantar, abstrak dan daftar isiKata pengantar, abstrak dan daftar isi
Kata pengantar, abstrak dan daftar isi
 
Kependudukan dan lingkungan hidup
Kependudukan dan lingkungan hidupKependudukan dan lingkungan hidup
Kependudukan dan lingkungan hidup
 
Analisis kemampuan lahan
Analisis kemampuan lahanAnalisis kemampuan lahan
Analisis kemampuan lahan
 
MANUSIA SEBAGAI ORGANISME YANG DOMINAN SECARA “ EKOLOGI “
MANUSIA SEBAGAI ORGANISME YANG DOMINAN SECARA “ EKOLOGI “MANUSIA SEBAGAI ORGANISME YANG DOMINAN SECARA “ EKOLOGI “
MANUSIA SEBAGAI ORGANISME YANG DOMINAN SECARA “ EKOLOGI “
 
Ekonomi lingkungan
Ekonomi lingkunganEkonomi lingkungan
Ekonomi lingkungan
 
4 konsep sumberdaya alam
4 konsep sumberdaya alam4 konsep sumberdaya alam
4 konsep sumberdaya alam
 
KLASIFIKASI SUMBER DAYA ALAM DAN HUBUNGAN SATU SAMA LAIN
KLASIFIKASI SUMBER DAYA ALAM DAN HUBUNGAN SATU SAMA LAINKLASIFIKASI SUMBER DAYA ALAM DAN HUBUNGAN SATU SAMA LAIN
KLASIFIKASI SUMBER DAYA ALAM DAN HUBUNGAN SATU SAMA LAIN
 
Sosiologi masyarakat pesisir
Sosiologi masyarakat pesisirSosiologi masyarakat pesisir
Sosiologi masyarakat pesisir
 
Ekologi dan ilmu lingkungan
Ekologi dan ilmu lingkunganEkologi dan ilmu lingkungan
Ekologi dan ilmu lingkungan
 
KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM
KONSERVASI SUMBER DAYA ALAMKONSERVASI SUMBER DAYA ALAM
KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM
 
Sumber Daya Alam dan Lingkungan
Sumber Daya Alam dan LingkunganSumber Daya Alam dan Lingkungan
Sumber Daya Alam dan Lingkungan
 

Similar to Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan

IDENTIFIKASI SENYAWABIOAKTIFANTIFEEDANT DARIASAPCAIRHASILPIROLISISSAMPAHORGAN...
IDENTIFIKASI SENYAWABIOAKTIFANTIFEEDANT DARIASAPCAIRHASILPIROLISISSAMPAHORGAN...IDENTIFIKASI SENYAWABIOAKTIFANTIFEEDANT DARIASAPCAIRHASILPIROLISISSAMPAHORGAN...
IDENTIFIKASI SENYAWABIOAKTIFANTIFEEDANT DARIASAPCAIRHASILPIROLISISSAMPAHORGAN...Repository Ipb
 
Pendidikan Karakter Berbasis Lingkungan: Konsep dan Penerapan pada Edu-Ekowisata
Pendidikan Karakter Berbasis Lingkungan: Konsep dan Penerapan pada Edu-EkowisataPendidikan Karakter Berbasis Lingkungan: Konsep dan Penerapan pada Edu-Ekowisata
Pendidikan Karakter Berbasis Lingkungan: Konsep dan Penerapan pada Edu-EkowisataRezaAkbar37
 
SD-MI kelas04 cerdas pengetahuan sosial retno umi
SD-MI kelas04 cerdas pengetahuan sosial retno umiSD-MI kelas04 cerdas pengetahuan sosial retno umi
SD-MI kelas04 cerdas pengetahuan sosial retno umisekolah maya
 
Laporan penelitian pariwisata
Laporan penelitian pariwisataLaporan penelitian pariwisata
Laporan penelitian pariwisataRahman Klu
 
Proyek penguatan pengelolaan hutan dan daerah aliran sungai berbasiskan masya...
Proyek penguatan pengelolaan hutan dan daerah aliran sungai berbasiskan masya...Proyek penguatan pengelolaan hutan dan daerah aliran sungai berbasiskan masya...
Proyek penguatan pengelolaan hutan dan daerah aliran sungai berbasiskan masya...Konsultan Pendidikan
 
Tugas makalah Analisa Sumber Daya Alam (ASDAL) BAB1,BAB2,BAB3
Tugas makalah Analisa Sumber Daya Alam (ASDAL) BAB1,BAB2,BAB3Tugas makalah Analisa Sumber Daya Alam (ASDAL) BAB1,BAB2,BAB3
Tugas makalah Analisa Sumber Daya Alam (ASDAL) BAB1,BAB2,BAB3Fanly Sondakh
 
Revisi kd 4 rpp muhamad ridwanto
Revisi kd 4 rpp muhamad ridwantoRevisi kd 4 rpp muhamad ridwanto
Revisi kd 4 rpp muhamad ridwantoNusantara Cimenyan
 
Silabus Kelas 11 IPS K13.pdf
Silabus Kelas 11 IPS K13.pdfSilabus Kelas 11 IPS K13.pdf
Silabus Kelas 11 IPS K13.pdfAnitaPurnama4
 
Optimalisasi potensi taman jurug guwo luweng sebagai alternatif destinasi wis...
Optimalisasi potensi taman jurug guwo luweng sebagai alternatif destinasi wis...Optimalisasi potensi taman jurug guwo luweng sebagai alternatif destinasi wis...
Optimalisasi potensi taman jurug guwo luweng sebagai alternatif destinasi wis...Adelia Adelia
 
SKRIPSI , APEDIUS M. MAGAI
SKRIPSI , APEDIUS M. MAGAISKRIPSI , APEDIUS M. MAGAI
SKRIPSI , APEDIUS M. MAGAIapedius
 
LAPORAN PBL I DESA REMPOAH KECAMATAN BATURRADEN KABUPATEN BANYUMAS 2015
LAPORAN PBL I DESA REMPOAH KECAMATAN BATURRADEN KABUPATEN BANYUMAS 2015LAPORAN PBL I DESA REMPOAH KECAMATAN BATURRADEN KABUPATEN BANYUMAS 2015
LAPORAN PBL I DESA REMPOAH KECAMATAN BATURRADEN KABUPATEN BANYUMAS 2015yesintabella
 
silabus geografi kelas xi.docx
silabus geografi kelas xi.docxsilabus geografi kelas xi.docx
silabus geografi kelas xi.docxDilaAndriani4
 
Kelas iv sd cerdas pengetahuan sosial_retno heny pujiati
Kelas iv sd cerdas pengetahuan sosial_retno heny pujiatiKelas iv sd cerdas pengetahuan sosial_retno heny pujiati
Kelas iv sd cerdas pengetahuan sosial_retno heny pujiatiw0nd0
 
Studi landskap hutan desa pattaneteang kabupaten bantaeng
Studi landskap hutan desa pattaneteang kabupaten bantaengStudi landskap hutan desa pattaneteang kabupaten bantaeng
Studi landskap hutan desa pattaneteang kabupaten bantaengNaufal Achmad
 
SMP-MTs kelas07 ctl pkn sugeng djaenudin anang cholisin muchson
SMP-MTs kelas07 ctl pkn sugeng djaenudin anang cholisin muchsonSMP-MTs kelas07 ctl pkn sugeng djaenudin anang cholisin muchson
SMP-MTs kelas07 ctl pkn sugeng djaenudin anang cholisin muchsonsekolah maya
 
KL-1. Biodiv & humanhealth 2 (1).pdf
KL-1. Biodiv & humanhealth 2 (1).pdfKL-1. Biodiv & humanhealth 2 (1).pdf
KL-1. Biodiv & humanhealth 2 (1).pdfJack Goal
 

Similar to Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan (20)

Etnoekologi.pdf
Etnoekologi.pdfEtnoekologi.pdf
Etnoekologi.pdf
 
IPS SMP Kelas 8
IPS SMP Kelas 8IPS SMP Kelas 8
IPS SMP Kelas 8
 
IDENTIFIKASI SENYAWABIOAKTIFANTIFEEDANT DARIASAPCAIRHASILPIROLISISSAMPAHORGAN...
IDENTIFIKASI SENYAWABIOAKTIFANTIFEEDANT DARIASAPCAIRHASILPIROLISISSAMPAHORGAN...IDENTIFIKASI SENYAWABIOAKTIFANTIFEEDANT DARIASAPCAIRHASILPIROLISISSAMPAHORGAN...
IDENTIFIKASI SENYAWABIOAKTIFANTIFEEDANT DARIASAPCAIRHASILPIROLISISSAMPAHORGAN...
 
Pendidikan Karakter Berbasis Lingkungan: Konsep dan Penerapan pada Edu-Ekowisata
Pendidikan Karakter Berbasis Lingkungan: Konsep dan Penerapan pada Edu-EkowisataPendidikan Karakter Berbasis Lingkungan: Konsep dan Penerapan pada Edu-Ekowisata
Pendidikan Karakter Berbasis Lingkungan: Konsep dan Penerapan pada Edu-Ekowisata
 
SILABUS KLS XI.docx
SILABUS KLS XI.docxSILABUS KLS XI.docx
SILABUS KLS XI.docx
 
SD-MI kelas04 cerdas pengetahuan sosial retno umi
SD-MI kelas04 cerdas pengetahuan sosial retno umiSD-MI kelas04 cerdas pengetahuan sosial retno umi
SD-MI kelas04 cerdas pengetahuan sosial retno umi
 
Laporan penelitian pariwisata
Laporan penelitian pariwisataLaporan penelitian pariwisata
Laporan penelitian pariwisata
 
Proyek penguatan pengelolaan hutan dan daerah aliran sungai berbasiskan masya...
Proyek penguatan pengelolaan hutan dan daerah aliran sungai berbasiskan masya...Proyek penguatan pengelolaan hutan dan daerah aliran sungai berbasiskan masya...
Proyek penguatan pengelolaan hutan dan daerah aliran sungai berbasiskan masya...
 
Tugas makalah Analisa Sumber Daya Alam (ASDAL) BAB1,BAB2,BAB3
Tugas makalah Analisa Sumber Daya Alam (ASDAL) BAB1,BAB2,BAB3Tugas makalah Analisa Sumber Daya Alam (ASDAL) BAB1,BAB2,BAB3
Tugas makalah Analisa Sumber Daya Alam (ASDAL) BAB1,BAB2,BAB3
 
Revisi kd 4 rpp muhamad ridwanto
Revisi kd 4 rpp muhamad ridwantoRevisi kd 4 rpp muhamad ridwanto
Revisi kd 4 rpp muhamad ridwanto
 
Silabus Kelas 11 IPS K13.pdf
Silabus Kelas 11 IPS K13.pdfSilabus Kelas 11 IPS K13.pdf
Silabus Kelas 11 IPS K13.pdf
 
Optimalisasi potensi taman jurug guwo luweng sebagai alternatif destinasi wis...
Optimalisasi potensi taman jurug guwo luweng sebagai alternatif destinasi wis...Optimalisasi potensi taman jurug guwo luweng sebagai alternatif destinasi wis...
Optimalisasi potensi taman jurug guwo luweng sebagai alternatif destinasi wis...
 
Sosiologi
SosiologiSosiologi
Sosiologi
 
SKRIPSI , APEDIUS M. MAGAI
SKRIPSI , APEDIUS M. MAGAISKRIPSI , APEDIUS M. MAGAI
SKRIPSI , APEDIUS M. MAGAI
 
LAPORAN PBL I DESA REMPOAH KECAMATAN BATURRADEN KABUPATEN BANYUMAS 2015
LAPORAN PBL I DESA REMPOAH KECAMATAN BATURRADEN KABUPATEN BANYUMAS 2015LAPORAN PBL I DESA REMPOAH KECAMATAN BATURRADEN KABUPATEN BANYUMAS 2015
LAPORAN PBL I DESA REMPOAH KECAMATAN BATURRADEN KABUPATEN BANYUMAS 2015
 
silabus geografi kelas xi.docx
silabus geografi kelas xi.docxsilabus geografi kelas xi.docx
silabus geografi kelas xi.docx
 
Kelas iv sd cerdas pengetahuan sosial_retno heny pujiati
Kelas iv sd cerdas pengetahuan sosial_retno heny pujiatiKelas iv sd cerdas pengetahuan sosial_retno heny pujiati
Kelas iv sd cerdas pengetahuan sosial_retno heny pujiati
 
Studi landskap hutan desa pattaneteang kabupaten bantaeng
Studi landskap hutan desa pattaneteang kabupaten bantaengStudi landskap hutan desa pattaneteang kabupaten bantaeng
Studi landskap hutan desa pattaneteang kabupaten bantaeng
 
SMP-MTs kelas07 ctl pkn sugeng djaenudin anang cholisin muchson
SMP-MTs kelas07 ctl pkn sugeng djaenudin anang cholisin muchsonSMP-MTs kelas07 ctl pkn sugeng djaenudin anang cholisin muchson
SMP-MTs kelas07 ctl pkn sugeng djaenudin anang cholisin muchson
 
KL-1. Biodiv & humanhealth 2 (1).pdf
KL-1. Biodiv & humanhealth 2 (1).pdfKL-1. Biodiv & humanhealth 2 (1).pdf
KL-1. Biodiv & humanhealth 2 (1).pdf
 

More from Tri Widodo W. UTOMO

Beyond IKK: Kualitas Kebijakan Kementerian Kesehatan
Beyond IKK: Kualitas Kebijakan Kementerian KesehatanBeyond IKK: Kualitas Kebijakan Kementerian Kesehatan
Beyond IKK: Kualitas Kebijakan Kementerian KesehatanTri Widodo W. UTOMO
 
Strategi Kolaboratif untuk Inovasi Berkelanjutan
Strategi Kolaboratif untuk Inovasi BerkelanjutanStrategi Kolaboratif untuk Inovasi Berkelanjutan
Strategi Kolaboratif untuk Inovasi BerkelanjutanTri Widodo W. UTOMO
 
Inovasi Pelaksanaan Bangkom Berbasis Teknologi Informasi
Inovasi Pelaksanaan Bangkom Berbasis Teknologi InformasiInovasi Pelaksanaan Bangkom Berbasis Teknologi Informasi
Inovasi Pelaksanaan Bangkom Berbasis Teknologi InformasiTri Widodo W. UTOMO
 
Transformasi untuk LAN Semakin Berprestasi
Transformasi untuk LAN Semakin BerprestasiTransformasi untuk LAN Semakin Berprestasi
Transformasi untuk LAN Semakin BerprestasiTri Widodo W. UTOMO
 
Tata Kelola Kebijakan Berdasar Siklus Kebijakan
Tata Kelola Kebijakan Berdasar Siklus KebijakanTata Kelola Kebijakan Berdasar Siklus Kebijakan
Tata Kelola Kebijakan Berdasar Siklus KebijakanTri Widodo W. UTOMO
 
Strategi Kebijakan Penguatan Netralitas ASN dalam Pemilu
Strategi Kebijakan Penguatan Netralitas ASN dalam PemiluStrategi Kebijakan Penguatan Netralitas ASN dalam Pemilu
Strategi Kebijakan Penguatan Netralitas ASN dalam PemiluTri Widodo W. UTOMO
 
Pengelolaan Kinerja dalam Manajemen ASN
Pengelolaan Kinerja dalam Manajemen ASNPengelolaan Kinerja dalam Manajemen ASN
Pengelolaan Kinerja dalam Manajemen ASNTri Widodo W. UTOMO
 
Tranformasi Kab. Bogor Berkelanjutan
Tranformasi Kab. Bogor BerkelanjutanTranformasi Kab. Bogor Berkelanjutan
Tranformasi Kab. Bogor BerkelanjutanTri Widodo W. UTOMO
 
Manajemen Perubahan & Penerapannya di Sektor Publik
Manajemen Perubahan & Penerapannya di Sektor PublikManajemen Perubahan & Penerapannya di Sektor Publik
Manajemen Perubahan & Penerapannya di Sektor PublikTri Widodo W. UTOMO
 
Prospek Kolaborasi LAN-Yayasan Pijar
Prospek Kolaborasi LAN-Yayasan PijarProspek Kolaborasi LAN-Yayasan Pijar
Prospek Kolaborasi LAN-Yayasan PijarTri Widodo W. UTOMO
 
Gamifikasi Zoom & Behavioral Insight
Gamifikasi Zoom & Behavioral InsightGamifikasi Zoom & Behavioral Insight
Gamifikasi Zoom & Behavioral InsightTri Widodo W. UTOMO
 
Signifikansi Pendampingan Labinov di Daerah
Signifikansi Pendampingan Labinov di DaerahSignifikansi Pendampingan Labinov di Daerah
Signifikansi Pendampingan Labinov di DaerahTri Widodo W. UTOMO
 
Peta Kinerja Inovasi Daerah di Indonesia
Peta Kinerja Inovasi Daerah di IndonesiaPeta Kinerja Inovasi Daerah di Indonesia
Peta Kinerja Inovasi Daerah di IndonesiaTri Widodo W. UTOMO
 
Kab. Bireuen, Mengakselerasi Kinerja Melalui Inovasi
Kab. Bireuen, Mengakselerasi Kinerja Melalui InovasiKab. Bireuen, Mengakselerasi Kinerja Melalui Inovasi
Kab. Bireuen, Mengakselerasi Kinerja Melalui InovasiTri Widodo W. UTOMO
 
Perumusan Peraturan Berdasar Siklus Kebijakan
Perumusan Peraturan Berdasar Siklus KebijakanPerumusan Peraturan Berdasar Siklus Kebijakan
Perumusan Peraturan Berdasar Siklus KebijakanTri Widodo W. UTOMO
 
Recharging Inovasi Padang Panjang
Recharging Inovasi Padang PanjangRecharging Inovasi Padang Panjang
Recharging Inovasi Padang PanjangTri Widodo W. UTOMO
 
Transformasi untuk Parepare Semakin Berprestasi
Transformasi untuk Parepare Semakin BerprestasiTransformasi untuk Parepare Semakin Berprestasi
Transformasi untuk Parepare Semakin BerprestasiTri Widodo W. UTOMO
 
Transformasi Administrasi Publik Menjawab Tantangan Era Disrupsi
Transformasi Administrasi Publik Menjawab Tantangan Era DisrupsiTransformasi Administrasi Publik Menjawab Tantangan Era Disrupsi
Transformasi Administrasi Publik Menjawab Tantangan Era DisrupsiTri Widodo W. UTOMO
 
Korpri & Inovasi sebagai Perekat & Pemersatu Bangsa
Korpri & Inovasi sebagai Perekat & Pemersatu BangsaKorpri & Inovasi sebagai Perekat & Pemersatu Bangsa
Korpri & Inovasi sebagai Perekat & Pemersatu BangsaTri Widodo W. UTOMO
 
Inovasi Sebagai Strategi Mewujudkan Pelayanan Publik Berdampak
Inovasi Sebagai Strategi Mewujudkan Pelayanan Publik BerdampakInovasi Sebagai Strategi Mewujudkan Pelayanan Publik Berdampak
Inovasi Sebagai Strategi Mewujudkan Pelayanan Publik BerdampakTri Widodo W. UTOMO
 

More from Tri Widodo W. UTOMO (20)

Beyond IKK: Kualitas Kebijakan Kementerian Kesehatan
Beyond IKK: Kualitas Kebijakan Kementerian KesehatanBeyond IKK: Kualitas Kebijakan Kementerian Kesehatan
Beyond IKK: Kualitas Kebijakan Kementerian Kesehatan
 
Strategi Kolaboratif untuk Inovasi Berkelanjutan
Strategi Kolaboratif untuk Inovasi BerkelanjutanStrategi Kolaboratif untuk Inovasi Berkelanjutan
Strategi Kolaboratif untuk Inovasi Berkelanjutan
 
Inovasi Pelaksanaan Bangkom Berbasis Teknologi Informasi
Inovasi Pelaksanaan Bangkom Berbasis Teknologi InformasiInovasi Pelaksanaan Bangkom Berbasis Teknologi Informasi
Inovasi Pelaksanaan Bangkom Berbasis Teknologi Informasi
 
Transformasi untuk LAN Semakin Berprestasi
Transformasi untuk LAN Semakin BerprestasiTransformasi untuk LAN Semakin Berprestasi
Transformasi untuk LAN Semakin Berprestasi
 
Tata Kelola Kebijakan Berdasar Siklus Kebijakan
Tata Kelola Kebijakan Berdasar Siklus KebijakanTata Kelola Kebijakan Berdasar Siklus Kebijakan
Tata Kelola Kebijakan Berdasar Siklus Kebijakan
 
Strategi Kebijakan Penguatan Netralitas ASN dalam Pemilu
Strategi Kebijakan Penguatan Netralitas ASN dalam PemiluStrategi Kebijakan Penguatan Netralitas ASN dalam Pemilu
Strategi Kebijakan Penguatan Netralitas ASN dalam Pemilu
 
Pengelolaan Kinerja dalam Manajemen ASN
Pengelolaan Kinerja dalam Manajemen ASNPengelolaan Kinerja dalam Manajemen ASN
Pengelolaan Kinerja dalam Manajemen ASN
 
Tranformasi Kab. Bogor Berkelanjutan
Tranformasi Kab. Bogor BerkelanjutanTranformasi Kab. Bogor Berkelanjutan
Tranformasi Kab. Bogor Berkelanjutan
 
Manajemen Perubahan & Penerapannya di Sektor Publik
Manajemen Perubahan & Penerapannya di Sektor PublikManajemen Perubahan & Penerapannya di Sektor Publik
Manajemen Perubahan & Penerapannya di Sektor Publik
 
Prospek Kolaborasi LAN-Yayasan Pijar
Prospek Kolaborasi LAN-Yayasan PijarProspek Kolaborasi LAN-Yayasan Pijar
Prospek Kolaborasi LAN-Yayasan Pijar
 
Gamifikasi Zoom & Behavioral Insight
Gamifikasi Zoom & Behavioral InsightGamifikasi Zoom & Behavioral Insight
Gamifikasi Zoom & Behavioral Insight
 
Signifikansi Pendampingan Labinov di Daerah
Signifikansi Pendampingan Labinov di DaerahSignifikansi Pendampingan Labinov di Daerah
Signifikansi Pendampingan Labinov di Daerah
 
Peta Kinerja Inovasi Daerah di Indonesia
Peta Kinerja Inovasi Daerah di IndonesiaPeta Kinerja Inovasi Daerah di Indonesia
Peta Kinerja Inovasi Daerah di Indonesia
 
Kab. Bireuen, Mengakselerasi Kinerja Melalui Inovasi
Kab. Bireuen, Mengakselerasi Kinerja Melalui InovasiKab. Bireuen, Mengakselerasi Kinerja Melalui Inovasi
Kab. Bireuen, Mengakselerasi Kinerja Melalui Inovasi
 
Perumusan Peraturan Berdasar Siklus Kebijakan
Perumusan Peraturan Berdasar Siklus KebijakanPerumusan Peraturan Berdasar Siklus Kebijakan
Perumusan Peraturan Berdasar Siklus Kebijakan
 
Recharging Inovasi Padang Panjang
Recharging Inovasi Padang PanjangRecharging Inovasi Padang Panjang
Recharging Inovasi Padang Panjang
 
Transformasi untuk Parepare Semakin Berprestasi
Transformasi untuk Parepare Semakin BerprestasiTransformasi untuk Parepare Semakin Berprestasi
Transformasi untuk Parepare Semakin Berprestasi
 
Transformasi Administrasi Publik Menjawab Tantangan Era Disrupsi
Transformasi Administrasi Publik Menjawab Tantangan Era DisrupsiTransformasi Administrasi Publik Menjawab Tantangan Era Disrupsi
Transformasi Administrasi Publik Menjawab Tantangan Era Disrupsi
 
Korpri & Inovasi sebagai Perekat & Pemersatu Bangsa
Korpri & Inovasi sebagai Perekat & Pemersatu BangsaKorpri & Inovasi sebagai Perekat & Pemersatu Bangsa
Korpri & Inovasi sebagai Perekat & Pemersatu Bangsa
 
Inovasi Sebagai Strategi Mewujudkan Pelayanan Publik Berdampak
Inovasi Sebagai Strategi Mewujudkan Pelayanan Publik BerdampakInovasi Sebagai Strategi Mewujudkan Pelayanan Publik Berdampak
Inovasi Sebagai Strategi Mewujudkan Pelayanan Publik Berdampak
 

Recently uploaded

evaluasi essay agenda 3 pelatihan kepemimpinan administrator
evaluasi essay agenda 3 pelatihan kepemimpinan administratorevaluasi essay agenda 3 pelatihan kepemimpinan administrator
evaluasi essay agenda 3 pelatihan kepemimpinan administratorDi Prihantony
 
INDIKATOR DAN SUB INDIKATOR MCP PELAYANAN PUBLIK.pdf
INDIKATOR DAN SUB INDIKATOR MCP PELAYANAN PUBLIK.pdfINDIKATOR DAN SUB INDIKATOR MCP PELAYANAN PUBLIK.pdf
INDIKATOR DAN SUB INDIKATOR MCP PELAYANAN PUBLIK.pdfNetraHartana
 
RUNDOWN ACARA ORIENTASI CPNS DAN PPPK TAHUN 2024.pdf
RUNDOWN ACARA ORIENTASI CPNS DAN PPPK TAHUN 2024.pdfRUNDOWN ACARA ORIENTASI CPNS DAN PPPK TAHUN 2024.pdf
RUNDOWN ACARA ORIENTASI CPNS DAN PPPK TAHUN 2024.pdfNezaPurna
 
Manajemen Kontrak pada Aplikasi SPANpptx
Manajemen Kontrak pada Aplikasi SPANpptxManajemen Kontrak pada Aplikasi SPANpptx
Manajemen Kontrak pada Aplikasi SPANpptxyovi2305
 
UUD NRI TAHUN 1945 TENTANG HAK DAN KEWAJIBAN PASAL 28D AYAT 1
UUD NRI TAHUN 1945 TENTANG HAK DAN KEWAJIBAN PASAL 28D AYAT 1UUD NRI TAHUN 1945 TENTANG HAK DAN KEWAJIBAN PASAL 28D AYAT 1
UUD NRI TAHUN 1945 TENTANG HAK DAN KEWAJIBAN PASAL 28D AYAT 1RomaDoni5
 
Agenda III - Organisasi Digital - updated.pdf
Agenda III - Organisasi Digital - updated.pdfAgenda III - Organisasi Digital - updated.pdf
Agenda III - Organisasi Digital - updated.pdfHeru Syah Putra
 
mata pelajaran geografi ANTROPOSFER 2.ppt
mata pelajaran geografi ANTROPOSFER 2.pptmata pelajaran geografi ANTROPOSFER 2.ppt
mata pelajaran geografi ANTROPOSFER 2.pptMuhammadNorman9
 
emka_Slide Recall Modul Melakukan Perencanaan PBJP Level 1 V3.1.pptx
emka_Slide Recall Modul Melakukan Perencanaan PBJP Level 1 V3.1.pptxemka_Slide Recall Modul Melakukan Perencanaan PBJP Level 1 V3.1.pptx
emka_Slide Recall Modul Melakukan Perencanaan PBJP Level 1 V3.1.pptxAmandaJesica
 
SOSIALISASI RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN DI KOTA MAKASSAR.pptx
SOSIALISASI RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN DI KOTA MAKASSAR.pptxSOSIALISASI RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN DI KOTA MAKASSAR.pptx
SOSIALISASI RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN DI KOTA MAKASSAR.pptxwansyahrahman77
 
Upaya Indonesia dalam menyelesaikan sengketa dengan Timor Timur hingga tercip...
Upaya Indonesia dalam menyelesaikan sengketa dengan Timor Timur hingga tercip...Upaya Indonesia dalam menyelesaikan sengketa dengan Timor Timur hingga tercip...
Upaya Indonesia dalam menyelesaikan sengketa dengan Timor Timur hingga tercip...mayfanalf
 
Aksi Nyata KKTP.pdAksi Nyata KKTP.pdf.pptxAksi Nyata KKTP.pdf.pptxAksi Nyata ...
Aksi Nyata KKTP.pdAksi Nyata KKTP.pdf.pptxAksi Nyata KKTP.pdf.pptxAksi Nyata ...Aksi Nyata KKTP.pdAksi Nyata KKTP.pdf.pptxAksi Nyata KKTP.pdf.pptxAksi Nyata ...
Aksi Nyata KKTP.pdAksi Nyata KKTP.pdf.pptxAksi Nyata KKTP.pdf.pptxAksi Nyata ...citraislamiah02
 
2024.03.27_Konsep dan Potret Inflasi Indonesia _Workshop RCE_Badan Pusat Stat...
2024.03.27_Konsep dan Potret Inflasi Indonesia _Workshop RCE_Badan Pusat Stat...2024.03.27_Konsep dan Potret Inflasi Indonesia _Workshop RCE_Badan Pusat Stat...
2024.03.27_Konsep dan Potret Inflasi Indonesia _Workshop RCE_Badan Pusat Stat...iman333159
 
Sosialisasi OSS RBA dan SIINAs Tahun 2024
Sosialisasi OSS RBA dan SIINAs Tahun 2024Sosialisasi OSS RBA dan SIINAs Tahun 2024
Sosialisasi OSS RBA dan SIINAs Tahun 2024DEDI45443
 
Materi Membangun Budaya Ber-Integritas Antikorupsi bagi ASN .pptx
Materi Membangun Budaya Ber-Integritas Antikorupsi bagi ASN .pptxMateri Membangun Budaya Ber-Integritas Antikorupsi bagi ASN .pptx
Materi Membangun Budaya Ber-Integritas Antikorupsi bagi ASN .pptxBudyHermawan3
 

Recently uploaded (14)

evaluasi essay agenda 3 pelatihan kepemimpinan administrator
evaluasi essay agenda 3 pelatihan kepemimpinan administratorevaluasi essay agenda 3 pelatihan kepemimpinan administrator
evaluasi essay agenda 3 pelatihan kepemimpinan administrator
 
INDIKATOR DAN SUB INDIKATOR MCP PELAYANAN PUBLIK.pdf
INDIKATOR DAN SUB INDIKATOR MCP PELAYANAN PUBLIK.pdfINDIKATOR DAN SUB INDIKATOR MCP PELAYANAN PUBLIK.pdf
INDIKATOR DAN SUB INDIKATOR MCP PELAYANAN PUBLIK.pdf
 
RUNDOWN ACARA ORIENTASI CPNS DAN PPPK TAHUN 2024.pdf
RUNDOWN ACARA ORIENTASI CPNS DAN PPPK TAHUN 2024.pdfRUNDOWN ACARA ORIENTASI CPNS DAN PPPK TAHUN 2024.pdf
RUNDOWN ACARA ORIENTASI CPNS DAN PPPK TAHUN 2024.pdf
 
Manajemen Kontrak pada Aplikasi SPANpptx
Manajemen Kontrak pada Aplikasi SPANpptxManajemen Kontrak pada Aplikasi SPANpptx
Manajemen Kontrak pada Aplikasi SPANpptx
 
UUD NRI TAHUN 1945 TENTANG HAK DAN KEWAJIBAN PASAL 28D AYAT 1
UUD NRI TAHUN 1945 TENTANG HAK DAN KEWAJIBAN PASAL 28D AYAT 1UUD NRI TAHUN 1945 TENTANG HAK DAN KEWAJIBAN PASAL 28D AYAT 1
UUD NRI TAHUN 1945 TENTANG HAK DAN KEWAJIBAN PASAL 28D AYAT 1
 
Agenda III - Organisasi Digital - updated.pdf
Agenda III - Organisasi Digital - updated.pdfAgenda III - Organisasi Digital - updated.pdf
Agenda III - Organisasi Digital - updated.pdf
 
mata pelajaran geografi ANTROPOSFER 2.ppt
mata pelajaran geografi ANTROPOSFER 2.pptmata pelajaran geografi ANTROPOSFER 2.ppt
mata pelajaran geografi ANTROPOSFER 2.ppt
 
emka_Slide Recall Modul Melakukan Perencanaan PBJP Level 1 V3.1.pptx
emka_Slide Recall Modul Melakukan Perencanaan PBJP Level 1 V3.1.pptxemka_Slide Recall Modul Melakukan Perencanaan PBJP Level 1 V3.1.pptx
emka_Slide Recall Modul Melakukan Perencanaan PBJP Level 1 V3.1.pptx
 
SOSIALISASI RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN DI KOTA MAKASSAR.pptx
SOSIALISASI RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN DI KOTA MAKASSAR.pptxSOSIALISASI RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN DI KOTA MAKASSAR.pptx
SOSIALISASI RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN DI KOTA MAKASSAR.pptx
 
Upaya Indonesia dalam menyelesaikan sengketa dengan Timor Timur hingga tercip...
Upaya Indonesia dalam menyelesaikan sengketa dengan Timor Timur hingga tercip...Upaya Indonesia dalam menyelesaikan sengketa dengan Timor Timur hingga tercip...
Upaya Indonesia dalam menyelesaikan sengketa dengan Timor Timur hingga tercip...
 
Aksi Nyata KKTP.pdAksi Nyata KKTP.pdf.pptxAksi Nyata KKTP.pdf.pptxAksi Nyata ...
Aksi Nyata KKTP.pdAksi Nyata KKTP.pdf.pptxAksi Nyata KKTP.pdf.pptxAksi Nyata ...Aksi Nyata KKTP.pdAksi Nyata KKTP.pdf.pptxAksi Nyata KKTP.pdf.pptxAksi Nyata ...
Aksi Nyata KKTP.pdAksi Nyata KKTP.pdf.pptxAksi Nyata KKTP.pdf.pptxAksi Nyata ...
 
2024.03.27_Konsep dan Potret Inflasi Indonesia _Workshop RCE_Badan Pusat Stat...
2024.03.27_Konsep dan Potret Inflasi Indonesia _Workshop RCE_Badan Pusat Stat...2024.03.27_Konsep dan Potret Inflasi Indonesia _Workshop RCE_Badan Pusat Stat...
2024.03.27_Konsep dan Potret Inflasi Indonesia _Workshop RCE_Badan Pusat Stat...
 
Sosialisasi OSS RBA dan SIINAs Tahun 2024
Sosialisasi OSS RBA dan SIINAs Tahun 2024Sosialisasi OSS RBA dan SIINAs Tahun 2024
Sosialisasi OSS RBA dan SIINAs Tahun 2024
 
Materi Membangun Budaya Ber-Integritas Antikorupsi bagi ASN .pptx
Materi Membangun Budaya Ber-Integritas Antikorupsi bagi ASN .pptxMateri Membangun Budaya Ber-Integritas Antikorupsi bagi ASN .pptx
Materi Membangun Budaya Ber-Integritas Antikorupsi bagi ASN .pptx
 

Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan

  • 1.
  • 2. POLA PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN BERBASIS PENGETAHUAN DAN KEARIFAN LOKAL (LOCAL WISDOM) DI KALIMANTAN
  • 3. POLA PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN BERBASIS PENGETAHUAN DAN KEARIFAN LOKAL (LOCAL WISDOM) DI KALIMANTAN 171 + xiv halaman, 2006 Perpustakaan Nasional RI: Data Katalog Dalam Terbitan (KDT) ISBN 979-1176-02-7 1. Sumber Daya Alam 2. Kearifan Lokal (Local Wisdom) Tim Peneliti : Tri Widodo W Utomo, SH.,MA (Peneliti Utama) Gugum Gumelar, SH (Peneliti) Said Fadhil, S.IP (Peneliti) Baharudin, S.Sos,.M.Pd (Peneliti) Windra Mariani, SH (Peneliti) Sekretariat: Santo Adhynugraha, S.Si (Koordinator) Aryono Mulyono, BBA Royani,A.Md Editor : Tri Widodo W. Utomo, SH.,MA Said Fadhil, S.IP Santo Adhynugraha, S.Si Siti Zakiyah, S.Si. Mayahayati Kusumaningrum, SE Veronika Hanna Naibaho, SS Diterbitkan Oleh: Pusat Kajian dan Pendidikan dan Pelatihan Aparatur III (PKP2A III) LAN Samarinda UNDANG-UNDANG HAK CIPTA NO. 19 TAHUN 2002 Pasal 72 (1) Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2), dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan / atau denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,- (lima miliar rupiah). (2) Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).
  • 4. KATA PENGANTAR Sumber daya alam merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang sengat berperan dalam kehidupan manusia karena berfungsi sangat penting untuk pengaturan tata air, pencegahan bahaya banjir dan erosi, pemeliharaan kesuburan tanah dan dan pelestarian lingkungan hidup. Konservasi sumber daya alam dan ekosistemnya merupakan upaya pengelolaan dan pemanfaatan atas sumber daya hayati dan ekosistem yang dilakukan secara bijaksana, berkesinambungan dan lestari sehingga ketersedian atas potensi, nilai dan keanekaragaman sumber daya alam dan ekosistemnya tersebut tetap terjamin. Dan masyarakat terutama di daerah, masih menggantungkan hidupnya dari sumber daya alam yang dimiliki karena desakan ekonomi dan kebutuhan hidup yang semakin meningkat sehingga bila pengelolaan sumber daya alam tidak dilakukan secara bijaksana akan dapat mengakibatkan eksploitasi yang mengarah pada perusakan dan dampak negatifnya akan dirasakan oleh masyarakat itu sendiri. Melihat pola pengelolaan sumber daya alam yang dilakukan dengan pendekatan partisipasi masyarakat akan lebih efektif karena masyarakat akan mempunyai rasa tanggung jawab dan akan menjaga sumber daya alam yang ada di sekitarnya. Kegiatan penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan efektivitas pengelolaan Sumber Daya Alam dan lingkungan melalui peningkatan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sektor ini. Sehingga kedepan, diharapkan pemerintah daerah maupun masyarakat setempat terlibat dalam satu program yang jelas dalam pengelolaan SDA dan lingkungan berbasis pengetahuan dan kearifan lokal (local wisdom) di Kalimantan. Kepada semua pihak yang telah membantu baik dari persiapan, masa penelitian hingga penyusunan dan penerbitan laporan penelitian yang berupa buku ini disampaikan ucapan terima kasih yang sangat mendalam dan semoga kerja sama yang telah terjalin baik dalam penelitian ini dapat lebih erat lagi untuk penelitian selanjutnya. Tentunya laporan hasil penelitian ini masih jauh dari sempurna, untuk itu kritik dan saran membangun sebagai masukan dengan senang hati kami nantikan demi kemajuan bersama. Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan Iii
  • 5. Akhirnya semoga Tuhan Yang Maha Kuasa menyertai dan memberkahi usaha kita dan semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat baik bagi daerah yang menjadi sampel penelitian maupun daerah lainnya serta bagi semua pihak yang berkepentingan guna lebih meningkatkan peran serta masyarakat dalam pengelolaan sumber daya alam di era otonomi yang luas saat ini sehingga mengoptimalkan pemberdayaan masyarakat. Samarinda, November 2006 Tim Peneliti Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan Iii
  • 6. DAFTAR ISI Kata Pengantar …..………………………………………………….… I Daftar Isi ……………………………………………………………...… ii Daftar Tabel .……………………………………………………….…... vi Daftar Gambar ………………………………………………….……… vii Ringkasan Eksekutif ....……………………………………………….. viii Executive Summary .………………………………………………….. xii Bab I Pendahuluan .....…………….……………………………… 1 A. Latar Belakang …………………………………………… 1 B. Perumusan Masalah ..…………………………………… 6 C. Kerangka Pikir ...………………………………………..... 7 D. Ruang Lingkup …………………………………………… 10 E. Tujuan dan Kegunaan …………………………………… 11 F. Target/Hasil yang Diharapkan ..………………………… 11 G. Status dan Jangka Waktu .……………………………… 11 Bab II Kerangka Teoretis Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) ..................................... 12 A. Konsepsi dan Ruang Lingkup Pengelolaan SDA dan Lingkungan ................................................................... 12 B. Konsep dan Definisi Sumber Daya Alam ..................... 14 C. Pandangan terhadap Sumber Daya Alam ................... 16 D. Pengelolaan Hutan Sentralistik .................................... 19 E. Kemiskinan di Sekitar Hutan ........................................ 30 F. Konflik Sosial dalam Pengelolaan Hutan ..................... 37 Bab III Arah Kebijakan Pola Pengelolaan SDA dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) ..................................................... 43 A. Pengelolaan Hutan di Era Reformasi ........................... 43 Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan iiii
  • 7. B. Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan ................................................................... 53 C. Model Pembangunan Berkelanjutan ....……………….. 55 D. Keterkaitan Model Pembagunan Berkelanjutan dengan Kearifan Lokal ..............………………………… 60 E. Pola Pengelolaan Sumber Daya Hutan .………….....… 63 Bab IV Pola Pengelolaan SDA dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan ...………………………………….…………. 82 A. Pengelolaan SDA dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur ...................... 82 1. Gambaran Umum Daerah ....................................... 82 2. Manajemen Sumber Daya Alam dan Lingkungan, serta Implementasi Kearifan Lokal .......................... 85 B. Pengelolaan SDA dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat ............. 100 1. Gambaran Umum Daerah ....................................... 100 2. Potensi Sumber Daya Alam dan Lingkungan .......... 105 3. Peran/Program Pemerintah Kabupaten Kapuas Hulu dalam Pengelolaan SDA ................................. 108 4. Peran Serta Masyarakat dan Pemerintah Dalam Pengelolaan SDA di Kabupaten Kapuas Hulu ............................................................ 113 5. Strategi Mewujudkan Kabupaten Konservasi .......... 117 6. Kawasan Konservasi di Kabupaten Kapuas Hulu ... 119 C. Pengelolaan SDA dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kabupaten Murung Raya, Kalimantan Tengah ........ 122 1. Gambaran Umum Daerah ....................................... 122 2. Potensi Sumber Daya Alam (SDA) dan Lingkungan ....................................................... 126 3. Masyarakat Adat Murung Rayat .............................. Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan iiv
  • 8. 1 4. Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan oleh Masyarakat ..................................................... 131 D. Pengelolaan SDA dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan ...................................................... 141 1. Gambaran Umum Daerah ....................................... 141 2. Potensi Sumber Daya Alam dan Lingkungan .......... 143 3. Peran/Program Pemerintah Kabupaten Hulu Sungai Tengah dalam Pengelolaan SDA ................ 148 4. Peran Lembaga Swadaya Masyarakat dalam Pendampingan Masyarakat dan Pengelolaan SDA .................................................... 150 5. Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan SDA .... 152 6. Kearifan Masyarakat Dayak Meratus dalam Pengelolaan Sumber Daya Hutan ........................... 154 Bab V Penutup ……………………………...………………………. 165 A. Kesimpulan ……………………………………………….. 165 B. Rekomendasi …………………………………………...... 166 DAFTAR PUSTAKA ...................................................................... 168 LAMPIRAN Lampiran 1 SK Tim Pelaksana Kajian Pola Pengelolaan SDA dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan Lampiran 2 Instrumen Penelitian 29 Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan iv
  • 9. DAFTAR TABEL Tabel 1.1. Daerah Sampel/Tujuan Kajian ……………………… 11 Tabel 3.1. Klasifikasi Hubungan Pemerintah, Pemda, Pengusaha dan Masyarakat .................................... 48 Tabel 4.1 Pemanfaatan Lahan Kab. Berau Berdasarkan RTRWK 2001 - 2011, RENCANA TATA RUANG KABUPATEN BERAU ............................... 84 Tabel 4.2. Kontribusi Sembilan Sektor ekonomi terhadap Perekonomian Kabupaten Murung Raya ................ 125 Tabel 4.3. Struktur Perekonomian Kabupaten Hulu Sungai Tengah Tahun 2002 - 2004 ......................... 143 Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan ivi
  • 10. DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1. Bagan Pandangan terhadap Sumber Daya Alam ... 18 Gambar 3.1. Gambaran Kerusakan Hutan ................................... 46 Gambar 3.2. Bagan Bidang-bidang Pokok Pengelolaan Hutan Lokal yang dijadikan Bahan Bahasan dalam Panduan Kampung ....................................... 73 Gambar 4.1. Peta Administrasi Kabupaten Kapuas Berau .......... 83 Gambar 4.2. Gambaran Umum (visualisasi) Kondisi Hutan di Kabupaten Berau ................................................. 89 Gambar 4.3. Peta Potensi Perikanan dan Kelautan Kabupaten Berau ..................................................... 92 Gambar 4.4. Peta Kabupaten Kapuas Hulu ................................. 103 Gambar 4.5. Mendulang Emas Cara Tradisional ......................... 137 Gambar 4.6. Kondisi Kerusakan Lingkungan akibat Penambangan Emas di Kabupaten Murung Raya ........................................................... 139 Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan ivii
  • 11. RINGKASAN EKSEKUTIF Sumber daya alam (SDA) seperti hutan, daerah aliran sungai (DAS), pesisir dan pantai, terumbu karang dan kekayaan laut lainnya, potensi dan hasil tambang, kekayaan flora dan fauna, udara segar, sumber mata air yang tidak tercemar, dan sebagainya merupakan sumber daya alam yang esensial bagi kelangsungan manusia. Berkurang atau hilangnya pasokan udara dan air misalnya akan sangat mengganggu kelangsungan hidup umat manusia. Demikian juga dengan hutan, dimana kelangsungan hidup manusia juga bergantung kepadanya. Rusaknya hutan akan sangat merugikan umat manusia. Langkanya air pada musim kemarau dan ancaman banjir pada musim penghujan, merupakan akibat yang timbul karena rusaknya hutan. Dalam pemanfaatan sumber daya alam, diperlukan pengelolaan yang baik dan arif agar kelangsungan sumber daya alam tersebut dapat menjadi koeksistensi secara suistainable dan saling menguntungkan (mutualisme) antara sumber daya alam tersebut dapat lestari dan manusia sebagai pengguna dapat memperoleh manfaat tanpa harus merusak alam sekitarnya. Karena itulah persoalan fundamental sehubungan dengan pengelolaan sumber daya alam adalah bagaimana mengelola sumber daya alam tersebut agar dapat menghasilkan manfaat yang sebesar- besarnya bagi umat manusia dengan tidak mengorbankan kelestarian sumber daya alam itu sendiri. Namun dalam prakteknya berbagai fakta dan data menunjukkan bahwa keberlangsungan dan kelestarian sumber daya alam dewasa ini sangat memprihatinkan. Banjir dan longsor kini telah rutin dan menyebar di seluruh Indonesia. Dalam tahun 2003 saja, telah terjadi 236 kali banjir di 136 kabupaten dan 26 propinsi, disamping itu juga terjadi 111 kejadian longsor di 48 kabupaten dan 13 propinsi. Dalam tahun yang sama tercatat 78 kejadian kekeringan yang tersebar di 11 Propinsi dan 36 Kabupaten (KLH, 2004). Dalam periode itu juga, 19 propinsi lahan sawahnya terendam banjir, 263.071 Ha sawah terendam dan gagal panen, serta 66.838 Ha sawah puso. Data lain menunjukan bahwa Indonesia tergolong negara yang kawasan hutan tropisnya hilang salam waktu tercepat di dunia. Dimana Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan iviii
  • 12. laju deforestasi terus meningkat mencapai rata-rata 2 juta ha per tahun. Tipe hutan tropis ini hampir seluruhnya lenyap di Sulawesi, dan diprediksikan akan lenyap di Sumatera pada tahun 2005 sedangkan di Kalimantan diperkirakan akan lenyap pada tahun 2010, jika laju deforestari tersebut terus berlangsung. Disamping itu hampir setengah dari luas hutan di Indonesia sudah terfragmentasi oleh jaringan jalan, jalur akses lainnya, dan berbagai kegiatan pembangunan, seperti pembangunan perkebunan dan hutan tanaman industri. Akibat lanjutannya dari kerusakan lingkungan (SDA) adalah fungsi lingkungan hutan yang mendukung kehidupan manusia terabaikan, beragam kehidupan flora dan fauna yang membentuk mata rantai kehidupan yang bermanfaat bagi manusia menjadi rusak dan hilang. Semua ini mengakibatkan timbulnya ketidakadilan dan kesenjangan mengakses manfaat pembangunan bagi masyarakat di sekitar kawasan hutan. Kajian ini diharapkan dapat mengidentifikasi potensi sumber daya alam yang dimiliki oleh daerah khusunya di wilayah Kalimantan beserta praktek pengelolaannya. Selain itu, kajian ini juga diarahkan agar mampu menghasilkan rekomendasi kebijakan bagi pemerintah daerah dan pemerintah pusat dalam upaya meningkatkan efektivitas pengelolaan Sumber Daya Alam dan lingkungan melalui peningkatan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sektor ini. Sehingga kedepan, diharapkan pemerintah daerah maupun masyarakat setempat terlibat dalam satu program yang jelas dalam pengelolaan sumber daya alam (SDA) dan lingkungan berbasis pengetahuan dan kearifan lokal (local wisdom). Berdasarkan data yang dikumpulkan dari kegiatan penelitian ini secara umum menggambarkan bahwa keberadaan masyarakat ditengah- tengah potensi SDA, secara alami telah menciptakan pola hubungan masyarakat dengan lingkungannya (SDA). Interaksi masyarakat dengan SDA terutama dalam kehidupan sosial dan ekonomi telah memunculkan pola interaksi antara alam (SDA) dengan masyarakat setempat yang kemudian menjadi nilai yang dianut oleh masyarakat. Diantara nilai-nilai tersebut ternyata sangat banyak bentu-bentuk kearifan lokal (local wisdom) yang sejak turun-temurun dimiliki masyarakat dalam berinteraksi dengan ekosistem hutan yang menurut mereka sebagai bagian dari matapencaharian lestari. Masyarakat menilai berbagai potensi yang ada Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan Iix
  • 13. dalam hutan akan menyelamatkan generasi masa mendatang dan karena hutan masyarakat setempat bisa hidup dan menyelematkan generasi yang akan datang. Di era reformasi ini sebenarnya sudah terlihat tumbuhnya niat baik (good will) dari beberapa pemerintah daerah dalam hal pengelolaan SDA. Dimana dengan kewenangan yang dimiliki diera desentralisasi ini beberapa Kabupaten di Kalimantan telah menjadikan daerahnya sebagai daerah konservasi dan meningkatkan status hutan yang ada didalam wilayah administratifnya menjadi hutan lindung. Disamping juga, upaya- upaya pencegahan dan penegakan hukum terhadap praktek illegal logging, illegal mining, illegal fishing dan praktek-praktek eksploitasi dan pengrusakan SDA yang telah berlangsung lama. Namun upaya tersebut masih dirasakan belum optimal dibandingkan dengan dampak kerusakan yang telah ditimbulkan. Salah satu faktor yang menyebabkan kurang optimalnya pola pengelolaan SDA selama ini adalah minimnya pelibatan masyarakat disekitar lingkungan SDA. Masyarakat hanya menjadi penonton bahkan sering kali mendapat imbas dari kebijakan yang dikeluarkan, sehingga pada akhirnya memposisikan masyarakat di sekitar lingkungan SDA dipihak yang berlawanan dengan pemerintah. Padahal berdasarkan data lapangan yang dikumpulkan dari kegiatan penelitian ini, sangat banyak bentuk-bentuk kearifan lokal yang diterapkan dalam kehidupan masyarakat terutama komunitas masyarakat adat di Kalimantan. Bahkan nilai-nilai tersebut telah terintegrasi menjadi nilai religius yang dianut oleh masyarakat. Bentuk-bentuk kearifan lokal tersebut diantaranya; Larangan beserta dengan sanksi terhadap penebang kayu secara sembarangan, pengklasifikasian hutan berserta aturan-aturan pemanfaatannya, tata cara bercocok tanam, tata ruang pemanfaatan hutan, cara pengolahan tambang dan berbagai kearifan- kearifan lain yang sebenarnya menjadi bukti bahwa kerusakan terhadap SDA selama ini sesungguhnya dipengaruhi oleh motif ekonomis yang lebih besar dibandingkan motif masyarakat setempat untuk memenuhi hajat hidupnya dengan memanfaatkan hasil hutan terutama hasil hutan non kayu. Penelitian ini pada akhirnya menawarkan sebuah pola pengelelolaan lingkungan (SDA) dalam sebuah konsep pembangunan berkelanjutan dengan memperhatikan prinsip kesinambungan, Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan ix
  • 14. keseimbangan dan kelestarian, yang ditunjang oleh penerapan pengetahuan tradisional dan kearifan masyarakat lokal. Lebih lanjut konsep ini menawarkan sebuah model keseimbangan antara pengelolaan sumber daya alam yang mempertimbangkan aspek jangka panjang (generasi masa depan) di satu sisi, dengan menjadikan masyarakat sebagai bagian yang tidak terpisahkan, baik dalam tahap perencanaan, pelaksanaan maupun pengawasan. Namun konsep ini tidak akan bisa terwujud tanpa diikuti oleh perubahan paradigma pembangunan yang bertumpu pada ekstraksi sumber daya alam untuk mendapatkan dana pembangunan atau orientasi pada produksi maksimum (maximum yield principle) ke paradigma pembangunan yang melihat sumber daya alam sebagai bagian dari pembangunan itu sendiri atau orientasi pada keberlanjutannya (Suistainable Development). Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan ixi
  • 15. EXECUTIVE SUMMARY Natural resources such as forest, drainage basin, coastal areas, compose coral and other seas resources, mining potency and products, flora and fauna resources, fresh and clean air are essential natural resources for human being. The decrease or lost of clean air and water, for instance, will harm the persisting human lives; forest destruction will only make people suffer; lack of water during dry season and threatening flood during rainy season arise as the effects of forest destruction. It takes a right and wise management in the make use of natural resources to keep them sustainable and profitable both for the natural resources as the product and human as the user. Consequently, fundamental problem of natural resources management is the way to manage the natural resources that they can produce the most profit for human beings without destroying the conservation of natural resource. In practice, however, various facts and data indicate that the conservation of natural resources nowadays is very concerning. Floods and land slides frequently occur and are disseminating all over Indonesia. In 2003, there were 236 floods in 136 regencies and 26 provinces and 111 land slides in 48 regencies and 13 provinces. In the same year, it is noticed 78 occurences of dryness spread over 11 provinces and 36 regencies (KLH, 2004). Moreover, in the same period, 263.071 ha of farm areas in 19 provinces were drowned in flood and failed to crop, and not to mention the 66.838 ha of rice field dried up. Other data shows that Indonesia is regarded as a country with the fastest time in losing its tropical forest where the deforestration increases 2 million ha in average per year. This kind of tropical forest is almost entirely vanish in Sulawesi and estimated to be vanished in Sumatera in 2005 while in Kalimantan, it is estimated will be vanished in 2010 if the deforestration keeps accelerating. Furthermore, almost half of Indonesia's forest areas have been fragmented by highway network, other access lane, and other improvement activities such as plantation and industrial crop forest. Environmental damage causes the function of forest environment that support human lives is ignored, the immeasurable of flora and fauna lives which create life cycle and worthwhile for human beings is destroyed Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan ixii
  • 16. and gone. This also results the unfairness and imbalance in accessing the benefit of development for the people around the forest areas. This study is expected to identify the potency and management of natural resources that exist in some regions especially Kalimantan. Besides, this study is aimed to yield policy recommendation both for local and central government in the effort of improving the effectivity of managing the natural resources and environment by increasing people's participation in managing this sector that both the government and local people can involve together and cooperate in a genuine program in order to manage the natural resources and environment based on the traditional knowledge and local wisdom in the future. Based on the data collected from research, the existence among the potential natural resources naturally has created a pattern of people- and-environment relationship. The interaction between people and natural resources has created the interaction pattern which becomes the vales embraced by the society. Among those values, there are many forms of local wisdoms that are inherited for years by the society through interaction with the forest ecosystem that they regard as everlasting resources. People indicate that the various potencies exist in the forest can save future generations and guarantee their lives there. In fact, this reform era is marked with the good will from some local government in the management of natural resources that some regencies in Kalimantan become conservation areas and the improvement of some forests status in the administrative territory to be protected forest. Besides, prevention efforts and law execution against illegal logging, illegal mining, illegal fishing, exploitation and harmful practices toward natural resources have taken place long time ago. Yet the efforts are still considered less optimal comparing the impact of damage that exists. One of the factors that cause the less optimum management of natural resources management is the limited involvement of the people around the natural resources environment. People are merely the audience and frequently get the glimpse of the issued policy that in the end become government's opposition. In fact, pursuant to field data collected from this research, plenty forms of local wisdom applied in people's life especially in adat community in Kalimantan. Even those values have been integrated and become Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan ixiii
  • 17. religius values embraced by the society. The forms of local wisdom among other things; Interdiction and sanction against promiscuous woodcutter, forest classification along with the mining procedures and other wisdoms which can be evidence that the damage of natural resources has been affected by economic motif more than local people's motif in order to fulfil their daily needs. Finally, this research offers a pattern of environmental management in a sustainable development concept regarding the principals of continuity, balance, and permanence supported by applying traditional knowledge and local community wisdom. Furthermore, this concept offer a balance model toward the management of natural resources with regard to long-range aspect (future generation) in one side, making the community as inseparable whether in planning stage, execution and supervision. However, this concept cannot be come true unless it is followed by the change of development paradigm focusing on the extraction of natural resources to get development fund or orientation on maximum yield principle to development paradigm that consider natural resources part of the development itself or orientation on sustainable development. Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan ixiv
  • 18. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bumi beserta isinya yang berupa sumber daya alam (SDA) merupakan anugerah yang diberikan oleh Tuhan kepada manusia untuk dapat dimanfaatkan dan dikelola secara arif dan bijaksana guna menopang kehidupan manusia sehingga perlu dipelihara dan dilestarikan. Dalam pemanfaatan sumber daya alam tentunya diperlukan pengelolaan yang baik agar kelangsungan sumber daya alam tersebut dapat menjadi koeksistensi secara sustainable dan saling menguntungkan (mutualisme) antara sumber daya alam tersebut dapat lestari dan manusia sebagai pengguna dapat memperoleh manfaat tanpa harus merusak alam sekitarnya. Dalam pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan pada suatu negara ataupun daerah, secara umum dapat dilakukan melalui dua pendekatan, yaitu melalui kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah untuk kemudian diterapkan dilapangan dengan disertai aturan-aturan dan konsekuensi dalam pelaksanaannya sehingga pemerintah beserta aparat akan berperan sebagai subjek sedangkan sumber daya alam dan masyarakat akan menjadi objek yang hanya mengikuti ketetapan pemerintah, sedangkan pendekatan yang kedua adalah dilakukan desentralisasi pengelolaan sumber daya alam (SDA) oleh pemerintah kepada masyarakat, sehingga masyarakat akan turut berperan secara langsung dan turut menjadi subjek dalam pengelolaannya sehingga akan tumbuh rasa memiliki dan keinginan turut menjaga kelestariannya. Berkaitan dengan pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan yang dilakukan dengan melibatkan masyarakat, dikenal istilah devolusi. Menurut Katon et al (2001) pengertian devolusi artinya pengalihan baik hak dan kewajiban-kewajiban pada kelompok dan masyarakat tingkat lokal dalam mengelola sesuatu. Dalam pengelolaan sumber daya alam khususnya hutan, devolusi merupakan salah satu alat yang efektif dalam menjaga dan memelihara kelestarian sumber daya hutan pada tingkat lokal. Devolusi terbentuk sebagai antisipasi terhadap keterbatasan Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan 001
  • 19. pemerintah selaku pengelola sumber daya hutan dalam menjaga dan mengelola sumber daya hutan pada tingkat lokal. Pada umumnya pemerintah mendapatkan hambatan dalam melakukan penjagaan dan pemeliharaan pada lahan-lahan yang sukar dijangkau. Akibatnya banyak terjadi pencurian kayu dan perambahan hutan yang kondisinya akhir-akhir ini semakin meningkat. Apabila pengelolaan hutan tersebut diserahkan kepada masyarakat yang dalam hal ini dimaksudkan adalah dengan adanya devolusi, maka hutan akan relatif terjamin kelestariannya karena masyarakat juga mempunyai kearifan lokal untuk mengelola hutan secara lestari yang dibangun berdasarkan pada pengalaman mereka berinteraksi dengan hutan selama berpuluh tahun atau berabad-abad lamanya. Berdasarkan pemikiran di atas adanya devolusi secara tidak langsung memberikan insentif terhadap masyarakat baik pada masyarakat setempat maupun anggota masyarakat pendatang dalam pengelolaan sumber daya hutan secara lestari. Insentif ini akan lebih dirasakan lagi terutama apabila mereka diberi hak-hak, wewenang dan kewajiban untuk terlibat dalam penentuan dan pembentukan kearifan lokal. Adanya proses devolusi pada tingkat lokal juga bisa dijadikan indikator adanya proses demokrasi yang ditandai dengan adanya pengalihan otoritas dari tingkat yang tinggi ke tingkat yang lebih rendah yaitu tingkat lokal masyarakat setempat. Untuk mendukung pelaksanaan kearifan lokal secara efektif, kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan aturan-aturan tersebut perlu dilakukan secara bersama dan adaptif. Pengertian secara "bersama" disini adalah semua masyarakat terutama yang berada di sekitar adanya sumber daya alam dan lingkungan maupun pemerintah bekerja bersama- sama dan saling berbagi pengetahuan dan tanggung jawab masing- masing terhadap pengelolaan sumber daya alam sehingga fungsi pemantauan dapat berjalan secara efektif. Pengertian "adaptif" adalah adanya respon ataupun reaksi secara cepat dan tepat terhadap kegiatan terdahulu yang dianggap tidak efektif. Respon ini diwujudkan dengan kegiatan-kegiatan perbaikan terhadap perencanaan, pelaksanaan maupun pemantauan pada kegiatan bersangkutan. Respon tersebut dapat berasal dari hasil refleksi kelompok-kelompok masyarakat terhadap kegiatan-kegiatan yang dilakukan. Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan 2
  • 20. Dalam hak-hak adat masyarakat terhadap tanah hutan, sebenarnya terkandung muatan-muatan kearifan mempertahankan keberadaan hutan. Misalnya, hutan Tengkawang masyarakat etnis Dayak Kalimantan Barat, merupakan suatu bentuk mempertahankan keberadaan hutan. Hutan Tengkawang ini dipelihara dan diatur dengan aturan adat agar bermanfaat bagi mereka. Demikian juga kewajiban adat untuk menanam pohon-pohon tertentu di areal perladangan oleh masyarakat Dayak di Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur. Pohon- pohon Tengkawang yang menghasilkan buah yang dapat dipungut masyarakat di Kalimantan Barat dipertahankan dan dipelihara dengan baik. Di Sumatera terdapat hutan-hutan larangan yang tidak boleh dijamah oleh masyarakat karena memiliki nilai sakral dan nilai adat yang tinggi dan masih banyak lagi hak-hak adat yang bersifat positif terhadap kelestarian hutan dan tanah hutan yang perlu terus digali. Permasalahannya sekarang adalah bagaimana upaya menjembatani hak-hak tradisional yang sudah dianut sejak dahulu kala tersebut agar secara berangsur-angsur dapat mengikuti dan bahkan melebur kedalam hukum pertanahan nasional yang berlaku. Bagaimana membangun hutan yang dimiliki oleh desa atau kelompok masyarakat disamping membangun hutan rakyat ditanah miliknya. Masyarakat lokal diberi hak pengelolaan hutan rakyat dan diatur oleh pemerintah setempat dengan menggunakan aturan-aturan adat setempat. Dengan program tersebut diharapkan kesejahteraan masyarakat didalam dan sekitar hutan yang secara dominan penghidupannya sebagai petani dapat lebih ditingkatkan lagi. Konsep ini merupakan kepedulian dan pemberdayaan terhadap masyarakat sekitar hutan. Jika kita melihat kembali kepada pengelolaan sumber daya alam yang telah dilakukan selama ini, sistem pengelolaan sumber daya alam yang diterapkan di Indonesia pada umumnya dan Kalimantan khususnya, lebih kepada pendekatan dimana negara ataupun daerah dalam hal ini pemerintah lah yang mempunyai kewenangan dalam pengelolaan sumber daya alam tanpa mempertimbangkan dan melibatkan masyarakat sekitar sehingga pada saatnya terjadi penyimpangan dalam pelaksanaan pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan di lapangan, masyarakat disekitarnya tidak akan peduli dan tidak akan bertindak untuk menjaga kelestariannya bahkan malah akan turut terlibat dalam perusakannya Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan 003
  • 21. dengan memanfaatkan sumber daya alam yang ada tanpa memperhatikan kelestariannya. Seperti yang banyak dilakukan oleh pemerintah adalah pemberian HPH kepada para pengusaha besar tanpa memperhatikan masyarakat sekitar, dimana banyak pengusaha besar yang hanya mengambil keuntungan dari hasil hutannya sedangkan kelestariannya diabaikan dan masyarakat pun tidak peduli dengan kerusakan alam yang terjadi bahkan turut melakukan illegal logging. Adapun akibat yang sering terjadi dari pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan yang tidak memperhatikan keseimbangan dan kelestarian alam diantaranya adalah kekeringan dan kebakaran hutan di musim kemarau, abrasi dan erosi tanah serta banjir dan tanah longsor di musim hujan, rusaknya daerah aliran sungai dan sempadan sungai/pantai serta taman nasional dan wisata alam, serta kerugian akibat hilangnya nilai sumber daya alam yang dieksploitasi tanpa memperhatikan kelestariannya. Kebijakan pengelolaan sumber daya alam yang diterapkan oleh pemerintah selama ini masih bersifat top down dan struktural, serta belum mengakomodir kepentingan masyarakat yang tinggal disekitarnya dan kurang memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk berpartisipasi langsung dalam proses pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan tersebut. Di lain pihak, lemahnya dan makin lunturnya kepedulian masyarakat (community awareness) untuk mengelola sumber daya alam dan lingkungan secara lestari dan memecahkan persoalan-persoalan bersama yang ada berkaitan dengan permasalahan sumber daya alam dan lingkungan. Dengan kata lain, kebijakan pemerintah dalam hal pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan selama ini belum mampu menumbuhkan rasa memiliki dan keinginan dari masyarakat disekitar lingkungan tersebut untuk turut menjaganya. Itulah sebabnya, implementasi suatu kebijakan yang penerapannya berhubungan langsung dengan sumber daya alam dan kehidupan masyarakat, justru sering ditolak dan menimbulkan konflik vertikal yang kontra-produktif. Hal seperti ini sungguh sangat ironis di era otonomi luas seperti saat ini. Sedangkan penerapan desentralisasi yang banyak dilakukan pada era otonomi saat ini hanya merupakan penyerahan wewenang yang semu dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah, sedangkan dalam pelaksanaan Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan 4
  • 22. pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan, pemerintah daerah tidak melibatkan masyarakat sekitar, kalaupun ada hanya kegiatan dengan skala kecil dan untuk daerah tertentu saja. Bahkan jika diperhatikan dengan adanya era otonomi yang diharapkan mempercepat pembangunan dan peningkatan perekonomian secara merata di seluruh daerah, secara tidak langsung justru turut juga dalam mempercepat kerusakan sumber daya alam dan lingkungan karena adanya pemegang wewenang baru didaerah-daerah yang berkeinginan membangun daerahnya masing-masing dengan segera sehingga melakukan eksploitasi secara besar-besaran terhadap sumber daya alam tanpa memperhatikan kelangsungan sumber daya alam dan lingkungan serta masyarakat disekitarnya. Oleh karena itu, langkah terpenting yang dapat dilakukan adalah dengan mengembangkan partisipasi masyarakat setempat. Pendekatan kebijakan yang sifatnya sentralistik dari pemerintah sebagai pemegang kewenangan kepada masyarakat perlu direvisi dengan metode yang lebih kolaboratif dan melibatkan peran langsung warga. Dengan metode baru ini, perlu dibentuk kelompok-kelompok masyarakat di sekitar sumber daya alam yang kemudian seharusnya menjadi mitra atau "rekanan" Pemerintah dalam pengelolaan dan penjagaan kelestarian sumber daya alam dan lingkungan tersebut. Dengan pola pengelolaan seperti ini, diharapkan dapat menghasilkan output berupa tetap terjaganya sumber daya alam dan lingkungan tersebut, dan terberdayakannya masyarakat yang bertempat tinggal disekitarnya sehingga kehidupan sosial ekonomi masyarakat juga meningkat, serta berkurangnya beban pengawasan oleh pemerintah untuk secara langsung di lapangan dalam kegiatan penjagaan yang sesungguhnya bisa diserahkan kepada masyarakat sendiri. Dengan model "kerjasama" tersebut, peran pemerintah dapat dikurangi secara signifikan, sehingga sumber daya aparatur yang ada dapat dimanfaatkan secara lebih produktif untuk sektor-sektor yang lebih membutuhkan. Ini berarti pula bahwa kebijakan Pemerintah lebih mampu "memanusiakan" kelompok-kelompok marginal masyarakat yang berada di sekitar sumber daya alam tersebut. Pada saat yang bersamaan, upaya ini juga dapat menumbuhkan rasa saling percaya (trust) diantara masyarakat dengan pemerintah, sekaligus mengembangkan jaringan kerja (network) yang harmonis serta meningkatkan kehidupan sosial Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan 005
  • 23. ekonomi melalui pemberdayaan masyarakat. Dengan kata lain, kebijakan yang partisipatif dan memperhatikan norma-norma sosial budaya yang berlaku pada masyarakat akan mengantarkan pada menguatnya kepedulian dan kontrol sosial masyarakat untuk mengatasi masalah- masalah pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan. Dengan demikian, perlunya upaya untuk mendeteksi hal-hal yang ada dan berkembang di masyarakat mengenai pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan berbasis pengetahuan dan kearifan local (local wisdom) dimasing-masing daerah untuk kemudian dikembangkan sehingga hal tersebut dapat diterima oleh masyarakat dan akan dapat menunjang program pemerintah dalam hal pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan secara baik dan lestari. Ini berarti pula bahwa kebijakan pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan tidak boleh hanya berorientasi pada keuntungan yang besar namun dalam tempo waktu yang tidak lama kemudian habis dan meninggalkan permasalahan yang mengancam kelangsungan kehidupan sendiri, tetapi harus pula mengacu pada pengelolaan sumber daya dan lingkungan secara berkelanjutan (suistainable) dan lestari. B. Perumusan Masalah Dari berbagai fenomena dipaparkan pada latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan adanya 2 (dua) permasalahan utama, yaitu: 1. Masih adanya praktek-praktek pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan yang tidak berbasis pada prinsip kesinambungan, keseimbangan dan kelestarian, seperti pembukaan hutan dengan cara pembakaran, illegal logging, penambangan tanpa ijin (PETI), penangkapan ikan dengan bom, dan sebagainya. Kondisi seperti ini berdampak pada degradasi mutu lingkungan. 2. Kurang efektifnya partisipasi masyarakat dalam kegiatan-kegiatan pemantauan, perencanaan dan pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan melalui pemanfaatan pengetahuan yang ada dan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan. 3. Kurang efektifnya kebijakan Pemerintah Daerah dalam hal pemberian ijin, perencanaan serta pengawasan terhadap pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan sehingga maraknya praktek-praktek Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan 6
  • 24. pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan yang tidak berbasis C. Kerangka Pikir Pada hirarki konseptual, sumber daya alam merupakan barang publik (public goods). Konsekuensi atas konsepsi ini adalah bahwa akses untuk mendapatkannya harus terbuka untuk sebanyak mungkin pelaku ekonomi dan masyarakat luas. Jenis public goods seperti ini harus dikelola secara transparan dan diawasi secara terbuka. Dengan demikian, jika kendali pengelolaannya dilakukan pemerintah saja tanpa kontrol yang memadai dari pihak masyarakat, maka kemanfaatannya menjadi sangat terbatas pula. Pengalaman Indonesia selama ini memperlihatkan bahwa kontrol pemerintah pusat sangat kuat sehingga kemanfaatannya pun terbatas pada kalangan dekat birokrasi pusat tersebut. Hal ini terbukti dari alokasi berbagai potensi sumber daya alam seperti pertambangan, hutan, perikanan dan sebagainya (Rachbini: 2003). Pola pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan, pada umum dapat dilakukan melalui dua pendekatan, yaitu pertama; melalui kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah untuk kemudian diterapkan dilapangan dengan disertai aturan-aturan dan konsekuensi dalam pelaksanaannya sehingga pemerintah beserta aparat akan berperan sebagai subjek sedangkan sumber daya alam dan masyarakat akan menjadi objek yang hanya mengikuti ketetapan pemerintah, sedangkan pendekatan yang kedua; adalah dilakukan desentralisasi pengelolaan SDA oleh pemerintah kepada masyarakat, sehingga masyarakat akan turut berperan secara langsung dan turut menjadi subjek dalam pengelolaannya sehingga akan tumbuh rasa memiliki dan keinginan turut menjaga kelestariannya. Praktek pola pengelolaan SDA secara sentralistik mewarnai perjalan sejah pembangunan di Indonesia dan telah memberikan dampak yang cukup luas. Salah satu dampak yang sangat dahsyat akibat sentralisasi pemerintahan dan manajemen pemerintahan Orde Baru adalah hilangnya inisiatif lokal dan masyarakat dalam meng-create dan mengembangkan berbagai potensi yang dimilikinya seperti potensi hutan yang dimilikinya. Masyarakat seperti terhipnotis oleh lakon pejabat -- mulai dari pusat hingga daerah -- yang secara semena-mena dan tanpa mempertimbangkan ekosistem dan nilai-nilai kearifan lokal (local wisdom) pada prinsip kesinambungan, keseimbangan dan kelestarian. Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan 007 pada prinsip kesinambungan, keseimbangan dan kelestarian.
  • 25. yang sejak turun-temurun dimiliki masyarakat dan telah berinteraksi dengan ekosistem hutan yang menurut mereka sebagai bagian dari mata pencaharian lestari. Pada era tersebut para penyelenggara negara selalu memandang sumber daya alam, termasuk hutan sebagai sumber daya sebagai engine of growth atau sebagaimana pandangan yang dianut oleh ilmuwan ekonomi konvensional seperti Adam Smith dan David Ricardo. Akibat cara pandang yang cenderung eksploitatif tersebut, maka sumber daya alam (hutan) termasuk sumber daya alam yang 'dikuasai' oleh pemerintah pusat yang dikelola secara sentralistis. Sedangkan masyarakat tidak memandang hutan sebagaimana cara pandang pengusaha dan pemerintah pusat pada saat itu, dimana hutan sebagai potensi ekonomi yang dilihat sebagai potensi kayu yang memiliki nilai ekspor tinggi. Masyarakat menilai berbagai potensi yang ada dalam hutan akan menyelamatkan generasi masa mendatang karena hutan masyarakat bisa hidup dan menyelematkan generasi yang akan datang. Dengan sistem pemerintahan yang sentralistik, pengelolaan sumber daya alam khususnya sumber daya hutan sangat ditentukan oleh pemerintah pusat. Kebijakan pemerintah untuk mengelola hutan secara legal mendorong praktek ekstraksi sumber daya hutan. Artinya penerima manfaat yang besar adalah pemerintah pusat dan pengusaha, sementara daerah mendapat bagian yang sangat kecil bahkan untuk daerah penghasil khususnya masyarakat hanya menjadi penonton dan penerima dampak langsung yang ditimbulkan oleh pengusahaan hutan. Bahkan masyarakat seringkali menjadi kambing hitam sebagai penyebab dampak negatif yang ditimbulkan oleh praktek-praktek swasta (pengusaha hutan) dan kebijakan pemerintah Praktek sentralisme dan ketertutupan birokrasi tersebut juga berdampak buruk pada pola pengelolaan sumber-sumber potensi ekonomi yang cenderung mengabaikan kepentingan masyarakat banyak dan tidak memperhitungkan dampak yang ditimbulkan akibat rusaknya ekosistem yang sangat penting bagi kehidupan masyarakat di masa datang. Bukti-bukti empiris seperti yang terjadi saat ini seperti banjir bandang di berbagai pelosok republik yang terjadi secara terus menerus, peristiwa tanah longsor, dan terjadinya kekeringan yang selalu menjadi momok dimusim kemarau adalah akibat dari pola-pola pengelolaan Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan 8
  • 26. lingkungan atas dasar kepentingan sesaat yang tidak berorientasi kedepan dan menafikan kepentingan generasi yang akan datang. Bahkan Menteri Lingkungan Hidup (2006) mengeluarkan angka laju deforestasi hutan di Indonesia yaitu mencapai 2 juta hektar pertahun, dan apabila tidak ada upaya serius untuk menghentikan deforestasi ini, diperkirakan tipe hutan tropis ini akan dalam waktu dekat akan lenyap di Sulawesi dan Sumatera serta pada tahun 2010 akan lenyap di Kalimantan. Sedangkan secara global menurut Emil Salim, rusaknya SDA bisa dilihat dari (1) telah menciutnya hutan sehingga keanekaragaman hayati mulai berkurang; (2) suhu bumi meningkat drastis, sehingga iklim cepat berubah-ubah, permukaan air naik sedangkan volumenya menurun dan kualitasnya pun makin memburuk; (3) tanah bergurun pasir meluas; dan (4) fungsi ekosistem sebagai sistem penunjang kehidupan makin terganggu. Memperhatikan kondisi tersebut, perubahan paradigma pembangunan khususnya pola pengelolaan sumber daya alam secara berkelanjutan dan berkesinambungan dengan mengacu kepada prinsip kesinambungan, keseimbangan dan kelestarian merupakan pilihan yang harus dipilih oleh pemerintah. Menurut Komisi Brudtland definisi pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang memenuhi kebutuhan generasi saat ini tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka Sementara Emil Salim mendefinisikan pembangunan yang bekelanjutan adalah suatu proses pembangunan yang mengoptimalkan manfaat dari sumber daya alam dan sumberdaya manusia, dengan menyerasikan sumber daya alam dengan manusia dalam pembangunan. Terlepas dari perdebatan interpretasi pendefinisian pembangunan berkelanjutan tersebut, menurut Emil Salim, terdapat tiga langkah, sebagai implikasi kebijakan yang penting untuk dipikirkan para pengambil keputusan pembangunan, sebagai berikut: Pertama, berkenaan dengan pengelolaan sumber daya alam (resource management) dengan tekanan pada pengelolaan hutan, tanah dan air. Pengelolaan hutan harus mencakup sumber hayati plasma nuftah, yang merupakan sumber alam genetik (genetic resource), sehingga pengelolaan hutan itu tidak hanya memperhatikan kayu-kayunya, Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan 9
  • 27. melainkan juga sumber genetik tersebut. Hal ini penting karena pada awal abad 21, sumber alam genetik akan menjadi sumber daya alam yang amat menentukan pembangunan yang akan datang (Salim, 1992 dan Rachbini, 2001). Kebijakan kedua berkenaan dengan pengelolaan dampak pembangunan terhadap lingkungan yang mencakup penerapan analisis dampak pembangunan terhadap lingkungan, pengendalian pencemaran, khususnya bahan berbahaya dan beracun, maupun pengelolaan lingkungan binaan manusia (man made environment) seperti kota, waduk dan lain sebagainya. Kebijakan ketiga, berkenaan dengan pembangunan sumberdaya manusia (human resources development), yang mencakup pengendalian jumlah penduduk atau kualitasnya (tingkat kelahiran, tingkat kematian, dan tingkat kesakitan); pengelolaan mobilitas perpindahan penduduk kedaerah dan ke kota, pengembangan kualitas penduduk, baik secra fisik maupun non fisik yang menyangkut kualitas pribadi maupun kualitas bermasyarakat, serta pengembangan keserasian kuantitatif, keserasian kualitatif dan keserasian wawasan. Yang menjadi landasan utama dari konsep pembangunan berkelanjutan ini adalah suatu paradigma pembangunan yang melihat sumber daya alam sebagai bagian dari pembangunan itu sendiri atau orientasi pada keberlanjutannya (Suistainable Development) bukan pembanguunan yang bertumpu pada ekstraksi sumber daya alam untuk mendapatkan dana pembangunan atau orientasi pada produksi maksimum (maximum yield principle). Dengan kata lain, sumber daya alam yang ada dikelola dan dimanfaatkan dengan tetap menerapkan prinsip-prinsip pelestarian alam sehingga terjadi keseimbangan antara konservasi dan kegiatan pemanfaatan sumber daya alam untuk menunjang pembangunan guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat. D. Ruang Lingkup Kajian ini mencoba menggali alternatif pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) dan lingkungan berbasis pengetahuan dan kearifan lokal (local wisdom) yang ada di masyarakat. Sedangkan ruang lingkup kegiatan penelitian ini yaitu daerah tingkat dua (Kabupaten/Kota) yang Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan 10
  • 28. mempunyai potensi yang besar di sektor Sumber Daya Alam (SDA) namun dalam pengelolaan selama ini sangat minim adanya partisipasi masyarakat setempat, dimana setiap kota mewakili 1 Propinsi di Kalimantan. Adapun penentuan sampelnya dilakukan secara random bertujuan (purposive random sampling) dengan daerah-daerah yang diteliti: No. Wilayah Daerah Sampel 1 Kalimantan Timur  Kab. Berau 2 Kalimantan Barat  Kab. Kapuas Hulu 3 Kalimantan Tengah  Kab. Murung Raya 4 Kalimantan Selatan  Kab. Hulu Sungai Tengah Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan 011 E. Tujuan dan Kegunaan Kegiatan penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan efektivitas pengelolaan Sumber Daya Alam dan lingkungan melalui peningkatan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sektor ini. Sehingga kedepan, diharapkan pemerintah daerah maupun masyarakat setempat terlibat dalam satu program yang jelas dalam pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) dan lingkungan berbasis pengetahuan (traditional knowledge) dan kearifan lokal (local wisdom) di Kalimantan. F. Target / Hasil yang Diharapkan Hasil akhir yang ingin dicapai dari kajian ini adalah tersusunnya sebuah laporan dan rekomendasi tentang strategi pemerintah daerah untuk mendorong partisipasi masyarakat dalam pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) dan lingkungan berbasis pengetahuan tradisional (traditional knowledge) dan kearifan lokal (local wisdom) di Kalimantan. G. Status dan Jangka Waktu Kajian ini merupakan program baru yang dilaksanakan untuk wilayah Kalimantan. Adapun jangka waktu yang dibutuhkan untuk pelaksanaan kajian ini adalah 9 bulan, yakni periode April - Desember 2006. Tabel 1.1 Daerah Sampel/Tujuan Kajian
  • 29. BAB II KERANGKA TEORETIS POLA PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN BERBASIS PENGETAHUAN DAN KEARIFAN LOKAL (LOCAL WISDOM) A. Konsepsi dan Ruang Lingkup Pengelolaan SDA dan Lingkungan Sumber daya alam seperti air, udara, lahan minyak, ikan, hutan dan lain-lain merupakan sumber daya yang esensial bagi kelangsungan manusia. Berkurang atau hilangnya pasokan udara dan air misalnya akan sangat mengganggu kelangsungan hidup umat manusia. Demikian juga dengan hutan, dimana kelangsungan hidup manusia juga bergantung kepadanya. Rusaknya hutan akan sangat merugikan umat manusia. Langkanya air pada musim kemarau dan ancaman banjir pada musim penghujan adalah ancaman yang ditimbulkan oleh rusaknya hutan terhadap kehidupan umat manusia. Karenanya pengelolaan sumber daya alam yang baik akan meningkatkan kesejahteraan umat manusia, dan sebaliknya pengelolaan sumber daya alam yang buruk akan merugikan umat manusia. Karena itulah persoalan fundamental sehubungan dengan pengelolaan sumber daya alam adalah bagaimana mengelola sumber daya alam tersebut agar dapat menghasilkan manfaat yang sebesar-besarnya bagi umat manusia 1 dengan tidak mengorbankan kelestarian sumber daya alam itu sendiri . Mungkin karena itulah Undang-Undang Dasar 1945 menempatkan sumber daya alam sebagai kekayaan yang harus dilindungi negara. “ (1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas azas kekeluargaan; (2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara; (3) Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat". 1 Fauzi, Akhmad. Ekonomi Sumber daya Alam dan Lingkungan: Teori dan Aplikasi. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 2004: 2. Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan 12
  • 30. Demikian pasal 33 ayat (1), (2) dan (3) Undang-undang Dasar 1945. Di dalam penjelasan pasal 33 disebutkan bahwa "dalam pasal 33 tercantum dasar demokrasi ekonomi, produksi dikerjakan oleh semua, untuk semua di bawah pimpinan atau penilikan anggota-anggota masyarakat. Kemakmuran masyarakat-lah yang diutamakan, bukan kemakmuran orang seorang". Selanjutnya dikatakan bahwa "Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung dalam bumi adalah pokok-pokok kemakmuran rakyat. Sebab itu harus dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat". Penafsiran dari kalimat "dikuasai oleh negara" dalam ayat (2) dan (3) tidak selalu dalam bentuk kepemilikan tetapi utamanya dalam bentuk kemampuan untuk melakukan kontrol dan pengaturan serta memberikan pengaruh agar perusahaan tetap berpegang pada azas kepentingan 2 mayoritas masyarakat dan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat . Jiwa pasal 33 berlandaskan semangat sosial, yang menempatkan penguasaan barang untuk kepentingan publik (seperti sumber daya alam) pada negara. Pengaturan ini berdasarkan anggapan bahwa pemerintah adalah pemegang mandat untuk melaksanakan kehidupan kenegaraan di Indonesia. Untuk itu, pemegang mandat ini seharusnya memiliki legitimasi yang sah dan ada yang mengontrol tidak tanduknya, apakah sudah menjalankan pemerintahan yang jujur dan adil, bertanggungjawab (accountable), dan transparan (transparent). Penguasaan Negara atas bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya tersebut secara luas dijabarkan lebih jauh setidaknya oleh 11 undang-undang yang mengatur sektor-sektor khusus yang memberi kewenangan luas bagi Negara untuk mengatur dan menyelenggarakan penggunaan, persediaan dan pemeliharaan sumber daya alam serta mengatur hubungan hukumnya. Kesebelas undang- undang tersebut adalah sebagai berikut: (a) UU No. 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria; (b) UU No. 5 Tahun 1967 tentang Pokok Kehutanan; (c) UU No. 11 Tahun 1967 tentang Pokok Pertambangan; (d) UU No. 1 Tahun 1973 tentang Landasan Kontinen; (e) UU No. 11 Tahun 1974 Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan 013
  • 31. tentang Ketentuan Pokok Pengairan; (f) UU 13 Tahun 1980 tentang Jalan; (g) UU No. 20 Tahun 1989 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertahanan Keamanan; (h) UU No. 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan- ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup; (i) UU No. 9 Tahun 1985 tentang Ketentuan Pokok Perikanan; (j) UU No. 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian; dan UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber daya Hayati. Lahirnya berbagai UU terkait dengan pengaturan dan penyelenggaraan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan sumber daya alam serta pengaturan hubungan hukumnya, menjadi penjelas kepada kita bahwa telah ada political-will dari penyelenggara negara untuk menguasai sumber daya alam untuk dipergunakan bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Sedangkan, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pengelolaan adalah proses yang memberikan pengawasan pada semua hal yang terlibat dalam pelaksanaan kebijaksanaan dan pencapaian tujuan; proses melakukan kegiatan tertentu dengan menggerakan tenaga orang lain. Sedangkan Sumber Daya Alam diartikan sebagai potensi alam yang dapat dikembangkan untuk proses produksi. Menurut Undang- Undang Lingkungan Hidup No.23 tahun 1997 Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. Sedangkan Pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijaksanaan penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan, dan pengendalian lingkungan hidup. B. Konsep dan Definisi Sumber Daya Alam Pengertian sumber daya dalam ilmu ekonomi sudah dikenal hampir 2,5 abad yang lalu, ketika Adam Smith menerbitkan bukunya Wealth of Nation -nya pada 1776, dimana dalam bukunya tersebut sumber daya telah digunakan dalam kaitannya dengan proses produksi. Menurut Adam Smith, sumber daya didefinisikan sebagai seluruh faktor produksi yang diperlukan untuk menghasilkan output. Konsep ekonomi klasik yang Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan 14
  • 32. dipelopori Adam Smith ini menganggap sumber daya identik dengan input produksi. Penyetaraan ini memiliki keterbatasan karena sumber daya diartikan secara terbatas dalam peranannya untuk menghasilkan utilitas (kepuasan) melalui proses produksi. Dengan perkataan lain, sumber daya diperlukan bukan karena faktor dirinya sendiri, melainkan diperlukan sebagai sarana untuk mencapai tujuan. Padahal sumber daya bisa juga 3 menghasilkan utilitas tanpa melalui proses produksi . Hutan yang memiliki panorama indah, misalnya, bisa saja tidak dijadikan faktor produksi, namun memberikan utilitas berupa pemandangan (scenery) yang dapat dinikmati masyarakat. Pendefinisian terhadap sumber daya menurut Adam Smith tersebut, cenderung mengabaikan aspek intrinsik dari sumber daya itu sendiri. Nilai intrinsik adalah nilai yang terkandung dalam sumber daya, terlepas apakah sumber daya tersebut dikonsumsi atau tidak. Bahkan menurut Fauzi (2004), lebih ekstrim lagi, terlepas apakah manusia itu ada 4 atau tidak . Dan dalam ilmu ekonomi konvensional, sebagaimana Adam Smith melihat sumber daya, aspek intrinsik ini sering diabaikan sehingga kebanyakan negara, memilih alat ekonomi konvensional untuk memahami pengelolaan sumber daya alam tanpa melihat dimensi intrinsik. Akibatnya adalah over-exploitation yang mengabaikan kemanfaatan sumber daya bagi generasi yang akan datang. 5 Ensiklopedia Webster sebagaimana dikutip Fauzi (2004) mendefinisikan sumber daya antara lain sebagai (a) kemampuan untuk memenuhi atau menangani sesuatu; (b) sumber persediaan, penunjang atau bantuan; (c) sarana yang dihasilkan oleh kemampuan atau pemikiran seseorang. Judith Rees (1990) dalam bukunya yang berjudul Natural Resources: Allocation, Economics and Policy, sebagaimana yang dikutip oleh Fauzi (2004) menjelaskan bahwa sesuatu yang dapat dikatakan sebagai sumber daya harus memiliki dua kriteria: (a) harus ada pengetahuan, teknologi atau keterampilan (skill) untuk memanfaatkannya; (b) harus ada permintaan (demand) terhadap sumber daya tersebut. 3 Fauzi, Akhmad.Op.cit. hal 3. 4 Ibid. 5 Ibid. hal 2. Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan 015
  • 33. Kalau kriteria tersebut tidak dimiliki, maka sesuatu itu kita sebut barang netral. Jadi tambang emas yang terkandung di dalam bumi misalnya, jika kita belum memiliki pengetahuan dan keterampilan untuk memanfaatkannya dan tidak ada demand untuk komoditas tersebut, tambang emas tersebut masih dalam kriteria barang netral. Namun pada saat permintaan ada dan teknologi tersedia, ia menjadi sumber daya atau resource. Dengan demikian, dalam pengertian ini, sumber daya didefinisikan terkait dengan kegunaan (usefulness), baik untuk masa kini maupun masa yang akan datang bagi umat manusia. Menurut Fauzi (2004), selain dua kriteria di atas, definisi sumber daya juga terkait dengan dua aspek, yakni aspek teknis yang memungkinkan bagaimana sumber daya dimanfaatkan, aspek kelembagaan yang menentukan siapa yang mengendalikan sumber daya dan bagaimana teknologi digunakan. Aktifitas ekstrasi sumber daya hutan, misalnya, melibatkan aspek teknis menyangkut alat pemotong kayu, alat transportasi, tenaga kerja dan alat pengolah kayu, serta aspek kelembagaan yang menentukan pengaturan siapa saja yang boleh mengelola dan memanfaatkan hasil hutan. Jika misalnya, aspek kelembagaan tidak berfungsi secara baik, sumber daya hutan akan terkuras habis tanpa memberi manfaat yang berarti bagi umat manusia, bahkan yang ada adalah ancaman terhadap keselamatan umat manusia sepebagaimana yang saat ini sedang melanda Indonesia seperti banjir, tanah longsor dan bencana alam lainnya. C. Pandangan terhadap Sumber Daya Alam Dalam memahami sumber daya alam, terdapat dua pandangan 6 yang berbeda . Pertama, pandangan konservatif atau sering disebut sebagai pandangan pesimis atau perspektif Malthusian. Dalam pandangan ini, resiko akan terkurasnya sumber daya alam menjadi perhatian utama. Dalam pandangan ini, sumber daya alam harus dimanfaatkan secara hati-hati karena karena ada faktor ketidakpastian terhadap apa apa yang akan terjadi terhadap sumber daya alam untuk generasi yang akan datang. 6 Ibid. hal 4. Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan 16
  • 34. Pandangan ini berakar pada pemikiran Malthus yang dikemukakan sejak tahun 1879 ketika bukunya yang tersohor itu, Principle of Population diterbitkan. Dalam perspektif Malthus, sumber daya alam yang jumlahnya terbatas ini tidak akan mampu mendukung pertumbuhan penduduk yang cenderung tumbuh secara eksponensial. Sementara produksi dari sumber daya alam akan mengalami apa yang disebut dalam teori konvensional sebagai diminishing return dimana output perkapita akan mengalami kecenderungan yang menurun sepanjang waktu. Menurut Malthus, ketika proses diminishing return ini terjadi, standar hidup juga akan menurun sampai ke tingkat subsisten yang pada gilirannya akan mempengaruhi reproduksi manusia. Pandangan kedua, adalah pandangan eksploitatif atau sering juga disebut sebagai perspektif Ricardian. Dalam pandangan ini dikemukakan antara lain: ‘ Sumber daya alam diangap sebagai mesin pertumbuhan (engine of growth) yang mentransformasikan sumber daya ke dalam man-made capital yang pada gilirannya akan menghasilkan produktifitas yang lebih tinggi di masa datang. ‘ Keterbatasan supply dari sumber daya untuk memenuhi kebutuhan ekonomi dapat disubstitusikan dengan cara intensifikasi (eksploitasi sumber daya secara intensif) atau dengan cara ekstensifikasi (memanfaatkan sumber daya yang belum dieksploitasi). ‘ Jika sumber daya menjadi langka, hal ini akan tercermin dalam dua indikator ekonomi, yakni meningkatnya baik itu harga output maupun biaya ekstraksi per satuan output. Meningkatnya harga output akibat meningkatnya biaya per satuan output akan menurunkan permintaan terhadap barang dan jasa yang dihasilkan sumber daya alam. Di sisi lain, peningkatan harga output menimbulkan insentif kepada produsen sumber daya alam untuk berusaha meningkatkan supply. Namun, karena ketersediaan sumber daya alam sangat terbatas, kombinasi dampak harga dan biaya akan menimbulkan insentif untuk mencari sumber daya substitusi dan peningkatan daur ulang. Selain itu, untuk mengembangkan inovasi-inovasi seperti pencarian deposit baru, peningkatan efisiensi produksi, dan peningkatan teknologi daur ulang sehingga dapat mengurangi tekanan terhadap pengurasan sumber daya alam. Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan 017
  • 35. Kedua pandangan tersebut, secara diagramatis, dapat dilihat pada gambar di bawah ini. Sumber Daya Alam Eksploitasi / Pemanfaatan Ekstraksi Daya Dukung Pengurangan Tingkat Pengurasan Pemanfaatan Lestari Tidak Pengurasan SDA Ya Kelangkaan Peningkatan Biaya Ekstaksi Peningkatan Harga SDA Penurunan Permintaan Peningkatan Penawaran ‘ Pencarian SDA pengganti ‘ Peningkatan Daur Ulang Inovasi ‘ Pencarian SDA baru ‘ Peningkatan Efisiensi ‘ Perbaikan teknologi daur ulang ‘ Perbaikan konservasi Sumber: Fauzi, Akhmad. Ekonomi Sumber daya Alam dan Lingkungan: Teori dan Aplikasi. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 2004: 7. Gambar 2.1. Bagan Pandangan terhadap Sumber daya Alam Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan 18
  • 36. D. Pengelolaan Hutan Sentralistik Sejak berdirinya negara Republik Indonesia, pengelolaan sumber daya hutan tidak dapat dilepaskan dari cara pandang dan pola pikir para penyelenggara negara terhadap sumber daya tersebut pada eranya masing-masing. Pada era Orde Baru misalnya, para penyelenggara negara selalu memandang sumber daya alam, termasuk hutan sebagai sumber daya sebagai engine of growth atau sebagaimana pandangan yang dianut oleh ilmuwan ekonomi konvensional seperti Adam Smith dan David Ricardo. Akibat cara pandang yang cenderung eksploitatif tersebut, maka sumber daya alam (hutan) termasuk sumber daya alam yang 7 8 'dikuasai' oleh pemerintah pusat yang dikelola secara sentralistis . Cara pandang inilah yang menjadi penyebab rusak dan hancurnya lingkungan hidup dan sumber-sumber kehidupan Indonesia, terutama 9 hutan di Indonesia. Menurut Aida Vitayala (2004) penyebabnya adalah karena over-ekplorasi untuk memenuhi kebutuhan industri kehutanan, konversi lahan hutan menjadi lahan non-hutan (misalnya, perkebunan, transmigrasi, jalan raya), timber ekstraksion, illegal logging, kebakaran hutan, penegakan hukum yang lemah, pemberian fasilitas konsesi hutan yang tidak terkontrol, korupsi dan inefisiensi pelaksanaan PP (Peraturan Pemerintah) dalam proses pengusahaan dan pengelolaan hutan. Menurut, Aida (2004), sebagaimana mengutip data DepHutBun (2000), laju degradasi hutan di Indonesia mencapai rataan 1-1,5 juta hektar yang sekaligus mengancam seluruh tipe habitat, dari hujan dataran rendah sampai alpin dan menyebabkan penyusutan sebanyak 20 persen sampai 70 persen (barber, et.al, 1997). Akibat lanjutannya adalah fungsi lingkungan hutan yang mendukung kehidupan manusia terabaikan, beragam kehidupan flora dan fauna yang membentuk mata rantai kehidupan yang bermanfaat bagi manusia menjadi rusak dan hilang. 7 Anwar, Wahyudi K. Desentralisasi Pengelolaan Sumber daya Hutan: Jalan Berliku Yang Tak Juga Berujung. Biro Penerbitan Arupa. Yogyakarta. 2002. hal 11. 8 Fauzi, Akhmad. Op.cit. hal: 140. 9 Aida Vitayala Hubeis. Pemiskinan Masyarakat Sekitar Hutan. Makalah ini disampaikan pada acara Sarasehan dan Kongres LEI Menuju CBO: Sertifikasi Di Simpang Jalan: Politik Perdagangan, Kelestarian dan Pemberantasan Kemiskinan; Ruang BinaKarna Auditorium Ruang Rama, Hotel Bumi Karsa Komp.Bidakara dan Karna, Jakarta, 19-22 Oktober 2004. Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan 019
  • 37. Semua ini mengakibatkan timbulnya ketidakadilan dan kesenjangan mengakses manfaat pembangunan bagi masyarakat di sekitar kawasan hutan. Berlakunya otonomi daerah dengan tidak disertai tanggung jawab dan tanggung gugat dari penyelenggara negara, mengakibatkan rakyat semakin miskin. Keadaan ini semakin memperburuk kondisi masyarakat sekitar hutan. Sebuah gambaran nyata kebijakan salah urus potensi sumber daya alam yang sangat potensial ditengah era reformasi yang setengah hati yang mengakibatkan salah urus berbagai aspek vital kehidupan termasuk hutan. Menurut Walhi, salah urus ini terjadi akibat paradigma pembangunanisme dan pendekatan sektoral yang keliru. Sumber penghidupan diperlakukan sebagai aset dan komoditi yang bisa dieksploitasi untuk keuntungan sesaat dan kepentingan kelompok tertentu. Masalah ketidakadilan dan jurang sosial dianggap sebagai harga dari pembangunan. Pembangunan dianggap sebagai suatu proses yang perlu kedisplinan dan kerja keras, dan tidak dipandang sebagai salah satu cara dan proses untuk mencapai kemerdekaan. Sumber daya hutan disempitkan menjadi kayu, sumber daya laut hanya ikan dan sebagainya. Akibatnya pendekatan yang digunakan dengan kerangka eksploitasi tersebut, maka negara menghegemoni rakyat dalam pengaturan sumber- sumber kehidupan. Eskalasi konflik yang terkait dengan sumber-sumber penghidupan belakangan ini menjadi contoh nyata dari salah urus yang terjadi. Berikut ini adalah catatan penting pengelolaan sumber daya alam yang difokuskan pada pengelolaan hutan, terutama pada era Orde Baru yang hampir 32 tahun mengelola aset potensial yang menjadi paru-paru dunia ini. Setahun setelah Suharto resmi menjadi presiden, tepatnya pada 27 Maret 1968, Sokarno mengambil langka-langkah mendasar dan melakukan berbagai perubahan besar-besaran terhadap tata kehidupan ekonomi dan politik yang pada zaman presiden terdahulunya dijadikan 10 arah kebijakan pembangunannya . Dalam bidang politik, Soeharto 10 Wibawa, Samudra. Negara-negara di Nusantara dari Negara-Kota hingga Negara-Bangsa, dari Modernisasi hingga Reformasi Administrasi. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 2001. Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan 20
  • 38. mengalihkan arah politik luar negeri Indonesia dari pro-Soviet/Cina menjadi pro Amerika dan bahkan hubungan dengan Unisoviet dan Cina dibekukan. Sementara itu, dalam bidang ekonomi, Soeharto juga melakukan berbagai langkah yang searah dengan arus politik (luar negeri) Soeharto. Setelah menasionalisasikan perusahaan-perusahaan milih Soviet dan Cina, Soeharto mengundang investasi asing, menawarkan keringanan pajak dan insentif lain. Dan setelaah Irian Jaya diakui PBB sebagai salah satu provinsi Indonesia pada tahun 1969, jadilah Indonesia sebagai surga bagi para pengusaha Amerika, Jepang dan Amerika. Dan sejak itu pula dan kapital asing mulai berdatangan sejak 1970, termasuk bantuan dari IMF, Bank Dunia, UNDP, ADB, OECD. Terbentuklah sebuah forum negara-negara pemberi utang yang bernama IGGI (Inter Governmental Group on Indonesia), keberhasilan Indonesia mengatasi masalah ekonomi dalam negerinya melalui perluasan dan penguatan kepercayaan, hubungan dan dukungan luar negerinya -suatu keberhasilan semu yang nantinya harus ditebus dengan kebangkrutan di 11 penghujung abad . Setelah sukses membangun citra Orde Baru dan mengubah arah kebijakan pembangunan luar negeri dan kebijakan ekonomi nasional, perlahan tapi pasti, presiden Soeharto kembali mempertegas komitmen politiknya dengan melakukan konsolidasi internal untuk membangun model pemerintahan presidensiil, mengeliminasi peran partai politik dalam 12 menentukan kebijakan publik . 13 Dalam catatan Miftah Thoha upaya presiden Soeharto membungkam partai politik tergolong sukses besar. Dia belajar benar dari era sistem parlementer yang menyebabkan distabilisasi politik dan ekonomi nasional yang menyebabkan sering berubah dan bergantinya 11 Ibid. 12 Partai-partai politik dipaksa untuk melakukan penggabungan diri hingga menjadi sembilan buah saja pada pemilu 1971 dan bahkan tinggal dua pada pemilu 1977, sementara pemerintah sendiri memiliki partai sendiri bernama Golkar (Golongan Karya) yang berisi para teknokrat, pegawai negeri dan militer dengan sejumlah organisasi-anaknya di semua segmen masyarakat mulai dari pemuda, perempuan, buruh, petani, nelayan hingga kiyai. Lebih dari itu, hanya organisasi kepentingan yang terwadahi dalam Golkar-lah yang diakui oleh pemerintah dan oleh karena itu memiliki akses pembuatan kebijakan publik. 13 Thoha, Miftah, Birokrasi dan Politik di Indonesia. PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2003:133. Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan 021
  • 39. kabinet pemerintahan. Pola presidensil ini sangat efektif untuk mempertahankan kepemimpinan presiden Soeharto yang setiap kali pemilu selalu ditetapkan dikukuhkan sebagai Presiden dan yang memimpin kabinet. Kabinet ini yang dikenal dengan kabinet pemerintahan Golkar yang selalu memenangkan pemilu dengan mayoritas tunggal - padahal Golkar bukan menamakan dirinya sebagai partai politik, akan tetapi setiap pemilu ikut sebagai kontestan pemilu dan selalu 14 memenangkan suara terbanyak . Stabilitas ekonomi politik semakin mantap. Ketersediaan dana lewat utang luar negeri maupun pajak minyak -yang harganya melonjak pada 1973-dan eksploitasi sumber alam lain (yang semuanya diklaim sebagai milik negara alias pemerintah pusat), mendorong keyakinan pemerintahan Soeharto makin memantapkan pemerintahan terpusat (sentralisasi pemerintahan) dan menyeragamkan struktur pemerintahan daerah, bahkan hingga ke level desa sejak 1979. Keseragaman struktur pemerintahan provinsi dan terutama kabupaten ini kadang-kadang dikritik karena dibeberapa lokasi dibentuk suatu Dinas yang tidak memiliki aktifitas sama sekali karena memang obyeknya tidak ada. Kritik yang lebih keras ditujukan pada penyeragaman struktur pemerintahan desa, yang terutama di luar Jawa, mengabaikan tradisi politik lokal. Secara keseluruhan, praktik penyelenggaraan pemerintahan terpusat seperti ini berimplikasi luas, antara lain pada: hilangnya kemajemukan struktur politik lokal, hilangnya inisiatif daerah, lemahnya pertanggungjawaban pemerintah daerah maupun Pusat kepada masyarakat lokal (karena semua pertanggungjawaban kepala daerah tidak kepada DPRD sebagai perwakilan rakyat di parlemen, tetapi kepada presiden atau mendagri), dan terjadinya kolusi antar berbagai lembaga 15 pemerintah maupun pemerintah swasta . 14 Kabinet pemerintahan Golkar ini menteri-menterinya selalu berasal dari para teknokrat bukan politisi. Karena Golkar sebagai pemenang pemilu mengutamakan kekaryaan, maka karya itu hanya bisa dilakukan oleh orang-orang profesional dari kalangan teknokrat. Dengan demikian peranan partai politik sama sekali tidak ada, dan bahkan partai politik acapkali dijadikan dalih yang membuat tidak ada stabilitas pembangunan bangsa dan negara. Dua partai politik, yakni PPP dan PDI sama sekali tidak lagi bisa menyentuh pemerintahan (Thoha, 2003:134). 15 Samudra Wibawa. Op.cit. hal: 147. Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan 22
  • 40. Salah satu dampak yang sangat dahsyat akibat sentralisasi pemerintahan dan manajemen pemerintahan Orde Baru adalah hilangnya inisiatif lokal dan masyarakat dalam meng-create dan mengembangkan berbagai potensi yang dimilikinya seperti potensi hutan yang dimilikinya. Masyarakat seperti terhipnotis oleh lakon pejabat --mulai dari pusat hingga daerah-- yang secara semena-mena dan tanpa mempertimbangkan ekosistem dan nilai-nilai kearifan lokal (local wisdom) yang sejak turun- temurun dimiliki masyarakat dan telah berinteraksi dengan ekosistem hutan yang menurut mereka sebagai bagian dari matapencaharian lestari. Masyarakat tidak memandang hutan sebagaimana cara pandang pengusaha dan pemerintah pusat pada saat itu -dimana hutan sebagai potensi ekonomi yang dilihat sebagai potensi kayu yang memiliki nilai ekspor tinggi. Masyarakat menilai berbagai potensi yang ada dalam hutan akan menyelamatkan generasi masa mendatang karena hutan masyarakat bisa hidup dan menyelematkan generasi yang akan datang. Salah satu kritik yang tajam dari berbagai kalangan baik daerah, nasional maupun internasional terhadap hasil pemerintahan era orde baru adalah pengelolaan hutan yang tidak terkendali. Konflik lahan yang banyak bermunculan di daerah, penyalahgunaan dana reboisasi sampai pada prasyarat dari IMF sebagai pemberi pinjaman kepada Indonesia untuk mencegah degradasi hutan agar pinjaman Indonesia dapat segera 16 dicairkan oleh IMF . Secara khusus Revrisond Baswir menilai bahwa dibalik ketatnya prasarat IMF itu, dalam setiap agendanya, ada intervensi terselubung: dimana setiap negara anggota IMF yang menguasai saham terbesar seperti AS, Inggris, Jepang, Canada, Jerman, Perancis dan Italia, selalu membawa titipan dari transnational company, TNC untuk terlibat dalam pelaksanaan agenda kebijakan perekonomian nasional yang disetujui 17 IMF . Dan dampaknya pun dipastikan bahwa dominasi TNC dalam pengelolaan ekonomi Indonesia semakin nyata. Dan parahnya, kontribusi TNC dalam perusakan lingkungan hidup semakin besar. 16 M. Amin Panto. "Kontribusi pengelolaan Hutan terhadap PAD Provinsi Sulawesi Tengah dalam Prospek Otonomi Daerah". Jurnal Intip Hutan. Mei-Juli 2003 17 Baswir, Revrisond. Dibawah Ancaman IMF. Pustaka Pelajar. Yogyakarta. 2003: 40-41.. Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan 023
  • 41. Dengan sistim pemerintahan yang sentralistik, pengelolaan sumber daya alam khususnya sumber daya hutan sangat ditentukan oleh pemerintah pusat. Kebijakan pemerintah untuk mengelola hutan secara legal mendorong praktek ekstraksi sumber daya hutan. Artinya penerima manfaat yang besar adalah pemerintah pusat dan pengusaha, sementara daerah mendapat bagian yang sangat kecil bahkan untuk daerah penghasil khususnya masyarakat hanya menjadi penonton dan penerima 18 dampak langsung yang ditimbulkan oleh pengusahaan hutan . Bahkan masyarakat seringkali menjadi kambing hitam sebagai penyebab dampak negatif yang ditimbulkan oleh praktek-praktek swasta (pengusaha hutan) dan kebijakan pemerintah. Kurangnya wewenang yang berada di tangan pemerintah daerah juga menjadi penyebab terjadinya perambahan hutan, pendudukan kawasan hutan serta aktifitas pencurian hasil hutan yang semuanya bermuara pada lajunya degradasi hutan. Bila upaya pemerintah melalui kegiatan reboisasi tidak mendapat perhatian yang serius maka laju kerusakan hutan akan lebih cepat lagi, dan ini bukan hanya lebih memperburuk pengelolaan hutan, tetapi juga berdampak pada ancaman bencana banjir dan tanah longsor, kekurangan air bagi kebutuhan pertanian dan kebutuhan lainnya serta dampak lingkungan lainnya. Kontrak antara pengusaha pemegang HPH dan pemerintah dalam pengusahaan hutan alam produksi tidak dapat berjalan secara efektif 19 disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut : Pertama, pemerintah belum mengetahui secara lengkap kondisi hutan (batas kawasan, potensi hutan, riap, social ekonomi dll). Pada saat hutan tersebut diserahkan pengelolaannya kepada pemegang HPH. Dengan kebijakan tersebut timbul resiko akibat ketidaktepatan informasi potensi hutan, karena pemegang HPH sebagai sektor swasta lebih menguasai informasi potensi hutan sebagai barang publik daripada pemerintah. Kedua, pemegang HPH yang diberi mandat oleh pemerintah untuk melaksanakan pengelolaan hutan berjalan tanpa melaksanakan 18 M. Amin Panto. Op.cit. 19 Ibid. Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan 24
  • 42. pembelian atau memberikan jaminan atas nilai hutan yang menjadi haknya. Maka pengusaha yang melaksanakan pengusahaan hutan hampir tidak memiliki resiko. Kebijakan pengusahaan hutan selama ini juga belum memenuhi fungsi kontrak sebagai instrumen kebijakan untuk memasukan pihak free riders ke dalam sistim kontribusi pengamanan dan rehabilitasi sumber daya hutan. Ketiga, pelaksanaan kontrak diatur melalui mekanisme transaksi administratif yang memiliki unsur perintah dan paksaan. Dengan tanpa ada mekanisme tawar-menawar, organisasi pengelola hutan tidak mendapat peluang untuk mengembangkan inovasi teknologi dalam pelaksanaan pengelolaan hutan. Mekanisme transaksi administrasi terhadap tehnik-tehnik produksi dan rehabilitasi hutan menyebabkan tingginya campur tangan pemerintah untuk ikut serta memasuki aktivitas- aktivitas yang seharusnya menjadi tanggung jawab pemegang hak. Kondisi tersebut menyebabkan posisi pemerintah dalam melaksanakan kontrol pemanfaatan sumber daya hutan secara substansial sangat lemah, karena tidak mempunyai informasi yang lengkap mengenai sumber daya hutan yang dikelola. Namun, karena pemerintah memegang kendali atas izin dan sahnya berbagai aktifitas yang mempunyai implikasi langsung terhadap pendapatan yang diperoleh oleh pemegang hak, maka yang terjadi adalah hubungan subordinasi bahkan seperti atasan- bawahan antara pemerintah dan pemegang hak. Pemerintah menjadi ekslusif, tertutup, dan secara administratif sangat kuat, serta menjadi penentu utama berjalannya kontrak. Birokrat atas nama pemerintah biasa melakukan tekanan kepada pemegang kontrak. Tetapi pemerintah sebagai representasi kepentingan publik menjadi sangat lemah, ketika pemegang hak melakukan kompensasi tekanan pemerintah dengan cara menebang kayu di hutan secara berlebihan (over cutting), pemerintah tidak mampu berbuat apa-apa. Dalam kondisi ikatan seperti itu, pemegang kontrak tidak mendapat insentif untuk melaksanakan rehabilitasi hutan dengan baik, dan tidak melindungi hutannya dari berbagai kerusakan seperti pencurian kayu, perambahan hutan, dll. Intinya, berbagai persoalan di bidang kehutanan yang terjadi dalam era Orde Baru disebabkan oleh orientasi ekonomi, dimana pembangunan kehutanan hanya diarahkan pada peningkatan ekonomi semata sehingga mengabaikan kepentingan ekologi. Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan 025
  • 43. Sebuah kajian yang dilakukan oleh Forest Watch Indonesia yang 20 bekerjasama dengan Global Forest Watch menunjukkan betapa pengelolaan sumber daya alam (hutan) menimbulkan dampak sosial dan lingkungan yang mengerikan. Berikut ini disampaikan pokok-pokok temuan dalam kajian tentang potret kehutanan di Indonesia yang diselenggarakan oleh Forest Watch Indonesia dan Global Forest Watch tersebut. Pertama, Indonesia sedang mengalami kehilangan hutan tropis yang tercepat di dunia. Setidaknya dari data berikut ini menunjukkan hal tersebut. Indonesia masih memiliki hutan yang lebat pada tahun 1950. Sekitar 40 persen dari luas hutan pada tahun 1950 ini telah ditebang dalam waktu 50 tahun berikutnya. Jika dibulatkan, tutupan hutan di Indonesia turun dari 162 juta ha menjadi 98 juta ha. Laju kehilangan hutan semakin meningkat. Pada tahun 1980-an laju kehilangan hutan di Indonesia rata- rata sekitar 1 juta ha per tahun, kemudian meningkat menjadi sekitar 1,7 juta ha per tahun pada tahun-tahun pertama 1990-an. Sejak tahun 1996, laju deforestasi tampaknya meningkat lagi menjadi menjadi rata-rata 2 juta ha per tahun. Hutan-hutan tropis dataran rendah Indonesia yang memiliki persediaan kayu dan keanekaragaman yang paling tinggi, adalah yang memiliki resiko paling tinggi. Tipe hutan ini hampir seluruhnya lenyap di Sulawesi, dan diprediksikan akan lenyap di Sumatera pada tahun 2005 dan di Kalimantan pada tahun 2010, jika kecenderungan seperti saat ini terus berlangsung. Hampir setengah dari luas hutan di Indonesia sudah terfragmentasi oleh jaringan jalan, jalur akses lainnya, dan berbagai kegiatan pembangunan, seperti pembangunan perkebunan dan hutan tanaman industri. Kedua, deforestasi di Indonesia sebagian besar merupakan akibat dari suatu sistem politik dan ekonomi yang korup, yang menganggap sumber daya alam, khususnya hutan, sebagai sumber pendapatan yang bisa dieksploitasi untuk kepentingan politik dan keuntungan pribadi. Informasi berikut ini memperjelas proposisi tersebut. Konsesi-konsesi Hak Pengusahaan Hutan yang mencakup lebih dari setengah luas total hutan 20 FWI/GFW.2001.Keadaan Hutan Indonesia. Bogor. Indonesia : Forest Watch Indonesia dan Washington D.C.:Global Watch Forest. Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan 26
  • 44. Indonesia diberikan oleh mantan Presiden Soeharto, kebanyakan diantaranya diberikan kepada sanak saudara dan para pendukung politiknya. Kronisme di sektor kehutanan membuat para pengusaha kehutanan bebas beroperasi tanpa memperhatikan kelestarian produksi jangka panjang. Sebagai salah satu cara untuk meningkatkan penerimaan ekspor Indonesia, dan juga karena keberuntungan yang berpihak kepada perusahaan, paling sedikit 16 juta ha hutan alam telah disetujui untuk dikonversi menjadi hutan tanaman industri atau perkebunan. Dalam banyak kasus, konversi bertentangan dengan persyaratan legal yang mengharuskan pembangunan hutan tanaman industri dan perkebunan hanya pada areal lahan yang telah mengalami degradasi, atau pada lahan hutan yang telah dialokasikan untuk konversi. Pengembangan industri pulp dan kertas yang sangat agresif di Indonesia dalam dekade terakhir ini telah menimbulkan tingkat permintaan terhadap serat kayu yang tidak dapat dipenuhi oleh rejim pengelolaan hutan di dalam negeri pada saat ini. Pembukaan hutan oleh para petani skala kecil juga cukup penting tetapi bukan merupakan penyebab utama deforestasi. Ketiga, Pembalakan ilegal sudah mencapai tingkat epidemik sebagai akibat ketimpangan struktural antara permintaan dan pasokan kayu legal yang telah lama terjadi di Indonesia. Pembalakan ilegal, menurut definisi, tidak didokumentasikan secara akurat. Namun seorang mantan pejabat senior Departemen Kehutanan baru-baru ini menyatakan bahwa pencurian dan pembalakan ilegal telah merusak sekitar 10 juta hektar hutan-hutan Indonesia. Ekspansi secara besar-besaran pada sektor produksi kayu lapis dan pulp dan kertas selama dua puluh tahun terakhir ini menyebabkan permintaan terhadap bahan baku kayu pada saat ini jauh melebihi pasokan legal. Kelebihannya sebanyak 35-40 juta meter kubik per tahun. Kesenjangan antara permintaan dan pasokan kayu legal ini dipenuhi dari pembalakan ilegal. Banyak industri pengolahan kayu secara terbuka mengakui ketergantungan mereka terhadap kayu yang ditebang secara ilegal. Jumlahnya mencapai sekitar 65 persen dari pasokan total pada tahun 2000. Penebangan hutan secara legal juga dilakukan pada tingkat yang tidak berkelanjutan. Menurut statistik terkini dari Departemen Kehutanan, pasokan kayu legal yang berasal dari hutan alam produksi berkurang jumlahnya, yaitu dari 17 juta meter kubik pada tahun 1995 menjadi di bawah 8 juta meter kubik pada tahun 2000. Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan 027
  • 45. Penurunan produksi kayu bulat ini sebagian ditutupi oleh produksi kayu yang diperoleh dari hutanhutan yang dibuka dan dikonversi menjadi perkebunan atau hutan tanaman industri. Tetapi sumber kayu tambahan ini sudah mencapi puncaknya pada tahun 1997. Hutan tanaman industri telah dipromosikan secara besar-besaran dan diberi subsidi sebagai suatu cara untuk menyediakan pasokan kayu bagi industri pulp yang berkembang pesat di Indonesia, tetapi cara ini mendatangkan tekanan terhadap hutan alam. Dalam kenyataannya, jutaan hektar hutan alam Indonesia sudah ditebang habis untuk dijadikan hutan tanaman industri, dan dari semua lahan hutan yang telah dibuka tersebut sekitar 75 persen tidak pernah ditanami. Keempat, lebih dari 20 juta hektar hutan sudah ditebang habis sejak tahun 1985 tetapi sebagian besar dari lahan ini belum pernah diolah menjadi alternatif penggunaan lahan yang produktif. Hampir 9 juta ha lahan, sebagian besar adalah hutan alam, telah dialokasikan untuk pembangunan hutan tanaman industri. Lahan ini kemungkinan telah ditebang habis atau dalam waktu dekat akan ditebang habis. Namun hanya sekitar 2 juta ha yang telah ditanami dengan jenis kayu yang cepat tumbuh, utamanya Acacia mangium, untuk menghasilkan kayu pulp. Implikasinya: 7 juta ha lahan yang sebelumnya hutan sekarang dalam keadaan terlantar. Hampir 7 juta ha hutan sudah disetujui untuk dikonversi menjadi perkebunan sampai akhir tahun 1997 dan hutan ini hampir dapat dipastikan telah ditebang habis. Tetapi lahan yang benar-benar dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit sejak tahun 1985 hanya 2,6 juta ha, sementara perkebunan baru untuk tanaman keras lainnya kemungkinan luasnya mencapai 1-1,5 juta ha. Implikasinya, 3 juta ha lahan yang sebelumnya hutan sekarang dalam keadaan terlantar. Tidak ada perkiraan akurat yang tersedia mengenai luas hutan yang dibuka oleh para petani skala kecil sejak tahun 1985, namun ada perkiraan yang dapat dipercaya pada tahun 1990 yang menghitung luas hutan yang dibuka oleh para peladang berpindah adalah sekitar 20 persen dari total luas hutan yang hilang. Ini berarti sekitar 4 juta ha hutan telah ditebang habis antara tahun 1985 sampai 1997. Program transmigrasi untuk memindahkan penduduk Pulau Jawa yang sangat padat ke pulau-pulau lain di luar Jawa, antara tahun 1960-an sampai program ini berakhir pada tahun 1999, menyebabkan pembukaan hutan seluas 2 juta ha. Disamping itu, migrasi Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan 28
  • 46. dan pemukiman ilegal oleh para petani pionir di sepanjang jalan operasi pembalakan HPH, dan bahkan di dalam beberapa Taman Nasional juga meningkat banyak sekali sejak tahun 1997. Namun demikian, perkiraan yang dapat dipercaya tentang luas lahan hutan yang telah dibuka oleh para petani pionir pada tingkat nasional belum pernah dilakukan. Para pemilik perkebunan skala besar banyak yang menggunakan api sebagai cara yang mudah dan murah untuk membuka hutan untuk lahan perkebunan mereka.Pembakaran hutan yang disengaja, yang dikombinasikan dengan keadaan kemarau panjang akibat pengaruh fenomena El Niño, telah menimbulkan kebakaran besar yang tidak dapat dikendalikan, dengan intensitas dan luas kebakaran hutan yang terjadi mencapi tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya. Lebih dari 5 juta ha hutan terbakar pada tahun 1994 dan sekitar 4,6 juta ha hutan lainnya juga terbakar pada tahun 1997-1998. Sebagian dari areal yang terbakar ini sekarang mengalami regenerasi menjadi semak belukar, sebagian telah dihuni oleh para petani skala kecil, namun upaya secara sistematis untuk memulihkan tutupan hutan atau memanfaatkannya sebagai lahan pertanian yang produktif masih belum banyak dilakukan. Kelima, Pemerintah Indonesia sekarang menghadapi banyak tekanan dari dalam negeri maupun dari luar negeri untuk segera mengambil tindakan, tetapi kemajuannya lambat dan tidak semua reformasi kebijakan yang terjadi merupakan kabar baik untuk memperbaiki kondisi hutan. Dalam suasana politik yang relatif lebih bebas setelah lengsernya Presiden Soeharto pada tahun 1998, para aktivis lingkungan hidup menuntut akuntabilitas yang lebih tinggi dari pihak pemerintah dan sektor swasta. Akses terhadap informasi resmi sekarang semakin terbuka, namun usaha-usaha untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan perusahaan masih belum menunjukkan keberhasilan yang berarti. Banyak sekali masyarakat yang hidupnya mengandalkan hutan, yang merasakan semakin lemahnya kekuasaan pusat, melampiaskan kemarahan mereka kepada para pengelola HPH, perkebunan dan HTI karena mereka dipandang telah merusak dan menghancurkan sumber-sumber daya lokal. Masalah ketidakjelasan kepemilikan lahan yang sudah terlalu lama menjadi akar penyebab berbagai konflik tersebut. Pemerintah tidak lagi bersedia melindungi kepentingan-kepentingan perusahaan seperti yang pernah dilakukan sebelumnya, namun pemerintah juga tidak punya usaha Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan 029
  • 47. yang terkoordinasi untuk mengatasi permasalahan yang ada. Sejak tahun 1999, negara-negara donor utama Indonesia melakukan koordinasi bantuan mereka melalui suatu konsorsium yang disebut Consultative Group on Indonesia (CGI), yang diketuai oleh Bank Dunia. Pengelolaan hutan yang lebih baik telah dinyatakan sebagai suatu prioritas, dan pemerintah Indonesia telah memberikan komitmen yang berisi 12 pokok rencana reformasi kebijakan. Namun demikian, masalah kekacauan politik yang terus berlanjut tampaknya menyulitkan usaha-usaha untuk mengimplementasikan komitmen ini. Pada bulan April 2001, Menteri Kehutanan pada waktu itu mengakui bahwa ada banyak kegagalan dan ia menyatakan bahwa seharusnya Indonesia tidak menyetujui "target yang sangat tidak realistis itu". Sebagai sebuah contoh, Pemerintah memberlakukan moratorium konversi hutan alam pada bulan Mei 2000, tetapi larangan tersebut tidak dipatuhi di berbagai propinsi. Indonesia sekarang sedang bergerak cepat dalam pelaksanaan sistem baru yang disebut "otonomi daerah", tetapi pemerintahan kabupaten, penerima manfaat dari pelaksanaan desentralisasi, pada umumnya tidak memiliki kemampuan atau dana untuk menyelenggarakan pemerintahan secara efektif. Prioritas tertinggi mereka adalah meningkatkan pendapatan asli daerah, dan intensifikasi eksploitasi sumber daya hutan sudah terjadi di banyak daerah. Dua dampak penting yang perlu dijadikan pelajaran terhadap pengelolaan hutan di era Orde Baru adalah fakta pemiskinan masyarakat sekitar hutan dan munculnya konflik horisontal antara masyarakat adat yang selama ini mendiami wilayah hutan dengan masyarakat pendatang dan pemerintah. Berikut ini diuraikan tentang fakta kemiskinan masyarakat sekitar hutan dan konflik adat yang terjadi akibat eksploitasi sumber daya hutan oleh pemerintah pusat. E. Kemiskinan di Sekitar Hutan 21 Robert Chambers (1987) mendeskripsikan kondisi golongan masyarakat miskin perdesaan melalui pendekatan kelompok atau perorangan. Sehingga dapat lebih mewakili kondisi yang sebenarnya. 21 Chambers, Robert. Pembangunan Desa Mulai dari Belakang. LP3ES. Jakarta. 1983: 140. Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan 30
  • 48. Kemiskinan kelompok masyarakat desa dalam istilah Chambers kemudian 22 disebut sebagai kelompok yang tidak beruntung. Chamber (1987) menyebut dua macam situasi kemiskinan di perdesaan. Pertama, kemiskinan kelompok masyarakat secara keseluruhan, disebabkan oleh keberadaannya yang jauh terpencil atau tidak memadainya sumber daya atau karena kedua-duanya. Kedua, suatu keadaan masyarakat yang didalamnya terdapat ketimpangan yang mencolok antara orang kaya dan dan orang miskin. Dengan menilik kedua kondisi kemiskinan tersebut, maka kemiskinan masyarakat disekitar hutan tergolong miskin karena terpencil dan tidak memadainya sumber dayanya. Menurut Chambers, terdapat lima faktor penyebab suatu kelompok masyarakat dianggap sebagai kelompok yang tidak beruntung, sebagai berikut: Pertama, terkait dengan faktor kemiskinan. Umumnya rumah tangga ini tidak ada atau sedikit sekali memiliki kekayaan. Pondok, rumah atau tempat tinggalnya kecil, terbuat dari kayu, bambu, tanah liat, jerami, alang-alang, daun nipah atau kulit binatang; dilengkapi dengan sedikit perabot rumah tangga, sebuah ranjang tua, tikar, beberapa alat masak, dan sedikit peralatan lainnya. Tidak memiliki jamban, kalau toh ada kotor sekali. Tidak mempunyai lahan garapan atau sedikit sekali, sehingga tidak tidak dapat menunjang kebutuhan hidup. Juga tidak memiliki ternak piaraan, atau hanya beberapa ekor saja. Rumah tangga selalu dalam keadaan berutang kepada tetangga, sanak saudara, dan pedagang, baik itu utang jangka pendek maupun utang jangka panjang. Produktifitas tenaga kerja keluarga sangat rendah: kalau bertani, lahannya sempit atau gersang, kalau tidak bertani, tidak atau sedikit sekali menguasai produksinya, itulah yang pokok, dan seringkali kekayaan produktif satu- satunya adalah tenaga kerja keluarga. Kedua, faktor lemah jasmani. Rumah tangga yang lemah jasmani ini merupkan rumah tangga yang lebih banyak tanggungan keluarga daripada pencari nafkahnya. Tanggungan keluarga terdiri dari anak-anak, orang tua renta, penderita sakit cacat. Nisbah ketergantungan yang tinggi ini disebabkan salah satu dari keadaan berikut: rumah tangga dengan 22 Ibid. Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan 031
  • 49. kepala keluarga seorang ibu tanpa anak laki-laki yang bertanggungjawab mengurus anak, memasak, mengambil air, mencari kayu bakar, memasarkan; dan tugas-tugas kerumahtanggaan umumnya sambil mencari kebutuhan hidup keluarga; atau suatu rumah tangga yang mempunyai banyak anak kecil yang perlu dirawat dan diberi makan tanpa mendatangkan penghasilan karena belum kuat bekerja; atau rumah tangga dengan orang dewasa yang sakit-sakitan atau cacat karena penyakit atau cedera; atau karena kematian anggota keluarga dewasa; atau suatu rumah tangga yang ditinggalkan oleh anggota keluarga dewasa yang mencari kerja di tempat lain untuk melepaskan diri dari jeratan utang atau kehidupan yang sulit. Ketiga, faktor terisolasi dari arus kehidupan. Rumah tangga tersosialisasi dari dunia luar. Tempat tinggalnya di daerah pinggiran, terpencil dari pusat keramaian dan jalur komunikasi, atau jauh dari pusat perdagangan, pusat informasi dan pusat diskusi di desa. Sering buta huruf dan tanpa radio, anggota keluarga tidak mendapat informasi tentang segala sesuatu yang terjadi di luar lingkungan tetangganya. Anak-anak tidak bersekolah, atau kalau pun masuk sekolah, umumnya putus sekolah. Anggota keluarga tidak pernah ikut rapat atau pertemuan, dan kalau pun hadir, tidak pernah ikut bicara. Mereka tidak pernah menerima penyuluhan dari petugas lapangan pertanian atau petugas kesehatan. Kalau pun bebergian, hanya untuk mencari kerja atau minta pertolongan kepada sanak-keluarga. Mereka terikat pada tetangganya karena terikat pada tetangganya karena terikat kewajiban terhadap seseorang yang menajdi sumber kehidupan, atau terikat utang, kebutuhan yang mendesak, atau karena memang tidak mempunyai uang untuk bepergian. Keempat, faktor kerentanan. Rumah tangga sedikit sekali memiliki penyangga untuk menghadapi kebutuhan yang mendadak. Kebutuhan kecil sehari-hari dipenuhi dari sedikit uang persediaan, atau dengan mengurangi konsumsi, menukarkan barang, atau dengan meminjam dari kawan, keluarga atau pedagang. Musibah dan kewajiban sosial - kegagalan panen, kelaparan, pondok terbakar, kecelakaan, penyakit, kematian, pembayaran mahar dan mas kawin, biaya perkawinan, biaya perkara atau denda - menjadikan rumah tangga tersebut semakin melarat. Ini sering berarti harus menjual atau menggadaikan harta kekayaan - lahan, ternak, pohon-pohonan, alat dapur, perkakas dan perlengkapan, Pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pengetahuan dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) di Kalimantan 32