SlideShare a Scribd company logo
1 of 172
Download to read offline
Strategi Kebijakan
Penanganan
Illegal Logging
di Wilayah Kalimantan
Strategi Kebijakan Penanganan Illegal Logging di Wilayah
Kalimantan
159 + v halaman, 2006
Perpustakaan Nasional RI: Data Katalog Dalam Terbitan (KDT)
ISBN 979-1176-03-5
1. Strategi Kebijakan 2. Illegal Logging 3. Kalimantan
Editor:
Koordinator : Tri Widodo W. Utomo, SH.,MA
: Ir. Sulistyo A. Siran, M.Sc
Anggota : Meiliana, SE.,MM
Mayahayati Kusumaningrum, SE.
Siti Zakiyah, S.Si.
Said Fadhil, SIP
Windra Mariani, SH
Mustari Kurniawati, SIP
Diterbitkan Oleh:
Pusat Kajian dan Pendidikan dan Pelatihan Aparatur III (PKP2A III)
UNDANG-UNDANG HAK CIPTA NO. 19 TAHUN 2002
Pasal 72
(1) Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2), dipidana dengan pidana penjara
masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000,- (satu
juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan / atau denda paling banyak
Rp.5.000.000.000,-(limamiliarrupiah).
(2) Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada
umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau
dendapalingbanyakRp.500.000.000,-(limaratusjutarupiah).
Daftar Isi
Daftar Isi ....................................................................................... i
Kata Pengantar ............................................................................. iv
BAGIAN PERTAMA : Pemaparan Ide dan Diskusi Interaksi
â Pokok-pokok Pemaparan Ide .................................................. 1
â Intisari Sessi Diskusi ................................................................ 34
BAGIAN KEDUA : Sambutan dan Makalah Pembicara
â SAMBUTAN-SAMBUTAN
3 Kepala Lembaga Administrasi Negara RI, Sunarno,
SH., Msc .............................................................................. 38
3 Kepala PKP2A III LAN Samarinda, Meiliana, SE.,MM ........ 43
â MAKALAH PEMBICARA
3 Kebijakan Strategis Nasional Pengendalian
Illegal Logging : Dampak Multi Dimensi Illegal Logging
dan Urgensi Perlindungan Hutan Dalam Pembangunan
Berkelanjutan
Ir. Nurhidayat (Direktur Penyidikan dan Perlindungan
Hutan, Dirjen PHKA Departemen Kehutanan) .................... 48
3 Modus Operandi Illegal Logging di Kalimantan Timur
serta Kendala dan Target Operasi Pemberantasan
Illegal Logging
Direktur Reskrim Polda Kaltim,
Kombes Pol. Drs. Wahyudi, SH.,M.Sc. ............................... 62
Strategi Kebijakan Penanganan Illegal Logging di Wilayah Kalimantan
ii
3 Kinerja Aparat Hukum Dalam Penyidikan dan
Penuntutan Tindak Pidana Illegal Logging
di Kalimantan Timur
D. Andhi Nirwanto, SH.,MM (Kepala Kejaksaan Tinggi
Kalimantan Timur) ............................................................... 82
3 Praktek Illegal Logging di Daerah Perbatasan dan
Pola Koordinasi Ideal Dalam Penanganan Kasus
Illegal Logging
Suwono Thalib, SE.,M.Si (Kepala Dinas Kehutanan dan
Perkebunan Kabupaten Nunukan) ...................................... 96
3 Konsistensi Kebijakan Kelembagaan Penanggulangan
Illegal Logging Pengalaman Indonesia dan
Kalimantan Timur: Urgensi Penguatan Kapasitas
Kelembagaan dan Sumber Daya Penegakan Hukum
Sulaiman. N. Sembiring (Direktur FLEGT SP & IHSA) ....... 101
3 Kajian Illegal Looging di Wilayah Perbatasan dan
Prospek Rehabilitasi Hutan
Ir. Sulistyo A. Siran, M.Sc (Kepala Balai / Peneliti Balai
Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Kalimantan) .... 113
3 "Pelibatan Masyarakat" Faktor Penting
Penanggulangan Illegal Logging
Syarifudin (Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan
Hidup Kaltim) ....................................................................... 136
3 Peranan Sistem Informasi Pelacakan Kasus Kejahatan
Kehutanan Dalam Penanggulangan Illegal Logging
Ign. Kristanto Adiwibowo, S.Hut.,MP (Peneliti Balai
Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Kalimantan) .... 141
Strategi Kebijakan Penanganan Illegal Logging di Wilayah Kalimantan
iii
Buku ini merupakan proceeding dari hasil Seminar Forum SANKRI
"Strategi Kabijakan Penanganan Illegal Logging di Wilayah Kalimantan".
Seminar ini didasari oleh pemikiran bahwa dalam Kalimantan secara
umum dan Kalimantan Timur khususnya merupakan salah satu provinsi
yang terkenal dengan beraneka ragam sumber daya alam dan potensi.
Sumber daya alam yang menjadi komoditas utama diantaranya
pertambangan (batu bara, minyak bumi, gas alam, bahan mineral), dan
sektor kehutanan yang menjadi primadona dari hasil sumber daya alam.
Sayangnya, kekayaan hasil hutan ini lebih banyak diminati secara illegal.
Illegal logging menjadi isu sentral sekarang ini terutama dalam
pembicaraan kawasan hutan terutama dengan maraknya perusahaan
yang bergerak dibidang perkayuan dan pertumbuhan kapitalisme dalam
negeri, sehingga permintaan kayu pun menjadi tinggi. Jika dibatasi sistem
penebangannya oleh pemerintah atau regulasi negara, maka untuk
kelancaran industri tersebut akan melakukan apapun dimana tindakan ini
disebut dengan illegal logging. Illegal logging merupakan suatu momok
yang terjadi di masyarakat Kalimantan Timur pada khususnya, dan di
daerah-daerah dengan potensi hutan yang sangat besar pada umumnya.
Dan hal ini banyak dilakukan secara sistematik melalui rantai politik,
melewati rantai swasta hingga mengkooptasi rantai dalam masyarakat.
Praktek illegal logging telah menjadi penyakit yang sangat akut dan
ancaman yang begitu nyata, tidak saja bagi keberlangsungan dan
kelestarian lingkungan, namun juga bagi kehidupan masyarakat secara
keseluruhan, terutama dalam jangka panjang. Ironisnya, hingga saat ini
belum terdapat tanda-tanda yang meyakinkan bahwa praktek illegal
logging akan dapat diatasi secara tuntas. Koordinasi kelembagaan antar
berbagai pihak terkait seperti Pemda, Polri, aparat kehutanan, LSM hingga
kelompok - kelompok masyarakat terlihat belum sinergis, bahkan terkesan
tidak ada satu institusi negara-pun yang merasa paling bertanggungjawab
terhadap "korupsi" sektor kehutanan ini. Aturan hukum dari tingkat UU
hingga Instruksi Presiden juga belum memiliki binding force yang
Strategi Kebijakan Penanganan Illegal Logging di Wilayah Kalimantan
iiii
memadai, sehingga dapat dikatakan kurang ada law enforcement pada
kasus pembalakan liar ini.
Ketika problema illegal logging belum bisa diatasi secara
komprehensif, maka akan lebih sulit lagi ketika kita berbicara upaya
rehabilitasi hutan dan lahan kritis. Sebab, faktor penyebab utama hutan
gundul adalah deforestrasi yang tidak terkendali tadi. Oleh karena itu,
upaya rehabilitasi hutan dan lahan kritis harus didahului dengan
pemberantasan illegal logging terlebih dahulu. Tanpa upaya yang
sistematis menghentikan deforestrasi atau pembalakan liar, maka tidak
akan mungkin terwujud konsep pengusahaan hutan yang lestari dan
berkelanjutan.
Akibatnya, dampak yang nyata dirasakan oleh masyarakat akibat
illegal logging tersebut salah satunya adalah sering terjadinya bencana
alam yang terjadi tiap tahun yang banyak merenggut korban jiwa baik
bencana alam yang bersifat banjir yang meluas arealnya dari tahun ke
tahun atau tanah longsor dan juga kerugian materil yang tidak kecil yang di
alami oleh masyarakat.
Ironisnya berbagai penegakan hukum dan keadilan mengenai
masalah illegal logging tampaknya belum maksimal bahkan menjadi
terpuruk meskipun sudah memilki payung hukum yang ditetapkan oleh
pemerintah di dalam UU No. 41 Tahun 1999 tentang "Kehutanan" tetapi
UU tersebut masih memilki celah dan kelemahan yang dapat
dimanfaatkan oleh orang yang tidak bertanggung jawab untuk melakukan
logging. Lemahnya penegakan hukum kehutanan ini sendiri terjadi antara
lain disebabkan oleh beberapa faktor sebagai berikut: Jumlah aparat
kehutanan yang tidak memadai dibanding beratnya tanggung jawab dan
scope atau luas wilayah yang harus diawasi; Adanya pengusaha atau
cukong yang memilih bisnis kehutanan melalui jalan pintas; Indikasi
adanya intervensi negatif aparat diluar kehutanan (POLRI atau TNI);
Mentalitas aparat kehutanan; Lemahnya pemahaman terhadap aturan
oleh aparat penegak hukum.
Dalam rangka lebih memperkuat upaya memberantas praktek
illegal logging ini, pemerintah telah mengeluarkan Instruksi Presiden No. 4
tahun 2005 tentang Pemberantasan Penebangan Kayu Secara Illegal di
Kawasan Hutan dan Peredarannya di Seluruh Wilayah RI. Dalam Inpres ini
diperintahkan kepada 12 Menteri, Jaksa Agung, Kapolri, Panglima TNI,
Strategi Kebijakan Penanganan Illegal Logging di Wilayah Kalimantan
iiv
Kepala BIN, seluruh Gubernur dan Bupati/Walikota untuk melakukan
percepatan pemberantasan illegal logging di kawasan hutan dan
peredarannya melalui penindakan terhadap orang atau badan yang
melakukan praktek illegal logging, sesuai dengan kewenangannya
masing-masing. Selain itu, Inpres ini juga memberikan tugas-tugas
spesifik kepada setiap pejabat / lembaga negara yang ada.
Selain itu juga disadari didalam rangka penegakan hukum atas
praktek illegal logging setidaknya terdapat opsi-opsi yang merupakan
sebuah keharusan untuk penegakkan hukum tersebut. Dalam hal ini,
upaya penanganan untuk memberantas illegal logging sudah sejak dulu
digalakkan, namun jika semua pihak tidak memiliki komitmen yang kuat,
tentu akan sulit memutus mata rantai pembalakan liar ini dan akan menjadi
kasus yang berlarut-larut dan akan mengancam dan rusaknya ekologi dan
sumber daya alam secara permanen. Untuk itu diperlukan suatu tindakan
konrkit agar illegal logging dapat dihentikan. Akhir kata, kami menyadari
sepenuhnya bahwa forum-forum diskusi yang kami selenggrakan serta
buku-buku publikasi yang kami sebarluaskan masih sangat jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik dari berbagai pihak sangat
kami nantikan dengan tangan dan hati terbuka lebar. Walaupun kami sadar
bahwa buku ini masih sangat dangkal, kami tetap berharap bahwa
publikasi sederhana ini dapat menghasilkan manfaat yang optimal bagi
bangsa dan negara.
Samarinda, Desember 2006
PKP2A III LAN Samarinda
Kepala,
Meiliana
Strategi Kebijakan Penanganan Illegal Logging di Wilayah Kalimantan
Iv
BAGIAN PERTAMA
PEMAPARAN IDE DAN
DISKUSI INTERAKTIF
INTISARI MATERI
STRATEGI KEBIJAKAN PENANGANAN ILLEGAL LOGGING
DI WILAYAH KALIMANTAN
Ir. Nurhidayat, (Pembicara I)
Direktur Penyidikan & Perlindungan Hutan, Ditjen PHKA Dephut
Topik : " Kebijakan Strategis Nasional Pengendalian Illegal
Logging: Dampak Multi Dimensi Illegal Logging dan Urgensi
Perlindungan Hutan Dalam Pembangunan Berkelanjutan"
Ringkasan Materi Pemaparan :
Kawasan hutan negara seluas 120,35 juta hektar yang ada saat ini
lebih dari 93% merupakan kawasan hutan tetap, dimana kondisinya
sangat tidak aman. Departemen Kehutanan pada tahun 2003 mencatat
bahwa laju kerusakan hutan (degradasi dan deforestasi) selama periode
1985-1997 mencapai 1,6 juta ha per tahun, untuk pulau Sumatera;
Kalimantan; dan Sulawesi. Pada periode 1997-2000 deforestasi di lima
pulau besar mencapai 2,83 juta hektar per tahun (termasuk akibat
kebakaran besar pada tahun 1997/1998 seluas 9,7 juta hektar).
Lemahnya upaya penegakan hukum, praktik penebangan liar,
kebakaran hutan dan lahan, konflik lahan hutan, penyelundupan kayu,
aktifitas pertambangan, perambahan dan konversi kawasan hutan ke
areal penggunaan lain yang tidak memenuhi kaidah yang berlaku,
merupakan bagian dari penyebab semakin terdegradasinya hutan
Indonesia.
Oleh karena itu, arah kebijakan yang ditempuh sektor kehutanan
diprioritaskan pada upaya pemberantasan pencurian kayu di hutan negara
dan pemberantasan perdagangan kayu ilegal, seperti tertuang dalam
proritas pertama dari lima program prioritas Departemen Kehutanan.
Program Prioritas Departemen Kehutanan:
1. Pemberantasan Pencurian Kayu di Hutan Negara dan Perdagangan
Kayu illegal
Strategi Kebijakan Penanganan Illegal Logging di Wilayah Kalimantan
1
2. Revitalisasi Sektor Kehutanan khususnya Industri Kehutanan
3. Rehabilitasi dan Konservasi Sumberdaya Hutan
4. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat di Dalarn dan di Sekitar Hutan
5. Pemantapan Kawasan Hutan
Dengan lima kebijakan tersebut yang harus dilaksanakan secara
simultan dalam jangka lima tahun ke depan (2004-2009), khususnya untuk
prioritas pertama mengenai pemberantasan pencurian kayu liar, atau lebih
lazim disebut sebagaii pemberantasan illegal logging.
Berikut beberapa data dan informasi dari berbagai pihak dengan
menggunakan asumsi dan metodologi dari masing-masing lembaga
mengenai aktivitas illegal logging yang terjadi selama ini,:
3
m Greenpeace (2003), menyatakan 88% (79 juta m kayu dari total
3
kebutuhan nasional sebesar 90 juta m kayu) diperkirakan berasal dari
illegal logging.
m Diperkirakan kerugian negara akibat aktivitas, illegal logging mencapai
83 milyar rupiah perhari atau diperkirakan 30 trilyun rupiah pertahun
(INFORM)
m Berdasarkan analisis peta citra, landsat tahun 2004 dan 2005, aktifitas
illegal logging tahun 2004 khusus di areal Taman Nasional Betung
Kerihun (Kalimantan Timur) dan hutan lindung yang ada di sekitarnya
menyebabkan kerugian negara lebih dari Rp 3,2 trilyun akibat
pembukaan jaringan jalan sepanjang 50 km dan areal seluas 2.300 ha
di taman nasional serta jaringan jalan sepanjang 617 km dan areal
seluas, 15. 100 hektar di hutan lindung (WWF).
Kejahatan pencurian kayu dan kejahatan turunannya terjadi
karena beberapa sebab utama yaitu kesenjangan permintaan dan
ketersediaan bahan baku kayu, lemahnya penegakan hukum, banyaknya
industri perkayuan tanpa ijin, tersedianya pasar gelap dan kemiskinan
masyarakat yang dimanfaatkan cukong/pemodal. Sedangkan aktor
utamanya adalah cukong, oknum aparat dan masyarakat.
Dampak negatif illegal logging yang bersifat non fisik, adalah
ancaman terhadap sistem. penyangga, hidup manusia umumnya, dan
khususnya mengancam integritas dan integrasi bangsa dan negara
Indonesia. Dampak tersebut antara lain adalah :
Strategi Kebijakan Penanganan Illegal Logging di Wilayah Kalimantan
2
a. Dampak Ekonomi
v Penerimaan negara (DR/PSDH) hilang
v Harga kayu rendah dibawah harga pasar
v Kesejahteraan masyarakat semu
v Hancurnya industri dalam. negeri (turunnya konsumsi kayu domestik
3 3
sejak 2001-2004, dari 34.498.000 m menjadi 26.505.000 m )
v P e m u t u s a n H u b u n g a n K e r j a / P e n i n g k a t a n
Pengangguran / Kemiskinan
b. Dampak Ekologi
v Deforestasi dan peningkatan lahan kritis
v Kualitas ekosistem. dan biodiversity menurun
v Rawan terhadap kebakaran, banjir, longsor dan kekeringan. Selama
2004 tercatat 182 kali banjir, atau 2 hari sekali terjadi banjir.
c. Dampak Sosial dan, Budaya
v Hilangnya kearifan sosial masyarakat
v Kesenjangan sosial ditengah masyarakat
v Hilangnya cinta alam dan sadar lingkungan
d. Dampak Politik dan Keamanan
v Integritas sebagai bangsa yang berdaulat terinjak-injak oleh bangsa
lain
v Keamanan nasional menjadi tidak stabil
v Isu-isu kejahatan pidana kehutanan digeser menjadi isu sosial dan
politik agar tidak tersentuh hukum.
v Penegakan hukum tidak berjalan sesuai ketentuan hukum yang
berlaku
v Dengan kompleksitas, permasalahan sebagaimana tersebut di atas,
maka penanganan illegal logging hanya akan dapat berhasil apabila
ada, kemauan politik dari seluruh komponen bangsa, khususnya
dari pimpinan tertinggi negara dan adanya komitmen serta
kerjasama yang solid antar instansi teknis, penegak hukum,
keamanan dan peradilan dengan melibatkan, partisipasi seluruh
komponen masyarakat.
Dalam melaksanakan lima program prioritas Departemen
Kehutanan dan sesuai dengan Instruksi Presiden No. 4 tahun 2005, maka
langkah-langkah strategis yang telah; sedang; dan akan dilakukan oleh
Pernerintah c.q. Departemen Kehutanan dalam upaya pemberantasan
Strategi Kebijakan Penanganan Illegal Logging di Wilayah Kalimantan
3
illegal logging dapat dikemukakan sebagai berikut; Melakukan revisi
beberapa Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri, diantaranya:
â PP No. 34 tahun 2002 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana.
Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Hutan
â PP No. 68 tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan Kawasan
Pelestarian Alam
â PP No. 18 Tahun 1994 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam di Zona,
Pemanfaatan Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata
Alam
â PP No. 28 Tahun 1986 tentang Perlindungan Hutan menjadi PP No. 45
Tahun 2004
â P. I 8/Menhut-11/2005 tentang Penata Usahaan Hasil Hutan
â P.20/Menhut-11/2005 tentang kerjasama operasi pada izin usaha
pemanfaatan hasil hutan kayu pada, hutan tanaman
â P.21/Menhut-11/2005 tentang penanaman modal asing di bidang
usaha pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan tanaman
â P.22/Menhut-11/2005 tentang tatacara persyaratan penggabungan
perusahaan izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan
tanaman yang berbentuk perseroan terbatas, (PT)
â P.23/Menhut-11/2005 tentang perubahan kepmenhut nomor SK lOll
Menhut-II/2004 tentang percepatan pembangunan hutan tanaman
untuk pemenuhan bahan baku industri pulpen dan kertas
â P.24/Menhut-11/2005 tentang tatacara penyelesaian izin usaha
pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan tanaman/HPHTI yang telah
mendapatkan persetujuan prinsip berdasarkan permohonan
Selain itu sedang dipersiapkan pula Rancangan Undang-undang
tentang Pemberantasan Pembalakan Liar, dan saat ini tengah dalam
konsultasi publik, secara operasional telah ditempuh berbagai kebijakan
antara lain :
â Meneliti dan mengusulkan pencabutan terhadap Perda-Perda yang
diterbitkan oleh Pemda (Prop, Kab dan Walikota) yang bertentangan
dengan Peraturan Perundangan di bidang Kehutanan yang berlaku.
â Pencabutan Ijin-ijin terkait dengan pengusahaan hutan: IPK dan
IUPHHK yang bertentangan dengan ketentuan yang berlaku.
â Kerj asama dengan Pairi; Kej aksaan Agung; TNI-AL; dan PPATK
Strategi Kebijakan Penanganan Illegal Logging di Wilayah Kalimantan
4
â Kerjasama Multilateral: ITTCJ; LJsulan R.esolusi kepada PBB
mengenai Kerjasama Internasional dalam Trans-National Organized
Crime.
â Kerjasama Regional yang meliputi ASEAN Forest Partnership (AFP);
Illegal Logging Response Centre (ILRC); Forest Law Enforcement and
Governance and Trade (FLEGT); Asia Pacific FLEG
â Kerjasama Bilateral dengan: Inggris; China; Jepang; Korea Selatan;
dan Norwegia.
â Kerjasama dengan LSM: WWF; Green Peace; Greenamics; TNC; dan
CI
Selain dengan adanya peraturan dan Undang-undang yang
berkaitan dengan Illegal Logging baik itu yang dikeluarkan Pemerintah
Daerah atau Pemeriintah Pusat perlu juga di imbangi dengan pengawasan
dan pelaksanaan di lapangan sehingga dapat mengurangi dampak dari
illegal logging tersebut.
Tetapi perlu dicatat pula bahwa kegiatan pemberantasan illegal
logging yang banyak melibatkan berbagai institusi juga membawa
pengaruh sampingan yang kurang baik. Tindakan-tindakan di lapangan
yang dilakukan oleh berbagai oknum telah mendorong ekonomi biaya
tinggi bagi para pelaku ekonomi yang legal. Perilaku ini menyebabkan
industri legal semakin sulit bersaing. Disamping itu Pemerintah Daerah
menyampaikan permasalahan tentang dana operasional yang sebagaian
besar belum dianggarkan di APDD, sehingga masih mengharapkan
bantuan langsung dari Pusat. Oleh sebab itu diperlukan mekanisme
pemberian bantuan kepada daerah yang dapat menjamin efektifikas
penggunaannya.
Strategi Kebijakan Penanganan Illegal Logging di Wilayah Kalimantan
5
Kombes Pol. Drs. Wahyudi, SH.,M.Sc (Pembicara II)
Kabareskrim Polda Kalimantan Timur
Topik : " Pola / Modus Illegal Logging di Kalimantan Timur serta
Kendala dan Target Operasi Pemberantasan Illegal Logging"
Ringkasan Materi Pemaparan :
Pembicara yang ke-III adalah yang mewakili dari Kapolda Kaltim
yang berhalangan datang, Potensi hutan Kaltim merupakan salah
kekayaan provinsi maupun sebagai salah satu modal utama
pembangunan nasional yang yang harus dijaga kelestariannya sehingga
sangat pentingnya langkah langkah untuk mengantisipasi dan
menanggulangi berubahnya fungsi hutan sebagai fungsi konservasi,
fungsi hutan lindung, dan fungsi produksi untuk mencapai manfaat
lingkungan, sosial budaya dan ekonomi yang seimbang dan lestari.
Kawasan hutan di Kalimantan Timur, tercatat seluas + 19.518.185
Ha, terdiri dari : Kawasan Hutan Konservasi Cagar Alam, Taman Nasional,
Hutan Wisata, Hutan Lindung, Kawasan Hutan Produksi, Hutan Produksi
Terbatas dan Kawasan Budidaya Non Kehutanan (KBNK). Hingga saat ini
cukup sulit untuk memperoleh angka yang akurat tingkat kerusakan hutan,
atau keseluruhan areal hutan yang sudah hilang/gundul oleh eksploitasi.
Berdasarkan perkiraan Dinas Kehutanan Propinsi Kalimantan
Timur, didasarkan pada melihat berbagai gejala yang terjadi pada hutan
Kalimantan Timur, hasil survey dan pengamatan lapangan tingkat
kerusakan hutan termasuk yang diakibatkan oleh illegal logging
diperkirakan mencapai + 30 % atau 5.855.455,5 Ha atau mencapai
234.218,22 Hektar per tahun.
Berbagai upaya penegakan hukum dalam memberantas illegal
logging telah dilakukan, dan banyak pula kendala yang dihadapi dalam
mempertahankan kelestarian hutan yang antara lain seperti masih adanya
pengelolaan hutan yang tidak mengindahkan ketentuan, kebijakan &
pengawasan pra penebangan sampai dengan pasca penebangan hutan
belum kita pedulikan secara intens, baik dari sisi teknis maupun juridis,
juga masih adanya berbagai kepentingan pemanfaatan hutan secara
Strategi Kebijakan Penanganan Illegal Logging di Wilayah Kalimantan
6
illegal termasuk ke kawasan hutan Lindung / Taman Nasional / konservasi,
hal ini ditandai dengan masih banyaknya kasus yang masih ditangani oleh
jajaran Polda Kaltim.
Walhi menyatakan bahwa setiap menitnya hutan indonesia seluas
7,2 hektar musnah akibat destructive logging (penebangan yang
merusak), Dephut menyatakan bahwa kerugian akibat pencurian kayu dan
peredaran hasil hutan ilegal senilai 30,42 triliun rupiah per tahun,
sementara Centre For International Forestry Research (CIFOR)
menyatakan bahwa kalimantan timur telah kehilangan 100 juta dolar setiap
tahunnya akibat penebangan dan perdagangan kayu ilegal, belum
termasuk nilai kehilangan keanekaragaman hayati dan fungsi hidrologis,
serta nilai sosial dari bencana dan kehilangan sumber kehidupan akibat
pengrusakan hutan.
Sejalan dengan visi POLRI : "terwujudnya postur Polri yang
profesional, bermoral dan moderen, sebagai pelindung, pengayom dan
pelayan masyarakat yang terpercaya dalam memelihara kamtibmas dan
menegakkan hukum ". sebagai institusi penegak hukum dan
penyelenggara keamanan serta ketertiban masyarakat, Kepolisian
Negara Republik Indonesia akan secara tegas dan konsisten menindak
berbagai bentuk kejahatan dan pelanggaran hukum yang salah satunya
kejahatan illegal logging, dengan modus operandi yang semakin beragam.
Menyadari bahwa eksistensi penegakan hukum dapat dirasakan
manfaatnya, apabila ditegakkan secara konsekuen dan konsisten, yang
dalam implementasinya bahwa antara das sollen dan das sein tidak selalu
sejalan, sering terjadi ambiguity dan duplikasi produk legislasi, disamping
Content atau isi rumusan pasalnya sering menimbulkan multi tafsir,
sebagai contoh bahwa masih adanya perbedaan dua keterangan ahli
bidang kehutanan pada satu kasus yang harus diuji.
Hal-hal lain juga tidak kita sangkal bahwa dalam lingkungan
masyarakat kita telah terjadi/ timbulnya degradasi budaya hukum yang
ditandai dengan meningkatnya apatisme seiring menurunnya tingkat
apresiasi masyarakat baik kepada substansi hukum maupun struktur
hukum, misalnya dalam penanganan kasus illegal logging masih terjadi
pihak-pihak tertentu melindungi pelaku, menghalang halangi upaya
penegakan hukum, misalnya menggunakan kekuatan massa.
Strategi Kebijakan Penanganan Illegal Logging di Wilayah Kalimantan
7
Dalam Renstra POLRI tahun 2005-2009 berdasarkan Skep Kapolri
: No. KEP/20/IX/2005, tanggal 7 September 2005. Dengan pointer
kebijakan pada program pemantapan keamanan dalam negeri yaitu
meningkatkan dan memantapkan keamanan dan ketertiban wilayah
Indonesia terutama di daerah rawan seperti wilayah laut Indonesia,
wilayah perbatasan dan pulau-pulau terluar, serta meningkatkan kondisi
aman wilayah Indonesia antara lain untuk mencegah dan menanggulangi
Illegal Logging, Illegal Mining, kejahatan dan pelanggaran hukum di laut,
serta kejahatan dan pelanggaran hukum dalam pengelolaan sumber daya
alam, lingkungan dan kehutanan.
Disamping itu juga Kapolri bersama Menteri Kehutanan
mendeklarasikan Indonesia bebas Illegal Logging pada tahun 2007 yang
didukung juga oleh Gubernur Kalimantan Timur dengan di keluarkannya
keputusan Gubernur No. 522.21/K.397/2005 tentang Pembentukan Tim
Korrdinasi dan Satuan Tugas Pemberantasan Penebangan Kayu Illegal di
Dalam Kawasan Hutan dan Peredarannya diwilayah Provinsi Kalimantan
Timur. Dan Keputusan Gubernur No. 660/K.260/2006 tentang
Pembentukan Tim Pembinaan dan Pengawasan Illegal Logging, Minning
dan Fishing Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2006.
Tidak dengan hanya kebijakan yang di buat dalam mengatasi
illegal logging tetapi juga diperlukannya keseriusan, semangat, ikhlas dan
langkah kita serta komitmen yang kuat untuk memberantas illegall logging
tersebut agar dapat menghentikan kegiatan illegal logging tersebut
khususnya di Provinsi Kalimantan Timur yang kita cintai.
Selain itu juga ada beberapa rekomendasi yang dapat mendukung
serta memberikan jalan keluar didalam pemberantasan illegal looging ini,
adalah :
1. Perlunya ditingkatkan hubungan kerjasama antar instansi terkait yang
dilandasi kesatuan visi & misi serta cara bertindak dalam penegakan
hukum illegal logging serta dukungan semua pihak mutlak diperlukan
agar tercapai hasil yang maksimal.
2. Perlu disusun regulasi / peraturan & ketentuan lainnya yang jelas &
tegas terhadap setiap pelaku tindak pidana illegal logging sehingga
memberikan efek jera bagi pelakunya.
3. Perlu dilakukan pendekatan kepada pemerintah Malaysia secara
intens, bila perlu dengan melibatkan LSM lokal / internasional lainnya,
Strategi Kebijakan Penanganan Illegal Logging di Wilayah Kalimantan
8
guna lakukan penertiban lalu lintas kayu dari Kalimantan dan
berkait dengan kebijakan Tawao Border Trade.
4. Pelaksanaan operasi/penjagaan sepanjang perbatasan seluruh
Kalimantan Timur minimal untuk menutup arus illegal logging ke luar
negeri.
5. Perlu dirumuskan pada jangka panjang pembuatan jalan sepanjang
perbatasan, guna mengamankan asset hutan Kalimantan Timur.
6. Melakukan penindakan penegakan hukum terhadapp illegal Logging
lebih intensif dan terpadu .
7. Menanamkan peran tanggung jawab dan komitmen bersama/semua
pihak dalam tanggulangi illegal logging
8. Rencana regulasi kehutanan berikutnya sebaiknya diarahkan pada
aspek pemeliharaan kelestarian hutan dengan tidak membuat celah
multi interpretasi, untuk menghindari pelanggaran hukum dibidang
kehutanan.
9. Agar hutan lestari, perlunya diterapkan perijinan terhadap pengelolaan
hutan secara ketat dan selektif.
10.Meningkatkan budaya hukum antara lain melalui pendidikan dan
sosialisasi berbagai peraturan perundang-undangan serta perilaku
keteladanan dari aparatur pemerintah dan penegak hukum dalam
mematuhi serta mentaati hukum.
11.Meningkatkan kebersamaan serta semangat kerja yang tulus ikhlas
serta positif antara aparatur penegak hukum untuk mengembangkan
tugas menegakkan hukum dalam bingkai sistem peradilan pidana
terpadu (integrated criminal justice system).
Strategi Kebijakan Penanganan Illegal Logging di Wilayah Kalimantan
9
D. Andhi Nirwanto, SH., MH (Pembicara III)
Kepala Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur
Topik: "Kinerja Aparat hukum dalam Penyidikan dan Penuntutan
Tindak Pidana Illegal Logging di Kalimantan Timur"
Ringkasan Materi Pemaparan :
Propinsi Kalimantan Timur mempunyai wilayah seluas 24.523.780
hektar yang terbagi atas wilayah daratan seluas 20.039.500 hektar dan
perairan laut seluas 4.484.280 hektar. Berdasarkan peta Penunjukan
Kawasan Hutan dan Perairan Propinsi Kalimantan Timur sesuai Surat
Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 79/Kpts-II/2001 tanggal 15 Maret
2001, memiliki potensi sumber daya hutan seluas 14.651.553 hektar yang
terdiri atas : Kawasan Konservasi (hutan Cagar Alam, hutan Taman
Nasional dan hutan Wisata Alam) luas 2.165.198 hektar, Hutan Lindung
luas 2.751.702 hektar, Hutan Produksi Terbatas luas 4.612.965 hektar dan
Hutan Produksi Tetap luas 5.121.688 hektar.
Menurut sumber dari Tenaga Ahli Menteri Kehutanan Bidang
Penanganan Perkara Kehutanan, kerusakan hutan seluruh wilayah
Negara kita hingga sekarang ini telah mencapai 59,2 juta hektar dengan
laju kerusakan seluas 2,83 hektar per tahun termasuk didalamnya
kerusakan hutan di wilayah Kalimantan Timur (Bahan Diklat Organized
Crime, 2006).
Kerusakan hutan tersebut disebabkan karena kegiatan
pembalakan liar (illegal logging). Bilamana menyimak data diatas maka
dapat diperoleh gambaran bahwa kegiatan penebangan hutan pohon kayu
di kawasan hutan yang tanpa ijin danlatau penebangan diluar areal Ijin
Pemanfaatan Kayu (lPK) yang dimiliki oleh Perusahaan atau Cukong yang
bergerak di bidang kehutanan sudah sedemikian kronisnya.
Dalam melakukan illegal logging terdapat berbagai cara yang
dilakukan yaitu:
1. Penyuapan, yang dimana dilakukan dengan cara membiayai backing
dan pengawalan yang dilakukan aparat beserta memberikan modal
kepada masyarakat.
Strategi Kebijakan Penanganan Illegal Logging di Wilayah Kalimantan
10
2. Penyalahgunaan wewenang, melakukan kolusi dalam penerbitan ijin
dan pengangkutan serta berbagai macam pelanggaran terhadap
perijinan.
3. Penyalahgunaan Dokumen, dengan cara melakukan pemalsuan dan
penyalahgunaan SKSHH.
4. Penyelundupan, yang dilakukan dengan melewati darat dan laut serta
memanfaatkan sistem pasar antar negara.
5. Tebangan dan pengangkutan tanpa ijin, penebangan yang dilakukan
tanpa adanya dokumen yang resmi dari pejabat yang
berwewenang.
Selain modus dari illegal looging, terdapat juga dampak yang
ditimbulkan akibat illegal logging tersebut yaitu :
1. Terhadap perekonomian, penerimaan negara berkurang terutama dari
PSDH-DR hilang, harga kayu yang rendah dari harga pasar dan
hancurnya industri dalam nederi.
2. Terhadap Ekologi, kualitas ekosistem dan biodiversity menurun, rawan
terhadap kebakaran, banjir, tanah, longsor dan kekeringan serta
peningkatan lahan kritis.
3. Terhadap Sosial Budaya, terjadinya pergeseran nilai dan budaya
masyarakat, hilangnya kearifan masyarakat, bertambahnya
kesenjangan social dimasyarakat serta hilangnya cinta alam dan sadar
lingkungan.
4. Terhadap politik keamanan, dapat terjadinya ancaman terhadap
keutuhan NKRI, gangguan terhadap keamanan nasional, hambatan
penegakan hukum sehingga tidak berjalan sesuai ketentuan hukum
yang berlaku serta ditambah menurunnya wibawa pemerintah. `
Dalam hal pemberantasan illegal logging telah dilakukan sejak
tahun 1980-an secara lintas sektoral yakni dari bentuknya Tim koordinasi
Kehutanan (KTM). Euphoria dan goodwill pemberantasan illegal logging
mencapai puncaknya pada pemerintahan SBY - JK sekarang ini yang
sangat mendukung bahkan menjadikan prioritas utama setelah
pemberantasan tindak pidana produksi, namun demikian laju kerusakan
hutan masih sangat memperihatinkan yang menandakan bahwa kegiatan
illegal loging masih marak berlangsung. Memperhatikan modus operandi
terjadinya illegal logging antara lain penyalahgunaan kewenagan dan
mempunyai dampak terhadap perekonomian yakni menimbulkan kerugian
Strategi Kebijakan Penanganan Illegal Logging di Wilayah Kalimantan
11
besar bagi penerimaan negara dari sumber daya alam sektor kehutanan
maka dapatkah perbuatan penebangan kayu dikawasan hutan yang tidak
didasari oleh korupsi.
Dalam pembahasan makalah ini pengertian illegal logging menurut
INPRES Nomor 4 Tahun 2005 adalah kegiatan yang meliputi dari
perolehan perijinan, pemungutan hasil hutan, pengangkutan dan
penjualannya yang dilakukan secara tidak sah atau tanpa melalui prosedur
sebagaimana yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan di
bidang kehutanan yang berlaku.
Dalam prosedur penerbitan izin pemanfaatan kayu (IPK) baik itu
yang berdasarkan ketentuan yang lama atau yang baru maka hal yang
penting baik pemohon maupun aparat dinas kehutanan secara pasti sudah
patut harus mengetahui tata batas areal IPK dan batas blok tebangannya.
Kepala dinas kehutanan propinsi melakukan pengendalian atas
pelaksanaan IPK yang di terbitkan oleh Gubernur dan kepala dinas
kehutanan kabupaten/kota melakukan pengendalian atas pelaksanaan
IPK yang diterbitkan oleh Bupati/Walikota, Logikanya, bilamana
penerbitan dan pengawasan l pengendalian sesuai dengan prosedur
maka tidak akan terjadi penebangan diluar IPK atau di areal yang tidak ada
ijinnya (illegal).
Pemerintah C.q Presiden RI telah menerbitkan Inpres No.4 Tahun
2005 tentang pemberantasan penebangan kayu secara illegal di kawasan
hutan dan peredarannya di seluruh Indonesia yang didalamnya
menginstruksikan kepada 12 menteri, Jaksa Agung RI, Kapolri, Panglima
TNI, Kepala BIN, Para Gubernur dan para Bupati/Walikota untuk
melakukan percepatan pemberantasan penebangan kayu secara ilegal di
kawasan hutan dan peredarannya di seluruh wilayah Republik Indonesia.
Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2005 ini dapat dikatakan sebagai " Top
Political Will " dari Pemerintah sehingga harus didukung dan dilaksanakan
maksimal secara lintas sektoral.
Untuk itu Jaksa Agung RI menindak lanjutin dan mengkaji Inpres
No.4 Tahun 2005 tanggal 18 Maret 2005 tersebut yakni dengan
mengeluarkan Surat Edaran Nomor : 001/A/001 /A/JA/06/2005 tanggal 29
Juni 2005 kepada Kepala Kejaksaan Tinggi dan Kepala Kejaksaan Negeri
di seluruh Indonesia. Dengan mengeluarkan surat edaran tersebut
diharapkan dapat mempercepat pemberantasan illegal logging yang ada
di Indonesia disamping itu juga perlu didukung oleh Sumber daya manusia.
Strategi Kebijakan Penanganan Illegal Logging di Wilayah Kalimantan
12
Suwono Thalib (Pembicara IV)
Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kab. Nunukan
Topik : "Praktek Illegal Logging di Daerah Perbatasan dan Pola
Koordinasi Ideal Dalam Penanganan Kasus Illegal Logging"
Ringkasan Materi Pemaparan:
Hutan Indonesia seluas 120,35 juta hektar merupakan kelompok
hutan tropis ketiga terbesar di dunia setelah Brasil dan Zaire, merupakan
fungsi utama sebagai paru-paru dunia serta penyeimbang iklim global.
Dalam tataran global, keanekaragaman hayati indinesia menduduki posisi
kedua di dunia setelah Columbia sehingga keberadaannya perlu
dipertahankan. Sebagai Negara yang berada di daerah tropis, hutan-hutan
yang ada di Indonesia dikenal kaya akan berbagai keanekaragaman
hayati dan tipe ekosistem (mega- biodiversity).
Kabupaten Nunukan merupakan Kabupaten Nunukan merupakan
pemekaran dari Kabupaten Bulungan, yang dibentuk berdasarkan
Undang-undang Nomor 47 Tahun 1999 dan diubah menjadi Undang-
undang Nomor 7 Tahun 2000, berdasarkan Surat Keputusan Menteri.
Kehutanan 79/KPTSII/2001 tanggal 15 Maret 2001 memiliki luas
1.096.384 Ha, yang sebagian besar sumberdaya hutannya didominasi
jenis Dipterocarpaceae dengan kondisi hutannya sudah banyak
mengalami degradasi.
Penurunan kualitas hutan ini mengakibatkan menurunnya
kemampuan sumberdaya hutan untuk menyediakan bahan baku bagi
keperluan industri primer kehutanan. Hal tersebut menimbulkan
permasalahan yang cukup kompleks, seperti pencurian/penebangan dan
perdagangan kayu secara illegal, serta penyelundupan kayu yang masih
marak terjadi di wilayah perbatasan. Untuk itu pemerintah bertekad untuk
mewujudkan pembangunan kehutanan yang lestari dan berkeadilan,
untuk mengatasi masalah tersebut dengan berupaya melakukan
perbaikan dalam pengelolaan hutan, khususnya penanggulangan illegal
logging serta mendukung percepatan rehabilitasi hutan untuk memulihkan
kondisi sumberdaya hutan yang sudah rusak dengan mengacu pada Misi
Strategi Kebijakan Penanganan Illegal Logging di Wilayah Kalimantan
13
dan Visi Departemen Kehutanan yang telah ditetapkan yaitu 5 (lima)
kebijakan prioritas diantaranya :
1. Pemberantasan pencurian kayu (illegal logging) dihutan Negara dan
perdagangan kayu illegal
2. Revitalisasi sektor kehutanan, khususnya industri kehutanan
3. Rehabilitasi dan konservasi sumberdaya hutan
4. Pemberdayaan masyarakat di dalam dan di sekitar hutan, dan
5. Pemantapan kawasan hutan.
Disamping itu juga dalam melakukan pembangunan kehutanan
yang berkelanjutan dan berkeadilan tidak mungkin akan tercapai apabila
masih mengacu pada paradigma lama untuk itulah perlu adanya
perubahan paradigma secara mendasar, yaitu Pergeseran orientasi dan
pengelolaan kayu (timber management) menjadi pengelolaan
sumberdaya (resources-based management), Pengelolaan yang
sentralistik secara bertahap bergeser kearah desentralistik yang
bertanggungjawab dan pengelolaan sumberdaya hutan yang berkeadilan.
Dengan harapan pengelolaan sumberdaya hutan di masa depan lebih
mempertimbangkan keseimbangan antara manfiaat lingkungan, sosial,
budaya dan ekonomi.
Dengan mengacu pada Undang-undang (UU) Nomor 41 Tahun
1999 tentang Kehutanan, UU Nomor 47 Tahun 1999 tentang tentan 9
Pembentukan Kabupaten Nunukan, Kabupaten Malinau, Kabupaten Kutai
Barat, Kabupaten Kutai Timur dan Kota Bontang sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2000 tentang Perubahan
Undang-Undang Nomor 47 Tahun 1999, UU Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah, Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004
tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintahan Daerah, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2000
tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi Sebagai
Daerah Otonom, Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2005 tentang
Pemberantasan Illegal logging, Peraturan lain terkait serta Rencana
Strategis Kementerian/Lembaga (RENSTRA-KL) Departemen Kehutanan
Tahun 2005-2009 serta kebijakan prioritas pembangunan kehutanan
2005-2009.
Selain itu pula pembangunan hutan dan kehutanan yang secara
berlebihan dan jauh lebih mementingkan aspek ekonomi mengakibatkan
Strategi Kebijakan Penanganan Illegal Logging di Wilayah Kalimantan
14
terjadinya degradasi dan deforestasi sunberdaya hutan sebagai
penyangga kehidupan disamping itu menimbulkan permasalahan yang
cukup kompleks, seperti pencurian/penebangan dan perdagangan kayu
secara ilegal, serta penyeludupan kayu yang masih marak terjadi diwilayah
perbatasan. Permasalahan ini bukan hanya menjadi permasalahan yang
terjadi di daerah saja tetapi telah menjadi permasalahan dan isu Nasional
yang harus cepat ditangani dan di sikapi secara serius dan bersama-sama.
Melihat kondisi yang ada Pemerintah Kabupaten Nunukan
rnengambil langkah dengan menerbitkan Surat Keputusan Bupati Nomor
488 Tahun 2005 tentang Pembentukan Tim Terpadu Pemberantasan
Penebangan Kayu Secara Illegal di Kawasan Hutan dan Peredarannya di
Kabupaterl Nunukan dimana dalam pelaksanaan kegiatan diantaranya :
1. Melakukan pengawasan terhadap penerbitan dan penggunaan SKSHH
2. Penindakan secara tegas terhadap aparat Pemerintah Daerah yang
terlibat dalam kegiatan penebangan kayu illegal dan jaringannya,
3. Pemberian dukungan terhadap petugas polisi hutan selaku Penyidik
Pegawai Negeri Sipil (PPNS) berkaitan dengan pengamanan hutan
4. Pemantauan dan antisipasi terhadap darnpak social yang timbul dari
Operasi Terpadu pemberantasan penebangan kayu secara illegal
5. Pengalokasian dana melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah untuk kegiatan Operasi Tim Terpadu
6. Pengoptimalisasian pemanfaatan dana bagi hasil yang bersumber dari
dana reboisasi untuk kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan dan kegiatan
penunjangnya
7. Antisipasi ketimpangan pasokan bahan baku kayu dan peredarannya
dengan mengembangkan mekanisme kerjasama antar daerah
Strategi Kebijakan Penanganan Illegal Logging di Wilayah Kalimantan
15
Sulaiman N. Sembiring, SH (Pembicara V)
Direktur IHSA-FLEGT SP (Institut Hukum Sumberdaya Alam) Jakarta
Topik : "Konsistensi Kebijakan dan Efektivitas Kelembagaan
Penanggulangan Illegal Logging: Pengalaman Indonesia dan
Kalimantan Timur"
Ringkasan Materi Pemaparan:
Illegal Logging dari perspektif sistem hukum sangat terkait dengan
kondisi 1).kebijakan dan regulasi, 2).kelembagaan dan aparatur dan
3).kultur masyarakat. Sistem hukum yang mengatur bidang kehutanan
saat ini sangat terkait dan juga dipengaruhi oleh sistem hukum di masa
lalu. Sistem hukum masa depan sangat ditentukan oleh sistem hukum
yang dimiliki atau yang dikembangkan saat ini.
Dalam menangani Illegal Logging, pemerintah telah mengeluarkan
berbagai Kebijakan antara lain:
1 UU No. 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan beserta turunannya dan UU
No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah dan turunannya.
1 Pemberantasan Kejahatan Hasil Hutan khususnya penebangan liar
(illegal logging), merupakan salah satu program prioritas Departemen
Kehutanan RI Tahun 2004-2009 cq. program prioritas Pemerintah
Republik Indonesia.
1 Inpres No. 4 Tahun 2005 Tentang Pemberantasan Penebangan Kayu
secara illegal di kawasan hutan dan peredarannya di seluruh wilayah RI
1 Penyusunan Standar Legalitas Kayu (SLK) dengan pendekatan multi-
pihak yang didukung oleh Departemen Kehutanan.
1 Permenhut P. 55 Tahun 2006 Tentang Penatausahaan Hasil Hutan
Yang Berasal Dari Hutan Negara, dan Permenhut No. P.51 Tahun 2006
Tentang Penggunaan Surat keterangan Asal Usul (SKAU) Untuk
pengangkutan Hasil Hutan Kayu Yang Berasal Dari Hutan Hak.
1 RUU Pemberantasan Pembalakan Liar (RUU Anti Illegal Logging),
yang sedang berjalan
1 Perubahan PP No. 34 Tahun 2002 Tentang Tata Hutan dan
Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan dan
Penggunaan Kawasan Hutan
1 Berbagai operasi penegakan hukum
Strategi Kebijakan Penanganan Illegal Logging di Wilayah Kalimantan
16
Aspek Penguatan Kelembagaan Dan Kapasitas Sumber Daya
Manusia merupakan Ujung Tombak Penegakan Hukum. Dalam kerangka
penegakan hukum, selain dari persoalan (1) penataan sistem hukum,
pemberian kepastian hutan masyarakat dan batas-batasnya, serta
penegasan legalitas dan illegalitas hasil hutan, maka aspek dasar yang
sangat penting adalah kelembagaan dan SDM penegakan hukum. Prof.
Taverne, salah seorang ahli hukum dari Inggris memberikan tamsil yang
perlu kita renungkan, katanya " Berikanlah aku polisi, jaksa dan hakim
yang baik. Walaupun dengan aturan yang buruk maka hasilnya akan baik."
Berdasarkan Pengumpulan data sekunder terkait illegal logging
melalui studi literatur atas laporan penelitian berbagai pihak, laporan
workshop/seminar dan menghadiri workshop/seminar/konfrensi, dan
Pengumpulan data primer melalui wawancara dan diskusi kelompok pada
acara launching EC-FLEGT SP di Jakarta, Jambi dan Pontianak-
Kalimantan Barat, yang selanjutnya dianalisis, responden
merekomendasikan dalam penanganan illegal logging diperlukan
penguatan kapasitas kelembagaan dan Sumberdaya Manusia Dengan
tujuan meningkatkan pemahaman dan kemampuan aparatur pemerintah
& berbagai pihak berkepentingan (seperti aparat kehutanan, penegak
hukum, pemerintah daerah, masyarakat sipil, perusahaan di sektor
kehutanan) menyangkut aspek-aspek pemberantasan penebangan liar di
kawasan hutan dan peredarannya (sesuai dengan Inpres No. 4 Tahun
2005).
Berikut berbagai Permasalahan yang dapat menimbulkan terjadinya
illegal Logging :
m Kurangnya pemahaman serta referensi tentang Kebijakan dan
Perundangan Kehutanan. Menyebabkan terjadinya tumpang tindih
berbagai kebijakan dan produk hukum kehutanan/sektor lain, terjadinya
multitafsir dari istilah dan isi dari kebijakan/peraturan perundangan itu
sendiri dan lemahnya dasar hukum dari dokumen gugatan yang telah
disiapkan.
m Kurangnya pemahaman materi dan substansi tentang hutan, tata
usaha kayu/Penata Usahaan Hasil Hutan, perlindungan dan konservasi
hutan serta hukum dan kebijakan kehutanan. Menyebabkan
multitafsir/multiinterpretasi dan gap pengetahuan, menciptakan ketidak
Strategi Kebijakan Penanganan Illegal Logging di Wilayah Kalimantan
17
harmonisan pendapat yang cendrung akan melemahkan
penegakan hukum dan vonis yang diberikan pada proses peradilan.
m Kurangnya kemampuan dalam menyiapkan berkas gugatan dan tidak
adanya pendampingan kasus (terkait erat dengan point (1) dan (2)).
Menyebabkan Kurangnya/bervariasinya tingkat kemampuan,
kurangnya rasa percaya diri, dan tidak terjadinya proses pembelajaran
dalam penanganan kasus.
m Belum terdokumentasinya data kejahatan hasil hutan, khususnya illegal
logging secara baik dan mudah diakses oleh pihak-pihak yang
berkepentingan. menyebabkan Proses pemantauan terhadap kasus-
kasus yang ada tidak berjalan dengan baik, belum dilakukan secara
bersama dan terintegrasi.
m Lemahnya koordinasi antar pihak dalam tim pemberantasan Illegal
Logging dan pihak- pihak yang bekerja dalam isu pemberantasan illegal
logging. Menyebabkan Hasil yang dicapai belum maksimal dan
terpadu.
m Kurangnya sarana dan prasarana penunjang operasi penegakan
hukum kehutanan. Menyebabkan Hasil yang dicapai tidak maksimal
dan Kegiatan/operasi terhambat Rendahnya Insentif dan disinsentif
(reward and punishment). Menyebabkan berkurangnya motivasi
penegak hukum kehutanan.
m Lambatnya tanggapan instansi terkait terhadap kasus kejahatan
kehutanan yang telah ditemukan dilapangan. Menyebabkan lambatnya
pengambilan tindakan terhadap proses-proses yang telah berjalan
dilapangan, menimbulkan praduga negatif akan lemahnya dukungan
atasan/instansi terkait terhadap prestasi kerja yang telah
dilakukan oleh staf lapangan/pihak-pihak terkait.
m Kurangnya jumlah PPNS Kehutanan yang aktif dan lambatnya
pengurusan perpanjangan Kartu Tanda Penyidik/Kartu Tanda Anggota
Penyidik. Menyebabkan berkurangnya motivasi penegak hukum
kehutanan dan sebagaipeluang terjadinya Kejahatan illegal logging
terbuka.
m Lemahnya peranserta/partisipasi masyarakat dalam upaya
pemberantasan illegal logging. Menyebabkan penegakan hukum
belum berjalan dengan efektif, maksimal dan perlu biaya yang besar,
lemahnya kepedulian masyarakat terhadap pengamanan
Strategi Kebijakan Penanganan Illegal Logging di Wilayah Kalimantan
18
hutan, keterlibatan oknum masyarakat dalam rantai kejahatan illegal
logging.
Alternatif penanganan illegal logging melalui pelaksanaan
Pelatihan sebagai program peningkatan kapasitas PPNS dan polhut, yang
antara lain: Pendokumentasian Data Kasus dan Arus Kayu serta
Keterampilan pembuatan database, Monitoring Hutan dan Perencanaan
Wilayah dengan Data Spasial, Refleksi dan Peningkatan Kapasitas
Penegak Hukum Kehutanan, Legalitas Kayu dan Monitoring Peredaran
Kayu, Partisipasi, Transparansi dan Akuntabilitas dalam Penegakan
Hukum Kehutanan, Pengaturan Pengelolaan Wilayah dan SDA/SDAH
yang Partisipatif, Transparan dan Akuntabel, Perspektif Negara dan
Agama dalam Pengelolaan dan Pemanfaatan Hutan, Alternatif
ekonomi/peningkatan ekonomi masyarakat melalui kegiatan non
eksploitatif, serta pemberian incentive and reward.
Pelaksanaan Kegiatan tersebut dilakukan oleh Pemerintah Pusat,
Pemerintah Daerah (bisa secara koordinatif), termasuk dengan
bekerjasama dengan lembaga donor.
Strategi Kebijakan Penanganan Illegal Logging di Wilayah Kalimantan
19
Ir. Sulistyo A. Siran, M.Sc (Pembicara VI)
Kepala Balai Litbang Kehutanan Kalimantan
Topik : "Kajian Illegal Logging di Wilayah Perbatasan Kalimantan
dan Prospek Rehabilitasi Hutan"
Ringkasan Materi Pemaparan:
Berdasarkan beberapa beberapa pengertian illegal loggging
(departemen Kehutanan, 2004; WWF-ITTO, 2004; Draft Perpu
Pemberantasan Tindak Pidana Penebangan Pohon Secara Tidak Sah,
2004; serta MoU Pemerintah Indonesia dengan United Kingdom, 2003,
dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa dimensi atau ruang lingkup illegal
logging meliputi semua praktek atau kegiatan kehutanan yang berkaitan
dengan pemanenan, pengolahan dan perdagangan kayu yang tidak
sesuai dengan hukum dan perundang-undangan. Illegal logging terjadi
dalam berbagai bentuk dan bukan hanya sekedar penebangan pohon di
hutan.
llegal logging sebagai sebuah praktek kejahatan kehutanan dapat
terjadi karena adanya kesempatan dan peluang. Illegal logging merupakan
manifestasi dari situasi struktural yang problematik pada sektor
kehutanan, termasuk kerangka kerja kebijakan dan peraturan, kebijakan
ekonomi dan keuangan, operasional industri kayu dan korupsi.
Modus illegal logging di berbagai tempat sangat beragam dan
sering berubah tergantung situasi dan kondisi antara lain: Modus wilayah
kerja illegal logging, Modus mendapatkan kayu secara murah tetapi
ilegal,Modus Melanggengkan Usaha illegal logging, serta Pola Aliran Kayu
Ilegal dan Illegal Trading
Kegiatan illegal logging melibatkan berbagai pihak dan dapat
dikelompokkan dalam beberapa kategori, mulai dari yang terlibat langsung
di lapangan sampai dengan yang ada di belakang layar, yang dibedakan
menjadi dua jenis pelaku, yaitu dilakukan oleh operator sah dan melibatkan
pencuri kayu. Klasifikasi pihak-pihak atau aktor yang terlibat dalam illegal
logging berdasarkan perannya dapat dikelompokkan sebagai berikut
(Adiwibowo, 2003): Buruh/Penebang, Pemodal, Penyedia sarana
angkutan, Pengaman Usaha yang meliputi penyedia dokumen, pengaman
dan resiko penangkapan (penegakan hukum), dan backing.
Strategi Kebijakan Penanganan Illegal Logging di Wilayah Kalimantan
20
Illegal logging secara umum berdampak terhadap aspek ekologis,
ekonomi dan sosial budaya. Dari sisi ekologis, dampak yang terjadi adalah
terjadinya degradasi hutan secara luas, kebakaran hutan dan lahan, lahan
kritis meningkat dari tahun ke tahun, dan menurunnya kualitas lingkungan
hidup. Dari sisi ekonomi, illegal logging menyebabkan harga kayu berada
dibawah harga pasar sehingga menyebabkan usaha kayu legal kesulitan
menjual bahan baku, revitalisasi industri tidak berjalan, pemasukan negara
hilang, kesejahteraan masyarakat semu.
Pola aliran kayu illegal logging dan illegal trading di Kalimantan
Timur dapat ditelusuri melalui berbagai pemberitaan media massa dalam
jangka waktu beberapa tahun, dan beberapa studi yang pernah dilakukan
oleh peneliti maupun investigasi oleh beberapa LSM di lapangan. Sumber
kayu hasil kegiatan ilegal tersebut dapat berasal dari wilayah taman
nasional, cagar alam, hutan lindung, dan wilayah eks HPH. Kondisi sumber
daya hutan pasca illegal logging di manapun selalu mengalami kerusakan
ekologi yang sangat parah. Rentetan bencana alam yang terjadi kemudian
biasanya tidak hanya dirasakan oleh masyarakat di sekitar hutan saja,
namun juga dirasakan oleh masyarakat luas, masyarakat sekitar hutan
mengalami perubahan kultural akibat praktek illegal logging yang tidak
mengindahkan kearifan lokal dan hanya mementingkan keuntungan
finansial semata. Berkaca dari dua hal tersebut diatas yang patut kita
renungkan adalah : "bagaimana memulihkan kondisi hutan dan lahan yang
telah rusak pasca illegal logging?"
Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) adalah suatu upaya strategis
pembangunan nasional dalam rangka memulihkan, mempertahankan dan
meningkatkan fungsi hutan dan lahan sehingga daya dukung,
produktivitas, dan peranannya dalam mendukung sistem penyangga
kehidupan manusia tetap terjaga.
Sebelum menyusun strategi untuk rehabilitasi hutan dan lahan,
maka langkah yang perlu dilakukan adalah identifikasi dampak pasca
illegal logging di suatu wilayah. Hasil inventarisasi dampak illegal logging
yang dilakukan oleh Ditjen RLPS Departemen Kehutanan menemukan
kerusakan hutan yang hebat dan marginalisasi masyarakat desa hutan
atas pemanfaatan sumber daya hutan tersebut. Selanjutnya temuan
penting dari kegiatan inventarisasi dampak pasca illegal logging yang
diperoleh di lapangan adalah sebagai berikut (Wibowo, 2006) :
Strategi Kebijakan Penanganan Illegal Logging di Wilayah Kalimantan
21
a. Terdapat dualisme hukum antara hukum negara dan hukum adat di
lapangan yang menyebabkan ketidakjelasan status kepemilikan lahan
yang akan dijadikan sebagai sasaran unit manajemen program RHL
b. Adanya diversitas sosial budaya masyarakat yang menyebabkan
kekurangberhasilan program RHL sehingga mengakibatkan program
tidak sesuai yang diharapkan.
c. Adanya ketidakjelasan manfaat hasil secara ekonomi yang diperoleh
masyarakat.
d. Kerusakan kawasan hutan dan degradasi lahan yang tidak sebanding
dengan kemampuan program RHL.
e. Luasnya dimensi serta kepentingan sumberdaya hutan mengharuskan
program RHL bersifat lintas wilayah dan sektoral.
f. Pemetaan dan inventarisasi dampak seperti tersebut di atas sangat
penting dilakukan sebelum menyusun strategi rehabilitasi hutan dan
lahan. Dengan mempertimbangkan berbagai kendala dan temuan
dampak illegal logging tersebut di atas, maka konsep rehabilitasi hutan
dan lahan yang dapat diterapkan adalah sebagai berikut:
F Adaptif terhadap sistem ekologi wilayah, sesuai dengan sifat tanah
dan klimatologi kawasan dan menggunakan jenis-jenis andalan
setempat agar tingkat keberhasilan tanaman dapat lebih terjamin.
F Menggunakan konsep agroforestry dimana pola pemanfaatan
kawasan hutan dan lahan dengan menanam jenis tanaman kayu,
non kayu, serta jenis multipurpose tree species, termasuk budidaya
aneka usaha kehutanan (rotan, karet, bambu, gaharu, jelutung,
tanaman obat, dll) dalam satu kawasan. Konsep diversifikasi
tanaman akan sesuai jika diterapkan di lahan masyarakat sekitar
hutan yang mengalami kerusakan ekologi sehingga membutuhkan
lapangan kerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
F Partisipasi masyarakat mutlak diperlukan mengingat rangkaian
kegiatan rehabilitasi hutan membutuhkan waktu yang panjang,
biaya, serta padat karya. Keberhasilan partisipasi ini sangat
tergantung dari cara pendekatan dan peran aktif petugas kehutanan
dalam mendampingi, memberikan penyuluhan, pembinaan dan
pelatihan secara intensif di semua tahap kegiatan rehabilitasi hutan
dan lahan kepada masyarakat.
Strategi Kebijakan Penanganan Illegal Logging di Wilayah Kalimantan
22
F Berbasis sistem sosial budaya masyarakat. Pemahaman akan
sistem tata nilai, norma, adat istiadat maupun hukum adat yang
berkaitan dengan sistem pengelolaan hutan yang ada di masyarakat
sangat perlu diketahui agar program yang direncanakan tepat
sasaran dan sesuai dengan budaya masyarakat lokal.
F Menciptakan enterpreunership bagi masyarakat guna membangun
kemandirian dengan tumbuhnya jiwa dan semangat kewirausahaan.
Secara langsung maupun tak langsung, upaya pengembangan
komoditas berbasis sumber daya hutan yang bernilai ekonomi tinggi
bagi pemenuhan kepentingan komersil merupakan sebuah proses
menuju berkembangnya nilai-nilai kewirausahaan. Dengan
demikian di masyarakat akan tercipta kreativitas berusaha dan tidak
tergantung kepada pihak lain.
F Kelembagaan partisipatif dari masyarakat harus dibentuk karena
dapat menjadi mitra utama dan lembaga pelaksana lapangan yang
bertugas melakukan kontrol dan monitoring dari program yang
dijalankan.
F Mengintegrasikan program rehabilitasi hutan dengan pasar,
sehingga dituntut untuk produktif dan berorientasi pasar.
Rehabilitasi hutan dan lahan dipastikan akan mencapai hasil yang
optimal apabila selalu berorientasikan pada kepentingan dan
kebutuhan pasar. Dengan kata lain, jenis tanaman unggulan yang
dijadikan tanaman pokok harus bernilai ekonomi tinggi dengan pasar
yang jelas, agar dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai salah
satu sumber penghasilan.
Rehabilitasi hutan dan lahan dalam tahap implementasi
hendaknya didukung dengan gerakan moral di berbagai tingkatan, baik
nasional, regional, maupun lokal untuk menciptakan kesadaran akan
pentingnya program rehabilitasi hutan dan lahan. Kesadaran akan
ancaman bencana lingkungan yang tengah mengintai masyarakat dan
bangsa akibat kerusakan hutan yang parah harus ditindaklanjuti dengan
aksi-aksi yang mampu membangkitkan kesadaran kolektif dan dukungan
dari seluruh stakeholder serta memihak kepentingan masyarakat luas.
Sejalan dengan hal tersebut maka untuk menjamin keberhasilan
implementasinya, prinsip-prinsip dibawah ini harus menjadi landasan
dalam pelaksanaan rehabilitasi hutan dan lahan yaitu:
Strategi Kebijakan Penanganan Illegal Logging di Wilayah Kalimantan
23
p Merupakan program berkelanjutan, tidak hanya 2 tahun atau beberapa
tahun saja, dan bukan program yang bersifat keproyekan saja.
p Bersifat bottom up dan partisipatif serta melibatkan seluruh stakeholder
terkait secara komprehensif, dimulai sejak tahap desain kegiatan,
pemilihan jenis tanaman yang sesuai dengan ekologi setempat,
pemeliharaan tanaman, pemanenan, hingga pemasaran hasil yang
jelas.
p Dapat memberikan manfaat bagi masyarakat secara luas, baik secara
langsung maupun tak langsung, mulai dari aktivitas penyiapan lahan,
penanaman, pemeliharaan hingga pemanenan.
p Sumber pendanaan tidak hanya dari DR saja, tetapi hendaknya
melibatkan berbagai skema pendanaan yang memungkinkan dan
bersifat jangka panjang.
p Terdapat kejelasan lokasi kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan serta
status kawasannya. Hal ini sangat penting dalam kaitan dengan
mekanisme pemberian insentif dan mencegah terjadinya konflik.
p Pelaksanaan kegiatan harus bersifat terbuka, partisipatif, dan
akuntabel.
Strategi Kebijakan Penanganan Illegal Logging di Wilayah Kalimantan
24
Syarifudin, SP (Pembicara VII)
Direktur Eksekutif WALHI Kalimantan Timur
Topik : "Pelibatan Masyarakat" Faktor Penting Penanggulangan
Illegal Logging
Ringkasan Materi Pemaparan:
Illegal logging secara praktek antara era 70-an dan era saat ini
hampir tidak terdapat perbedaan, akan tetapi yang membedakan praktek
jaman dulu dan sekarang adalah bahwa praktek illegal logging saat ini jauh
lebih terorganisir dimana kerjasama antar pihak dapat terjadi dan
menimbulkan dampak negatif yang cukup besar menyangkut luas
kerusakan kawasan maupun tingkat kerugian ekonomi.
Setelah mendapatkan sorotan tajam baik dari dalam maupun luar
negeri, pemerintah mulai melakukan proses penanggulangan, adapun
cara cara yang digunakan diantaranya, 1. melakukan Operasi, dalam
merespon maraknya praktek illegal logging maka pemerintah membentuk
tim, tim ini bisa gabungan yang terdiri dari banyak instansi maupun hanya
terdiri dari satu instansi. Namun dari semua bentuk operasi yang
dilakukan, yang cukup dikenal adalah operasi Wanalaga, operasi ini konon
katanya mampu melakukan penangkapan terhadap cukong kelas kakap
dan menyelamatkan ribuan kubik kayu yang berpotensi menimbulkan
kerugian Negara serta menurunkan intensitas illegal logging. Karena
kuatnya keyakinan bahwa operasi ini berhasil sehingga gubernur kaltim,
Suwarna Abdul Fatah dengan mantap mengatakan bahwa " illegal logging
di Kalimantan timur dapat diberantas tuntas dalam waktu hanya dua bulan
asalkan semua kekuatan militer di kaltim, baik di darat, di laut maupun
udara dikerahkan dengan kekuatan penuh untuk bahu membahu bekerja
sama dengan pemprov" (Tribun kaltim, 10 Feb,2004). 2, Penegakkan
Hukum, selain melakukan operasi, aparat juga melakukan proses hukum
terhadap orang yang disinyalir maupun diyakini sebagai pelaku illegal
logging, tidak ada data yang kami peroleh terkait berapa banyak sudah
pelaku yang diseret ke pengadilan dan mendapatkan keputusan hukuman.
3, RUU Illegal Logging, selain dua hal di atas pemerintah juga saat ini
Strategi Kebijakan Penanganan Illegal Logging di Wilayah Kalimantan
25
sedang membuat rancangan UU Pemberantasan Tindak Pidana
Penebangan Pohon di dalam Hutan secara Illegal.
Efektifkah Cara cara ini?
Untuk melakukan penilaian apakah cara yang telah ditempuh
pemerintah dalam penanggulangan illegal logging saat ini cukup efektif
atau tidak, bagaimana operasi Wanalaga itu, Pertama, jika kita lihat dari
kebutuhan sesaat, bisa saja kita katakan bahwa operasi ini berhasil
dengan melihat beberapa indikator misalnya, ada pelaku yang tertangkap,
ada barang (kayu) yang bisa diselamatkan termasuk alat berat yang bisa
jadi barang bukti di pengadilan, illegal logging "berhenti". Namun jika kita
telaah lebih jauh, siapa pelaku yang tertangkap itu? Apakah hanya orang
suruhan ataukah cukong? Siapa yang bisa menjawab ini? namun yang
pasti bahwa pelaku yang terjaring adalah kebanyakan orang suruhan
(bukan cukong) dan sangat sulit menangkap cukong, ini menunjukkan
ketidak berdayaan aparat keamanan dalam mengungkap sindikat/jaringan
pelaku illegal logging, tidak sebagaimana kita melihat kehebatan aparat
dalam mengungkap sindikat/jaringan teroris (Bom Bali). Kedua,
pernyataan gubernur Kaltim bisa ada benarnya jika operasi itu dilakukan
setiap saat, tapi mungkinkah itu dilakukan mengingat biaya yang
dibutuhkan untuk ini sangatlah besar? Bukankah biaya operasi ini yang
sering dikeluhkan karena jumlahnya yang cukup besar? Belum lagi
pelaksanaan operasi yang sering bocor sehingga pelaku tiarap saat
operasi dilakukan. Bagaimana proses hukum, tidak adanya vonis
hukuman yang dapat menimbulkan efek jera dan tidak terungkapnya otak
pelaku illegal logging menimbulkan sikap yang pesimis dari banyak pihak,
RUU illegal logging yang saat ini sedang digodok akan menjadi macan
ompong jika system hukum kita masih seperti saat ini dimana keputusan
hukum lebih dipengaruhi oleh politik dan perkawanan serta balas jasa.
Adakah Alternatif lain untuk penanggulangan illegal logging?
Jika ingin penanggulangan illegal logging yang efektif dan efisien
maka bisa dicoba dengan melibatkan masyarakat terutama masyarakat
sekitar hutan, hal ini didasari dengan pemikiran bahwa masyarakat itulah
yang paling dekat dengan hutan dimana sumber kayu berada sehingga
pengawasan yang efektif dan murah adalah dengan melibatkan
masyarakat itu sebagai pelaku utama.
Strategi Kebijakan Penanganan Illegal Logging di Wilayah Kalimantan
26
Bagaimana melibatkan masyarakat?
Ada tiga hal/isu penting yang harus didorong ketika ingin
melibatkan masyarakat. Pertama, bagaimana meningkatkan kapasitas
masyarakat agar bisa terlibat langsung dan menjadi aktor utama
penanggulangan illegal logging, peningkatan kapasitas ini menyangkut
bagaimana seharusnya terlibat (peran), pemahanan tentang illegal
logging. Peningkatan kapasitas ini bisa didorong oleh pemerintah melalui
Dishut maupun LSM, kedua, bagaimana membangun mekanisme
keterlibatan masyarakat, selama ini sering masyarakat bertanya, ketika
kami mengetahui ada illegal logging kemana kami harus mengadu dan
mendapatkan jaminan bahwa pengaduan itu akan ditindaklanjuti dan tidak
diendapkan dan tidak untuk menjadi alat tawar menawar oleh pihak
tertentu. Ketiga, bagaimana kompensasi bagi masyatakat (insentif), ini
penting karena banyak masyarakat yang akhirnya terlibat karena tergiur
oleh iming- iming para cukong, dengan adanya insentif maka masyarakat
tentu memiliki benteng yang cukup untuk menolak ajakan cukong. Insentif
ini tidak harus berupa uang akan tetapi bisa pemberian kawasan kelola
masyarakat okeh pemerintah, karena banyak diskusi yang memunculkan
pandangan bahwa ketidakpastian kawasan kelola masyarakat inilah yang
memicu adanya keterlibatan masyarakat dalam illegal logging karena
masyarakat beranggapan menjaga hutan saat ini sepertinya percuma
karena besok atau lusa akan ada orang yang datang untuk mengambilnya
dengan hanya membawa selembar surat dari pemerintah.
Strategi Kebijakan Penanganan Illegal Logging di Wilayah Kalimantan
27
Kristanto Adi Wibowo, S.Hut,MP (Pembicara VIII)
Peneliti Balai Litbang Kehutanan Kalimantan
Topik : "Peranan Sistem Informasi Pelacak Kasus Kejahatan
Kehutanan Dalam Penanggulangan Illegal Logging"
Ringkasan Materi Pemaparan:
Permasalahan illegal logging masih menjadi topik hangat sampai
saat ini seiring dengan gencarnya operasi pengamanan terpadu dalam
memberantas illegal logging yang dilakukan oleh Departemen Kehutanan,
Polri dan aparat terkait. Penanganan kejahatan kehutanan pencurian kayu
atau illegal logging menghadapi kendala yang sangat berat karena
kompleksitas permasalahan dan adanya keterlibatan berbagai pihak.
Melihat pada keterlibatan berbagai pihak dengan jalinan kerjasama yang
saling menguntungkan tersebut, maka dapat dikatakan bahwa kejahatan
kehutanan, terutama pencurian kayu telah sampai pada tingkatan
"kejahatan terorganisasi".
Melihat kompleksitas permasalahan dan berkaca pada operasi
yustisi yang telah banyak dilakukan selama ini terbukti tidak efektif dalam
menanggulanginya, maka kejahatan kehutanan harus ditangani dari
setiap sudut yang mungkin, dengan berbagai pendekatan yang mungkin,
dan harus ditangani secara bersama-sama oleh berbagai pihak.
Alternatifnya adalah penanggulangan yang sistemik, multidimensional,
sinergis dan simultan. Dengan demikian maka koordinasi dan kerjasama
berbagai pihak sangat perlu untuk dibangun.
Sistem Informasi Pelacakan Kasus-Kasus Illegal Logging dan
Tindak Kejahatan Kehutanan menempati posisi penting karena
diharapkan fungsinya sebagai basis informasi legal dan penentu tindakan
pencegahan dan pemberantasan tindak kejahatan kehutanan tersebut. Di
samping itu, database dalam sistem informasi tersebut juga dapat
digunakan sebagai basis pelayanan informasi publik dan pengetahuan
empirik guna menetapkan tindakan pendukung seperti kampanye,
peningkatan kapasitas SDM aparat, dan penyuluhan bagi masyarakat.
Sampai saat ini informasi kejahatan kehutanan belum dapat
dimanfaatkan secara luas untuk kepentingan peningkatan kapasitas
Strategi Kebijakan Penanganan Illegal Logging di Wilayah Kalimantan
28
publik, baik melalui kampanye, pendidikan/pelatihan, maupun
penggalangan kekuatan-kekuatan sosial untuk pengawalan kasus yustisi
maupun aktivitas lain dalam rangka gerakan anti illegal logging. Hal
tersebut diakibatkan oleh karena informasi kasus-kasus illegal logging dan
kejahatan kehutanan lainnya banyak dipunyai oleh berbagai institusi baik
pemerintah maupun non pemerintah, tetapi sangat sedikit, bahkan dapat
dikatakan belum ada usaha untuk menjadikannya sebagai suatu jaringan
sistem informasi yang terintegrasi. Sebenarnya jika program monitoring
sudah dapat berjalan dengan baik, pemanfaatannya dapat mencakup
kegiatan pelacakan kasus-kasus atau case tracking, yang sangat
diperlukan untuk membangun akuntabilitas publik dan sekaligus memacu
kesadaran hukum di kalangan masyarakat.
Manfaat yang dapat diharapkan dari pengembangan aplikasi
sistem database pelacakan kasus-kasus illegal logging adalah
terbangunnya mekanisme investigasi yang lebih baik, pengelolaan data
dan informasi yang efektif dan efisien, serta terbentuknya jalinan
koordinasi dan komunikasi intensif diantara berbagai pihak melalui proses
updating dan pertukaran data dan informasi.
Grandalsky (2002) telah mengembangkan program monitoring dan
pelaporan kejahatan kehutanan yang dinamakan Forest Law Enforcement
Information Management System (FLEIMS), yang meliputi monitoring
terstruktur dan program pengawasan untuk proses yang sistematis dalam
pelaporan, pencatatan, penelusuran, dan pengelolaan data kejahatan
kehutanan dari awal kasus sampai penyelesaian akhir. Dalam konsep ini,
entitas-entitas yang terlibat dalam FLEIMS terdiri dari LSM, pemerintah
pusat, pemerintah daerah, polisi, TNI Angkatan Laut, dan para pemegang
HPH/HTI. Kelembagaan sistem informasi direkomendasikan untuk
disusun di tingkat pemerintah pusat dan daerah dan merupakan organisasi
yang independen untuk mengelola sistem dan personal.
Pendekatan yang digunakan dalam pengembangan database ini
adalah Sistem Analisis dan Desain. Dasar dari pendekatan tersebut
adalah "System Development Life Cycle" yang merupakan langkah-
langkah sistematis untuk mengembangkan suatu database dan sistem
informasi. Implementasi sistem informasi menggunakan gabungan antara
metode offline dan online untuk pengumpulan data dari berbagai taman
nasional, mengingat ketersediaan sarana teknologi informasi di berbagai
daerah di Indonesia yang belum merata.
Strategi Kebijakan Penanganan Illegal Logging di Wilayah Kalimantan
29
Dari diagram tersebut dapat dicermati bahwa informasi lapangan
secara formal belum dapat dimasukkan ke dalam database secara
langsung, karena tergantung pada kebijakan dari pengambil keputusan.
Data dan informasi tersebut digunakan untuk tindakan pencegahan dan
represi, baru kemudian hasilnya dapat dimasukkan ke dalam database.
Hal ini dapat menimbulkan kesenjangan informasi karena hasil investigasi
tidak terekam dengan utuh sehingga sulit untuk diukur tingkat keberhasilan
penanganannya. Selain itu, pengambil kebijakan akan mengalami
kelebihan beban informasi yang harus dipikirkan dan ditangani.
Aliran data non formal yang biasanya dilakukan oleh pihak LSM
biasanya dapat langsung mengalir masuk ke dalam database, dengan
catatan bahwa database yang digunakan tersebut merupakan database
yang dimiliki oleh pihak LSM sendiri yang digunakan untuk tujuan dan
kepentingan mereka sendiri. Untuk mengatasi hal tersebut, maka kita
harus bisa mendorong keadaan tersebut di atas agar menjadi seperti
gambar diagram di bawah ini.
Semua laporan baik formal dan informal setelah melalui tahapan
analisis langsung mengalir ke dalam database. Disini informasi disimpan,
diolah, difilter dan dapat disajikan untuk berbagai kepentingan. Pekerjaan
pengambil kebijakan akan lebih ringan karena semua sudah dibantu dan
ditangani oleh bagian pengelola data dan informasi.
Aplikasi database apapun dan dimanapun membutuhkan
prakondisi dan prinsip-prinsip yang diharapkan mampu menjamin
keberhasilan implementasinya. Terdapat 4 (empat) prinsip utama yang
selalu dimiliki oleh setiap aplikasi database, diantaranya adalah : a)
adanya aliran data dan informasi, b) adanya pengelola data dan informasi,
c) pengambilan keputusan dan atau kebijakan berdasarkan data dan
informasi tersebut, serta d) distribusi data dan informasi kepada pihak yang
membutuhkan. Keempat prinsip tersebut akan mendasari prinsip-prinsip
implementasi database pelacakan kasus illegal logging dan tindak
kejahatan kehutanan.
Sebagai titik awal bagi terpenuhinya data dan informasi ke dalam
database, maka keahlian dan ketrampilan Polisi Kehutanan dan PPNS
sangat diperlukan. Hal ini dapat diciptakan melalui berbagai pelatihan bagi
Polisi Kehutanan dan PPNS yang dapat mendukung keberhasilan
kegiatan investigasi dan penyidikan sehingga kasus-kasus di lapangan
dapat memenuhi persyaratan hukum untuk diproses lebih lanjut.
Strategi Kebijakan Penanganan Illegal Logging di Wilayah Kalimantan
30
Selanjutnya analisis data dan pelaporan bagaimanapun sangat
penting diketahui oleh para operator database dalam sistem informasi ini,
karena merekalah yang bertugas mengelola dan mempersiapkan data
bagi pengambil kebijakan. Walaupun demikian, tugas untuk analisis data
dan laporan sebenarnya merupakan kewenangan dan kebijaksanaan dari
Kepala UPT (Kepala Balai). Distribusi data dan informasi serta pelaporan
kepada pihak-pihak terkait juga bergantung pada kebijaksanaan Kepala
UPT maupun Pimpinan PHKA Pusat. Apabila para pengambil keputusan
tersebut selalu beranjak pada data dan informasi dalam setiap
pengambilan keputusan maupun untuk kepentingan akuntabilitas publik,
maka kebutuhan untuk menggunakan database dan sistem informasi ini
pasti akan sangat besar. Demikian pula sebaliknya.
Sistem informasi pelacakan kasus kejahatan kehutanan secara
sederhana dapat digambarkan dalam diagram seperti di bawah ini, dengan
asumsi bahwa jalinan kordinasi dan pertukaran data dan informasi telah
dapat berjalan dengan baik dan lancar diantara berbagai stakeholder
terkait. Database terdapat di semua UPT PHKA, dan di PHKA Pusat
terdapat database yang menjadi pusat pengumpulan semua data dari
berbagai UPT PHKA tersebut. UPT PHKA harus menjalin kordinasi dan
kerjasama yang erat dengan berbagai stakeholder terkait untuk
pemenuhan kebutuhan data dan informasi kasus-kasus kejahatan
kehutanan yang terjadi di wilayahnya.
Prinsip awal yang mendasari berjalannya sistem informasi
penanganan illegal logging adalah Aliran Data dan Informasi dimana
dituntut tersedianya data dan informasi. Banyak pihak memandang bahwa
ketersediaan data dapat terjadi dengan sendirinya melalui mekanisme
yang sudah ada. Dalam mendukung pengumpulan data, perlu kebijakan
untuk pelaporan kasus illegal logging. Kebijakan ini harus menyentuh
siapa yang harus melakukan pengolahan awal, dan selanjutnya
menyiapkannya dalam basis data yang memadai.
Di tingkat UPT PHKA, tugas pengumpulan data dan informasi
terkait kasus-kasus kejahatan kehutanan dilakukan oleh Polhut dan PPNS
Kehutanan. Apakah mereka sudah cakap dalam melakukan tugas
tersebut? Apakah Polhut di lapangan sudah berani menangkap pelanggar
hukum, dan PPNS sudah berani menyidik kasusnya secara langsung? Hal
ini mengingat tekanan yang dihadapi di lapangan sangat berat, terutama
Strategi Kebijakan Penanganan Illegal Logging di Wilayah Kalimantan
31
pada kasus-kasus illegal logging. Ketersediaan data dan informasi sangat
penting karena merupakan awal bagi penggunaan database ini.
Pertanyaan selanjutnya adalah: "Mana yang lebih baik: kita tidak punya
data sama sekali atau kita mempunyai data tetapi tidak dapat
menggunakannya?"
Beberapa kendala dalam implementasi database, diantaranya
adalah:
b Penggunaan Database dan Sistem informasi lebih dipandang sebagai
"academic exercise".
b Sistem manajemen data dan informasi (di tingkat UPT maupun di
Pusat) masih sangat lemah, sehingga informasi tetap terpencar, tidak
sistematik, dan tidak dapat termanfaatkan secara efektif.
b Belum ada kejelasan tentang siapa yang harus mengelola pusat data
dan informasi dan siapa yang menentukan tingkat pemanfaatan
informasi, baik sebagai bahan tindakan represi maupun sebagai bahan
penyusunan langkah-langkah pencegahan illegal logging dan tindak
kejahatan kehutanan lainnya.
b Di UPT yang belum mempunyai PPNS, atau telah mempunyai PPNS
tetapi belum melakukan penyidikan sendiri terhadap kasus-kasus yang
terjadi di wilayahnya, untuk memperoleh data dan informasi kasus-
kasus kejahatan kehutanan yang telah ditangani oleh pihak berwajib
maupun pengadilan, seringkali membutuhkan biaya yang tidak sedikit.
Begitu banyak kendala yang dihadapi untuk mewujudkan sistem
informasi penanganan illegal logging ini. Bagaimana kita harus
membenahi kekurangan dan mengatasi kendala-kendala tersebut? Dari
sisi internal UPT, beberapa hal yang perlu untuk dibenahi antara lain:
b Keberanian dan komitmen PPNS Kehutanan untuk menyidik kasus-
kasus yang terjadi di wilayah kerjanya.
b Peningkatan kualitas SDM pengelola data dan informasi melalui
berbagai pelatihan dan penyegaran dalam hal: teknik investigasi,
pengetahuan tentang proses hukum, pengoperasian dan perawatan
database, pengoperasian komputer dll.
b Operator database diupayakan tetap, tidak berganti-ganti, dan ditunjuk
secara langsung oleh minimal pimpinan UPT.
b Operator database harus dilengkapi dengan Surat Keputusan atau
Surat Perintah Tugas yang menjadi dasar dalam melaksanakan tugas
Strategi Kebijakan Penanganan Illegal Logging di Wilayah Kalimantan
32
dan tanggung jawabnya dalam pengelolaan data dan informasi dalam
database.
b Pengelolaan database harus dapat menjadi salah satu poin dalam
penilaian angka kredit bagi operator.
b Perlunya komitmen di antara para pimpinan UPT PHKA untuk
menggunakan database ini guna mendukung analisis dan pengawalan
kasus-kasus illegal logging dan tindak kejahatan kehutanan lainnya.
b Perlunya disusun standardisasi data dan informasi untuk pelaporan
kasus kejahatan kehutanan dari UPT ke Pusat.
b Pembenahan perangkat keras komputer di tingkat UPT maupun di
Pusat agar dapat memenuhi persyaratan teknis pengoperasian
database.
Sedangkan untuk mengurangi kendala-kendala eksternal, yang
dapat diupayakan antara lain:
b Sosialisasi pentingnya penggunaan database kepada stakeholder
terkait untuk mendukung keberhasilan sistem informasi penanganan
dan monitoring kasus-kasus kejahatan kehutanan.
b Kerjasama dan koordinasi nyata dalam penanganan dan monitoring
kasus kejahatan kehutanan antara pihak UPT dengan Pusat maupun
stakeholder terkait (Kepolisian, Kejaksaan dan Pengadilan).
Strategi Kebijakan Penanganan Illegal Logging di Wilayah Kalimantan
33
INTISARI SESSI DISKUSI
Pada sessi diskusi interaktif dan tanya jawab beragam pertanyaan
yang di kemukakan selama acara seminar ini berlangsung terutama
mengenai terjadinya Illegal Logging yang justru marak terjadi di daerah
perbatasan antara kedua negara yaitu negara Indonesia dengan Malaysia
yang kondisi daerah dan geografis perbatasan tersebut sangat susah
untuk dijangkau baik melalui darat, sungai dan udara sehingga
mempersulit aparat penegak hukum atau pengawas untuk melakukan
pengawasan terhadap area hutan yang di miliki Indonesia dan yang lebih
mengejutkan lagi bahwa patok perbatasan yang ada di wilayah perbatasan
telah bergeser 5 km setiap tahun, dapat dibayangkan berapa jumlah
kerugian negara yang disebabkan dengan kejadian tersebut terutama
rusaknya lingkungan dan habitat hutan beserta isinya karena Illegal
Logging, untuk bagaimanakah untuk menyelamatkan dan melindungi
daerah perbatasan kita yang kaya dengan sumber daya alam yang
melimpah?
Disamping itu juga masih kurangnya jumlah sumber daya manusia
didalam melakukan pengawasan dengan baik dan juga kurang di dukung
dengan sumber dana untuk melaksanakan pengawasan didaerah yang
tidak terjangkau dengan transportasi darat atau sungai yang notabene
negara tetangga didalam melakukan kegiatan Illegal Logging didukung
dengan fasilitas transportasi yang lebih maju. Selain itu juga masih
terjadinya kegiatan Illegal Logging karena adanya oknum-oknum aparat
atau penegak hukum yang nakal dengan melakukan pungutan liar (pungli),
membeking atau melindungi cukong-cukong kayu serta memberikan
kemudahan dalam membuat surat perijinan agar dapat berjalan dengan
lancar dengan imbalan yang menggiurkan meskipun menyalahi
wewenang. Menyangkut masalah oknum aparat atau penegak hukum
yang nakal.
Menyikapi pertanyaan tersebut, Kapolda dengan sangat serius
sekali, hal ini disebabkan karena oknum aparat atau penegak hukum
tersebut bisa mencoreng instansi atau lembaga dimana oknum tersebut
bekerja dan yang lebih parahnya lagi dapat membuat masyarakat umum
baik yang disekitar kawasan hutan tempat terjadinya illegal logging tidak
Strategi Kebijakan Penanganan Illegal Logging di Wilayah Kalimantan
34
mempercayai lagi dengan adanya hukum dan penegakan hukum
mengenai kegiatan Illegal logging ini. Dan masalah sumber daya manusia,
menurut Kapolda jumlah personil dari kepolisian sudah mencukupi tetapi
didalam penyebarannya masih belum merata di setiap daerah
diperbatasan dan juga mengenai sumber dana yang kurang memadai
untuk dapat melakukan pengawasan di daerah yang rawan akan Illegal
Logging yang hal ini disebakan karena cost yang sangat besar untuk dapat
melakukan patroli dikarenakan letaknya yang jauh dan susah untuk
dijangkau dan hanya dapat dilewati oleh helikopter atau pesawat sehingga
membutuhkan cost yang besar oleh karena itu setiap ada kegiatan illegal
logging di daerah perbatasan selalu terlambat untuk mengamankan
daerah tersebut karena para pelaku menggunakan helikopter untuk
mengangkut kayu dari hasil illegal logging tersebut.
Tidak hanya masalah sumber daya manusia saja ada beberapa
pertanyaan yang yang mengenai tentang kepastian hukum mengenai
illegal logging juga banyak yang mempertanyakan karena selam ini
kepastian hukum sangat mempengaruhi untuk aparat penegak hukum dan
penegak hukum dalam melakukan atau menangkap para pelaku illegal
logging karena dengan adanya kepastian hukum tersebut maka dapat
menjadi dasar atau payung hukum didalam memberantas kegiatan llegal
logging, untuk itu dari pihak kejaksaan memberikan pernyataan bahwa
Pemberantasan illegal logging telah dilakukan sejak tahun 1980-an secara
lintas sektoral yakni dengan dibentuknya Tim koordinasi Kehutanan
(KTM). Euphoria dan goodwill pemberantasan illegal logging mencapai
puncaknya pada pemerintahan SBY - JK yang sangat mendukung bahkan
menjadikan prioritas utama setelah pemberantasan tindak pidana korupsi,
namun demikian laju kerusakan hutan masih sangat memprihatinkan yang
menandakan bahwa kegiatan illegal logging masih marak berlangsung.
Memperhatikan modus operandi terjadinya illegal logging antara lain
penyalahgunaan kewenangan dan mempunyai dampak terhadap
perekonomian yakni menimbulkan kerugian besar bagi penerimaan
negara dari sumber daya alam sektor kehutanan maka dapatkah
penebangan kayu di kawasan hutan yang tidak didasari oleh korupsi.
Dalam pengertian illegal logging menurut INPRES Nomor 4 Tahun
2005 adalah kegiatan yang meliputi dari perolehan perijinan, pemungutan
hasil hutan, pengangkutan dan penjualannya yang dilakukan secara tidak
Strategi Kebijakan Penanganan Illegal Logging di Wilayah Kalimantan
35
sah atau tanpa melalui prosedur sebagaimana yang ditetapkan dalam
peraturan perundang-undangan di bidang kehutanan yang berlaku.
Dalam prosedur penerbitan izin pemanfaatan kayu (IPK) baik itu
yang berdasarkan ketentuan yang lama atau yang baru maka hal yang
penting baik pemohon maupun aparat dinas kehutanan secara pasti harus
mengetahui tata batas areal IPK dan batas blok tebangannya. Kepala
dinas kehutanan propinsi melakukan pengendalian atas pelaksanaan IPK
yang diterbitkan oleh Gubernur dan kepala dinas kehutanan
kabupaten/kota melakukan pengendalian atas pelaksanaan IPK yang
diterbitkan oleh Bupati/Walikota, Logikanya, bilamana penerbitan dan
pengawasan pengendalian sesuai dengan prosedur maka tidak akan
terjadi penebangan diluar IPK atau di areal yang tidak ada ijinnya (illegal).
Pemerintah C.q Presiden RI telah menerbitkan Inpres No.4 Tahun 2005
tentang Pemberantasan Penebangan Kayu Secara Ilegal di Kawasan
Hutan dan Peredarannya di Seluruh Indonesia, yang didalamnya
menginstruksikan kepada 12 menteri, Jaksa Agung RI, Kapolri, Panglima
TNI, Kepala BIN, Para Gubernur dan para BupatilWalikota untuk
melakukan percepatan pemberantasan penebangan kayu secara illegal di
kawasan hutan dan peredarannya di seluruh wilayah Republik Indonesia.
Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2005 ini dapat dikatakan sebagai " Top
Political Will " dari Pemerintah sehingga harus didukung dan dilaksanakan
maksimal secara lintas sektoral.
Untuk itu Jaksa Agung RI menindak lanjuti dan mengkaji Inpres
No.4 Tahun 2005 tanggal 18 Maret 2005 tersebut yakni dengan
mengeluarkan Surat Edaran Nomor 001/A/001/A/JA/06/2005 tanggal 29
Juni 2005 kepada Kepala Kejaksaan Tinggi dan Kepala Kejaksaan Negeri
di seluruh Indonesia. Dengan mengeluarkan surat edaran tersebut
diharapkan dapat mempercepat pemberantasan illegal logging yang ada
di Indonesia disamping itu juga perlu didukung oleh Sumber daya
manusia.
Namun untuk itu semua diperlukan stakeholder dari semua elemen
termasuk dari masyarakat seperti yang dikemukakan oleh Syarifudin, SP
(Direktur Eksekutif WALHI Kalimantan Timur) untuk dilibatkan didalam
melakukan pemberantasan illegal logging ini karena dengan kegiatan ini
telah banyak merugikan masyarakat dan negara kita sendiri. Untuk
melibatkan masyarakat dalam melakukan pengawasan dan
Strategi Kebijakan Penanganan Illegal Logging di Wilayah Kalimantan
36
pemberantasan illegal logging ada tiga hal/isu penting yang harus
didorong ketika ingin melibatkan masyarakat. Pertama, bagaimana
meningkatkan kapasitas masyarakat agar bisa terlibat langsung dan
menjadi aktor utama penanggulangan illegal logging, peningkatan
kapasitas ini menyangkut bagaimana seharusnya terlibat (peran),
pemahanan tentang illegal logging. Peningkatan kapasitas ini bisa
didorong oleh pemerintah melalui Dishut maupun LSM, kedua, bagaimana
membangun mekanisme keterlibatan masyarakat, selama ini sering
masyarakat bertanya, ketika kami mengetahui ada illegal logging kemana
kami harus mengadu dan mendapatkan jaminan bahwa pengaduan itu
akan ditindaklanjuti dan tidak diendapkan dan tidak untuk menjadi alat
tawar menawar oleh pihak tertentu. Ketiga, bagaimana kompensasi bagi
masyarakat (insentif), ini penting karena banyak masyarakat yang
akhirnya terlibat karena tergiur oleh iming- iming para cukong, dengan
adanya insentif maka masyarakat tentu memiliki benteng yang cukup
untuk menolak ajakan cukong. Insentif ini tidak harus berupa uang akan
tetapi bisa pemberian kawasan kelola masyarakat oleh pemerintah,
karena banyak diskusi yang memunculkan pandangan bahwa
ketidakpastian kawasan kelola masyarakat inilah yang memicu adanya
keterlibatan masyarakat dalam illegal logging karena masyarakat
beranggapan menjaga hutan saat ini sepertinya percuma karena besok
atau lusa akan ada orang yang datang untuk mengambilnya dengan hanya
membawa selembar surat dari pemerintah.
Strategi Kebijakan Penanganan Illegal Logging di Wilayah Kalimantan
37
BAGIAN KEDUA
SAMBUTAN DAN MAKALAH
PEMBICARA
SAMBUTAN KEPALA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA
Pada Seminar Forum SANKRI Tentang
"Strategi Kebijakan Penanganan Illegal Logging
di Wilayah Kalimantan”
Hotel Mesra International Samarinda, 7 November 2006
Yth. Bapak Kepala Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur,
Yth. Bapak Kapolda Kalimantan Timur,
Yth. Bapak Sekretaris Daerah Provinsi Kalimantan Timur,
Yth. Bapak Bupati Nunukan,
Yth. Bapak-bapak Narasumber,
Yth. para pejabat pemerintah daerah, para penegak hukum, aktivis
lingkungan, tokoh masyarakat, pelaku bisnis, serta para undangan dan
hadirin sekalian yang berbahagia,
Assalamu'alaikum wr wb.
Selamat pagi dan salam sejahtera untuk kita semua,
Pertama-tama, marilah kita panjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan
YME, karena atas rahmat dan hidayah-Nya, pada hari ini kita dapat
bersama-sama berkumpul dalam sebuah forum akademik yang saya
pandang cukup penting, khususnya dalam konteks penguatan kebijakan
untuk mengoptimalkan pengelolaan sumber daya alam yang melimpah.
Selanjutnya, dalam suasana Idul Fitri dan syawalan, ijinkanlah saya atas
nama pribadi dan atas nama Lembaga Administrasi Negara, untuk
menyampaikan permohonan maaf lahir batin atas berbagai kekurangan
dalam interaksi kita selama ini, baik langsung maupun tidak langsung.
Salah satu issu yang akan kita bahas dalam seminar ini adalah
suatu kebijakan sektoral yang sangat strategis karena terkait dengan
potensi amat besar yang kita miliki di bidang kehutanan dan perkebunan.
Lebih spesifik lagi, diskusi tentang penanganan praktek pembalakan liar
atau illegal logging menjadi sangat penting dan relevan, dengan 2 (dua)
alasan utama.
Strategi Kebijakan Penanganan Illegal Logging di Wilayah Kalimantan
38
Pertama, deforestrasi dan peralihan fungsi hutan yang berlebihan
diindikasikan telah menyebabkan kerusakan lingkungan yang kronis.
Dampak-dampak ikutan seperti banjir, longsor, peningkatan suhu udara,
hingga kebakaran hutan yang menimbulkan kabut asap hingga negara
tetangga, merupakan konsekuensi logis dari perbuatan yang sangat
tercela, yakni illegal logging ini. Dengan demikian, jika praktek illegal
logging dapat dicegah, banyak sekali manfaat yang akan kita petik, bukan
hanya berwujud hutan yang lestari dan lingkungan hidup yang terjaga,
namun juga berbagai keuntungan dibidang ekonomi, sosial budaya,
bahkan hubungan internasional.
Alasan kedua tentang perlunya forum seperti ini berkaitan dengan
kebijakan nasional untuk mempercepat pemberantasan penebangan kayu
secara ilegal di kawasan hutan dan peredarannya di seluruh wilayah
Republik Indonesia. Kebijakan yang tertuang dalam Inpres No. 4 Tahun
2005 dan ditujukan kepada 12 Menteri, Jaksa Agung, Kapolri, Panglima
TNI, Kepala BIN, serta seluruh Gubernur dan Bupati / Walikota ini, jelas
harus kita laksanakan secara sungguh-sungguh, berkelanjutan serta
terkoordinasi secara sinergis.
Harus kita akui bahwa koordinasi dan komunikasi lintas lembaga,
selama ini sering menjadi persoalan klasik dalam implementasi sebuah
kebijakan. Akibatnya, banyak kebijakan publik (public policy) yang
menemui kegagalan dalam tahapan impelmentasi, serta gagal dalam
mencapai tujuannya secara optimal. Untuk itu, dalam konteks kebijakan
penanggulangan illegal logging, kita harus dapat belajar dari berbagai
pengalaman yang ada, agar tidak terulang kesalahan dan kegagalan
kebijakan yang serupa dimasa mendatang. Disinilah letak pentingnya
forum diskusi publik, forum konsultasi kebijakan, atau forum-forum lain
yang sejenis.
Forum-forum komunikasi dan konsultasi harus diciptakan sebagai
sarana untuk menampung partisipasi para stakeholders dalam
pengambilan keputusan dan/atau kebijakan. Dalam hal ini, terdapat
beberapa hal yang patut diperhatikan dalam membangun proses
perumusan kebijakan yang efektif, yaitu:
m Meningkatkan pemanfatan media sebagai sarana penyebarluasan
informasi. Publik harus diberikan informasi seluas-luasnya tentang
proses perumusan kebijakan. Baik informasi berkaitan dengan proses
Strategi Kebijakan Penanganan Illegal Logging di Wilayah Kalimantan
39
itu sendiri maupun hasil-hasil yang telah diperoleh, bahkan
kemungkinan meminta pandangan publik tentang aspek-aspek tertentu
dalam kebijakan tersebut.
m Memastikan strategi komunikasi yang baik para stakeholders kunci.
Setiap stakeholders adalah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari
proses perumusan kebijakan. Setiap stakeholders kunci harus
memperoleh informasi yang lengkap mengenai hasil-hasil yang telah
diperoleh dalam proses perumusan kebijakan. Dengan cara ini,
stakeholders merasa dihargai dan merasa ikut memiliki peran dalam
perumusan kebijakan, serta akan memiliki motivasi yang besar untuk
memberikan konstribusi positif dan bertanggungjawab dalam
proses perumusan dan pelaksanaan kebijakan.
m Menciptakan proses aliran informasi bottom-up. Pada level paling
bawah, pada umumnya adalah level lapangan yang sangat mengetahui
mengenai medan implementasi kebijakan. Oleh karena itu,
menciptakan proses aliran informasi bottom-up sangat bermanfaat
untuk melihat kemungkinan dampak yang mungkin belum/tidak
diperhitungkan oleh para pengambil kebijakan.
m Menyiapkan proses yang dilengkapi dengan penyelesaian konflik dan
pandangan yang berbeda. Proses perumusan kebijakan hendaknya
dilengkapi dengan instrumen-instrumen penyelesaian konflik atau
perbedaan pandangan yang seringkali terjadi dalam berbagai aktiitas
perumusan.
m Memberikan kesempatan yang lebih besar kepada masyarakat lokal
untuk ikut berpartisipasi. Keterlibatan sejak awal masyarakat lokal akan
meningkatkan daya akseptabilitas kebijakan pada level lokal. Selain itu,
partisipasi semua level stakeholders sangat diperlukan untuk
perumusan kebijakan. Oleh karena itu, jangan pernah menghentikan
upaya menjaring aspirasi masyarakat melalui penciptaan dan
pemeliharaan aktivitas partisipasi stakeholders.
Hadirin peserta seminar yang saya hormati,
Sebagaimana saya sampaikan sebelumnya, setiap kebijakan
selalu mengandung resiko kegagalan. Oleh karena itu idealnya, sebelum
kebijakan ditetapkan dan dilaksanakan, apalagi yang terkait dengan
kehidupan masyarakat dan bahkan kehidupan makhluk hidup lainnya,
Strategi Kebijakan Penanganan Illegal Logging di Wilayah Kalimantan
40
perlu dikaji secara mendalam. Setiap kebijakan seharusnya melalui
proses perumusan yang mendalam dengan menghitung untung dan rugi
(costs and benefit analysis) secara teliti dan akurat.
Selain itu, dimensi regulasi memegang peran kunci dalam
pengendalian tata guna lahan hutan maupun dalam forest management
secara makro. Dalam hal ini, pemerintah daerah harus menggunakan
perijinan sebagai policy instrument untuk mengendalikan pemanfaatan
sumber daya alam, dan bukan semata-mata demi orientasi mendapatkan
penerimaan daerah (PAD). Bahkan jika terdapat indikasi penyimpangan
izin, Pemda beserta instansi terkait hendaknya tidak segan-segan untuk
mencabut izin tadi disertai dengan sanksi sesuai peraturan perundangan
yang berlaku. Dan untuk dapat menegakkan aturan secara konsisten,
pembenahan aspek mental dan moral aparat merupakan prioritas yang
sangat mendesak.
Sebagaimana dapat kita ketahui dari berbagai publikasi dan
pengaduan masyarakat, mentalitas aparat hingga saat ini masih cukup
memprihatinkan dalam rangka mewujudkan sosok birokrasi pelayanan
yang bercirikan good governance. Salah satu yang menjadi sorotan
adalah indikasi adanya praktek pungli di pusat-pusat pelayanan serta di
titik-titik wilayah operasi. Praktek-praktek inilah yang dapat merusak
kepercayaan masyarakat terhadap aparat dan membuat pemerintah
semakin jauh dari rakyatnya. Selain itu, secara ekonomis, praktek-praktek
tercela tadi juga menjadi kendala serius bagi berjalannya mesin ekonomi
daerah.
Pengalaman lain juga menunjukkan bahwa pembukaan lahan
skala besar tanpa memperhitungkan berbagai aspek yang dapat
memberikan dampak negatif, pada akhirnya akan menyisakan degradasi
lingkungan. Degradasi lingkungan sendiri, menurut berbagai penelitian,
sangat berkorelasi erat dengan kemiskinan. Selain itu, pembukaan lahan
yang dilakukan secara sembrono/tidak bijak juga dapat mengakibatkan
sengketa lahan yang berkepanjangan. Di lain pihak, pengalaman lain pun
menunjukkan bahwa pengelolaan lahan dan hutan secara benar justru
akan menghasilkan pertumbuhan ekonomi masyarakat dan dunia usaha.
Strategi Kebijakan Penanganan Illegal Logging di Wilayah Kalimantan
41
Hadirin peserta seminar yang saya hormati,
Kita sadari bersama bahwa untuk menghasilkan kebijakan yang
baik, bukan merupakan sesuatu yang mudah, tetapi memerlukan banyak
waktu, tenaga, biaya dan pikiran serta keterlibatan banyak pihak. Seminar
ini, saya pandang sebagai bagian dari upaya membuka komunikasi antar
dan antara stakeholders dengan para pengambil kebijakan.
Saya yakin bahwa dengan menghadirkan para pakar yang ahli di
bidangnya, dan pejabat pemerintah yang relevan, serta pihak-pihak yang
berkepentingan (stakeholders), seminar ini akan menghasilkan langkah-
langkah konkrit yang akan menjadi masukan yang baik dan bermanfaat.
Akhir kata, saya mengucapkan selamat berseminar, semoga
seminar ini dapat berlangsung dengan lancar dan menghasilkan
rekomendasi sebagaimana yang diharapkan. Kepada Balitbang
Kehutanan Kalimantan, Departemen Kehutanan, selaku mitra
penyelenggaraan seminar; dan juga kepada jajaran pimpinan Pemerintah
Provinsi Kalimantan Timur yang selalu mendukung program kerja LAN di
daerah, saya sampaikan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-
tingginya. Semoga kerjasama yang telah terjalin secara harmonis ini dapat
lebih diperkuat dimasa-masa yang akan datang.
Dan dengan mengucapkan Bismillahrrahmaanirrahiim, Seminar
Forum SANKRI dengan Tema "Strategi Kebijakan Penanganan Illegal
Logging di Wilayah Kalimantan", DENGAN RESMI SAYA BUKA.
Terimakasih,
Wabillahi Taufik Wal Hidayah
Wassalamu'alaikum Wr. Wb.
Lembaga Administrasi Negara RI
Kepala,
Sunarno, SH.,MSc
Strategi Kebijakan Penanganan Illegal Logging di Wilayah Kalimantan
42
SAMBUTAN KEPALA PKP2A III LAN
Pada Seminar Forum SANKRI Tentang
"Strategi Kebijakan Penanganan Illegal Logging
di Wilayah Kalimantan"
Hotel Mesra Samarinda, 7 November 2006
Yth.Kepala LAN
Yth.Bapak Sekda Kalimantan Timur,
Yth.Para Nara sumber,
Yth.Bapak-bapak dan Ibu-ibu pimpinan Dinas, Badan dan Instansi,
Para undangan dan hadirin sekalian yang berbahagia,
Assalamu'alaikum wr wb.
Selamat pagi dan salam sejahtera untuk kita semua,
Pertama-tama, marilah kita panjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan
YME, karena atas rahmat dan hidayah-Nya, pada hari ini kita dapat
berkumpul dan bersilaturahmi dalam keadaan sehat wal afiat, guna
bertukar pikiran dalam merumuskan konsep kebijakan penanganan
kehutanan yang terintegrasi dalam rangka mewujudkan pembangunan
yang berkelanjutan, khususnya masalah illegal logging. Selanjutnya,
ijinkanlah kami untuk melaporkan beberapa hal yang menyangkut
penyelenggaraan seminar ini.
Dasar Pemikiran
Kalimantan secara umum dan Kalimantan Timur khususnya
merupakan salah satu provinsi yang terkenal dengan beraneka ragam
sumber daya alam dan potensi. Sumber daya alam yang menjadi
komoditas utama diantaranya pertambangan (batu bara, minyak bumi, gas
alam, bahan mineral), dan sektor kehutanan yang menjadi primadona dari
hasil sumber daya alam. Sayangnya, kekayaan hasil hutan ini lebih banyak
diminati secara illegal.
Illegal logging menjadi isu sentral sekarang ini terutama dalam
pembicaraan kawasan hutan terutama dengan maraknya perusahaan
Strategi Kebijakan Penanganan Illegal Logging di Wilayah Kalimantan
43
yang bergerak dibidang perkayuan dan pertumbuhan kapitalisme dalam
negeri, sehingga permintaan kayu pun menjadi tinggi. Jika dibatasi sistem
penebangannya oleh pemerintah atau regulasi negara, maka untuk
kelancaran industri tersebut akan melakukan apapun dimana tindakan ini
disebut dengan illegal logging. Illegal logging merupakan suatu momok
yang terjadi di masyarakat Kalimantan Timur pada khususnya, dan di
daerah-daerah dengan potensi hutan yang sangat besar pada umumnya.
Dan hal ini banyak dilakukan secara sistematik melalui rantai politik,
melewati rantai swasta hingga mengkooptasi rantai dalam masyarakat.
Praktek illegal logging telah menjadi penyakit yang sangat akut dan
ancaman yang begitu nyata, tidak saja bagi keberlangsungan dan
kelestarian lingkungan, namun juga bagi kehidupan masyarakat secara
keseluruhan, terutama dalam jangka panjang. Ironisnya, hingga saat ini
belum terdapat tanda-tanda yang meyakinkan bahwa praktek illegal
logging akan dapat diatasi secara tuntas. Koordinasi kelembagaan antar
berbagai pihak terkait seperti Pemda, Polri, aparat kehutanan, LSM hingga
kelompok - kelompok masyarakat terlihat belum sinergis, bahkan terkesan
tidak ada satu institusi negara-pun yang merasa paling bertanggungjawab
terhadap "korupsi" sektor kehutanan ini. Aturan hukum dari tingkat UU
hingga Instruksi Presiden juga belum memiliki binding force yang
memadai, sehingga dapat dikatakan kurang ada law enforcement pada
kasus pembalakan liar ini.
Ketika problema illegal logging belum bisa diatasi secara
komprehensif, maka akan lebih sulit lagi ketika kita berbicara upaya
rehabilitasi hutan dan lahan kritis. Sebab, faktor penyebab utama hutan
gundul adalah deforestrasi yang tidak terkendali tadi. Oleh karena itu,
upaya rehabilitasi hutan dan lahan kritis harus didahului dengan
pemberantasan illegal logging terlebih dahulu. Tanpa upaya yang
sistematis menghentikan deforestrasi atau pembalakan liar, maka tidak
akan mungkin terwujud konsep pengusahaan hutan yang lestari dan
berkelanjutan.
Akibatnya, dampak yang nyata dirasakan oleh masyarakat akibat
illegal logging tersebut salah satunya adalah sering terjadinya bencana
alam yang terjadi tiap tahun yang banyak merenggut korban jiwa baik
bencana alam yang bersifat banjir yang meluas arealnya dari tahun ke
tahun atau tanah longsor dan juga kerugian materil yang tidak kecil yang di
alami oleh masyarakat.
Strategi Kebijakan Penanganan Illegal Logging di Wilayah Kalimantan
44
Ironisnya berbagai penegakan hukum dan keadilan mengenai
masalah illegal logging tampaknya belum maksimal bahkan menjadi
terpuruk meskipun sudah memilki payung hukum yang ditetapkan oleh
pemerintah di dalam UU No. 41 Tahun 1999 tentang "Kehutanan" tetapi
UU tersebut masih memilki celah dan kelemahan yang dapat
dimanfaatkan oleh orang yang tidak bertanggung jawab untuk melakukan
logging. Lemahnya penegakan hukum kehutanan ini sendiri terjadi antara
lain disebabkan oleh beberapa faktor sebagai berikut:
1. Jumlah aparat kehutanan yang tidak memadai dibanding beratnya
tanggung jawab dan scope atau luas wilayah yang harus diawasi.
2. Adanya pengusaha atau cukong yang memilih bisnis kehutanan melalui
jalan pintas.
3. Indikasi adanya intervensi negatif aparat diluar kehutanan (POLRI atau
TNI).
4. Mentalitas aparat kehutanan.
5. Lemahnya pemahaman terhadap aturan oleh aparat penegak hukum.
Dalam rangka lebih memperkuat upaya memberantas praktek
illegal logging ini, pemerintah telah mengeluarkan Instruksi Presiden No. 4
tahun 2005 tentang Pemberantasan Penebangan Kayu Secara Ilegal di
Kawasan Hutan dan Peredarannya di Seluruh Wilayah RI. Dalam Inpres ini
diperintahkan kepada 12 Menteri, Jaksa Agung, Kapolri, Panglima TNI,
Kepala BIN, seluruh Gubernur dan Bupati/Walikota untuk melakukan
percepatan pemberantasan illegal logging di kawasan hutan dan
peredarannya melalui penindakan terhadap orang atau badan yang
melakukan praktek illegal logging, sesuai dengan kewenangannya
masing-masing. Selain itu, Inpres ini juga memberikan tugas-tugas
spesifik kepada setiap pejabat / lembaga negara yang ada.
Selain itu juga disadari didalam rangka penegakan hukum atas
praktek illegal logging setidaknya terdapat opsi-opsi yang merupakan
sebuah keharusan untuk penegakkan hukum tersebut. Dalam hal ini,
upaya penanganan untuk memberantas illegal logging sudah sejak dulu
digalakkan, namun jika semua pihak tidak memiliki komitmen yang kuat,
tentu akan sulit memutus mata rantai pembalakan liar ini dan akan menjadi
kasus yang berlarut-larut dan akan mengancam dan rusaknya ekologi dan
sumber daya alam secara permanen. Untuk itu diperlukan suatu tindakan
konrkit agar illegal logging dapat dihentikan.
Strategi Kebijakan Penanganan Illegal Logging di Wilayah Kalimantan
45
STRATEGI PENANGANAN
STRATEGI PENANGANAN
STRATEGI PENANGANAN
STRATEGI PENANGANAN
STRATEGI PENANGANAN
STRATEGI PENANGANAN
STRATEGI PENANGANAN
STRATEGI PENANGANAN
STRATEGI PENANGANAN
STRATEGI PENANGANAN
STRATEGI PENANGANAN
STRATEGI PENANGANAN
STRATEGI PENANGANAN
STRATEGI PENANGANAN
STRATEGI PENANGANAN
STRATEGI PENANGANAN
STRATEGI PENANGANAN
STRATEGI PENANGANAN
STRATEGI PENANGANAN
STRATEGI PENANGANAN
STRATEGI PENANGANAN
STRATEGI PENANGANAN
STRATEGI PENANGANAN
STRATEGI PENANGANAN
STRATEGI PENANGANAN
STRATEGI PENANGANAN
STRATEGI PENANGANAN
STRATEGI PENANGANAN
STRATEGI PENANGANAN
STRATEGI PENANGANAN
STRATEGI PENANGANAN
STRATEGI PENANGANAN
STRATEGI PENANGANAN
STRATEGI PENANGANAN
STRATEGI PENANGANAN
STRATEGI PENANGANAN
STRATEGI PENANGANAN
STRATEGI PENANGANAN
STRATEGI PENANGANAN
STRATEGI PENANGANAN
STRATEGI PENANGANAN
STRATEGI PENANGANAN
STRATEGI PENANGANAN
STRATEGI PENANGANAN
STRATEGI PENANGANAN
STRATEGI PENANGANAN
STRATEGI PENANGANAN
STRATEGI PENANGANAN
STRATEGI PENANGANAN
STRATEGI PENANGANAN
STRATEGI PENANGANAN
STRATEGI PENANGANAN
STRATEGI PENANGANAN
STRATEGI PENANGANAN
STRATEGI PENANGANAN
STRATEGI PENANGANAN
STRATEGI PENANGANAN
STRATEGI PENANGANAN
STRATEGI PENANGANAN
STRATEGI PENANGANAN
STRATEGI PENANGANAN
STRATEGI PENANGANAN
STRATEGI PENANGANAN
STRATEGI PENANGANAN
STRATEGI PENANGANAN
STRATEGI PENANGANAN
STRATEGI PENANGANAN
STRATEGI PENANGANAN
STRATEGI PENANGANAN
STRATEGI PENANGANAN
STRATEGI PENANGANAN
STRATEGI PENANGANAN
STRATEGI PENANGANAN
STRATEGI PENANGANAN
STRATEGI PENANGANAN
STRATEGI PENANGANAN
STRATEGI PENANGANAN
STRATEGI PENANGANAN
STRATEGI PENANGANAN
STRATEGI PENANGANAN
STRATEGI PENANGANAN
STRATEGI PENANGANAN
STRATEGI PENANGANAN
STRATEGI PENANGANAN
STRATEGI PENANGANAN
STRATEGI PENANGANAN
STRATEGI PENANGANAN
STRATEGI PENANGANAN
STRATEGI PENANGANAN
STRATEGI PENANGANAN
STRATEGI PENANGANAN
STRATEGI PENANGANAN
STRATEGI PENANGANAN
STRATEGI PENANGANAN
STRATEGI PENANGANAN
STRATEGI PENANGANAN
STRATEGI PENANGANAN
STRATEGI PENANGANAN
STRATEGI PENANGANAN
STRATEGI PENANGANAN
STRATEGI PENANGANAN
STRATEGI PENANGANAN
STRATEGI PENANGANAN
STRATEGI PENANGANAN
STRATEGI PENANGANAN
STRATEGI PENANGANAN
STRATEGI PENANGANAN
STRATEGI PENANGANAN
STRATEGI PENANGANAN
STRATEGI PENANGANAN
STRATEGI PENANGANAN
STRATEGI PENANGANAN
STRATEGI PENANGANAN
STRATEGI PENANGANAN
STRATEGI PENANGANAN
STRATEGI PENANGANAN
STRATEGI PENANGANAN

More Related Content

What's hot

Jenis jasa ekosistem
Jenis jasa ekosistemJenis jasa ekosistem
Jenis jasa ekosistemNur Baqin
 
Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi
Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) ProvinsiPedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi
Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) ProvinsiPenataan Ruang
 
Rencana kerja personal polhut
Rencana kerja personal polhutRencana kerja personal polhut
Rencana kerja personal polhutSudirman Sultan
 
Kebijakan pengelolaan das
Kebijakan pengelolaan dasKebijakan pengelolaan das
Kebijakan pengelolaan dasdenotsudiana
 
laporan perencanaan kehutanan
laporan perencanaan kehutananlaporan perencanaan kehutanan
laporan perencanaan kehutananabdul gonde
 
Panduan Pemetaan dan Perencanaan Tata Guna Lahan Secara Partisipatif Berbasis...
Panduan Pemetaan dan Perencanaan Tata Guna Lahan Secara Partisipatif Berbasis...Panduan Pemetaan dan Perencanaan Tata Guna Lahan Secara Partisipatif Berbasis...
Panduan Pemetaan dan Perencanaan Tata Guna Lahan Secara Partisipatif Berbasis...Jaringan Kerja Pemetaan Partisipatif
 
MACAM MACAM DAUR
MACAM MACAM DAURMACAM MACAM DAUR
MACAM MACAM DAUREDIS BLOG
 
JENIS – JENIS PETA UNTUK KEBUTUHAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
JENIS – JENIS PETA UNTUK KEBUTUHAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTAJENIS – JENIS PETA UNTUK KEBUTUHAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
JENIS – JENIS PETA UNTUK KEBUTUHAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTAInstitut Teknologi Medan
 
Pengendalian Lingkungan Hidup dalam Pemanfaatan Ruang
Pengendalian Lingkungan Hidup dalam Pemanfaatan RuangPengendalian Lingkungan Hidup dalam Pemanfaatan Ruang
Pengendalian Lingkungan Hidup dalam Pemanfaatan Ruangushfia
 
Aplikasi GIS dalam penataan ruang
Aplikasi GIS dalam penataan ruangAplikasi GIS dalam penataan ruang
Aplikasi GIS dalam penataan ruangMusnanda Satar
 
Teoti Lokasi Pertanian Von Thunen
Teoti Lokasi Pertanian Von ThunenTeoti Lokasi Pertanian Von Thunen
Teoti Lokasi Pertanian Von ThunenTrijondro Purwanto
 
Interpretasi Citra Untuk Pemetaan Penggunaan lahan
Interpretasi Citra Untuk Pemetaan Penggunaan lahanInterpretasi Citra Untuk Pemetaan Penggunaan lahan
Interpretasi Citra Untuk Pemetaan Penggunaan lahanbramantiyo marjuki
 
Pengelolaan dan pengembangan agroforestri
Pengelolaan dan pengembangan agroforestriPengelolaan dan pengembangan agroforestri
Pengelolaan dan pengembangan agroforestriabdul samad
 
Manajemen Penanggulangan Bencana
Manajemen Penanggulangan BencanaManajemen Penanggulangan Bencana
Manajemen Penanggulangan BencanaMardi Yono
 
Perhutanan sosial dan desa
Perhutanan sosial dan desaPerhutanan sosial dan desa
Perhutanan sosial dan desaTV Desa
 

What's hot (20)

Hutan adat
Hutan adat Hutan adat
Hutan adat
 
Jenis jasa ekosistem
Jenis jasa ekosistemJenis jasa ekosistem
Jenis jasa ekosistem
 
Struktur ruang
Struktur ruangStruktur ruang
Struktur ruang
 
Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi
Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) ProvinsiPedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi
Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi
 
Rencana kerja personal polhut
Rencana kerja personal polhutRencana kerja personal polhut
Rencana kerja personal polhut
 
Kebijakan pengelolaan das
Kebijakan pengelolaan dasKebijakan pengelolaan das
Kebijakan pengelolaan das
 
laporan perencanaan kehutanan
laporan perencanaan kehutananlaporan perencanaan kehutanan
laporan perencanaan kehutanan
 
Panduan Pemetaan dan Perencanaan Tata Guna Lahan Secara Partisipatif Berbasis...
Panduan Pemetaan dan Perencanaan Tata Guna Lahan Secara Partisipatif Berbasis...Panduan Pemetaan dan Perencanaan Tata Guna Lahan Secara Partisipatif Berbasis...
Panduan Pemetaan dan Perencanaan Tata Guna Lahan Secara Partisipatif Berbasis...
 
MACAM MACAM DAUR
MACAM MACAM DAURMACAM MACAM DAUR
MACAM MACAM DAUR
 
JENIS – JENIS PETA UNTUK KEBUTUHAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
JENIS – JENIS PETA UNTUK KEBUTUHAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTAJENIS – JENIS PETA UNTUK KEBUTUHAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
JENIS – JENIS PETA UNTUK KEBUTUHAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
 
Pengendalian Lingkungan Hidup dalam Pemanfaatan Ruang
Pengendalian Lingkungan Hidup dalam Pemanfaatan RuangPengendalian Lingkungan Hidup dalam Pemanfaatan Ruang
Pengendalian Lingkungan Hidup dalam Pemanfaatan Ruang
 
Aplikasi GIS dalam penataan ruang
Aplikasi GIS dalam penataan ruangAplikasi GIS dalam penataan ruang
Aplikasi GIS dalam penataan ruang
 
Agroforestri
AgroforestriAgroforestri
Agroforestri
 
Presentasi mitigasi
Presentasi mitigasiPresentasi mitigasi
Presentasi mitigasi
 
Teoti Lokasi Pertanian Von Thunen
Teoti Lokasi Pertanian Von ThunenTeoti Lokasi Pertanian Von Thunen
Teoti Lokasi Pertanian Von Thunen
 
Interpretasi Citra Untuk Pemetaan Penggunaan lahan
Interpretasi Citra Untuk Pemetaan Penggunaan lahanInterpretasi Citra Untuk Pemetaan Penggunaan lahan
Interpretasi Citra Untuk Pemetaan Penggunaan lahan
 
Pengelolaan dan pengembangan agroforestri
Pengelolaan dan pengembangan agroforestriPengelolaan dan pengembangan agroforestri
Pengelolaan dan pengembangan agroforestri
 
Manual ArcGIS
Manual ArcGIS Manual ArcGIS
Manual ArcGIS
 
Manajemen Penanggulangan Bencana
Manajemen Penanggulangan BencanaManajemen Penanggulangan Bencana
Manajemen Penanggulangan Bencana
 
Perhutanan sosial dan desa
Perhutanan sosial dan desaPerhutanan sosial dan desa
Perhutanan sosial dan desa
 

Similar to STRATEGI PENANGANAN

Tugas iad illegal logging m. fadli
Tugas iad illegal logging m. fadliTugas iad illegal logging m. fadli
Tugas iad illegal logging m. fadlialdy1989
 
Illegal logging makalah (revisi)
Illegal logging makalah (revisi)Illegal logging makalah (revisi)
Illegal logging makalah (revisi)Tendo Jefri
 
Pengelolaan IPHPS.pdf
Pengelolaan IPHPS.pdfPengelolaan IPHPS.pdf
Pengelolaan IPHPS.pdfRizaAlristyan
 
Korupsi hutan dan politik oleh emerson,Indonesian Corruption Watch
Korupsi hutan dan politik oleh emerson,Indonesian Corruption WatchKorupsi hutan dan politik oleh emerson,Indonesian Corruption Watch
Korupsi hutan dan politik oleh emerson,Indonesian Corruption Watchseptianm
 
Materi Dari Kepala BKSDA Maluku.pdf
Materi Dari Kepala BKSDA Maluku.pdfMateri Dari Kepala BKSDA Maluku.pdf
Materi Dari Kepala BKSDA Maluku.pdfauliaazhzahra
 
Moniaga s ha masy hk adat dlm negara hukum - 4jun2015
Moniaga s   ha masy hk adat dlm negara hukum - 4jun2015Moniaga s   ha masy hk adat dlm negara hukum - 4jun2015
Moniaga s ha masy hk adat dlm negara hukum - 4jun2015Hutan_Indonesia
 
Media Indonesia 29 Maret 2014
Media Indonesia 29 Maret 2014Media Indonesia 29 Maret 2014
Media Indonesia 29 Maret 2014hastapurnama
 
Supersemar kehutanan by Usep Setiawan (dimuat kompas 3 april 13)
Supersemar kehutanan by Usep Setiawan (dimuat kompas 3 april 13)Supersemar kehutanan by Usep Setiawan (dimuat kompas 3 april 13)
Supersemar kehutanan by Usep Setiawan (dimuat kompas 3 april 13)Aji Sahdi Sutisna
 
Release media aman 17 maret 2016
Release media aman 17 maret 2016Release media aman 17 maret 2016
Release media aman 17 maret 2016Panji Kharisma Jaya
 
Contoh kasus masyarakat madani
Contoh kasus masyarakat madaniContoh kasus masyarakat madani
Contoh kasus masyarakat madaniBagus Priambada
 
Kejahatan lingkungan
Kejahatan lingkunganKejahatan lingkungan
Kejahatan lingkunganlil_vandit
 
2001 03 kajian kebijakan hak-hak masy adat ---otonomi daerah
2001 03 kajian kebijakan hak-hak masy adat ---otonomi daerah2001 03 kajian kebijakan hak-hak masy adat ---otonomi daerah
2001 03 kajian kebijakan hak-hak masy adat ---otonomi daerahYayasan Perempuan Kaisa Indonesia
 
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat Fatur Fatkhurohman
 
Panduan - Pengamanan Hutan
Panduan - Pengamanan HutanPanduan - Pengamanan Hutan
Panduan - Pengamanan HutanRini Sucahyo
 
Siaran pers seminar nasional juni 2014 ypb
Siaran pers seminar nasional juni 2014   ypbSiaran pers seminar nasional juni 2014   ypb
Siaran pers seminar nasional juni 2014 ypbseptianm
 
Siaran pers rencana aksi kpk media briefing 22 feb final
Siaran pers   rencana aksi kpk media briefing 22 feb finalSiaran pers   rencana aksi kpk media briefing 22 feb final
Siaran pers rencana aksi kpk media briefing 22 feb finalPanji Kharisma Jaya
 
Inkuiri nasional komnas ham tentang hak hak masyarakat hukum adat atas wilaya...
Inkuiri nasional komnas ham tentang hak hak masyarakat hukum adat atas wilaya...Inkuiri nasional komnas ham tentang hak hak masyarakat hukum adat atas wilaya...
Inkuiri nasional komnas ham tentang hak hak masyarakat hukum adat atas wilaya...septianm
 

Similar to STRATEGI PENANGANAN (20)

Skripsi fn
Skripsi fnSkripsi fn
Skripsi fn
 
Tugas iad illegal logging m. fadli
Tugas iad illegal logging m. fadliTugas iad illegal logging m. fadli
Tugas iad illegal logging m. fadli
 
Illegal logging makalah (revisi)
Illegal logging makalah (revisi)Illegal logging makalah (revisi)
Illegal logging makalah (revisi)
 
Pengelolaan IPHPS.pdf
Pengelolaan IPHPS.pdfPengelolaan IPHPS.pdf
Pengelolaan IPHPS.pdf
 
Moratorium Hutan
Moratorium HutanMoratorium Hutan
Moratorium Hutan
 
Korupsi hutan dan politik oleh emerson,Indonesian Corruption Watch
Korupsi hutan dan politik oleh emerson,Indonesian Corruption WatchKorupsi hutan dan politik oleh emerson,Indonesian Corruption Watch
Korupsi hutan dan politik oleh emerson,Indonesian Corruption Watch
 
Materi Dari Kepala BKSDA Maluku.pdf
Materi Dari Kepala BKSDA Maluku.pdfMateri Dari Kepala BKSDA Maluku.pdf
Materi Dari Kepala BKSDA Maluku.pdf
 
Moniaga s ha masy hk adat dlm negara hukum - 4jun2015
Moniaga s   ha masy hk adat dlm negara hukum - 4jun2015Moniaga s   ha masy hk adat dlm negara hukum - 4jun2015
Moniaga s ha masy hk adat dlm negara hukum - 4jun2015
 
Media Indonesia 29 Maret 2014
Media Indonesia 29 Maret 2014Media Indonesia 29 Maret 2014
Media Indonesia 29 Maret 2014
 
Supersemar kehutanan by Usep Setiawan (dimuat kompas 3 april 13)
Supersemar kehutanan by Usep Setiawan (dimuat kompas 3 april 13)Supersemar kehutanan by Usep Setiawan (dimuat kompas 3 april 13)
Supersemar kehutanan by Usep Setiawan (dimuat kompas 3 april 13)
 
Gerakan Sosial STKGB PT BNIL
Gerakan Sosial STKGB PT BNILGerakan Sosial STKGB PT BNIL
Gerakan Sosial STKGB PT BNIL
 
Release media aman 17 maret 2016
Release media aman 17 maret 2016Release media aman 17 maret 2016
Release media aman 17 maret 2016
 
Contoh kasus masyarakat madani
Contoh kasus masyarakat madaniContoh kasus masyarakat madani
Contoh kasus masyarakat madani
 
Kejahatan lingkungan
Kejahatan lingkunganKejahatan lingkungan
Kejahatan lingkungan
 
2001 03 kajian kebijakan hak-hak masy adat ---otonomi daerah
2001 03 kajian kebijakan hak-hak masy adat ---otonomi daerah2001 03 kajian kebijakan hak-hak masy adat ---otonomi daerah
2001 03 kajian kebijakan hak-hak masy adat ---otonomi daerah
 
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
Modul Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Masyarakat
 
Panduan - Pengamanan Hutan
Panduan - Pengamanan HutanPanduan - Pengamanan Hutan
Panduan - Pengamanan Hutan
 
Siaran pers seminar nasional juni 2014 ypb
Siaran pers seminar nasional juni 2014   ypbSiaran pers seminar nasional juni 2014   ypb
Siaran pers seminar nasional juni 2014 ypb
 
Siaran pers rencana aksi kpk media briefing 22 feb final
Siaran pers   rencana aksi kpk media briefing 22 feb finalSiaran pers   rencana aksi kpk media briefing 22 feb final
Siaran pers rencana aksi kpk media briefing 22 feb final
 
Inkuiri nasional komnas ham tentang hak hak masyarakat hukum adat atas wilaya...
Inkuiri nasional komnas ham tentang hak hak masyarakat hukum adat atas wilaya...Inkuiri nasional komnas ham tentang hak hak masyarakat hukum adat atas wilaya...
Inkuiri nasional komnas ham tentang hak hak masyarakat hukum adat atas wilaya...
 

More from Tri Widodo W. UTOMO

Strategi Kolaboratif untuk Inovasi Berkelanjutan
Strategi Kolaboratif untuk Inovasi BerkelanjutanStrategi Kolaboratif untuk Inovasi Berkelanjutan
Strategi Kolaboratif untuk Inovasi BerkelanjutanTri Widodo W. UTOMO
 
Inovasi Pelaksanaan Bangkom Berbasis Teknologi Informasi
Inovasi Pelaksanaan Bangkom Berbasis Teknologi InformasiInovasi Pelaksanaan Bangkom Berbasis Teknologi Informasi
Inovasi Pelaksanaan Bangkom Berbasis Teknologi InformasiTri Widodo W. UTOMO
 
Transformasi untuk LAN Semakin Berprestasi
Transformasi untuk LAN Semakin BerprestasiTransformasi untuk LAN Semakin Berprestasi
Transformasi untuk LAN Semakin BerprestasiTri Widodo W. UTOMO
 
Tata Kelola Kebijakan Berdasar Siklus Kebijakan
Tata Kelola Kebijakan Berdasar Siklus KebijakanTata Kelola Kebijakan Berdasar Siklus Kebijakan
Tata Kelola Kebijakan Berdasar Siklus KebijakanTri Widodo W. UTOMO
 
Strategi Kebijakan Penguatan Netralitas ASN dalam Pemilu
Strategi Kebijakan Penguatan Netralitas ASN dalam PemiluStrategi Kebijakan Penguatan Netralitas ASN dalam Pemilu
Strategi Kebijakan Penguatan Netralitas ASN dalam PemiluTri Widodo W. UTOMO
 
Pengelolaan Kinerja dalam Manajemen ASN
Pengelolaan Kinerja dalam Manajemen ASNPengelolaan Kinerja dalam Manajemen ASN
Pengelolaan Kinerja dalam Manajemen ASNTri Widodo W. UTOMO
 
Tranformasi Kab. Bogor Berkelanjutan
Tranformasi Kab. Bogor BerkelanjutanTranformasi Kab. Bogor Berkelanjutan
Tranformasi Kab. Bogor BerkelanjutanTri Widodo W. UTOMO
 
Manajemen Perubahan & Penerapannya di Sektor Publik
Manajemen Perubahan & Penerapannya di Sektor PublikManajemen Perubahan & Penerapannya di Sektor Publik
Manajemen Perubahan & Penerapannya di Sektor PublikTri Widodo W. UTOMO
 
Prospek Kolaborasi LAN-Yayasan Pijar
Prospek Kolaborasi LAN-Yayasan PijarProspek Kolaborasi LAN-Yayasan Pijar
Prospek Kolaborasi LAN-Yayasan PijarTri Widodo W. UTOMO
 
Gamifikasi Zoom & Behavioral Insight
Gamifikasi Zoom & Behavioral InsightGamifikasi Zoom & Behavioral Insight
Gamifikasi Zoom & Behavioral InsightTri Widodo W. UTOMO
 
Signifikansi Pendampingan Labinov di Daerah
Signifikansi Pendampingan Labinov di DaerahSignifikansi Pendampingan Labinov di Daerah
Signifikansi Pendampingan Labinov di DaerahTri Widodo W. UTOMO
 
Peta Kinerja Inovasi Daerah di Indonesia
Peta Kinerja Inovasi Daerah di IndonesiaPeta Kinerja Inovasi Daerah di Indonesia
Peta Kinerja Inovasi Daerah di IndonesiaTri Widodo W. UTOMO
 
Kab. Bireuen, Mengakselerasi Kinerja Melalui Inovasi
Kab. Bireuen, Mengakselerasi Kinerja Melalui InovasiKab. Bireuen, Mengakselerasi Kinerja Melalui Inovasi
Kab. Bireuen, Mengakselerasi Kinerja Melalui InovasiTri Widodo W. UTOMO
 
Perumusan Peraturan Berdasar Siklus Kebijakan
Perumusan Peraturan Berdasar Siklus KebijakanPerumusan Peraturan Berdasar Siklus Kebijakan
Perumusan Peraturan Berdasar Siklus KebijakanTri Widodo W. UTOMO
 
Recharging Inovasi Padang Panjang
Recharging Inovasi Padang PanjangRecharging Inovasi Padang Panjang
Recharging Inovasi Padang PanjangTri Widodo W. UTOMO
 
Transformasi untuk Parepare Semakin Berprestasi
Transformasi untuk Parepare Semakin BerprestasiTransformasi untuk Parepare Semakin Berprestasi
Transformasi untuk Parepare Semakin BerprestasiTri Widodo W. UTOMO
 
Transformasi Administrasi Publik Menjawab Tantangan Era Disrupsi
Transformasi Administrasi Publik Menjawab Tantangan Era DisrupsiTransformasi Administrasi Publik Menjawab Tantangan Era Disrupsi
Transformasi Administrasi Publik Menjawab Tantangan Era DisrupsiTri Widodo W. UTOMO
 
Korpri & Inovasi sebagai Perekat & Pemersatu Bangsa
Korpri & Inovasi sebagai Perekat & Pemersatu BangsaKorpri & Inovasi sebagai Perekat & Pemersatu Bangsa
Korpri & Inovasi sebagai Perekat & Pemersatu BangsaTri Widodo W. UTOMO
 
Inovasi Sebagai Strategi Mewujudkan Pelayanan Publik Berdampak
Inovasi Sebagai Strategi Mewujudkan Pelayanan Publik BerdampakInovasi Sebagai Strategi Mewujudkan Pelayanan Publik Berdampak
Inovasi Sebagai Strategi Mewujudkan Pelayanan Publik BerdampakTri Widodo W. UTOMO
 
Menjunjung Tinggi Sijunjung Melalui Inovasi
Menjunjung Tinggi Sijunjung Melalui InovasiMenjunjung Tinggi Sijunjung Melalui Inovasi
Menjunjung Tinggi Sijunjung Melalui InovasiTri Widodo W. UTOMO
 

More from Tri Widodo W. UTOMO (20)

Strategi Kolaboratif untuk Inovasi Berkelanjutan
Strategi Kolaboratif untuk Inovasi BerkelanjutanStrategi Kolaboratif untuk Inovasi Berkelanjutan
Strategi Kolaboratif untuk Inovasi Berkelanjutan
 
Inovasi Pelaksanaan Bangkom Berbasis Teknologi Informasi
Inovasi Pelaksanaan Bangkom Berbasis Teknologi InformasiInovasi Pelaksanaan Bangkom Berbasis Teknologi Informasi
Inovasi Pelaksanaan Bangkom Berbasis Teknologi Informasi
 
Transformasi untuk LAN Semakin Berprestasi
Transformasi untuk LAN Semakin BerprestasiTransformasi untuk LAN Semakin Berprestasi
Transformasi untuk LAN Semakin Berprestasi
 
Tata Kelola Kebijakan Berdasar Siklus Kebijakan
Tata Kelola Kebijakan Berdasar Siklus KebijakanTata Kelola Kebijakan Berdasar Siklus Kebijakan
Tata Kelola Kebijakan Berdasar Siklus Kebijakan
 
Strategi Kebijakan Penguatan Netralitas ASN dalam Pemilu
Strategi Kebijakan Penguatan Netralitas ASN dalam PemiluStrategi Kebijakan Penguatan Netralitas ASN dalam Pemilu
Strategi Kebijakan Penguatan Netralitas ASN dalam Pemilu
 
Pengelolaan Kinerja dalam Manajemen ASN
Pengelolaan Kinerja dalam Manajemen ASNPengelolaan Kinerja dalam Manajemen ASN
Pengelolaan Kinerja dalam Manajemen ASN
 
Tranformasi Kab. Bogor Berkelanjutan
Tranformasi Kab. Bogor BerkelanjutanTranformasi Kab. Bogor Berkelanjutan
Tranformasi Kab. Bogor Berkelanjutan
 
Manajemen Perubahan & Penerapannya di Sektor Publik
Manajemen Perubahan & Penerapannya di Sektor PublikManajemen Perubahan & Penerapannya di Sektor Publik
Manajemen Perubahan & Penerapannya di Sektor Publik
 
Prospek Kolaborasi LAN-Yayasan Pijar
Prospek Kolaborasi LAN-Yayasan PijarProspek Kolaborasi LAN-Yayasan Pijar
Prospek Kolaborasi LAN-Yayasan Pijar
 
Gamifikasi Zoom & Behavioral Insight
Gamifikasi Zoom & Behavioral InsightGamifikasi Zoom & Behavioral Insight
Gamifikasi Zoom & Behavioral Insight
 
Signifikansi Pendampingan Labinov di Daerah
Signifikansi Pendampingan Labinov di DaerahSignifikansi Pendampingan Labinov di Daerah
Signifikansi Pendampingan Labinov di Daerah
 
Peta Kinerja Inovasi Daerah di Indonesia
Peta Kinerja Inovasi Daerah di IndonesiaPeta Kinerja Inovasi Daerah di Indonesia
Peta Kinerja Inovasi Daerah di Indonesia
 
Kab. Bireuen, Mengakselerasi Kinerja Melalui Inovasi
Kab. Bireuen, Mengakselerasi Kinerja Melalui InovasiKab. Bireuen, Mengakselerasi Kinerja Melalui Inovasi
Kab. Bireuen, Mengakselerasi Kinerja Melalui Inovasi
 
Perumusan Peraturan Berdasar Siklus Kebijakan
Perumusan Peraturan Berdasar Siklus KebijakanPerumusan Peraturan Berdasar Siklus Kebijakan
Perumusan Peraturan Berdasar Siklus Kebijakan
 
Recharging Inovasi Padang Panjang
Recharging Inovasi Padang PanjangRecharging Inovasi Padang Panjang
Recharging Inovasi Padang Panjang
 
Transformasi untuk Parepare Semakin Berprestasi
Transformasi untuk Parepare Semakin BerprestasiTransformasi untuk Parepare Semakin Berprestasi
Transformasi untuk Parepare Semakin Berprestasi
 
Transformasi Administrasi Publik Menjawab Tantangan Era Disrupsi
Transformasi Administrasi Publik Menjawab Tantangan Era DisrupsiTransformasi Administrasi Publik Menjawab Tantangan Era Disrupsi
Transformasi Administrasi Publik Menjawab Tantangan Era Disrupsi
 
Korpri & Inovasi sebagai Perekat & Pemersatu Bangsa
Korpri & Inovasi sebagai Perekat & Pemersatu BangsaKorpri & Inovasi sebagai Perekat & Pemersatu Bangsa
Korpri & Inovasi sebagai Perekat & Pemersatu Bangsa
 
Inovasi Sebagai Strategi Mewujudkan Pelayanan Publik Berdampak
Inovasi Sebagai Strategi Mewujudkan Pelayanan Publik BerdampakInovasi Sebagai Strategi Mewujudkan Pelayanan Publik Berdampak
Inovasi Sebagai Strategi Mewujudkan Pelayanan Publik Berdampak
 
Menjunjung Tinggi Sijunjung Melalui Inovasi
Menjunjung Tinggi Sijunjung Melalui InovasiMenjunjung Tinggi Sijunjung Melalui Inovasi
Menjunjung Tinggi Sijunjung Melalui Inovasi
 

Recently uploaded

LAPORAN KEPALA DESA. sebagai kewajiban pptx
LAPORAN KEPALA DESA. sebagai kewajiban pptxLAPORAN KEPALA DESA. sebagai kewajiban pptx
LAPORAN KEPALA DESA. sebagai kewajiban pptxBudyHermawan3
 
PENERAPAN IURAN DALAM PROGRAM PAMSIMAS 2023.pptx
PENERAPAN IURAN DALAM PROGRAM PAMSIMAS 2023.pptxPENERAPAN IURAN DALAM PROGRAM PAMSIMAS 2023.pptx
PENERAPAN IURAN DALAM PROGRAM PAMSIMAS 2023.pptxRyanWinter25
 
mars pkk yang selalu dinyanyikan saat kegiatan PKK.pptx
mars pkk yang selalu dinyanyikan saat kegiatan PKK.pptxmars pkk yang selalu dinyanyikan saat kegiatan PKK.pptx
mars pkk yang selalu dinyanyikan saat kegiatan PKK.pptxSusatyoTriwilopo
 
Membangun Budaya Ber-Integritas ASN.pptx
Membangun Budaya Ber-Integritas ASN.pptxMembangun Budaya Ber-Integritas ASN.pptx
Membangun Budaya Ber-Integritas ASN.pptxBudyHermawan3
 
Penyesuaian AK Jabatan Fungsional Konvensional Ke Integrasi
Penyesuaian AK Jabatan Fungsional Konvensional Ke IntegrasiPenyesuaian AK Jabatan Fungsional Konvensional Ke Integrasi
Penyesuaian AK Jabatan Fungsional Konvensional Ke Integrasiasaliaraudhatii
 
Aparatur Sipil Negara sebagai Perekat Bangsa.pptx
Aparatur Sipil Negara sebagai Perekat Bangsa.pptxAparatur Sipil Negara sebagai Perekat Bangsa.pptx
Aparatur Sipil Negara sebagai Perekat Bangsa.pptxBudyHermawan3
 
OPERASI DAN PEMELIHARAAN SPAM DALAM PROGRAM PAMSIMAS.ppt
OPERASI DAN PEMELIHARAAN SPAM DALAM PROGRAM PAMSIMAS.pptOPERASI DAN PEMELIHARAAN SPAM DALAM PROGRAM PAMSIMAS.ppt
OPERASI DAN PEMELIHARAAN SPAM DALAM PROGRAM PAMSIMAS.pptRyanWinter25
 
PB.2 KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN PEMDES.pptx
PB.2 KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN PEMDES.pptxPB.2 KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN PEMDES.pptx
PB.2 KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN PEMDES.pptxBudyHermawan3
 
Tata Kelola Pengadaan barang dan Jasa di Desa pptx
Tata Kelola Pengadaan barang dan Jasa di Desa pptxTata Kelola Pengadaan barang dan Jasa di Desa pptx
Tata Kelola Pengadaan barang dan Jasa di Desa pptxBudyHermawan3
 
Pengantar dan Teknik Public Speaking.pptx
Pengantar dan Teknik Public Speaking.pptxPengantar dan Teknik Public Speaking.pptx
Pengantar dan Teknik Public Speaking.pptxBudyHermawan3
 
NILAI TUKAR NELAYAN BANGGAI KEPULAUAN TAHUN 2024
NILAI TUKAR NELAYAN BANGGAI KEPULAUAN TAHUN 2024NILAI TUKAR NELAYAN BANGGAI KEPULAUAN TAHUN 2024
NILAI TUKAR NELAYAN BANGGAI KEPULAUAN TAHUN 2024ssuser8905b3
 
PB.1 BINA SUASANA DAN ORIENTASI BELAJAR.pptx
PB.1 BINA SUASANA DAN ORIENTASI BELAJAR.pptxPB.1 BINA SUASANA DAN ORIENTASI BELAJAR.pptx
PB.1 BINA SUASANA DAN ORIENTASI BELAJAR.pptxBudyHermawan3
 
Inovasi Pelayanan Publik Pemerintah .pptx
Inovasi Pelayanan Publik Pemerintah .pptxInovasi Pelayanan Publik Pemerintah .pptx
Inovasi Pelayanan Publik Pemerintah .pptxBudyHermawan3
 
Konsep Management RisikoRev Pak Budi.pptx
Konsep Management RisikoRev Pak Budi.pptxKonsep Management RisikoRev Pak Budi.pptx
Konsep Management RisikoRev Pak Budi.pptxBudyHermawan3
 

Recently uploaded (14)

LAPORAN KEPALA DESA. sebagai kewajiban pptx
LAPORAN KEPALA DESA. sebagai kewajiban pptxLAPORAN KEPALA DESA. sebagai kewajiban pptx
LAPORAN KEPALA DESA. sebagai kewajiban pptx
 
PENERAPAN IURAN DALAM PROGRAM PAMSIMAS 2023.pptx
PENERAPAN IURAN DALAM PROGRAM PAMSIMAS 2023.pptxPENERAPAN IURAN DALAM PROGRAM PAMSIMAS 2023.pptx
PENERAPAN IURAN DALAM PROGRAM PAMSIMAS 2023.pptx
 
mars pkk yang selalu dinyanyikan saat kegiatan PKK.pptx
mars pkk yang selalu dinyanyikan saat kegiatan PKK.pptxmars pkk yang selalu dinyanyikan saat kegiatan PKK.pptx
mars pkk yang selalu dinyanyikan saat kegiatan PKK.pptx
 
Membangun Budaya Ber-Integritas ASN.pptx
Membangun Budaya Ber-Integritas ASN.pptxMembangun Budaya Ber-Integritas ASN.pptx
Membangun Budaya Ber-Integritas ASN.pptx
 
Penyesuaian AK Jabatan Fungsional Konvensional Ke Integrasi
Penyesuaian AK Jabatan Fungsional Konvensional Ke IntegrasiPenyesuaian AK Jabatan Fungsional Konvensional Ke Integrasi
Penyesuaian AK Jabatan Fungsional Konvensional Ke Integrasi
 
Aparatur Sipil Negara sebagai Perekat Bangsa.pptx
Aparatur Sipil Negara sebagai Perekat Bangsa.pptxAparatur Sipil Negara sebagai Perekat Bangsa.pptx
Aparatur Sipil Negara sebagai Perekat Bangsa.pptx
 
OPERASI DAN PEMELIHARAAN SPAM DALAM PROGRAM PAMSIMAS.ppt
OPERASI DAN PEMELIHARAAN SPAM DALAM PROGRAM PAMSIMAS.pptOPERASI DAN PEMELIHARAAN SPAM DALAM PROGRAM PAMSIMAS.ppt
OPERASI DAN PEMELIHARAAN SPAM DALAM PROGRAM PAMSIMAS.ppt
 
PB.2 KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN PEMDES.pptx
PB.2 KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN PEMDES.pptxPB.2 KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN PEMDES.pptx
PB.2 KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN PEMDES.pptx
 
Tata Kelola Pengadaan barang dan Jasa di Desa pptx
Tata Kelola Pengadaan barang dan Jasa di Desa pptxTata Kelola Pengadaan barang dan Jasa di Desa pptx
Tata Kelola Pengadaan barang dan Jasa di Desa pptx
 
Pengantar dan Teknik Public Speaking.pptx
Pengantar dan Teknik Public Speaking.pptxPengantar dan Teknik Public Speaking.pptx
Pengantar dan Teknik Public Speaking.pptx
 
NILAI TUKAR NELAYAN BANGGAI KEPULAUAN TAHUN 2024
NILAI TUKAR NELAYAN BANGGAI KEPULAUAN TAHUN 2024NILAI TUKAR NELAYAN BANGGAI KEPULAUAN TAHUN 2024
NILAI TUKAR NELAYAN BANGGAI KEPULAUAN TAHUN 2024
 
PB.1 BINA SUASANA DAN ORIENTASI BELAJAR.pptx
PB.1 BINA SUASANA DAN ORIENTASI BELAJAR.pptxPB.1 BINA SUASANA DAN ORIENTASI BELAJAR.pptx
PB.1 BINA SUASANA DAN ORIENTASI BELAJAR.pptx
 
Inovasi Pelayanan Publik Pemerintah .pptx
Inovasi Pelayanan Publik Pemerintah .pptxInovasi Pelayanan Publik Pemerintah .pptx
Inovasi Pelayanan Publik Pemerintah .pptx
 
Konsep Management RisikoRev Pak Budi.pptx
Konsep Management RisikoRev Pak Budi.pptxKonsep Management RisikoRev Pak Budi.pptx
Konsep Management RisikoRev Pak Budi.pptx
 

STRATEGI PENANGANAN

  • 1.
  • 3. Strategi Kebijakan Penanganan Illegal Logging di Wilayah Kalimantan 159 + v halaman, 2006 Perpustakaan Nasional RI: Data Katalog Dalam Terbitan (KDT) ISBN 979-1176-03-5 1. Strategi Kebijakan 2. Illegal Logging 3. Kalimantan Editor: Koordinator : Tri Widodo W. Utomo, SH.,MA : Ir. Sulistyo A. Siran, M.Sc Anggota : Meiliana, SE.,MM Mayahayati Kusumaningrum, SE. Siti Zakiyah, S.Si. Said Fadhil, SIP Windra Mariani, SH Mustari Kurniawati, SIP Diterbitkan Oleh: Pusat Kajian dan Pendidikan dan Pelatihan Aparatur III (PKP2A III) UNDANG-UNDANG HAK CIPTA NO. 19 TAHUN 2002 Pasal 72 (1) Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2), dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan / atau denda paling banyak Rp.5.000.000.000,-(limamiliarrupiah). (2) Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau dendapalingbanyakRp.500.000.000,-(limaratusjutarupiah).
  • 4. Daftar Isi Daftar Isi ....................................................................................... i Kata Pengantar ............................................................................. iv BAGIAN PERTAMA : Pemaparan Ide dan Diskusi Interaksi â Pokok-pokok Pemaparan Ide .................................................. 1 â Intisari Sessi Diskusi ................................................................ 34 BAGIAN KEDUA : Sambutan dan Makalah Pembicara â SAMBUTAN-SAMBUTAN 3 Kepala Lembaga Administrasi Negara RI, Sunarno, SH., Msc .............................................................................. 38 3 Kepala PKP2A III LAN Samarinda, Meiliana, SE.,MM ........ 43 â MAKALAH PEMBICARA 3 Kebijakan Strategis Nasional Pengendalian Illegal Logging : Dampak Multi Dimensi Illegal Logging dan Urgensi Perlindungan Hutan Dalam Pembangunan Berkelanjutan Ir. Nurhidayat (Direktur Penyidikan dan Perlindungan Hutan, Dirjen PHKA Departemen Kehutanan) .................... 48 3 Modus Operandi Illegal Logging di Kalimantan Timur serta Kendala dan Target Operasi Pemberantasan Illegal Logging Direktur Reskrim Polda Kaltim, Kombes Pol. Drs. Wahyudi, SH.,M.Sc. ............................... 62 Strategi Kebijakan Penanganan Illegal Logging di Wilayah Kalimantan ii
  • 5. 3 Kinerja Aparat Hukum Dalam Penyidikan dan Penuntutan Tindak Pidana Illegal Logging di Kalimantan Timur D. Andhi Nirwanto, SH.,MM (Kepala Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur) ............................................................... 82 3 Praktek Illegal Logging di Daerah Perbatasan dan Pola Koordinasi Ideal Dalam Penanganan Kasus Illegal Logging Suwono Thalib, SE.,M.Si (Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Nunukan) ...................................... 96 3 Konsistensi Kebijakan Kelembagaan Penanggulangan Illegal Logging Pengalaman Indonesia dan Kalimantan Timur: Urgensi Penguatan Kapasitas Kelembagaan dan Sumber Daya Penegakan Hukum Sulaiman. N. Sembiring (Direktur FLEGT SP & IHSA) ....... 101 3 Kajian Illegal Looging di Wilayah Perbatasan dan Prospek Rehabilitasi Hutan Ir. Sulistyo A. Siran, M.Sc (Kepala Balai / Peneliti Balai Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Kalimantan) .... 113 3 "Pelibatan Masyarakat" Faktor Penting Penanggulangan Illegal Logging Syarifudin (Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Kaltim) ....................................................................... 136 3 Peranan Sistem Informasi Pelacakan Kasus Kejahatan Kehutanan Dalam Penanggulangan Illegal Logging Ign. Kristanto Adiwibowo, S.Hut.,MP (Peneliti Balai Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Kalimantan) .... 141 Strategi Kebijakan Penanganan Illegal Logging di Wilayah Kalimantan iii
  • 6. Buku ini merupakan proceeding dari hasil Seminar Forum SANKRI "Strategi Kabijakan Penanganan Illegal Logging di Wilayah Kalimantan". Seminar ini didasari oleh pemikiran bahwa dalam Kalimantan secara umum dan Kalimantan Timur khususnya merupakan salah satu provinsi yang terkenal dengan beraneka ragam sumber daya alam dan potensi. Sumber daya alam yang menjadi komoditas utama diantaranya pertambangan (batu bara, minyak bumi, gas alam, bahan mineral), dan sektor kehutanan yang menjadi primadona dari hasil sumber daya alam. Sayangnya, kekayaan hasil hutan ini lebih banyak diminati secara illegal. Illegal logging menjadi isu sentral sekarang ini terutama dalam pembicaraan kawasan hutan terutama dengan maraknya perusahaan yang bergerak dibidang perkayuan dan pertumbuhan kapitalisme dalam negeri, sehingga permintaan kayu pun menjadi tinggi. Jika dibatasi sistem penebangannya oleh pemerintah atau regulasi negara, maka untuk kelancaran industri tersebut akan melakukan apapun dimana tindakan ini disebut dengan illegal logging. Illegal logging merupakan suatu momok yang terjadi di masyarakat Kalimantan Timur pada khususnya, dan di daerah-daerah dengan potensi hutan yang sangat besar pada umumnya. Dan hal ini banyak dilakukan secara sistematik melalui rantai politik, melewati rantai swasta hingga mengkooptasi rantai dalam masyarakat. Praktek illegal logging telah menjadi penyakit yang sangat akut dan ancaman yang begitu nyata, tidak saja bagi keberlangsungan dan kelestarian lingkungan, namun juga bagi kehidupan masyarakat secara keseluruhan, terutama dalam jangka panjang. Ironisnya, hingga saat ini belum terdapat tanda-tanda yang meyakinkan bahwa praktek illegal logging akan dapat diatasi secara tuntas. Koordinasi kelembagaan antar berbagai pihak terkait seperti Pemda, Polri, aparat kehutanan, LSM hingga kelompok - kelompok masyarakat terlihat belum sinergis, bahkan terkesan tidak ada satu institusi negara-pun yang merasa paling bertanggungjawab terhadap "korupsi" sektor kehutanan ini. Aturan hukum dari tingkat UU hingga Instruksi Presiden juga belum memiliki binding force yang Strategi Kebijakan Penanganan Illegal Logging di Wilayah Kalimantan iiii
  • 7. memadai, sehingga dapat dikatakan kurang ada law enforcement pada kasus pembalakan liar ini. Ketika problema illegal logging belum bisa diatasi secara komprehensif, maka akan lebih sulit lagi ketika kita berbicara upaya rehabilitasi hutan dan lahan kritis. Sebab, faktor penyebab utama hutan gundul adalah deforestrasi yang tidak terkendali tadi. Oleh karena itu, upaya rehabilitasi hutan dan lahan kritis harus didahului dengan pemberantasan illegal logging terlebih dahulu. Tanpa upaya yang sistematis menghentikan deforestrasi atau pembalakan liar, maka tidak akan mungkin terwujud konsep pengusahaan hutan yang lestari dan berkelanjutan. Akibatnya, dampak yang nyata dirasakan oleh masyarakat akibat illegal logging tersebut salah satunya adalah sering terjadinya bencana alam yang terjadi tiap tahun yang banyak merenggut korban jiwa baik bencana alam yang bersifat banjir yang meluas arealnya dari tahun ke tahun atau tanah longsor dan juga kerugian materil yang tidak kecil yang di alami oleh masyarakat. Ironisnya berbagai penegakan hukum dan keadilan mengenai masalah illegal logging tampaknya belum maksimal bahkan menjadi terpuruk meskipun sudah memilki payung hukum yang ditetapkan oleh pemerintah di dalam UU No. 41 Tahun 1999 tentang "Kehutanan" tetapi UU tersebut masih memilki celah dan kelemahan yang dapat dimanfaatkan oleh orang yang tidak bertanggung jawab untuk melakukan logging. Lemahnya penegakan hukum kehutanan ini sendiri terjadi antara lain disebabkan oleh beberapa faktor sebagai berikut: Jumlah aparat kehutanan yang tidak memadai dibanding beratnya tanggung jawab dan scope atau luas wilayah yang harus diawasi; Adanya pengusaha atau cukong yang memilih bisnis kehutanan melalui jalan pintas; Indikasi adanya intervensi negatif aparat diluar kehutanan (POLRI atau TNI); Mentalitas aparat kehutanan; Lemahnya pemahaman terhadap aturan oleh aparat penegak hukum. Dalam rangka lebih memperkuat upaya memberantas praktek illegal logging ini, pemerintah telah mengeluarkan Instruksi Presiden No. 4 tahun 2005 tentang Pemberantasan Penebangan Kayu Secara Illegal di Kawasan Hutan dan Peredarannya di Seluruh Wilayah RI. Dalam Inpres ini diperintahkan kepada 12 Menteri, Jaksa Agung, Kapolri, Panglima TNI, Strategi Kebijakan Penanganan Illegal Logging di Wilayah Kalimantan iiv
  • 8. Kepala BIN, seluruh Gubernur dan Bupati/Walikota untuk melakukan percepatan pemberantasan illegal logging di kawasan hutan dan peredarannya melalui penindakan terhadap orang atau badan yang melakukan praktek illegal logging, sesuai dengan kewenangannya masing-masing. Selain itu, Inpres ini juga memberikan tugas-tugas spesifik kepada setiap pejabat / lembaga negara yang ada. Selain itu juga disadari didalam rangka penegakan hukum atas praktek illegal logging setidaknya terdapat opsi-opsi yang merupakan sebuah keharusan untuk penegakkan hukum tersebut. Dalam hal ini, upaya penanganan untuk memberantas illegal logging sudah sejak dulu digalakkan, namun jika semua pihak tidak memiliki komitmen yang kuat, tentu akan sulit memutus mata rantai pembalakan liar ini dan akan menjadi kasus yang berlarut-larut dan akan mengancam dan rusaknya ekologi dan sumber daya alam secara permanen. Untuk itu diperlukan suatu tindakan konrkit agar illegal logging dapat dihentikan. Akhir kata, kami menyadari sepenuhnya bahwa forum-forum diskusi yang kami selenggrakan serta buku-buku publikasi yang kami sebarluaskan masih sangat jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik dari berbagai pihak sangat kami nantikan dengan tangan dan hati terbuka lebar. Walaupun kami sadar bahwa buku ini masih sangat dangkal, kami tetap berharap bahwa publikasi sederhana ini dapat menghasilkan manfaat yang optimal bagi bangsa dan negara. Samarinda, Desember 2006 PKP2A III LAN Samarinda Kepala, Meiliana Strategi Kebijakan Penanganan Illegal Logging di Wilayah Kalimantan Iv
  • 9. BAGIAN PERTAMA PEMAPARAN IDE DAN DISKUSI INTERAKTIF
  • 10. INTISARI MATERI STRATEGI KEBIJAKAN PENANGANAN ILLEGAL LOGGING DI WILAYAH KALIMANTAN Ir. Nurhidayat, (Pembicara I) Direktur Penyidikan & Perlindungan Hutan, Ditjen PHKA Dephut Topik : " Kebijakan Strategis Nasional Pengendalian Illegal Logging: Dampak Multi Dimensi Illegal Logging dan Urgensi Perlindungan Hutan Dalam Pembangunan Berkelanjutan" Ringkasan Materi Pemaparan : Kawasan hutan negara seluas 120,35 juta hektar yang ada saat ini lebih dari 93% merupakan kawasan hutan tetap, dimana kondisinya sangat tidak aman. Departemen Kehutanan pada tahun 2003 mencatat bahwa laju kerusakan hutan (degradasi dan deforestasi) selama periode 1985-1997 mencapai 1,6 juta ha per tahun, untuk pulau Sumatera; Kalimantan; dan Sulawesi. Pada periode 1997-2000 deforestasi di lima pulau besar mencapai 2,83 juta hektar per tahun (termasuk akibat kebakaran besar pada tahun 1997/1998 seluas 9,7 juta hektar). Lemahnya upaya penegakan hukum, praktik penebangan liar, kebakaran hutan dan lahan, konflik lahan hutan, penyelundupan kayu, aktifitas pertambangan, perambahan dan konversi kawasan hutan ke areal penggunaan lain yang tidak memenuhi kaidah yang berlaku, merupakan bagian dari penyebab semakin terdegradasinya hutan Indonesia. Oleh karena itu, arah kebijakan yang ditempuh sektor kehutanan diprioritaskan pada upaya pemberantasan pencurian kayu di hutan negara dan pemberantasan perdagangan kayu ilegal, seperti tertuang dalam proritas pertama dari lima program prioritas Departemen Kehutanan. Program Prioritas Departemen Kehutanan: 1. Pemberantasan Pencurian Kayu di Hutan Negara dan Perdagangan Kayu illegal Strategi Kebijakan Penanganan Illegal Logging di Wilayah Kalimantan 1
  • 11. 2. Revitalisasi Sektor Kehutanan khususnya Industri Kehutanan 3. Rehabilitasi dan Konservasi Sumberdaya Hutan 4. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat di Dalarn dan di Sekitar Hutan 5. Pemantapan Kawasan Hutan Dengan lima kebijakan tersebut yang harus dilaksanakan secara simultan dalam jangka lima tahun ke depan (2004-2009), khususnya untuk prioritas pertama mengenai pemberantasan pencurian kayu liar, atau lebih lazim disebut sebagaii pemberantasan illegal logging. Berikut beberapa data dan informasi dari berbagai pihak dengan menggunakan asumsi dan metodologi dari masing-masing lembaga mengenai aktivitas illegal logging yang terjadi selama ini,: 3 m Greenpeace (2003), menyatakan 88% (79 juta m kayu dari total 3 kebutuhan nasional sebesar 90 juta m kayu) diperkirakan berasal dari illegal logging. m Diperkirakan kerugian negara akibat aktivitas, illegal logging mencapai 83 milyar rupiah perhari atau diperkirakan 30 trilyun rupiah pertahun (INFORM) m Berdasarkan analisis peta citra, landsat tahun 2004 dan 2005, aktifitas illegal logging tahun 2004 khusus di areal Taman Nasional Betung Kerihun (Kalimantan Timur) dan hutan lindung yang ada di sekitarnya menyebabkan kerugian negara lebih dari Rp 3,2 trilyun akibat pembukaan jaringan jalan sepanjang 50 km dan areal seluas 2.300 ha di taman nasional serta jaringan jalan sepanjang 617 km dan areal seluas, 15. 100 hektar di hutan lindung (WWF). Kejahatan pencurian kayu dan kejahatan turunannya terjadi karena beberapa sebab utama yaitu kesenjangan permintaan dan ketersediaan bahan baku kayu, lemahnya penegakan hukum, banyaknya industri perkayuan tanpa ijin, tersedianya pasar gelap dan kemiskinan masyarakat yang dimanfaatkan cukong/pemodal. Sedangkan aktor utamanya adalah cukong, oknum aparat dan masyarakat. Dampak negatif illegal logging yang bersifat non fisik, adalah ancaman terhadap sistem. penyangga, hidup manusia umumnya, dan khususnya mengancam integritas dan integrasi bangsa dan negara Indonesia. Dampak tersebut antara lain adalah : Strategi Kebijakan Penanganan Illegal Logging di Wilayah Kalimantan 2
  • 12. a. Dampak Ekonomi v Penerimaan negara (DR/PSDH) hilang v Harga kayu rendah dibawah harga pasar v Kesejahteraan masyarakat semu v Hancurnya industri dalam. negeri (turunnya konsumsi kayu domestik 3 3 sejak 2001-2004, dari 34.498.000 m menjadi 26.505.000 m ) v P e m u t u s a n H u b u n g a n K e r j a / P e n i n g k a t a n Pengangguran / Kemiskinan b. Dampak Ekologi v Deforestasi dan peningkatan lahan kritis v Kualitas ekosistem. dan biodiversity menurun v Rawan terhadap kebakaran, banjir, longsor dan kekeringan. Selama 2004 tercatat 182 kali banjir, atau 2 hari sekali terjadi banjir. c. Dampak Sosial dan, Budaya v Hilangnya kearifan sosial masyarakat v Kesenjangan sosial ditengah masyarakat v Hilangnya cinta alam dan sadar lingkungan d. Dampak Politik dan Keamanan v Integritas sebagai bangsa yang berdaulat terinjak-injak oleh bangsa lain v Keamanan nasional menjadi tidak stabil v Isu-isu kejahatan pidana kehutanan digeser menjadi isu sosial dan politik agar tidak tersentuh hukum. v Penegakan hukum tidak berjalan sesuai ketentuan hukum yang berlaku v Dengan kompleksitas, permasalahan sebagaimana tersebut di atas, maka penanganan illegal logging hanya akan dapat berhasil apabila ada, kemauan politik dari seluruh komponen bangsa, khususnya dari pimpinan tertinggi negara dan adanya komitmen serta kerjasama yang solid antar instansi teknis, penegak hukum, keamanan dan peradilan dengan melibatkan, partisipasi seluruh komponen masyarakat. Dalam melaksanakan lima program prioritas Departemen Kehutanan dan sesuai dengan Instruksi Presiden No. 4 tahun 2005, maka langkah-langkah strategis yang telah; sedang; dan akan dilakukan oleh Pernerintah c.q. Departemen Kehutanan dalam upaya pemberantasan Strategi Kebijakan Penanganan Illegal Logging di Wilayah Kalimantan 3
  • 13. illegal logging dapat dikemukakan sebagai berikut; Melakukan revisi beberapa Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri, diantaranya: â PP No. 34 tahun 2002 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana. Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Hutan â PP No. 68 tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam â PP No. 18 Tahun 1994 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam di Zona, Pemanfaatan Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam â PP No. 28 Tahun 1986 tentang Perlindungan Hutan menjadi PP No. 45 Tahun 2004 â P. I 8/Menhut-11/2005 tentang Penata Usahaan Hasil Hutan â P.20/Menhut-11/2005 tentang kerjasama operasi pada izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu pada, hutan tanaman â P.21/Menhut-11/2005 tentang penanaman modal asing di bidang usaha pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan tanaman â P.22/Menhut-11/2005 tentang tatacara persyaratan penggabungan perusahaan izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan tanaman yang berbentuk perseroan terbatas, (PT) â P.23/Menhut-11/2005 tentang perubahan kepmenhut nomor SK lOll Menhut-II/2004 tentang percepatan pembangunan hutan tanaman untuk pemenuhan bahan baku industri pulpen dan kertas â P.24/Menhut-11/2005 tentang tatacara penyelesaian izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan tanaman/HPHTI yang telah mendapatkan persetujuan prinsip berdasarkan permohonan Selain itu sedang dipersiapkan pula Rancangan Undang-undang tentang Pemberantasan Pembalakan Liar, dan saat ini tengah dalam konsultasi publik, secara operasional telah ditempuh berbagai kebijakan antara lain : â Meneliti dan mengusulkan pencabutan terhadap Perda-Perda yang diterbitkan oleh Pemda (Prop, Kab dan Walikota) yang bertentangan dengan Peraturan Perundangan di bidang Kehutanan yang berlaku. â Pencabutan Ijin-ijin terkait dengan pengusahaan hutan: IPK dan IUPHHK yang bertentangan dengan ketentuan yang berlaku. â Kerj asama dengan Pairi; Kej aksaan Agung; TNI-AL; dan PPATK Strategi Kebijakan Penanganan Illegal Logging di Wilayah Kalimantan 4
  • 14. â Kerjasama Multilateral: ITTCJ; LJsulan R.esolusi kepada PBB mengenai Kerjasama Internasional dalam Trans-National Organized Crime. â Kerjasama Regional yang meliputi ASEAN Forest Partnership (AFP); Illegal Logging Response Centre (ILRC); Forest Law Enforcement and Governance and Trade (FLEGT); Asia Pacific FLEG â Kerjasama Bilateral dengan: Inggris; China; Jepang; Korea Selatan; dan Norwegia. â Kerjasama dengan LSM: WWF; Green Peace; Greenamics; TNC; dan CI Selain dengan adanya peraturan dan Undang-undang yang berkaitan dengan Illegal Logging baik itu yang dikeluarkan Pemerintah Daerah atau Pemeriintah Pusat perlu juga di imbangi dengan pengawasan dan pelaksanaan di lapangan sehingga dapat mengurangi dampak dari illegal logging tersebut. Tetapi perlu dicatat pula bahwa kegiatan pemberantasan illegal logging yang banyak melibatkan berbagai institusi juga membawa pengaruh sampingan yang kurang baik. Tindakan-tindakan di lapangan yang dilakukan oleh berbagai oknum telah mendorong ekonomi biaya tinggi bagi para pelaku ekonomi yang legal. Perilaku ini menyebabkan industri legal semakin sulit bersaing. Disamping itu Pemerintah Daerah menyampaikan permasalahan tentang dana operasional yang sebagaian besar belum dianggarkan di APDD, sehingga masih mengharapkan bantuan langsung dari Pusat. Oleh sebab itu diperlukan mekanisme pemberian bantuan kepada daerah yang dapat menjamin efektifikas penggunaannya. Strategi Kebijakan Penanganan Illegal Logging di Wilayah Kalimantan 5
  • 15. Kombes Pol. Drs. Wahyudi, SH.,M.Sc (Pembicara II) Kabareskrim Polda Kalimantan Timur Topik : " Pola / Modus Illegal Logging di Kalimantan Timur serta Kendala dan Target Operasi Pemberantasan Illegal Logging" Ringkasan Materi Pemaparan : Pembicara yang ke-III adalah yang mewakili dari Kapolda Kaltim yang berhalangan datang, Potensi hutan Kaltim merupakan salah kekayaan provinsi maupun sebagai salah satu modal utama pembangunan nasional yang yang harus dijaga kelestariannya sehingga sangat pentingnya langkah langkah untuk mengantisipasi dan menanggulangi berubahnya fungsi hutan sebagai fungsi konservasi, fungsi hutan lindung, dan fungsi produksi untuk mencapai manfaat lingkungan, sosial budaya dan ekonomi yang seimbang dan lestari. Kawasan hutan di Kalimantan Timur, tercatat seluas + 19.518.185 Ha, terdiri dari : Kawasan Hutan Konservasi Cagar Alam, Taman Nasional, Hutan Wisata, Hutan Lindung, Kawasan Hutan Produksi, Hutan Produksi Terbatas dan Kawasan Budidaya Non Kehutanan (KBNK). Hingga saat ini cukup sulit untuk memperoleh angka yang akurat tingkat kerusakan hutan, atau keseluruhan areal hutan yang sudah hilang/gundul oleh eksploitasi. Berdasarkan perkiraan Dinas Kehutanan Propinsi Kalimantan Timur, didasarkan pada melihat berbagai gejala yang terjadi pada hutan Kalimantan Timur, hasil survey dan pengamatan lapangan tingkat kerusakan hutan termasuk yang diakibatkan oleh illegal logging diperkirakan mencapai + 30 % atau 5.855.455,5 Ha atau mencapai 234.218,22 Hektar per tahun. Berbagai upaya penegakan hukum dalam memberantas illegal logging telah dilakukan, dan banyak pula kendala yang dihadapi dalam mempertahankan kelestarian hutan yang antara lain seperti masih adanya pengelolaan hutan yang tidak mengindahkan ketentuan, kebijakan & pengawasan pra penebangan sampai dengan pasca penebangan hutan belum kita pedulikan secara intens, baik dari sisi teknis maupun juridis, juga masih adanya berbagai kepentingan pemanfaatan hutan secara Strategi Kebijakan Penanganan Illegal Logging di Wilayah Kalimantan 6
  • 16. illegal termasuk ke kawasan hutan Lindung / Taman Nasional / konservasi, hal ini ditandai dengan masih banyaknya kasus yang masih ditangani oleh jajaran Polda Kaltim. Walhi menyatakan bahwa setiap menitnya hutan indonesia seluas 7,2 hektar musnah akibat destructive logging (penebangan yang merusak), Dephut menyatakan bahwa kerugian akibat pencurian kayu dan peredaran hasil hutan ilegal senilai 30,42 triliun rupiah per tahun, sementara Centre For International Forestry Research (CIFOR) menyatakan bahwa kalimantan timur telah kehilangan 100 juta dolar setiap tahunnya akibat penebangan dan perdagangan kayu ilegal, belum termasuk nilai kehilangan keanekaragaman hayati dan fungsi hidrologis, serta nilai sosial dari bencana dan kehilangan sumber kehidupan akibat pengrusakan hutan. Sejalan dengan visi POLRI : "terwujudnya postur Polri yang profesional, bermoral dan moderen, sebagai pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat yang terpercaya dalam memelihara kamtibmas dan menegakkan hukum ". sebagai institusi penegak hukum dan penyelenggara keamanan serta ketertiban masyarakat, Kepolisian Negara Republik Indonesia akan secara tegas dan konsisten menindak berbagai bentuk kejahatan dan pelanggaran hukum yang salah satunya kejahatan illegal logging, dengan modus operandi yang semakin beragam. Menyadari bahwa eksistensi penegakan hukum dapat dirasakan manfaatnya, apabila ditegakkan secara konsekuen dan konsisten, yang dalam implementasinya bahwa antara das sollen dan das sein tidak selalu sejalan, sering terjadi ambiguity dan duplikasi produk legislasi, disamping Content atau isi rumusan pasalnya sering menimbulkan multi tafsir, sebagai contoh bahwa masih adanya perbedaan dua keterangan ahli bidang kehutanan pada satu kasus yang harus diuji. Hal-hal lain juga tidak kita sangkal bahwa dalam lingkungan masyarakat kita telah terjadi/ timbulnya degradasi budaya hukum yang ditandai dengan meningkatnya apatisme seiring menurunnya tingkat apresiasi masyarakat baik kepada substansi hukum maupun struktur hukum, misalnya dalam penanganan kasus illegal logging masih terjadi pihak-pihak tertentu melindungi pelaku, menghalang halangi upaya penegakan hukum, misalnya menggunakan kekuatan massa. Strategi Kebijakan Penanganan Illegal Logging di Wilayah Kalimantan 7
  • 17. Dalam Renstra POLRI tahun 2005-2009 berdasarkan Skep Kapolri : No. KEP/20/IX/2005, tanggal 7 September 2005. Dengan pointer kebijakan pada program pemantapan keamanan dalam negeri yaitu meningkatkan dan memantapkan keamanan dan ketertiban wilayah Indonesia terutama di daerah rawan seperti wilayah laut Indonesia, wilayah perbatasan dan pulau-pulau terluar, serta meningkatkan kondisi aman wilayah Indonesia antara lain untuk mencegah dan menanggulangi Illegal Logging, Illegal Mining, kejahatan dan pelanggaran hukum di laut, serta kejahatan dan pelanggaran hukum dalam pengelolaan sumber daya alam, lingkungan dan kehutanan. Disamping itu juga Kapolri bersama Menteri Kehutanan mendeklarasikan Indonesia bebas Illegal Logging pada tahun 2007 yang didukung juga oleh Gubernur Kalimantan Timur dengan di keluarkannya keputusan Gubernur No. 522.21/K.397/2005 tentang Pembentukan Tim Korrdinasi dan Satuan Tugas Pemberantasan Penebangan Kayu Illegal di Dalam Kawasan Hutan dan Peredarannya diwilayah Provinsi Kalimantan Timur. Dan Keputusan Gubernur No. 660/K.260/2006 tentang Pembentukan Tim Pembinaan dan Pengawasan Illegal Logging, Minning dan Fishing Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2006. Tidak dengan hanya kebijakan yang di buat dalam mengatasi illegal logging tetapi juga diperlukannya keseriusan, semangat, ikhlas dan langkah kita serta komitmen yang kuat untuk memberantas illegall logging tersebut agar dapat menghentikan kegiatan illegal logging tersebut khususnya di Provinsi Kalimantan Timur yang kita cintai. Selain itu juga ada beberapa rekomendasi yang dapat mendukung serta memberikan jalan keluar didalam pemberantasan illegal looging ini, adalah : 1. Perlunya ditingkatkan hubungan kerjasama antar instansi terkait yang dilandasi kesatuan visi & misi serta cara bertindak dalam penegakan hukum illegal logging serta dukungan semua pihak mutlak diperlukan agar tercapai hasil yang maksimal. 2. Perlu disusun regulasi / peraturan & ketentuan lainnya yang jelas & tegas terhadap setiap pelaku tindak pidana illegal logging sehingga memberikan efek jera bagi pelakunya. 3. Perlu dilakukan pendekatan kepada pemerintah Malaysia secara intens, bila perlu dengan melibatkan LSM lokal / internasional lainnya, Strategi Kebijakan Penanganan Illegal Logging di Wilayah Kalimantan 8
  • 18. guna lakukan penertiban lalu lintas kayu dari Kalimantan dan berkait dengan kebijakan Tawao Border Trade. 4. Pelaksanaan operasi/penjagaan sepanjang perbatasan seluruh Kalimantan Timur minimal untuk menutup arus illegal logging ke luar negeri. 5. Perlu dirumuskan pada jangka panjang pembuatan jalan sepanjang perbatasan, guna mengamankan asset hutan Kalimantan Timur. 6. Melakukan penindakan penegakan hukum terhadapp illegal Logging lebih intensif dan terpadu . 7. Menanamkan peran tanggung jawab dan komitmen bersama/semua pihak dalam tanggulangi illegal logging 8. Rencana regulasi kehutanan berikutnya sebaiknya diarahkan pada aspek pemeliharaan kelestarian hutan dengan tidak membuat celah multi interpretasi, untuk menghindari pelanggaran hukum dibidang kehutanan. 9. Agar hutan lestari, perlunya diterapkan perijinan terhadap pengelolaan hutan secara ketat dan selektif. 10.Meningkatkan budaya hukum antara lain melalui pendidikan dan sosialisasi berbagai peraturan perundang-undangan serta perilaku keteladanan dari aparatur pemerintah dan penegak hukum dalam mematuhi serta mentaati hukum. 11.Meningkatkan kebersamaan serta semangat kerja yang tulus ikhlas serta positif antara aparatur penegak hukum untuk mengembangkan tugas menegakkan hukum dalam bingkai sistem peradilan pidana terpadu (integrated criminal justice system). Strategi Kebijakan Penanganan Illegal Logging di Wilayah Kalimantan 9
  • 19. D. Andhi Nirwanto, SH., MH (Pembicara III) Kepala Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur Topik: "Kinerja Aparat hukum dalam Penyidikan dan Penuntutan Tindak Pidana Illegal Logging di Kalimantan Timur" Ringkasan Materi Pemaparan : Propinsi Kalimantan Timur mempunyai wilayah seluas 24.523.780 hektar yang terbagi atas wilayah daratan seluas 20.039.500 hektar dan perairan laut seluas 4.484.280 hektar. Berdasarkan peta Penunjukan Kawasan Hutan dan Perairan Propinsi Kalimantan Timur sesuai Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 79/Kpts-II/2001 tanggal 15 Maret 2001, memiliki potensi sumber daya hutan seluas 14.651.553 hektar yang terdiri atas : Kawasan Konservasi (hutan Cagar Alam, hutan Taman Nasional dan hutan Wisata Alam) luas 2.165.198 hektar, Hutan Lindung luas 2.751.702 hektar, Hutan Produksi Terbatas luas 4.612.965 hektar dan Hutan Produksi Tetap luas 5.121.688 hektar. Menurut sumber dari Tenaga Ahli Menteri Kehutanan Bidang Penanganan Perkara Kehutanan, kerusakan hutan seluruh wilayah Negara kita hingga sekarang ini telah mencapai 59,2 juta hektar dengan laju kerusakan seluas 2,83 hektar per tahun termasuk didalamnya kerusakan hutan di wilayah Kalimantan Timur (Bahan Diklat Organized Crime, 2006). Kerusakan hutan tersebut disebabkan karena kegiatan pembalakan liar (illegal logging). Bilamana menyimak data diatas maka dapat diperoleh gambaran bahwa kegiatan penebangan hutan pohon kayu di kawasan hutan yang tanpa ijin danlatau penebangan diluar areal Ijin Pemanfaatan Kayu (lPK) yang dimiliki oleh Perusahaan atau Cukong yang bergerak di bidang kehutanan sudah sedemikian kronisnya. Dalam melakukan illegal logging terdapat berbagai cara yang dilakukan yaitu: 1. Penyuapan, yang dimana dilakukan dengan cara membiayai backing dan pengawalan yang dilakukan aparat beserta memberikan modal kepada masyarakat. Strategi Kebijakan Penanganan Illegal Logging di Wilayah Kalimantan 10
  • 20. 2. Penyalahgunaan wewenang, melakukan kolusi dalam penerbitan ijin dan pengangkutan serta berbagai macam pelanggaran terhadap perijinan. 3. Penyalahgunaan Dokumen, dengan cara melakukan pemalsuan dan penyalahgunaan SKSHH. 4. Penyelundupan, yang dilakukan dengan melewati darat dan laut serta memanfaatkan sistem pasar antar negara. 5. Tebangan dan pengangkutan tanpa ijin, penebangan yang dilakukan tanpa adanya dokumen yang resmi dari pejabat yang berwewenang. Selain modus dari illegal looging, terdapat juga dampak yang ditimbulkan akibat illegal logging tersebut yaitu : 1. Terhadap perekonomian, penerimaan negara berkurang terutama dari PSDH-DR hilang, harga kayu yang rendah dari harga pasar dan hancurnya industri dalam nederi. 2. Terhadap Ekologi, kualitas ekosistem dan biodiversity menurun, rawan terhadap kebakaran, banjir, tanah, longsor dan kekeringan serta peningkatan lahan kritis. 3. Terhadap Sosial Budaya, terjadinya pergeseran nilai dan budaya masyarakat, hilangnya kearifan masyarakat, bertambahnya kesenjangan social dimasyarakat serta hilangnya cinta alam dan sadar lingkungan. 4. Terhadap politik keamanan, dapat terjadinya ancaman terhadap keutuhan NKRI, gangguan terhadap keamanan nasional, hambatan penegakan hukum sehingga tidak berjalan sesuai ketentuan hukum yang berlaku serta ditambah menurunnya wibawa pemerintah. ` Dalam hal pemberantasan illegal logging telah dilakukan sejak tahun 1980-an secara lintas sektoral yakni dari bentuknya Tim koordinasi Kehutanan (KTM). Euphoria dan goodwill pemberantasan illegal logging mencapai puncaknya pada pemerintahan SBY - JK sekarang ini yang sangat mendukung bahkan menjadikan prioritas utama setelah pemberantasan tindak pidana produksi, namun demikian laju kerusakan hutan masih sangat memperihatinkan yang menandakan bahwa kegiatan illegal loging masih marak berlangsung. Memperhatikan modus operandi terjadinya illegal logging antara lain penyalahgunaan kewenagan dan mempunyai dampak terhadap perekonomian yakni menimbulkan kerugian Strategi Kebijakan Penanganan Illegal Logging di Wilayah Kalimantan 11
  • 21. besar bagi penerimaan negara dari sumber daya alam sektor kehutanan maka dapatkah perbuatan penebangan kayu dikawasan hutan yang tidak didasari oleh korupsi. Dalam pembahasan makalah ini pengertian illegal logging menurut INPRES Nomor 4 Tahun 2005 adalah kegiatan yang meliputi dari perolehan perijinan, pemungutan hasil hutan, pengangkutan dan penjualannya yang dilakukan secara tidak sah atau tanpa melalui prosedur sebagaimana yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan di bidang kehutanan yang berlaku. Dalam prosedur penerbitan izin pemanfaatan kayu (IPK) baik itu yang berdasarkan ketentuan yang lama atau yang baru maka hal yang penting baik pemohon maupun aparat dinas kehutanan secara pasti sudah patut harus mengetahui tata batas areal IPK dan batas blok tebangannya. Kepala dinas kehutanan propinsi melakukan pengendalian atas pelaksanaan IPK yang di terbitkan oleh Gubernur dan kepala dinas kehutanan kabupaten/kota melakukan pengendalian atas pelaksanaan IPK yang diterbitkan oleh Bupati/Walikota, Logikanya, bilamana penerbitan dan pengawasan l pengendalian sesuai dengan prosedur maka tidak akan terjadi penebangan diluar IPK atau di areal yang tidak ada ijinnya (illegal). Pemerintah C.q Presiden RI telah menerbitkan Inpres No.4 Tahun 2005 tentang pemberantasan penebangan kayu secara illegal di kawasan hutan dan peredarannya di seluruh Indonesia yang didalamnya menginstruksikan kepada 12 menteri, Jaksa Agung RI, Kapolri, Panglima TNI, Kepala BIN, Para Gubernur dan para Bupati/Walikota untuk melakukan percepatan pemberantasan penebangan kayu secara ilegal di kawasan hutan dan peredarannya di seluruh wilayah Republik Indonesia. Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2005 ini dapat dikatakan sebagai " Top Political Will " dari Pemerintah sehingga harus didukung dan dilaksanakan maksimal secara lintas sektoral. Untuk itu Jaksa Agung RI menindak lanjutin dan mengkaji Inpres No.4 Tahun 2005 tanggal 18 Maret 2005 tersebut yakni dengan mengeluarkan Surat Edaran Nomor : 001/A/001 /A/JA/06/2005 tanggal 29 Juni 2005 kepada Kepala Kejaksaan Tinggi dan Kepala Kejaksaan Negeri di seluruh Indonesia. Dengan mengeluarkan surat edaran tersebut diharapkan dapat mempercepat pemberantasan illegal logging yang ada di Indonesia disamping itu juga perlu didukung oleh Sumber daya manusia. Strategi Kebijakan Penanganan Illegal Logging di Wilayah Kalimantan 12
  • 22. Suwono Thalib (Pembicara IV) Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kab. Nunukan Topik : "Praktek Illegal Logging di Daerah Perbatasan dan Pola Koordinasi Ideal Dalam Penanganan Kasus Illegal Logging" Ringkasan Materi Pemaparan: Hutan Indonesia seluas 120,35 juta hektar merupakan kelompok hutan tropis ketiga terbesar di dunia setelah Brasil dan Zaire, merupakan fungsi utama sebagai paru-paru dunia serta penyeimbang iklim global. Dalam tataran global, keanekaragaman hayati indinesia menduduki posisi kedua di dunia setelah Columbia sehingga keberadaannya perlu dipertahankan. Sebagai Negara yang berada di daerah tropis, hutan-hutan yang ada di Indonesia dikenal kaya akan berbagai keanekaragaman hayati dan tipe ekosistem (mega- biodiversity). Kabupaten Nunukan merupakan Kabupaten Nunukan merupakan pemekaran dari Kabupaten Bulungan, yang dibentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 47 Tahun 1999 dan diubah menjadi Undang- undang Nomor 7 Tahun 2000, berdasarkan Surat Keputusan Menteri. Kehutanan 79/KPTSII/2001 tanggal 15 Maret 2001 memiliki luas 1.096.384 Ha, yang sebagian besar sumberdaya hutannya didominasi jenis Dipterocarpaceae dengan kondisi hutannya sudah banyak mengalami degradasi. Penurunan kualitas hutan ini mengakibatkan menurunnya kemampuan sumberdaya hutan untuk menyediakan bahan baku bagi keperluan industri primer kehutanan. Hal tersebut menimbulkan permasalahan yang cukup kompleks, seperti pencurian/penebangan dan perdagangan kayu secara illegal, serta penyelundupan kayu yang masih marak terjadi di wilayah perbatasan. Untuk itu pemerintah bertekad untuk mewujudkan pembangunan kehutanan yang lestari dan berkeadilan, untuk mengatasi masalah tersebut dengan berupaya melakukan perbaikan dalam pengelolaan hutan, khususnya penanggulangan illegal logging serta mendukung percepatan rehabilitasi hutan untuk memulihkan kondisi sumberdaya hutan yang sudah rusak dengan mengacu pada Misi Strategi Kebijakan Penanganan Illegal Logging di Wilayah Kalimantan 13
  • 23. dan Visi Departemen Kehutanan yang telah ditetapkan yaitu 5 (lima) kebijakan prioritas diantaranya : 1. Pemberantasan pencurian kayu (illegal logging) dihutan Negara dan perdagangan kayu illegal 2. Revitalisasi sektor kehutanan, khususnya industri kehutanan 3. Rehabilitasi dan konservasi sumberdaya hutan 4. Pemberdayaan masyarakat di dalam dan di sekitar hutan, dan 5. Pemantapan kawasan hutan. Disamping itu juga dalam melakukan pembangunan kehutanan yang berkelanjutan dan berkeadilan tidak mungkin akan tercapai apabila masih mengacu pada paradigma lama untuk itulah perlu adanya perubahan paradigma secara mendasar, yaitu Pergeseran orientasi dan pengelolaan kayu (timber management) menjadi pengelolaan sumberdaya (resources-based management), Pengelolaan yang sentralistik secara bertahap bergeser kearah desentralistik yang bertanggungjawab dan pengelolaan sumberdaya hutan yang berkeadilan. Dengan harapan pengelolaan sumberdaya hutan di masa depan lebih mempertimbangkan keseimbangan antara manfiaat lingkungan, sosial, budaya dan ekonomi. Dengan mengacu pada Undang-undang (UU) Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, UU Nomor 47 Tahun 1999 tentang tentan 9 Pembentukan Kabupaten Nunukan, Kabupaten Malinau, Kabupaten Kutai Barat, Kabupaten Kutai Timur dan Kota Bontang sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2000 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 47 Tahun 1999, UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom, Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2005 tentang Pemberantasan Illegal logging, Peraturan lain terkait serta Rencana Strategis Kementerian/Lembaga (RENSTRA-KL) Departemen Kehutanan Tahun 2005-2009 serta kebijakan prioritas pembangunan kehutanan 2005-2009. Selain itu pula pembangunan hutan dan kehutanan yang secara berlebihan dan jauh lebih mementingkan aspek ekonomi mengakibatkan Strategi Kebijakan Penanganan Illegal Logging di Wilayah Kalimantan 14
  • 24. terjadinya degradasi dan deforestasi sunberdaya hutan sebagai penyangga kehidupan disamping itu menimbulkan permasalahan yang cukup kompleks, seperti pencurian/penebangan dan perdagangan kayu secara ilegal, serta penyeludupan kayu yang masih marak terjadi diwilayah perbatasan. Permasalahan ini bukan hanya menjadi permasalahan yang terjadi di daerah saja tetapi telah menjadi permasalahan dan isu Nasional yang harus cepat ditangani dan di sikapi secara serius dan bersama-sama. Melihat kondisi yang ada Pemerintah Kabupaten Nunukan rnengambil langkah dengan menerbitkan Surat Keputusan Bupati Nomor 488 Tahun 2005 tentang Pembentukan Tim Terpadu Pemberantasan Penebangan Kayu Secara Illegal di Kawasan Hutan dan Peredarannya di Kabupaterl Nunukan dimana dalam pelaksanaan kegiatan diantaranya : 1. Melakukan pengawasan terhadap penerbitan dan penggunaan SKSHH 2. Penindakan secara tegas terhadap aparat Pemerintah Daerah yang terlibat dalam kegiatan penebangan kayu illegal dan jaringannya, 3. Pemberian dukungan terhadap petugas polisi hutan selaku Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) berkaitan dengan pengamanan hutan 4. Pemantauan dan antisipasi terhadap darnpak social yang timbul dari Operasi Terpadu pemberantasan penebangan kayu secara illegal 5. Pengalokasian dana melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah untuk kegiatan Operasi Tim Terpadu 6. Pengoptimalisasian pemanfaatan dana bagi hasil yang bersumber dari dana reboisasi untuk kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan dan kegiatan penunjangnya 7. Antisipasi ketimpangan pasokan bahan baku kayu dan peredarannya dengan mengembangkan mekanisme kerjasama antar daerah Strategi Kebijakan Penanganan Illegal Logging di Wilayah Kalimantan 15
  • 25. Sulaiman N. Sembiring, SH (Pembicara V) Direktur IHSA-FLEGT SP (Institut Hukum Sumberdaya Alam) Jakarta Topik : "Konsistensi Kebijakan dan Efektivitas Kelembagaan Penanggulangan Illegal Logging: Pengalaman Indonesia dan Kalimantan Timur" Ringkasan Materi Pemaparan: Illegal Logging dari perspektif sistem hukum sangat terkait dengan kondisi 1).kebijakan dan regulasi, 2).kelembagaan dan aparatur dan 3).kultur masyarakat. Sistem hukum yang mengatur bidang kehutanan saat ini sangat terkait dan juga dipengaruhi oleh sistem hukum di masa lalu. Sistem hukum masa depan sangat ditentukan oleh sistem hukum yang dimiliki atau yang dikembangkan saat ini. Dalam menangani Illegal Logging, pemerintah telah mengeluarkan berbagai Kebijakan antara lain: 1 UU No. 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan beserta turunannya dan UU No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah dan turunannya. 1 Pemberantasan Kejahatan Hasil Hutan khususnya penebangan liar (illegal logging), merupakan salah satu program prioritas Departemen Kehutanan RI Tahun 2004-2009 cq. program prioritas Pemerintah Republik Indonesia. 1 Inpres No. 4 Tahun 2005 Tentang Pemberantasan Penebangan Kayu secara illegal di kawasan hutan dan peredarannya di seluruh wilayah RI 1 Penyusunan Standar Legalitas Kayu (SLK) dengan pendekatan multi- pihak yang didukung oleh Departemen Kehutanan. 1 Permenhut P. 55 Tahun 2006 Tentang Penatausahaan Hasil Hutan Yang Berasal Dari Hutan Negara, dan Permenhut No. P.51 Tahun 2006 Tentang Penggunaan Surat keterangan Asal Usul (SKAU) Untuk pengangkutan Hasil Hutan Kayu Yang Berasal Dari Hutan Hak. 1 RUU Pemberantasan Pembalakan Liar (RUU Anti Illegal Logging), yang sedang berjalan 1 Perubahan PP No. 34 Tahun 2002 Tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan 1 Berbagai operasi penegakan hukum Strategi Kebijakan Penanganan Illegal Logging di Wilayah Kalimantan 16
  • 26. Aspek Penguatan Kelembagaan Dan Kapasitas Sumber Daya Manusia merupakan Ujung Tombak Penegakan Hukum. Dalam kerangka penegakan hukum, selain dari persoalan (1) penataan sistem hukum, pemberian kepastian hutan masyarakat dan batas-batasnya, serta penegasan legalitas dan illegalitas hasil hutan, maka aspek dasar yang sangat penting adalah kelembagaan dan SDM penegakan hukum. Prof. Taverne, salah seorang ahli hukum dari Inggris memberikan tamsil yang perlu kita renungkan, katanya " Berikanlah aku polisi, jaksa dan hakim yang baik. Walaupun dengan aturan yang buruk maka hasilnya akan baik." Berdasarkan Pengumpulan data sekunder terkait illegal logging melalui studi literatur atas laporan penelitian berbagai pihak, laporan workshop/seminar dan menghadiri workshop/seminar/konfrensi, dan Pengumpulan data primer melalui wawancara dan diskusi kelompok pada acara launching EC-FLEGT SP di Jakarta, Jambi dan Pontianak- Kalimantan Barat, yang selanjutnya dianalisis, responden merekomendasikan dalam penanganan illegal logging diperlukan penguatan kapasitas kelembagaan dan Sumberdaya Manusia Dengan tujuan meningkatkan pemahaman dan kemampuan aparatur pemerintah & berbagai pihak berkepentingan (seperti aparat kehutanan, penegak hukum, pemerintah daerah, masyarakat sipil, perusahaan di sektor kehutanan) menyangkut aspek-aspek pemberantasan penebangan liar di kawasan hutan dan peredarannya (sesuai dengan Inpres No. 4 Tahun 2005). Berikut berbagai Permasalahan yang dapat menimbulkan terjadinya illegal Logging : m Kurangnya pemahaman serta referensi tentang Kebijakan dan Perundangan Kehutanan. Menyebabkan terjadinya tumpang tindih berbagai kebijakan dan produk hukum kehutanan/sektor lain, terjadinya multitafsir dari istilah dan isi dari kebijakan/peraturan perundangan itu sendiri dan lemahnya dasar hukum dari dokumen gugatan yang telah disiapkan. m Kurangnya pemahaman materi dan substansi tentang hutan, tata usaha kayu/Penata Usahaan Hasil Hutan, perlindungan dan konservasi hutan serta hukum dan kebijakan kehutanan. Menyebabkan multitafsir/multiinterpretasi dan gap pengetahuan, menciptakan ketidak Strategi Kebijakan Penanganan Illegal Logging di Wilayah Kalimantan 17
  • 27. harmonisan pendapat yang cendrung akan melemahkan penegakan hukum dan vonis yang diberikan pada proses peradilan. m Kurangnya kemampuan dalam menyiapkan berkas gugatan dan tidak adanya pendampingan kasus (terkait erat dengan point (1) dan (2)). Menyebabkan Kurangnya/bervariasinya tingkat kemampuan, kurangnya rasa percaya diri, dan tidak terjadinya proses pembelajaran dalam penanganan kasus. m Belum terdokumentasinya data kejahatan hasil hutan, khususnya illegal logging secara baik dan mudah diakses oleh pihak-pihak yang berkepentingan. menyebabkan Proses pemantauan terhadap kasus- kasus yang ada tidak berjalan dengan baik, belum dilakukan secara bersama dan terintegrasi. m Lemahnya koordinasi antar pihak dalam tim pemberantasan Illegal Logging dan pihak- pihak yang bekerja dalam isu pemberantasan illegal logging. Menyebabkan Hasil yang dicapai belum maksimal dan terpadu. m Kurangnya sarana dan prasarana penunjang operasi penegakan hukum kehutanan. Menyebabkan Hasil yang dicapai tidak maksimal dan Kegiatan/operasi terhambat Rendahnya Insentif dan disinsentif (reward and punishment). Menyebabkan berkurangnya motivasi penegak hukum kehutanan. m Lambatnya tanggapan instansi terkait terhadap kasus kejahatan kehutanan yang telah ditemukan dilapangan. Menyebabkan lambatnya pengambilan tindakan terhadap proses-proses yang telah berjalan dilapangan, menimbulkan praduga negatif akan lemahnya dukungan atasan/instansi terkait terhadap prestasi kerja yang telah dilakukan oleh staf lapangan/pihak-pihak terkait. m Kurangnya jumlah PPNS Kehutanan yang aktif dan lambatnya pengurusan perpanjangan Kartu Tanda Penyidik/Kartu Tanda Anggota Penyidik. Menyebabkan berkurangnya motivasi penegak hukum kehutanan dan sebagaipeluang terjadinya Kejahatan illegal logging terbuka. m Lemahnya peranserta/partisipasi masyarakat dalam upaya pemberantasan illegal logging. Menyebabkan penegakan hukum belum berjalan dengan efektif, maksimal dan perlu biaya yang besar, lemahnya kepedulian masyarakat terhadap pengamanan Strategi Kebijakan Penanganan Illegal Logging di Wilayah Kalimantan 18
  • 28. hutan, keterlibatan oknum masyarakat dalam rantai kejahatan illegal logging. Alternatif penanganan illegal logging melalui pelaksanaan Pelatihan sebagai program peningkatan kapasitas PPNS dan polhut, yang antara lain: Pendokumentasian Data Kasus dan Arus Kayu serta Keterampilan pembuatan database, Monitoring Hutan dan Perencanaan Wilayah dengan Data Spasial, Refleksi dan Peningkatan Kapasitas Penegak Hukum Kehutanan, Legalitas Kayu dan Monitoring Peredaran Kayu, Partisipasi, Transparansi dan Akuntabilitas dalam Penegakan Hukum Kehutanan, Pengaturan Pengelolaan Wilayah dan SDA/SDAH yang Partisipatif, Transparan dan Akuntabel, Perspektif Negara dan Agama dalam Pengelolaan dan Pemanfaatan Hutan, Alternatif ekonomi/peningkatan ekonomi masyarakat melalui kegiatan non eksploitatif, serta pemberian incentive and reward. Pelaksanaan Kegiatan tersebut dilakukan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah (bisa secara koordinatif), termasuk dengan bekerjasama dengan lembaga donor. Strategi Kebijakan Penanganan Illegal Logging di Wilayah Kalimantan 19
  • 29. Ir. Sulistyo A. Siran, M.Sc (Pembicara VI) Kepala Balai Litbang Kehutanan Kalimantan Topik : "Kajian Illegal Logging di Wilayah Perbatasan Kalimantan dan Prospek Rehabilitasi Hutan" Ringkasan Materi Pemaparan: Berdasarkan beberapa beberapa pengertian illegal loggging (departemen Kehutanan, 2004; WWF-ITTO, 2004; Draft Perpu Pemberantasan Tindak Pidana Penebangan Pohon Secara Tidak Sah, 2004; serta MoU Pemerintah Indonesia dengan United Kingdom, 2003, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa dimensi atau ruang lingkup illegal logging meliputi semua praktek atau kegiatan kehutanan yang berkaitan dengan pemanenan, pengolahan dan perdagangan kayu yang tidak sesuai dengan hukum dan perundang-undangan. Illegal logging terjadi dalam berbagai bentuk dan bukan hanya sekedar penebangan pohon di hutan. llegal logging sebagai sebuah praktek kejahatan kehutanan dapat terjadi karena adanya kesempatan dan peluang. Illegal logging merupakan manifestasi dari situasi struktural yang problematik pada sektor kehutanan, termasuk kerangka kerja kebijakan dan peraturan, kebijakan ekonomi dan keuangan, operasional industri kayu dan korupsi. Modus illegal logging di berbagai tempat sangat beragam dan sering berubah tergantung situasi dan kondisi antara lain: Modus wilayah kerja illegal logging, Modus mendapatkan kayu secara murah tetapi ilegal,Modus Melanggengkan Usaha illegal logging, serta Pola Aliran Kayu Ilegal dan Illegal Trading Kegiatan illegal logging melibatkan berbagai pihak dan dapat dikelompokkan dalam beberapa kategori, mulai dari yang terlibat langsung di lapangan sampai dengan yang ada di belakang layar, yang dibedakan menjadi dua jenis pelaku, yaitu dilakukan oleh operator sah dan melibatkan pencuri kayu. Klasifikasi pihak-pihak atau aktor yang terlibat dalam illegal logging berdasarkan perannya dapat dikelompokkan sebagai berikut (Adiwibowo, 2003): Buruh/Penebang, Pemodal, Penyedia sarana angkutan, Pengaman Usaha yang meliputi penyedia dokumen, pengaman dan resiko penangkapan (penegakan hukum), dan backing. Strategi Kebijakan Penanganan Illegal Logging di Wilayah Kalimantan 20
  • 30. Illegal logging secara umum berdampak terhadap aspek ekologis, ekonomi dan sosial budaya. Dari sisi ekologis, dampak yang terjadi adalah terjadinya degradasi hutan secara luas, kebakaran hutan dan lahan, lahan kritis meningkat dari tahun ke tahun, dan menurunnya kualitas lingkungan hidup. Dari sisi ekonomi, illegal logging menyebabkan harga kayu berada dibawah harga pasar sehingga menyebabkan usaha kayu legal kesulitan menjual bahan baku, revitalisasi industri tidak berjalan, pemasukan negara hilang, kesejahteraan masyarakat semu. Pola aliran kayu illegal logging dan illegal trading di Kalimantan Timur dapat ditelusuri melalui berbagai pemberitaan media massa dalam jangka waktu beberapa tahun, dan beberapa studi yang pernah dilakukan oleh peneliti maupun investigasi oleh beberapa LSM di lapangan. Sumber kayu hasil kegiatan ilegal tersebut dapat berasal dari wilayah taman nasional, cagar alam, hutan lindung, dan wilayah eks HPH. Kondisi sumber daya hutan pasca illegal logging di manapun selalu mengalami kerusakan ekologi yang sangat parah. Rentetan bencana alam yang terjadi kemudian biasanya tidak hanya dirasakan oleh masyarakat di sekitar hutan saja, namun juga dirasakan oleh masyarakat luas, masyarakat sekitar hutan mengalami perubahan kultural akibat praktek illegal logging yang tidak mengindahkan kearifan lokal dan hanya mementingkan keuntungan finansial semata. Berkaca dari dua hal tersebut diatas yang patut kita renungkan adalah : "bagaimana memulihkan kondisi hutan dan lahan yang telah rusak pasca illegal logging?" Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) adalah suatu upaya strategis pembangunan nasional dalam rangka memulihkan, mempertahankan dan meningkatkan fungsi hutan dan lahan sehingga daya dukung, produktivitas, dan peranannya dalam mendukung sistem penyangga kehidupan manusia tetap terjaga. Sebelum menyusun strategi untuk rehabilitasi hutan dan lahan, maka langkah yang perlu dilakukan adalah identifikasi dampak pasca illegal logging di suatu wilayah. Hasil inventarisasi dampak illegal logging yang dilakukan oleh Ditjen RLPS Departemen Kehutanan menemukan kerusakan hutan yang hebat dan marginalisasi masyarakat desa hutan atas pemanfaatan sumber daya hutan tersebut. Selanjutnya temuan penting dari kegiatan inventarisasi dampak pasca illegal logging yang diperoleh di lapangan adalah sebagai berikut (Wibowo, 2006) : Strategi Kebijakan Penanganan Illegal Logging di Wilayah Kalimantan 21
  • 31. a. Terdapat dualisme hukum antara hukum negara dan hukum adat di lapangan yang menyebabkan ketidakjelasan status kepemilikan lahan yang akan dijadikan sebagai sasaran unit manajemen program RHL b. Adanya diversitas sosial budaya masyarakat yang menyebabkan kekurangberhasilan program RHL sehingga mengakibatkan program tidak sesuai yang diharapkan. c. Adanya ketidakjelasan manfaat hasil secara ekonomi yang diperoleh masyarakat. d. Kerusakan kawasan hutan dan degradasi lahan yang tidak sebanding dengan kemampuan program RHL. e. Luasnya dimensi serta kepentingan sumberdaya hutan mengharuskan program RHL bersifat lintas wilayah dan sektoral. f. Pemetaan dan inventarisasi dampak seperti tersebut di atas sangat penting dilakukan sebelum menyusun strategi rehabilitasi hutan dan lahan. Dengan mempertimbangkan berbagai kendala dan temuan dampak illegal logging tersebut di atas, maka konsep rehabilitasi hutan dan lahan yang dapat diterapkan adalah sebagai berikut: F Adaptif terhadap sistem ekologi wilayah, sesuai dengan sifat tanah dan klimatologi kawasan dan menggunakan jenis-jenis andalan setempat agar tingkat keberhasilan tanaman dapat lebih terjamin. F Menggunakan konsep agroforestry dimana pola pemanfaatan kawasan hutan dan lahan dengan menanam jenis tanaman kayu, non kayu, serta jenis multipurpose tree species, termasuk budidaya aneka usaha kehutanan (rotan, karet, bambu, gaharu, jelutung, tanaman obat, dll) dalam satu kawasan. Konsep diversifikasi tanaman akan sesuai jika diterapkan di lahan masyarakat sekitar hutan yang mengalami kerusakan ekologi sehingga membutuhkan lapangan kerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. F Partisipasi masyarakat mutlak diperlukan mengingat rangkaian kegiatan rehabilitasi hutan membutuhkan waktu yang panjang, biaya, serta padat karya. Keberhasilan partisipasi ini sangat tergantung dari cara pendekatan dan peran aktif petugas kehutanan dalam mendampingi, memberikan penyuluhan, pembinaan dan pelatihan secara intensif di semua tahap kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan kepada masyarakat. Strategi Kebijakan Penanganan Illegal Logging di Wilayah Kalimantan 22
  • 32. F Berbasis sistem sosial budaya masyarakat. Pemahaman akan sistem tata nilai, norma, adat istiadat maupun hukum adat yang berkaitan dengan sistem pengelolaan hutan yang ada di masyarakat sangat perlu diketahui agar program yang direncanakan tepat sasaran dan sesuai dengan budaya masyarakat lokal. F Menciptakan enterpreunership bagi masyarakat guna membangun kemandirian dengan tumbuhnya jiwa dan semangat kewirausahaan. Secara langsung maupun tak langsung, upaya pengembangan komoditas berbasis sumber daya hutan yang bernilai ekonomi tinggi bagi pemenuhan kepentingan komersil merupakan sebuah proses menuju berkembangnya nilai-nilai kewirausahaan. Dengan demikian di masyarakat akan tercipta kreativitas berusaha dan tidak tergantung kepada pihak lain. F Kelembagaan partisipatif dari masyarakat harus dibentuk karena dapat menjadi mitra utama dan lembaga pelaksana lapangan yang bertugas melakukan kontrol dan monitoring dari program yang dijalankan. F Mengintegrasikan program rehabilitasi hutan dengan pasar, sehingga dituntut untuk produktif dan berorientasi pasar. Rehabilitasi hutan dan lahan dipastikan akan mencapai hasil yang optimal apabila selalu berorientasikan pada kepentingan dan kebutuhan pasar. Dengan kata lain, jenis tanaman unggulan yang dijadikan tanaman pokok harus bernilai ekonomi tinggi dengan pasar yang jelas, agar dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai salah satu sumber penghasilan. Rehabilitasi hutan dan lahan dalam tahap implementasi hendaknya didukung dengan gerakan moral di berbagai tingkatan, baik nasional, regional, maupun lokal untuk menciptakan kesadaran akan pentingnya program rehabilitasi hutan dan lahan. Kesadaran akan ancaman bencana lingkungan yang tengah mengintai masyarakat dan bangsa akibat kerusakan hutan yang parah harus ditindaklanjuti dengan aksi-aksi yang mampu membangkitkan kesadaran kolektif dan dukungan dari seluruh stakeholder serta memihak kepentingan masyarakat luas. Sejalan dengan hal tersebut maka untuk menjamin keberhasilan implementasinya, prinsip-prinsip dibawah ini harus menjadi landasan dalam pelaksanaan rehabilitasi hutan dan lahan yaitu: Strategi Kebijakan Penanganan Illegal Logging di Wilayah Kalimantan 23
  • 33. p Merupakan program berkelanjutan, tidak hanya 2 tahun atau beberapa tahun saja, dan bukan program yang bersifat keproyekan saja. p Bersifat bottom up dan partisipatif serta melibatkan seluruh stakeholder terkait secara komprehensif, dimulai sejak tahap desain kegiatan, pemilihan jenis tanaman yang sesuai dengan ekologi setempat, pemeliharaan tanaman, pemanenan, hingga pemasaran hasil yang jelas. p Dapat memberikan manfaat bagi masyarakat secara luas, baik secara langsung maupun tak langsung, mulai dari aktivitas penyiapan lahan, penanaman, pemeliharaan hingga pemanenan. p Sumber pendanaan tidak hanya dari DR saja, tetapi hendaknya melibatkan berbagai skema pendanaan yang memungkinkan dan bersifat jangka panjang. p Terdapat kejelasan lokasi kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan serta status kawasannya. Hal ini sangat penting dalam kaitan dengan mekanisme pemberian insentif dan mencegah terjadinya konflik. p Pelaksanaan kegiatan harus bersifat terbuka, partisipatif, dan akuntabel. Strategi Kebijakan Penanganan Illegal Logging di Wilayah Kalimantan 24
  • 34. Syarifudin, SP (Pembicara VII) Direktur Eksekutif WALHI Kalimantan Timur Topik : "Pelibatan Masyarakat" Faktor Penting Penanggulangan Illegal Logging Ringkasan Materi Pemaparan: Illegal logging secara praktek antara era 70-an dan era saat ini hampir tidak terdapat perbedaan, akan tetapi yang membedakan praktek jaman dulu dan sekarang adalah bahwa praktek illegal logging saat ini jauh lebih terorganisir dimana kerjasama antar pihak dapat terjadi dan menimbulkan dampak negatif yang cukup besar menyangkut luas kerusakan kawasan maupun tingkat kerugian ekonomi. Setelah mendapatkan sorotan tajam baik dari dalam maupun luar negeri, pemerintah mulai melakukan proses penanggulangan, adapun cara cara yang digunakan diantaranya, 1. melakukan Operasi, dalam merespon maraknya praktek illegal logging maka pemerintah membentuk tim, tim ini bisa gabungan yang terdiri dari banyak instansi maupun hanya terdiri dari satu instansi. Namun dari semua bentuk operasi yang dilakukan, yang cukup dikenal adalah operasi Wanalaga, operasi ini konon katanya mampu melakukan penangkapan terhadap cukong kelas kakap dan menyelamatkan ribuan kubik kayu yang berpotensi menimbulkan kerugian Negara serta menurunkan intensitas illegal logging. Karena kuatnya keyakinan bahwa operasi ini berhasil sehingga gubernur kaltim, Suwarna Abdul Fatah dengan mantap mengatakan bahwa " illegal logging di Kalimantan timur dapat diberantas tuntas dalam waktu hanya dua bulan asalkan semua kekuatan militer di kaltim, baik di darat, di laut maupun udara dikerahkan dengan kekuatan penuh untuk bahu membahu bekerja sama dengan pemprov" (Tribun kaltim, 10 Feb,2004). 2, Penegakkan Hukum, selain melakukan operasi, aparat juga melakukan proses hukum terhadap orang yang disinyalir maupun diyakini sebagai pelaku illegal logging, tidak ada data yang kami peroleh terkait berapa banyak sudah pelaku yang diseret ke pengadilan dan mendapatkan keputusan hukuman. 3, RUU Illegal Logging, selain dua hal di atas pemerintah juga saat ini Strategi Kebijakan Penanganan Illegal Logging di Wilayah Kalimantan 25
  • 35. sedang membuat rancangan UU Pemberantasan Tindak Pidana Penebangan Pohon di dalam Hutan secara Illegal. Efektifkah Cara cara ini? Untuk melakukan penilaian apakah cara yang telah ditempuh pemerintah dalam penanggulangan illegal logging saat ini cukup efektif atau tidak, bagaimana operasi Wanalaga itu, Pertama, jika kita lihat dari kebutuhan sesaat, bisa saja kita katakan bahwa operasi ini berhasil dengan melihat beberapa indikator misalnya, ada pelaku yang tertangkap, ada barang (kayu) yang bisa diselamatkan termasuk alat berat yang bisa jadi barang bukti di pengadilan, illegal logging "berhenti". Namun jika kita telaah lebih jauh, siapa pelaku yang tertangkap itu? Apakah hanya orang suruhan ataukah cukong? Siapa yang bisa menjawab ini? namun yang pasti bahwa pelaku yang terjaring adalah kebanyakan orang suruhan (bukan cukong) dan sangat sulit menangkap cukong, ini menunjukkan ketidak berdayaan aparat keamanan dalam mengungkap sindikat/jaringan pelaku illegal logging, tidak sebagaimana kita melihat kehebatan aparat dalam mengungkap sindikat/jaringan teroris (Bom Bali). Kedua, pernyataan gubernur Kaltim bisa ada benarnya jika operasi itu dilakukan setiap saat, tapi mungkinkah itu dilakukan mengingat biaya yang dibutuhkan untuk ini sangatlah besar? Bukankah biaya operasi ini yang sering dikeluhkan karena jumlahnya yang cukup besar? Belum lagi pelaksanaan operasi yang sering bocor sehingga pelaku tiarap saat operasi dilakukan. Bagaimana proses hukum, tidak adanya vonis hukuman yang dapat menimbulkan efek jera dan tidak terungkapnya otak pelaku illegal logging menimbulkan sikap yang pesimis dari banyak pihak, RUU illegal logging yang saat ini sedang digodok akan menjadi macan ompong jika system hukum kita masih seperti saat ini dimana keputusan hukum lebih dipengaruhi oleh politik dan perkawanan serta balas jasa. Adakah Alternatif lain untuk penanggulangan illegal logging? Jika ingin penanggulangan illegal logging yang efektif dan efisien maka bisa dicoba dengan melibatkan masyarakat terutama masyarakat sekitar hutan, hal ini didasari dengan pemikiran bahwa masyarakat itulah yang paling dekat dengan hutan dimana sumber kayu berada sehingga pengawasan yang efektif dan murah adalah dengan melibatkan masyarakat itu sebagai pelaku utama. Strategi Kebijakan Penanganan Illegal Logging di Wilayah Kalimantan 26
  • 36. Bagaimana melibatkan masyarakat? Ada tiga hal/isu penting yang harus didorong ketika ingin melibatkan masyarakat. Pertama, bagaimana meningkatkan kapasitas masyarakat agar bisa terlibat langsung dan menjadi aktor utama penanggulangan illegal logging, peningkatan kapasitas ini menyangkut bagaimana seharusnya terlibat (peran), pemahanan tentang illegal logging. Peningkatan kapasitas ini bisa didorong oleh pemerintah melalui Dishut maupun LSM, kedua, bagaimana membangun mekanisme keterlibatan masyarakat, selama ini sering masyarakat bertanya, ketika kami mengetahui ada illegal logging kemana kami harus mengadu dan mendapatkan jaminan bahwa pengaduan itu akan ditindaklanjuti dan tidak diendapkan dan tidak untuk menjadi alat tawar menawar oleh pihak tertentu. Ketiga, bagaimana kompensasi bagi masyatakat (insentif), ini penting karena banyak masyarakat yang akhirnya terlibat karena tergiur oleh iming- iming para cukong, dengan adanya insentif maka masyarakat tentu memiliki benteng yang cukup untuk menolak ajakan cukong. Insentif ini tidak harus berupa uang akan tetapi bisa pemberian kawasan kelola masyarakat okeh pemerintah, karena banyak diskusi yang memunculkan pandangan bahwa ketidakpastian kawasan kelola masyarakat inilah yang memicu adanya keterlibatan masyarakat dalam illegal logging karena masyarakat beranggapan menjaga hutan saat ini sepertinya percuma karena besok atau lusa akan ada orang yang datang untuk mengambilnya dengan hanya membawa selembar surat dari pemerintah. Strategi Kebijakan Penanganan Illegal Logging di Wilayah Kalimantan 27
  • 37. Kristanto Adi Wibowo, S.Hut,MP (Pembicara VIII) Peneliti Balai Litbang Kehutanan Kalimantan Topik : "Peranan Sistem Informasi Pelacak Kasus Kejahatan Kehutanan Dalam Penanggulangan Illegal Logging" Ringkasan Materi Pemaparan: Permasalahan illegal logging masih menjadi topik hangat sampai saat ini seiring dengan gencarnya operasi pengamanan terpadu dalam memberantas illegal logging yang dilakukan oleh Departemen Kehutanan, Polri dan aparat terkait. Penanganan kejahatan kehutanan pencurian kayu atau illegal logging menghadapi kendala yang sangat berat karena kompleksitas permasalahan dan adanya keterlibatan berbagai pihak. Melihat pada keterlibatan berbagai pihak dengan jalinan kerjasama yang saling menguntungkan tersebut, maka dapat dikatakan bahwa kejahatan kehutanan, terutama pencurian kayu telah sampai pada tingkatan "kejahatan terorganisasi". Melihat kompleksitas permasalahan dan berkaca pada operasi yustisi yang telah banyak dilakukan selama ini terbukti tidak efektif dalam menanggulanginya, maka kejahatan kehutanan harus ditangani dari setiap sudut yang mungkin, dengan berbagai pendekatan yang mungkin, dan harus ditangani secara bersama-sama oleh berbagai pihak. Alternatifnya adalah penanggulangan yang sistemik, multidimensional, sinergis dan simultan. Dengan demikian maka koordinasi dan kerjasama berbagai pihak sangat perlu untuk dibangun. Sistem Informasi Pelacakan Kasus-Kasus Illegal Logging dan Tindak Kejahatan Kehutanan menempati posisi penting karena diharapkan fungsinya sebagai basis informasi legal dan penentu tindakan pencegahan dan pemberantasan tindak kejahatan kehutanan tersebut. Di samping itu, database dalam sistem informasi tersebut juga dapat digunakan sebagai basis pelayanan informasi publik dan pengetahuan empirik guna menetapkan tindakan pendukung seperti kampanye, peningkatan kapasitas SDM aparat, dan penyuluhan bagi masyarakat. Sampai saat ini informasi kejahatan kehutanan belum dapat dimanfaatkan secara luas untuk kepentingan peningkatan kapasitas Strategi Kebijakan Penanganan Illegal Logging di Wilayah Kalimantan 28
  • 38. publik, baik melalui kampanye, pendidikan/pelatihan, maupun penggalangan kekuatan-kekuatan sosial untuk pengawalan kasus yustisi maupun aktivitas lain dalam rangka gerakan anti illegal logging. Hal tersebut diakibatkan oleh karena informasi kasus-kasus illegal logging dan kejahatan kehutanan lainnya banyak dipunyai oleh berbagai institusi baik pemerintah maupun non pemerintah, tetapi sangat sedikit, bahkan dapat dikatakan belum ada usaha untuk menjadikannya sebagai suatu jaringan sistem informasi yang terintegrasi. Sebenarnya jika program monitoring sudah dapat berjalan dengan baik, pemanfaatannya dapat mencakup kegiatan pelacakan kasus-kasus atau case tracking, yang sangat diperlukan untuk membangun akuntabilitas publik dan sekaligus memacu kesadaran hukum di kalangan masyarakat. Manfaat yang dapat diharapkan dari pengembangan aplikasi sistem database pelacakan kasus-kasus illegal logging adalah terbangunnya mekanisme investigasi yang lebih baik, pengelolaan data dan informasi yang efektif dan efisien, serta terbentuknya jalinan koordinasi dan komunikasi intensif diantara berbagai pihak melalui proses updating dan pertukaran data dan informasi. Grandalsky (2002) telah mengembangkan program monitoring dan pelaporan kejahatan kehutanan yang dinamakan Forest Law Enforcement Information Management System (FLEIMS), yang meliputi monitoring terstruktur dan program pengawasan untuk proses yang sistematis dalam pelaporan, pencatatan, penelusuran, dan pengelolaan data kejahatan kehutanan dari awal kasus sampai penyelesaian akhir. Dalam konsep ini, entitas-entitas yang terlibat dalam FLEIMS terdiri dari LSM, pemerintah pusat, pemerintah daerah, polisi, TNI Angkatan Laut, dan para pemegang HPH/HTI. Kelembagaan sistem informasi direkomendasikan untuk disusun di tingkat pemerintah pusat dan daerah dan merupakan organisasi yang independen untuk mengelola sistem dan personal. Pendekatan yang digunakan dalam pengembangan database ini adalah Sistem Analisis dan Desain. Dasar dari pendekatan tersebut adalah "System Development Life Cycle" yang merupakan langkah- langkah sistematis untuk mengembangkan suatu database dan sistem informasi. Implementasi sistem informasi menggunakan gabungan antara metode offline dan online untuk pengumpulan data dari berbagai taman nasional, mengingat ketersediaan sarana teknologi informasi di berbagai daerah di Indonesia yang belum merata. Strategi Kebijakan Penanganan Illegal Logging di Wilayah Kalimantan 29
  • 39. Dari diagram tersebut dapat dicermati bahwa informasi lapangan secara formal belum dapat dimasukkan ke dalam database secara langsung, karena tergantung pada kebijakan dari pengambil keputusan. Data dan informasi tersebut digunakan untuk tindakan pencegahan dan represi, baru kemudian hasilnya dapat dimasukkan ke dalam database. Hal ini dapat menimbulkan kesenjangan informasi karena hasil investigasi tidak terekam dengan utuh sehingga sulit untuk diukur tingkat keberhasilan penanganannya. Selain itu, pengambil kebijakan akan mengalami kelebihan beban informasi yang harus dipikirkan dan ditangani. Aliran data non formal yang biasanya dilakukan oleh pihak LSM biasanya dapat langsung mengalir masuk ke dalam database, dengan catatan bahwa database yang digunakan tersebut merupakan database yang dimiliki oleh pihak LSM sendiri yang digunakan untuk tujuan dan kepentingan mereka sendiri. Untuk mengatasi hal tersebut, maka kita harus bisa mendorong keadaan tersebut di atas agar menjadi seperti gambar diagram di bawah ini. Semua laporan baik formal dan informal setelah melalui tahapan analisis langsung mengalir ke dalam database. Disini informasi disimpan, diolah, difilter dan dapat disajikan untuk berbagai kepentingan. Pekerjaan pengambil kebijakan akan lebih ringan karena semua sudah dibantu dan ditangani oleh bagian pengelola data dan informasi. Aplikasi database apapun dan dimanapun membutuhkan prakondisi dan prinsip-prinsip yang diharapkan mampu menjamin keberhasilan implementasinya. Terdapat 4 (empat) prinsip utama yang selalu dimiliki oleh setiap aplikasi database, diantaranya adalah : a) adanya aliran data dan informasi, b) adanya pengelola data dan informasi, c) pengambilan keputusan dan atau kebijakan berdasarkan data dan informasi tersebut, serta d) distribusi data dan informasi kepada pihak yang membutuhkan. Keempat prinsip tersebut akan mendasari prinsip-prinsip implementasi database pelacakan kasus illegal logging dan tindak kejahatan kehutanan. Sebagai titik awal bagi terpenuhinya data dan informasi ke dalam database, maka keahlian dan ketrampilan Polisi Kehutanan dan PPNS sangat diperlukan. Hal ini dapat diciptakan melalui berbagai pelatihan bagi Polisi Kehutanan dan PPNS yang dapat mendukung keberhasilan kegiatan investigasi dan penyidikan sehingga kasus-kasus di lapangan dapat memenuhi persyaratan hukum untuk diproses lebih lanjut. Strategi Kebijakan Penanganan Illegal Logging di Wilayah Kalimantan 30
  • 40. Selanjutnya analisis data dan pelaporan bagaimanapun sangat penting diketahui oleh para operator database dalam sistem informasi ini, karena merekalah yang bertugas mengelola dan mempersiapkan data bagi pengambil kebijakan. Walaupun demikian, tugas untuk analisis data dan laporan sebenarnya merupakan kewenangan dan kebijaksanaan dari Kepala UPT (Kepala Balai). Distribusi data dan informasi serta pelaporan kepada pihak-pihak terkait juga bergantung pada kebijaksanaan Kepala UPT maupun Pimpinan PHKA Pusat. Apabila para pengambil keputusan tersebut selalu beranjak pada data dan informasi dalam setiap pengambilan keputusan maupun untuk kepentingan akuntabilitas publik, maka kebutuhan untuk menggunakan database dan sistem informasi ini pasti akan sangat besar. Demikian pula sebaliknya. Sistem informasi pelacakan kasus kejahatan kehutanan secara sederhana dapat digambarkan dalam diagram seperti di bawah ini, dengan asumsi bahwa jalinan kordinasi dan pertukaran data dan informasi telah dapat berjalan dengan baik dan lancar diantara berbagai stakeholder terkait. Database terdapat di semua UPT PHKA, dan di PHKA Pusat terdapat database yang menjadi pusat pengumpulan semua data dari berbagai UPT PHKA tersebut. UPT PHKA harus menjalin kordinasi dan kerjasama yang erat dengan berbagai stakeholder terkait untuk pemenuhan kebutuhan data dan informasi kasus-kasus kejahatan kehutanan yang terjadi di wilayahnya. Prinsip awal yang mendasari berjalannya sistem informasi penanganan illegal logging adalah Aliran Data dan Informasi dimana dituntut tersedianya data dan informasi. Banyak pihak memandang bahwa ketersediaan data dapat terjadi dengan sendirinya melalui mekanisme yang sudah ada. Dalam mendukung pengumpulan data, perlu kebijakan untuk pelaporan kasus illegal logging. Kebijakan ini harus menyentuh siapa yang harus melakukan pengolahan awal, dan selanjutnya menyiapkannya dalam basis data yang memadai. Di tingkat UPT PHKA, tugas pengumpulan data dan informasi terkait kasus-kasus kejahatan kehutanan dilakukan oleh Polhut dan PPNS Kehutanan. Apakah mereka sudah cakap dalam melakukan tugas tersebut? Apakah Polhut di lapangan sudah berani menangkap pelanggar hukum, dan PPNS sudah berani menyidik kasusnya secara langsung? Hal ini mengingat tekanan yang dihadapi di lapangan sangat berat, terutama Strategi Kebijakan Penanganan Illegal Logging di Wilayah Kalimantan 31
  • 41. pada kasus-kasus illegal logging. Ketersediaan data dan informasi sangat penting karena merupakan awal bagi penggunaan database ini. Pertanyaan selanjutnya adalah: "Mana yang lebih baik: kita tidak punya data sama sekali atau kita mempunyai data tetapi tidak dapat menggunakannya?" Beberapa kendala dalam implementasi database, diantaranya adalah: b Penggunaan Database dan Sistem informasi lebih dipandang sebagai "academic exercise". b Sistem manajemen data dan informasi (di tingkat UPT maupun di Pusat) masih sangat lemah, sehingga informasi tetap terpencar, tidak sistematik, dan tidak dapat termanfaatkan secara efektif. b Belum ada kejelasan tentang siapa yang harus mengelola pusat data dan informasi dan siapa yang menentukan tingkat pemanfaatan informasi, baik sebagai bahan tindakan represi maupun sebagai bahan penyusunan langkah-langkah pencegahan illegal logging dan tindak kejahatan kehutanan lainnya. b Di UPT yang belum mempunyai PPNS, atau telah mempunyai PPNS tetapi belum melakukan penyidikan sendiri terhadap kasus-kasus yang terjadi di wilayahnya, untuk memperoleh data dan informasi kasus- kasus kejahatan kehutanan yang telah ditangani oleh pihak berwajib maupun pengadilan, seringkali membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Begitu banyak kendala yang dihadapi untuk mewujudkan sistem informasi penanganan illegal logging ini. Bagaimana kita harus membenahi kekurangan dan mengatasi kendala-kendala tersebut? Dari sisi internal UPT, beberapa hal yang perlu untuk dibenahi antara lain: b Keberanian dan komitmen PPNS Kehutanan untuk menyidik kasus- kasus yang terjadi di wilayah kerjanya. b Peningkatan kualitas SDM pengelola data dan informasi melalui berbagai pelatihan dan penyegaran dalam hal: teknik investigasi, pengetahuan tentang proses hukum, pengoperasian dan perawatan database, pengoperasian komputer dll. b Operator database diupayakan tetap, tidak berganti-ganti, dan ditunjuk secara langsung oleh minimal pimpinan UPT. b Operator database harus dilengkapi dengan Surat Keputusan atau Surat Perintah Tugas yang menjadi dasar dalam melaksanakan tugas Strategi Kebijakan Penanganan Illegal Logging di Wilayah Kalimantan 32
  • 42. dan tanggung jawabnya dalam pengelolaan data dan informasi dalam database. b Pengelolaan database harus dapat menjadi salah satu poin dalam penilaian angka kredit bagi operator. b Perlunya komitmen di antara para pimpinan UPT PHKA untuk menggunakan database ini guna mendukung analisis dan pengawalan kasus-kasus illegal logging dan tindak kejahatan kehutanan lainnya. b Perlunya disusun standardisasi data dan informasi untuk pelaporan kasus kejahatan kehutanan dari UPT ke Pusat. b Pembenahan perangkat keras komputer di tingkat UPT maupun di Pusat agar dapat memenuhi persyaratan teknis pengoperasian database. Sedangkan untuk mengurangi kendala-kendala eksternal, yang dapat diupayakan antara lain: b Sosialisasi pentingnya penggunaan database kepada stakeholder terkait untuk mendukung keberhasilan sistem informasi penanganan dan monitoring kasus-kasus kejahatan kehutanan. b Kerjasama dan koordinasi nyata dalam penanganan dan monitoring kasus kejahatan kehutanan antara pihak UPT dengan Pusat maupun stakeholder terkait (Kepolisian, Kejaksaan dan Pengadilan). Strategi Kebijakan Penanganan Illegal Logging di Wilayah Kalimantan 33
  • 43. INTISARI SESSI DISKUSI Pada sessi diskusi interaktif dan tanya jawab beragam pertanyaan yang di kemukakan selama acara seminar ini berlangsung terutama mengenai terjadinya Illegal Logging yang justru marak terjadi di daerah perbatasan antara kedua negara yaitu negara Indonesia dengan Malaysia yang kondisi daerah dan geografis perbatasan tersebut sangat susah untuk dijangkau baik melalui darat, sungai dan udara sehingga mempersulit aparat penegak hukum atau pengawas untuk melakukan pengawasan terhadap area hutan yang di miliki Indonesia dan yang lebih mengejutkan lagi bahwa patok perbatasan yang ada di wilayah perbatasan telah bergeser 5 km setiap tahun, dapat dibayangkan berapa jumlah kerugian negara yang disebabkan dengan kejadian tersebut terutama rusaknya lingkungan dan habitat hutan beserta isinya karena Illegal Logging, untuk bagaimanakah untuk menyelamatkan dan melindungi daerah perbatasan kita yang kaya dengan sumber daya alam yang melimpah? Disamping itu juga masih kurangnya jumlah sumber daya manusia didalam melakukan pengawasan dengan baik dan juga kurang di dukung dengan sumber dana untuk melaksanakan pengawasan didaerah yang tidak terjangkau dengan transportasi darat atau sungai yang notabene negara tetangga didalam melakukan kegiatan Illegal Logging didukung dengan fasilitas transportasi yang lebih maju. Selain itu juga masih terjadinya kegiatan Illegal Logging karena adanya oknum-oknum aparat atau penegak hukum yang nakal dengan melakukan pungutan liar (pungli), membeking atau melindungi cukong-cukong kayu serta memberikan kemudahan dalam membuat surat perijinan agar dapat berjalan dengan lancar dengan imbalan yang menggiurkan meskipun menyalahi wewenang. Menyangkut masalah oknum aparat atau penegak hukum yang nakal. Menyikapi pertanyaan tersebut, Kapolda dengan sangat serius sekali, hal ini disebabkan karena oknum aparat atau penegak hukum tersebut bisa mencoreng instansi atau lembaga dimana oknum tersebut bekerja dan yang lebih parahnya lagi dapat membuat masyarakat umum baik yang disekitar kawasan hutan tempat terjadinya illegal logging tidak Strategi Kebijakan Penanganan Illegal Logging di Wilayah Kalimantan 34
  • 44. mempercayai lagi dengan adanya hukum dan penegakan hukum mengenai kegiatan Illegal logging ini. Dan masalah sumber daya manusia, menurut Kapolda jumlah personil dari kepolisian sudah mencukupi tetapi didalam penyebarannya masih belum merata di setiap daerah diperbatasan dan juga mengenai sumber dana yang kurang memadai untuk dapat melakukan pengawasan di daerah yang rawan akan Illegal Logging yang hal ini disebakan karena cost yang sangat besar untuk dapat melakukan patroli dikarenakan letaknya yang jauh dan susah untuk dijangkau dan hanya dapat dilewati oleh helikopter atau pesawat sehingga membutuhkan cost yang besar oleh karena itu setiap ada kegiatan illegal logging di daerah perbatasan selalu terlambat untuk mengamankan daerah tersebut karena para pelaku menggunakan helikopter untuk mengangkut kayu dari hasil illegal logging tersebut. Tidak hanya masalah sumber daya manusia saja ada beberapa pertanyaan yang yang mengenai tentang kepastian hukum mengenai illegal logging juga banyak yang mempertanyakan karena selam ini kepastian hukum sangat mempengaruhi untuk aparat penegak hukum dan penegak hukum dalam melakukan atau menangkap para pelaku illegal logging karena dengan adanya kepastian hukum tersebut maka dapat menjadi dasar atau payung hukum didalam memberantas kegiatan llegal logging, untuk itu dari pihak kejaksaan memberikan pernyataan bahwa Pemberantasan illegal logging telah dilakukan sejak tahun 1980-an secara lintas sektoral yakni dengan dibentuknya Tim koordinasi Kehutanan (KTM). Euphoria dan goodwill pemberantasan illegal logging mencapai puncaknya pada pemerintahan SBY - JK yang sangat mendukung bahkan menjadikan prioritas utama setelah pemberantasan tindak pidana korupsi, namun demikian laju kerusakan hutan masih sangat memprihatinkan yang menandakan bahwa kegiatan illegal logging masih marak berlangsung. Memperhatikan modus operandi terjadinya illegal logging antara lain penyalahgunaan kewenangan dan mempunyai dampak terhadap perekonomian yakni menimbulkan kerugian besar bagi penerimaan negara dari sumber daya alam sektor kehutanan maka dapatkah penebangan kayu di kawasan hutan yang tidak didasari oleh korupsi. Dalam pengertian illegal logging menurut INPRES Nomor 4 Tahun 2005 adalah kegiatan yang meliputi dari perolehan perijinan, pemungutan hasil hutan, pengangkutan dan penjualannya yang dilakukan secara tidak Strategi Kebijakan Penanganan Illegal Logging di Wilayah Kalimantan 35
  • 45. sah atau tanpa melalui prosedur sebagaimana yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan di bidang kehutanan yang berlaku. Dalam prosedur penerbitan izin pemanfaatan kayu (IPK) baik itu yang berdasarkan ketentuan yang lama atau yang baru maka hal yang penting baik pemohon maupun aparat dinas kehutanan secara pasti harus mengetahui tata batas areal IPK dan batas blok tebangannya. Kepala dinas kehutanan propinsi melakukan pengendalian atas pelaksanaan IPK yang diterbitkan oleh Gubernur dan kepala dinas kehutanan kabupaten/kota melakukan pengendalian atas pelaksanaan IPK yang diterbitkan oleh Bupati/Walikota, Logikanya, bilamana penerbitan dan pengawasan pengendalian sesuai dengan prosedur maka tidak akan terjadi penebangan diluar IPK atau di areal yang tidak ada ijinnya (illegal). Pemerintah C.q Presiden RI telah menerbitkan Inpres No.4 Tahun 2005 tentang Pemberantasan Penebangan Kayu Secara Ilegal di Kawasan Hutan dan Peredarannya di Seluruh Indonesia, yang didalamnya menginstruksikan kepada 12 menteri, Jaksa Agung RI, Kapolri, Panglima TNI, Kepala BIN, Para Gubernur dan para BupatilWalikota untuk melakukan percepatan pemberantasan penebangan kayu secara illegal di kawasan hutan dan peredarannya di seluruh wilayah Republik Indonesia. Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2005 ini dapat dikatakan sebagai " Top Political Will " dari Pemerintah sehingga harus didukung dan dilaksanakan maksimal secara lintas sektoral. Untuk itu Jaksa Agung RI menindak lanjuti dan mengkaji Inpres No.4 Tahun 2005 tanggal 18 Maret 2005 tersebut yakni dengan mengeluarkan Surat Edaran Nomor 001/A/001/A/JA/06/2005 tanggal 29 Juni 2005 kepada Kepala Kejaksaan Tinggi dan Kepala Kejaksaan Negeri di seluruh Indonesia. Dengan mengeluarkan surat edaran tersebut diharapkan dapat mempercepat pemberantasan illegal logging yang ada di Indonesia disamping itu juga perlu didukung oleh Sumber daya manusia. Namun untuk itu semua diperlukan stakeholder dari semua elemen termasuk dari masyarakat seperti yang dikemukakan oleh Syarifudin, SP (Direktur Eksekutif WALHI Kalimantan Timur) untuk dilibatkan didalam melakukan pemberantasan illegal logging ini karena dengan kegiatan ini telah banyak merugikan masyarakat dan negara kita sendiri. Untuk melibatkan masyarakat dalam melakukan pengawasan dan Strategi Kebijakan Penanganan Illegal Logging di Wilayah Kalimantan 36
  • 46. pemberantasan illegal logging ada tiga hal/isu penting yang harus didorong ketika ingin melibatkan masyarakat. Pertama, bagaimana meningkatkan kapasitas masyarakat agar bisa terlibat langsung dan menjadi aktor utama penanggulangan illegal logging, peningkatan kapasitas ini menyangkut bagaimana seharusnya terlibat (peran), pemahanan tentang illegal logging. Peningkatan kapasitas ini bisa didorong oleh pemerintah melalui Dishut maupun LSM, kedua, bagaimana membangun mekanisme keterlibatan masyarakat, selama ini sering masyarakat bertanya, ketika kami mengetahui ada illegal logging kemana kami harus mengadu dan mendapatkan jaminan bahwa pengaduan itu akan ditindaklanjuti dan tidak diendapkan dan tidak untuk menjadi alat tawar menawar oleh pihak tertentu. Ketiga, bagaimana kompensasi bagi masyarakat (insentif), ini penting karena banyak masyarakat yang akhirnya terlibat karena tergiur oleh iming- iming para cukong, dengan adanya insentif maka masyarakat tentu memiliki benteng yang cukup untuk menolak ajakan cukong. Insentif ini tidak harus berupa uang akan tetapi bisa pemberian kawasan kelola masyarakat oleh pemerintah, karena banyak diskusi yang memunculkan pandangan bahwa ketidakpastian kawasan kelola masyarakat inilah yang memicu adanya keterlibatan masyarakat dalam illegal logging karena masyarakat beranggapan menjaga hutan saat ini sepertinya percuma karena besok atau lusa akan ada orang yang datang untuk mengambilnya dengan hanya membawa selembar surat dari pemerintah. Strategi Kebijakan Penanganan Illegal Logging di Wilayah Kalimantan 37
  • 47. BAGIAN KEDUA SAMBUTAN DAN MAKALAH PEMBICARA
  • 48. SAMBUTAN KEPALA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA Pada Seminar Forum SANKRI Tentang "Strategi Kebijakan Penanganan Illegal Logging di Wilayah Kalimantan” Hotel Mesra International Samarinda, 7 November 2006 Yth. Bapak Kepala Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur, Yth. Bapak Kapolda Kalimantan Timur, Yth. Bapak Sekretaris Daerah Provinsi Kalimantan Timur, Yth. Bapak Bupati Nunukan, Yth. Bapak-bapak Narasumber, Yth. para pejabat pemerintah daerah, para penegak hukum, aktivis lingkungan, tokoh masyarakat, pelaku bisnis, serta para undangan dan hadirin sekalian yang berbahagia, Assalamu'alaikum wr wb. Selamat pagi dan salam sejahtera untuk kita semua, Pertama-tama, marilah kita panjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan YME, karena atas rahmat dan hidayah-Nya, pada hari ini kita dapat bersama-sama berkumpul dalam sebuah forum akademik yang saya pandang cukup penting, khususnya dalam konteks penguatan kebijakan untuk mengoptimalkan pengelolaan sumber daya alam yang melimpah. Selanjutnya, dalam suasana Idul Fitri dan syawalan, ijinkanlah saya atas nama pribadi dan atas nama Lembaga Administrasi Negara, untuk menyampaikan permohonan maaf lahir batin atas berbagai kekurangan dalam interaksi kita selama ini, baik langsung maupun tidak langsung. Salah satu issu yang akan kita bahas dalam seminar ini adalah suatu kebijakan sektoral yang sangat strategis karena terkait dengan potensi amat besar yang kita miliki di bidang kehutanan dan perkebunan. Lebih spesifik lagi, diskusi tentang penanganan praktek pembalakan liar atau illegal logging menjadi sangat penting dan relevan, dengan 2 (dua) alasan utama. Strategi Kebijakan Penanganan Illegal Logging di Wilayah Kalimantan 38
  • 49. Pertama, deforestrasi dan peralihan fungsi hutan yang berlebihan diindikasikan telah menyebabkan kerusakan lingkungan yang kronis. Dampak-dampak ikutan seperti banjir, longsor, peningkatan suhu udara, hingga kebakaran hutan yang menimbulkan kabut asap hingga negara tetangga, merupakan konsekuensi logis dari perbuatan yang sangat tercela, yakni illegal logging ini. Dengan demikian, jika praktek illegal logging dapat dicegah, banyak sekali manfaat yang akan kita petik, bukan hanya berwujud hutan yang lestari dan lingkungan hidup yang terjaga, namun juga berbagai keuntungan dibidang ekonomi, sosial budaya, bahkan hubungan internasional. Alasan kedua tentang perlunya forum seperti ini berkaitan dengan kebijakan nasional untuk mempercepat pemberantasan penebangan kayu secara ilegal di kawasan hutan dan peredarannya di seluruh wilayah Republik Indonesia. Kebijakan yang tertuang dalam Inpres No. 4 Tahun 2005 dan ditujukan kepada 12 Menteri, Jaksa Agung, Kapolri, Panglima TNI, Kepala BIN, serta seluruh Gubernur dan Bupati / Walikota ini, jelas harus kita laksanakan secara sungguh-sungguh, berkelanjutan serta terkoordinasi secara sinergis. Harus kita akui bahwa koordinasi dan komunikasi lintas lembaga, selama ini sering menjadi persoalan klasik dalam implementasi sebuah kebijakan. Akibatnya, banyak kebijakan publik (public policy) yang menemui kegagalan dalam tahapan impelmentasi, serta gagal dalam mencapai tujuannya secara optimal. Untuk itu, dalam konteks kebijakan penanggulangan illegal logging, kita harus dapat belajar dari berbagai pengalaman yang ada, agar tidak terulang kesalahan dan kegagalan kebijakan yang serupa dimasa mendatang. Disinilah letak pentingnya forum diskusi publik, forum konsultasi kebijakan, atau forum-forum lain yang sejenis. Forum-forum komunikasi dan konsultasi harus diciptakan sebagai sarana untuk menampung partisipasi para stakeholders dalam pengambilan keputusan dan/atau kebijakan. Dalam hal ini, terdapat beberapa hal yang patut diperhatikan dalam membangun proses perumusan kebijakan yang efektif, yaitu: m Meningkatkan pemanfatan media sebagai sarana penyebarluasan informasi. Publik harus diberikan informasi seluas-luasnya tentang proses perumusan kebijakan. Baik informasi berkaitan dengan proses Strategi Kebijakan Penanganan Illegal Logging di Wilayah Kalimantan 39
  • 50. itu sendiri maupun hasil-hasil yang telah diperoleh, bahkan kemungkinan meminta pandangan publik tentang aspek-aspek tertentu dalam kebijakan tersebut. m Memastikan strategi komunikasi yang baik para stakeholders kunci. Setiap stakeholders adalah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari proses perumusan kebijakan. Setiap stakeholders kunci harus memperoleh informasi yang lengkap mengenai hasil-hasil yang telah diperoleh dalam proses perumusan kebijakan. Dengan cara ini, stakeholders merasa dihargai dan merasa ikut memiliki peran dalam perumusan kebijakan, serta akan memiliki motivasi yang besar untuk memberikan konstribusi positif dan bertanggungjawab dalam proses perumusan dan pelaksanaan kebijakan. m Menciptakan proses aliran informasi bottom-up. Pada level paling bawah, pada umumnya adalah level lapangan yang sangat mengetahui mengenai medan implementasi kebijakan. Oleh karena itu, menciptakan proses aliran informasi bottom-up sangat bermanfaat untuk melihat kemungkinan dampak yang mungkin belum/tidak diperhitungkan oleh para pengambil kebijakan. m Menyiapkan proses yang dilengkapi dengan penyelesaian konflik dan pandangan yang berbeda. Proses perumusan kebijakan hendaknya dilengkapi dengan instrumen-instrumen penyelesaian konflik atau perbedaan pandangan yang seringkali terjadi dalam berbagai aktiitas perumusan. m Memberikan kesempatan yang lebih besar kepada masyarakat lokal untuk ikut berpartisipasi. Keterlibatan sejak awal masyarakat lokal akan meningkatkan daya akseptabilitas kebijakan pada level lokal. Selain itu, partisipasi semua level stakeholders sangat diperlukan untuk perumusan kebijakan. Oleh karena itu, jangan pernah menghentikan upaya menjaring aspirasi masyarakat melalui penciptaan dan pemeliharaan aktivitas partisipasi stakeholders. Hadirin peserta seminar yang saya hormati, Sebagaimana saya sampaikan sebelumnya, setiap kebijakan selalu mengandung resiko kegagalan. Oleh karena itu idealnya, sebelum kebijakan ditetapkan dan dilaksanakan, apalagi yang terkait dengan kehidupan masyarakat dan bahkan kehidupan makhluk hidup lainnya, Strategi Kebijakan Penanganan Illegal Logging di Wilayah Kalimantan 40
  • 51. perlu dikaji secara mendalam. Setiap kebijakan seharusnya melalui proses perumusan yang mendalam dengan menghitung untung dan rugi (costs and benefit analysis) secara teliti dan akurat. Selain itu, dimensi regulasi memegang peran kunci dalam pengendalian tata guna lahan hutan maupun dalam forest management secara makro. Dalam hal ini, pemerintah daerah harus menggunakan perijinan sebagai policy instrument untuk mengendalikan pemanfaatan sumber daya alam, dan bukan semata-mata demi orientasi mendapatkan penerimaan daerah (PAD). Bahkan jika terdapat indikasi penyimpangan izin, Pemda beserta instansi terkait hendaknya tidak segan-segan untuk mencabut izin tadi disertai dengan sanksi sesuai peraturan perundangan yang berlaku. Dan untuk dapat menegakkan aturan secara konsisten, pembenahan aspek mental dan moral aparat merupakan prioritas yang sangat mendesak. Sebagaimana dapat kita ketahui dari berbagai publikasi dan pengaduan masyarakat, mentalitas aparat hingga saat ini masih cukup memprihatinkan dalam rangka mewujudkan sosok birokrasi pelayanan yang bercirikan good governance. Salah satu yang menjadi sorotan adalah indikasi adanya praktek pungli di pusat-pusat pelayanan serta di titik-titik wilayah operasi. Praktek-praktek inilah yang dapat merusak kepercayaan masyarakat terhadap aparat dan membuat pemerintah semakin jauh dari rakyatnya. Selain itu, secara ekonomis, praktek-praktek tercela tadi juga menjadi kendala serius bagi berjalannya mesin ekonomi daerah. Pengalaman lain juga menunjukkan bahwa pembukaan lahan skala besar tanpa memperhitungkan berbagai aspek yang dapat memberikan dampak negatif, pada akhirnya akan menyisakan degradasi lingkungan. Degradasi lingkungan sendiri, menurut berbagai penelitian, sangat berkorelasi erat dengan kemiskinan. Selain itu, pembukaan lahan yang dilakukan secara sembrono/tidak bijak juga dapat mengakibatkan sengketa lahan yang berkepanjangan. Di lain pihak, pengalaman lain pun menunjukkan bahwa pengelolaan lahan dan hutan secara benar justru akan menghasilkan pertumbuhan ekonomi masyarakat dan dunia usaha. Strategi Kebijakan Penanganan Illegal Logging di Wilayah Kalimantan 41
  • 52. Hadirin peserta seminar yang saya hormati, Kita sadari bersama bahwa untuk menghasilkan kebijakan yang baik, bukan merupakan sesuatu yang mudah, tetapi memerlukan banyak waktu, tenaga, biaya dan pikiran serta keterlibatan banyak pihak. Seminar ini, saya pandang sebagai bagian dari upaya membuka komunikasi antar dan antara stakeholders dengan para pengambil kebijakan. Saya yakin bahwa dengan menghadirkan para pakar yang ahli di bidangnya, dan pejabat pemerintah yang relevan, serta pihak-pihak yang berkepentingan (stakeholders), seminar ini akan menghasilkan langkah- langkah konkrit yang akan menjadi masukan yang baik dan bermanfaat. Akhir kata, saya mengucapkan selamat berseminar, semoga seminar ini dapat berlangsung dengan lancar dan menghasilkan rekomendasi sebagaimana yang diharapkan. Kepada Balitbang Kehutanan Kalimantan, Departemen Kehutanan, selaku mitra penyelenggaraan seminar; dan juga kepada jajaran pimpinan Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur yang selalu mendukung program kerja LAN di daerah, saya sampaikan terima kasih dan penghargaan yang setinggi- tingginya. Semoga kerjasama yang telah terjalin secara harmonis ini dapat lebih diperkuat dimasa-masa yang akan datang. Dan dengan mengucapkan Bismillahrrahmaanirrahiim, Seminar Forum SANKRI dengan Tema "Strategi Kebijakan Penanganan Illegal Logging di Wilayah Kalimantan", DENGAN RESMI SAYA BUKA. Terimakasih, Wabillahi Taufik Wal Hidayah Wassalamu'alaikum Wr. Wb. Lembaga Administrasi Negara RI Kepala, Sunarno, SH.,MSc Strategi Kebijakan Penanganan Illegal Logging di Wilayah Kalimantan 42
  • 53. SAMBUTAN KEPALA PKP2A III LAN Pada Seminar Forum SANKRI Tentang "Strategi Kebijakan Penanganan Illegal Logging di Wilayah Kalimantan" Hotel Mesra Samarinda, 7 November 2006 Yth.Kepala LAN Yth.Bapak Sekda Kalimantan Timur, Yth.Para Nara sumber, Yth.Bapak-bapak dan Ibu-ibu pimpinan Dinas, Badan dan Instansi, Para undangan dan hadirin sekalian yang berbahagia, Assalamu'alaikum wr wb. Selamat pagi dan salam sejahtera untuk kita semua, Pertama-tama, marilah kita panjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan YME, karena atas rahmat dan hidayah-Nya, pada hari ini kita dapat berkumpul dan bersilaturahmi dalam keadaan sehat wal afiat, guna bertukar pikiran dalam merumuskan konsep kebijakan penanganan kehutanan yang terintegrasi dalam rangka mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan, khususnya masalah illegal logging. Selanjutnya, ijinkanlah kami untuk melaporkan beberapa hal yang menyangkut penyelenggaraan seminar ini. Dasar Pemikiran Kalimantan secara umum dan Kalimantan Timur khususnya merupakan salah satu provinsi yang terkenal dengan beraneka ragam sumber daya alam dan potensi. Sumber daya alam yang menjadi komoditas utama diantaranya pertambangan (batu bara, minyak bumi, gas alam, bahan mineral), dan sektor kehutanan yang menjadi primadona dari hasil sumber daya alam. Sayangnya, kekayaan hasil hutan ini lebih banyak diminati secara illegal. Illegal logging menjadi isu sentral sekarang ini terutama dalam pembicaraan kawasan hutan terutama dengan maraknya perusahaan Strategi Kebijakan Penanganan Illegal Logging di Wilayah Kalimantan 43
  • 54. yang bergerak dibidang perkayuan dan pertumbuhan kapitalisme dalam negeri, sehingga permintaan kayu pun menjadi tinggi. Jika dibatasi sistem penebangannya oleh pemerintah atau regulasi negara, maka untuk kelancaran industri tersebut akan melakukan apapun dimana tindakan ini disebut dengan illegal logging. Illegal logging merupakan suatu momok yang terjadi di masyarakat Kalimantan Timur pada khususnya, dan di daerah-daerah dengan potensi hutan yang sangat besar pada umumnya. Dan hal ini banyak dilakukan secara sistematik melalui rantai politik, melewati rantai swasta hingga mengkooptasi rantai dalam masyarakat. Praktek illegal logging telah menjadi penyakit yang sangat akut dan ancaman yang begitu nyata, tidak saja bagi keberlangsungan dan kelestarian lingkungan, namun juga bagi kehidupan masyarakat secara keseluruhan, terutama dalam jangka panjang. Ironisnya, hingga saat ini belum terdapat tanda-tanda yang meyakinkan bahwa praktek illegal logging akan dapat diatasi secara tuntas. Koordinasi kelembagaan antar berbagai pihak terkait seperti Pemda, Polri, aparat kehutanan, LSM hingga kelompok - kelompok masyarakat terlihat belum sinergis, bahkan terkesan tidak ada satu institusi negara-pun yang merasa paling bertanggungjawab terhadap "korupsi" sektor kehutanan ini. Aturan hukum dari tingkat UU hingga Instruksi Presiden juga belum memiliki binding force yang memadai, sehingga dapat dikatakan kurang ada law enforcement pada kasus pembalakan liar ini. Ketika problema illegal logging belum bisa diatasi secara komprehensif, maka akan lebih sulit lagi ketika kita berbicara upaya rehabilitasi hutan dan lahan kritis. Sebab, faktor penyebab utama hutan gundul adalah deforestrasi yang tidak terkendali tadi. Oleh karena itu, upaya rehabilitasi hutan dan lahan kritis harus didahului dengan pemberantasan illegal logging terlebih dahulu. Tanpa upaya yang sistematis menghentikan deforestrasi atau pembalakan liar, maka tidak akan mungkin terwujud konsep pengusahaan hutan yang lestari dan berkelanjutan. Akibatnya, dampak yang nyata dirasakan oleh masyarakat akibat illegal logging tersebut salah satunya adalah sering terjadinya bencana alam yang terjadi tiap tahun yang banyak merenggut korban jiwa baik bencana alam yang bersifat banjir yang meluas arealnya dari tahun ke tahun atau tanah longsor dan juga kerugian materil yang tidak kecil yang di alami oleh masyarakat. Strategi Kebijakan Penanganan Illegal Logging di Wilayah Kalimantan 44
  • 55. Ironisnya berbagai penegakan hukum dan keadilan mengenai masalah illegal logging tampaknya belum maksimal bahkan menjadi terpuruk meskipun sudah memilki payung hukum yang ditetapkan oleh pemerintah di dalam UU No. 41 Tahun 1999 tentang "Kehutanan" tetapi UU tersebut masih memilki celah dan kelemahan yang dapat dimanfaatkan oleh orang yang tidak bertanggung jawab untuk melakukan logging. Lemahnya penegakan hukum kehutanan ini sendiri terjadi antara lain disebabkan oleh beberapa faktor sebagai berikut: 1. Jumlah aparat kehutanan yang tidak memadai dibanding beratnya tanggung jawab dan scope atau luas wilayah yang harus diawasi. 2. Adanya pengusaha atau cukong yang memilih bisnis kehutanan melalui jalan pintas. 3. Indikasi adanya intervensi negatif aparat diluar kehutanan (POLRI atau TNI). 4. Mentalitas aparat kehutanan. 5. Lemahnya pemahaman terhadap aturan oleh aparat penegak hukum. Dalam rangka lebih memperkuat upaya memberantas praktek illegal logging ini, pemerintah telah mengeluarkan Instruksi Presiden No. 4 tahun 2005 tentang Pemberantasan Penebangan Kayu Secara Ilegal di Kawasan Hutan dan Peredarannya di Seluruh Wilayah RI. Dalam Inpres ini diperintahkan kepada 12 Menteri, Jaksa Agung, Kapolri, Panglima TNI, Kepala BIN, seluruh Gubernur dan Bupati/Walikota untuk melakukan percepatan pemberantasan illegal logging di kawasan hutan dan peredarannya melalui penindakan terhadap orang atau badan yang melakukan praktek illegal logging, sesuai dengan kewenangannya masing-masing. Selain itu, Inpres ini juga memberikan tugas-tugas spesifik kepada setiap pejabat / lembaga negara yang ada. Selain itu juga disadari didalam rangka penegakan hukum atas praktek illegal logging setidaknya terdapat opsi-opsi yang merupakan sebuah keharusan untuk penegakkan hukum tersebut. Dalam hal ini, upaya penanganan untuk memberantas illegal logging sudah sejak dulu digalakkan, namun jika semua pihak tidak memiliki komitmen yang kuat, tentu akan sulit memutus mata rantai pembalakan liar ini dan akan menjadi kasus yang berlarut-larut dan akan mengancam dan rusaknya ekologi dan sumber daya alam secara permanen. Untuk itu diperlukan suatu tindakan konrkit agar illegal logging dapat dihentikan. Strategi Kebijakan Penanganan Illegal Logging di Wilayah Kalimantan 45