Strategi kebijakan penanganan illegal logging di Kalimantan menitikberatkan pada upaya pemberantasan pencurian kayu liar dan perdagangan kayu ilegal. Hal ini mengingat kondisi hutan Indonesia yang semakin terdegradasi akibat berbagai faktor seperti illegal logging, kebakaran hutan, konversi lahan, dan lemahnya penegakan hukum. Program prioritas Departemen Kehutanan antara lain pemberantasan illegal logging, revitalisasi industri kehutanan, rehabilitasi
3. Strategi Kebijakan Penanganan Illegal Logging di Wilayah
Kalimantan
159 + v halaman, 2006
Perpustakaan Nasional RI: Data Katalog Dalam Terbitan (KDT)
ISBN 979-1176-03-5
1. Strategi Kebijakan 2. Illegal Logging 3. Kalimantan
Editor:
Koordinator : Tri Widodo W. Utomo, SH.,MA
: Ir. Sulistyo A. Siran, M.Sc
Anggota : Meiliana, SE.,MM
Mayahayati Kusumaningrum, SE.
Siti Zakiyah, S.Si.
Said Fadhil, SIP
Windra Mariani, SH
Mustari Kurniawati, SIP
Diterbitkan Oleh:
Pusat Kajian dan Pendidikan dan Pelatihan Aparatur III (PKP2A III)
UNDANG-UNDANG HAK CIPTA NO. 19 TAHUN 2002
Pasal 72
(1) Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2), dipidana dengan pidana penjara
masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000,- (satu
juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan / atau denda paling banyak
Rp.5.000.000.000,-(limamiliarrupiah).
(2) Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada
umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau
dendapalingbanyakRp.500.000.000,-(limaratusjutarupiah).
4. Daftar Isi
Daftar Isi ....................................................................................... i
Kata Pengantar ............................................................................. iv
BAGIAN PERTAMA : Pemaparan Ide dan Diskusi Interaksi
â Pokok-pokok Pemaparan Ide .................................................. 1
â Intisari Sessi Diskusi ................................................................ 34
BAGIAN KEDUA : Sambutan dan Makalah Pembicara
â SAMBUTAN-SAMBUTAN
3 Kepala Lembaga Administrasi Negara RI, Sunarno,
SH., Msc .............................................................................. 38
3 Kepala PKP2A III LAN Samarinda, Meiliana, SE.,MM ........ 43
â MAKALAH PEMBICARA
3 Kebijakan Strategis Nasional Pengendalian
Illegal Logging : Dampak Multi Dimensi Illegal Logging
dan Urgensi Perlindungan Hutan Dalam Pembangunan
Berkelanjutan
Ir. Nurhidayat (Direktur Penyidikan dan Perlindungan
Hutan, Dirjen PHKA Departemen Kehutanan) .................... 48
3 Modus Operandi Illegal Logging di Kalimantan Timur
serta Kendala dan Target Operasi Pemberantasan
Illegal Logging
Direktur Reskrim Polda Kaltim,
Kombes Pol. Drs. Wahyudi, SH.,M.Sc. ............................... 62
Strategi Kebijakan Penanganan Illegal Logging di Wilayah Kalimantan
ii
5. 3 Kinerja Aparat Hukum Dalam Penyidikan dan
Penuntutan Tindak Pidana Illegal Logging
di Kalimantan Timur
D. Andhi Nirwanto, SH.,MM (Kepala Kejaksaan Tinggi
Kalimantan Timur) ............................................................... 82
3 Praktek Illegal Logging di Daerah Perbatasan dan
Pola Koordinasi Ideal Dalam Penanganan Kasus
Illegal Logging
Suwono Thalib, SE.,M.Si (Kepala Dinas Kehutanan dan
Perkebunan Kabupaten Nunukan) ...................................... 96
3 Konsistensi Kebijakan Kelembagaan Penanggulangan
Illegal Logging Pengalaman Indonesia dan
Kalimantan Timur: Urgensi Penguatan Kapasitas
Kelembagaan dan Sumber Daya Penegakan Hukum
Sulaiman. N. Sembiring (Direktur FLEGT SP & IHSA) ....... 101
3 Kajian Illegal Looging di Wilayah Perbatasan dan
Prospek Rehabilitasi Hutan
Ir. Sulistyo A. Siran, M.Sc (Kepala Balai / Peneliti Balai
Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Kalimantan) .... 113
3 "Pelibatan Masyarakat" Faktor Penting
Penanggulangan Illegal Logging
Syarifudin (Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan
Hidup Kaltim) ....................................................................... 136
3 Peranan Sistem Informasi Pelacakan Kasus Kejahatan
Kehutanan Dalam Penanggulangan Illegal Logging
Ign. Kristanto Adiwibowo, S.Hut.,MP (Peneliti Balai
Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Kalimantan) .... 141
Strategi Kebijakan Penanganan Illegal Logging di Wilayah Kalimantan
iii
6. Buku ini merupakan proceeding dari hasil Seminar Forum SANKRI
"Strategi Kabijakan Penanganan Illegal Logging di Wilayah Kalimantan".
Seminar ini didasari oleh pemikiran bahwa dalam Kalimantan secara
umum dan Kalimantan Timur khususnya merupakan salah satu provinsi
yang terkenal dengan beraneka ragam sumber daya alam dan potensi.
Sumber daya alam yang menjadi komoditas utama diantaranya
pertambangan (batu bara, minyak bumi, gas alam, bahan mineral), dan
sektor kehutanan yang menjadi primadona dari hasil sumber daya alam.
Sayangnya, kekayaan hasil hutan ini lebih banyak diminati secara illegal.
Illegal logging menjadi isu sentral sekarang ini terutama dalam
pembicaraan kawasan hutan terutama dengan maraknya perusahaan
yang bergerak dibidang perkayuan dan pertumbuhan kapitalisme dalam
negeri, sehingga permintaan kayu pun menjadi tinggi. Jika dibatasi sistem
penebangannya oleh pemerintah atau regulasi negara, maka untuk
kelancaran industri tersebut akan melakukan apapun dimana tindakan ini
disebut dengan illegal logging. Illegal logging merupakan suatu momok
yang terjadi di masyarakat Kalimantan Timur pada khususnya, dan di
daerah-daerah dengan potensi hutan yang sangat besar pada umumnya.
Dan hal ini banyak dilakukan secara sistematik melalui rantai politik,
melewati rantai swasta hingga mengkooptasi rantai dalam masyarakat.
Praktek illegal logging telah menjadi penyakit yang sangat akut dan
ancaman yang begitu nyata, tidak saja bagi keberlangsungan dan
kelestarian lingkungan, namun juga bagi kehidupan masyarakat secara
keseluruhan, terutama dalam jangka panjang. Ironisnya, hingga saat ini
belum terdapat tanda-tanda yang meyakinkan bahwa praktek illegal
logging akan dapat diatasi secara tuntas. Koordinasi kelembagaan antar
berbagai pihak terkait seperti Pemda, Polri, aparat kehutanan, LSM hingga
kelompok - kelompok masyarakat terlihat belum sinergis, bahkan terkesan
tidak ada satu institusi negara-pun yang merasa paling bertanggungjawab
terhadap "korupsi" sektor kehutanan ini. Aturan hukum dari tingkat UU
hingga Instruksi Presiden juga belum memiliki binding force yang
Strategi Kebijakan Penanganan Illegal Logging di Wilayah Kalimantan
iiii
7. memadai, sehingga dapat dikatakan kurang ada law enforcement pada
kasus pembalakan liar ini.
Ketika problema illegal logging belum bisa diatasi secara
komprehensif, maka akan lebih sulit lagi ketika kita berbicara upaya
rehabilitasi hutan dan lahan kritis. Sebab, faktor penyebab utama hutan
gundul adalah deforestrasi yang tidak terkendali tadi. Oleh karena itu,
upaya rehabilitasi hutan dan lahan kritis harus didahului dengan
pemberantasan illegal logging terlebih dahulu. Tanpa upaya yang
sistematis menghentikan deforestrasi atau pembalakan liar, maka tidak
akan mungkin terwujud konsep pengusahaan hutan yang lestari dan
berkelanjutan.
Akibatnya, dampak yang nyata dirasakan oleh masyarakat akibat
illegal logging tersebut salah satunya adalah sering terjadinya bencana
alam yang terjadi tiap tahun yang banyak merenggut korban jiwa baik
bencana alam yang bersifat banjir yang meluas arealnya dari tahun ke
tahun atau tanah longsor dan juga kerugian materil yang tidak kecil yang di
alami oleh masyarakat.
Ironisnya berbagai penegakan hukum dan keadilan mengenai
masalah illegal logging tampaknya belum maksimal bahkan menjadi
terpuruk meskipun sudah memilki payung hukum yang ditetapkan oleh
pemerintah di dalam UU No. 41 Tahun 1999 tentang "Kehutanan" tetapi
UU tersebut masih memilki celah dan kelemahan yang dapat
dimanfaatkan oleh orang yang tidak bertanggung jawab untuk melakukan
logging. Lemahnya penegakan hukum kehutanan ini sendiri terjadi antara
lain disebabkan oleh beberapa faktor sebagai berikut: Jumlah aparat
kehutanan yang tidak memadai dibanding beratnya tanggung jawab dan
scope atau luas wilayah yang harus diawasi; Adanya pengusaha atau
cukong yang memilih bisnis kehutanan melalui jalan pintas; Indikasi
adanya intervensi negatif aparat diluar kehutanan (POLRI atau TNI);
Mentalitas aparat kehutanan; Lemahnya pemahaman terhadap aturan
oleh aparat penegak hukum.
Dalam rangka lebih memperkuat upaya memberantas praktek
illegal logging ini, pemerintah telah mengeluarkan Instruksi Presiden No. 4
tahun 2005 tentang Pemberantasan Penebangan Kayu Secara Illegal di
Kawasan Hutan dan Peredarannya di Seluruh Wilayah RI. Dalam Inpres ini
diperintahkan kepada 12 Menteri, Jaksa Agung, Kapolri, Panglima TNI,
Strategi Kebijakan Penanganan Illegal Logging di Wilayah Kalimantan
iiv
8. Kepala BIN, seluruh Gubernur dan Bupati/Walikota untuk melakukan
percepatan pemberantasan illegal logging di kawasan hutan dan
peredarannya melalui penindakan terhadap orang atau badan yang
melakukan praktek illegal logging, sesuai dengan kewenangannya
masing-masing. Selain itu, Inpres ini juga memberikan tugas-tugas
spesifik kepada setiap pejabat / lembaga negara yang ada.
Selain itu juga disadari didalam rangka penegakan hukum atas
praktek illegal logging setidaknya terdapat opsi-opsi yang merupakan
sebuah keharusan untuk penegakkan hukum tersebut. Dalam hal ini,
upaya penanganan untuk memberantas illegal logging sudah sejak dulu
digalakkan, namun jika semua pihak tidak memiliki komitmen yang kuat,
tentu akan sulit memutus mata rantai pembalakan liar ini dan akan menjadi
kasus yang berlarut-larut dan akan mengancam dan rusaknya ekologi dan
sumber daya alam secara permanen. Untuk itu diperlukan suatu tindakan
konrkit agar illegal logging dapat dihentikan. Akhir kata, kami menyadari
sepenuhnya bahwa forum-forum diskusi yang kami selenggrakan serta
buku-buku publikasi yang kami sebarluaskan masih sangat jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik dari berbagai pihak sangat
kami nantikan dengan tangan dan hati terbuka lebar. Walaupun kami sadar
bahwa buku ini masih sangat dangkal, kami tetap berharap bahwa
publikasi sederhana ini dapat menghasilkan manfaat yang optimal bagi
bangsa dan negara.
Samarinda, Desember 2006
PKP2A III LAN Samarinda
Kepala,
Meiliana
Strategi Kebijakan Penanganan Illegal Logging di Wilayah Kalimantan
Iv
10. INTISARI MATERI
STRATEGI KEBIJAKAN PENANGANAN ILLEGAL LOGGING
DI WILAYAH KALIMANTAN
Ir. Nurhidayat, (Pembicara I)
Direktur Penyidikan & Perlindungan Hutan, Ditjen PHKA Dephut
Topik : " Kebijakan Strategis Nasional Pengendalian Illegal
Logging: Dampak Multi Dimensi Illegal Logging dan Urgensi
Perlindungan Hutan Dalam Pembangunan Berkelanjutan"
Ringkasan Materi Pemaparan :
Kawasan hutan negara seluas 120,35 juta hektar yang ada saat ini
lebih dari 93% merupakan kawasan hutan tetap, dimana kondisinya
sangat tidak aman. Departemen Kehutanan pada tahun 2003 mencatat
bahwa laju kerusakan hutan (degradasi dan deforestasi) selama periode
1985-1997 mencapai 1,6 juta ha per tahun, untuk pulau Sumatera;
Kalimantan; dan Sulawesi. Pada periode 1997-2000 deforestasi di lima
pulau besar mencapai 2,83 juta hektar per tahun (termasuk akibat
kebakaran besar pada tahun 1997/1998 seluas 9,7 juta hektar).
Lemahnya upaya penegakan hukum, praktik penebangan liar,
kebakaran hutan dan lahan, konflik lahan hutan, penyelundupan kayu,
aktifitas pertambangan, perambahan dan konversi kawasan hutan ke
areal penggunaan lain yang tidak memenuhi kaidah yang berlaku,
merupakan bagian dari penyebab semakin terdegradasinya hutan
Indonesia.
Oleh karena itu, arah kebijakan yang ditempuh sektor kehutanan
diprioritaskan pada upaya pemberantasan pencurian kayu di hutan negara
dan pemberantasan perdagangan kayu ilegal, seperti tertuang dalam
proritas pertama dari lima program prioritas Departemen Kehutanan.
Program Prioritas Departemen Kehutanan:
1. Pemberantasan Pencurian Kayu di Hutan Negara dan Perdagangan
Kayu illegal
Strategi Kebijakan Penanganan Illegal Logging di Wilayah Kalimantan
1
11. 2. Revitalisasi Sektor Kehutanan khususnya Industri Kehutanan
3. Rehabilitasi dan Konservasi Sumberdaya Hutan
4. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat di Dalarn dan di Sekitar Hutan
5. Pemantapan Kawasan Hutan
Dengan lima kebijakan tersebut yang harus dilaksanakan secara
simultan dalam jangka lima tahun ke depan (2004-2009), khususnya untuk
prioritas pertama mengenai pemberantasan pencurian kayu liar, atau lebih
lazim disebut sebagaii pemberantasan illegal logging.
Berikut beberapa data dan informasi dari berbagai pihak dengan
menggunakan asumsi dan metodologi dari masing-masing lembaga
mengenai aktivitas illegal logging yang terjadi selama ini,:
3
m Greenpeace (2003), menyatakan 88% (79 juta m kayu dari total
3
kebutuhan nasional sebesar 90 juta m kayu) diperkirakan berasal dari
illegal logging.
m Diperkirakan kerugian negara akibat aktivitas, illegal logging mencapai
83 milyar rupiah perhari atau diperkirakan 30 trilyun rupiah pertahun
(INFORM)
m Berdasarkan analisis peta citra, landsat tahun 2004 dan 2005, aktifitas
illegal logging tahun 2004 khusus di areal Taman Nasional Betung
Kerihun (Kalimantan Timur) dan hutan lindung yang ada di sekitarnya
menyebabkan kerugian negara lebih dari Rp 3,2 trilyun akibat
pembukaan jaringan jalan sepanjang 50 km dan areal seluas 2.300 ha
di taman nasional serta jaringan jalan sepanjang 617 km dan areal
seluas, 15. 100 hektar di hutan lindung (WWF).
Kejahatan pencurian kayu dan kejahatan turunannya terjadi
karena beberapa sebab utama yaitu kesenjangan permintaan dan
ketersediaan bahan baku kayu, lemahnya penegakan hukum, banyaknya
industri perkayuan tanpa ijin, tersedianya pasar gelap dan kemiskinan
masyarakat yang dimanfaatkan cukong/pemodal. Sedangkan aktor
utamanya adalah cukong, oknum aparat dan masyarakat.
Dampak negatif illegal logging yang bersifat non fisik, adalah
ancaman terhadap sistem. penyangga, hidup manusia umumnya, dan
khususnya mengancam integritas dan integrasi bangsa dan negara
Indonesia. Dampak tersebut antara lain adalah :
Strategi Kebijakan Penanganan Illegal Logging di Wilayah Kalimantan
2
12. a. Dampak Ekonomi
v Penerimaan negara (DR/PSDH) hilang
v Harga kayu rendah dibawah harga pasar
v Kesejahteraan masyarakat semu
v Hancurnya industri dalam. negeri (turunnya konsumsi kayu domestik
3 3
sejak 2001-2004, dari 34.498.000 m menjadi 26.505.000 m )
v P e m u t u s a n H u b u n g a n K e r j a / P e n i n g k a t a n
Pengangguran / Kemiskinan
b. Dampak Ekologi
v Deforestasi dan peningkatan lahan kritis
v Kualitas ekosistem. dan biodiversity menurun
v Rawan terhadap kebakaran, banjir, longsor dan kekeringan. Selama
2004 tercatat 182 kali banjir, atau 2 hari sekali terjadi banjir.
c. Dampak Sosial dan, Budaya
v Hilangnya kearifan sosial masyarakat
v Kesenjangan sosial ditengah masyarakat
v Hilangnya cinta alam dan sadar lingkungan
d. Dampak Politik dan Keamanan
v Integritas sebagai bangsa yang berdaulat terinjak-injak oleh bangsa
lain
v Keamanan nasional menjadi tidak stabil
v Isu-isu kejahatan pidana kehutanan digeser menjadi isu sosial dan
politik agar tidak tersentuh hukum.
v Penegakan hukum tidak berjalan sesuai ketentuan hukum yang
berlaku
v Dengan kompleksitas, permasalahan sebagaimana tersebut di atas,
maka penanganan illegal logging hanya akan dapat berhasil apabila
ada, kemauan politik dari seluruh komponen bangsa, khususnya
dari pimpinan tertinggi negara dan adanya komitmen serta
kerjasama yang solid antar instansi teknis, penegak hukum,
keamanan dan peradilan dengan melibatkan, partisipasi seluruh
komponen masyarakat.
Dalam melaksanakan lima program prioritas Departemen
Kehutanan dan sesuai dengan Instruksi Presiden No. 4 tahun 2005, maka
langkah-langkah strategis yang telah; sedang; dan akan dilakukan oleh
Pernerintah c.q. Departemen Kehutanan dalam upaya pemberantasan
Strategi Kebijakan Penanganan Illegal Logging di Wilayah Kalimantan
3
13. illegal logging dapat dikemukakan sebagai berikut; Melakukan revisi
beberapa Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri, diantaranya:
â PP No. 34 tahun 2002 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana.
Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Hutan
â PP No. 68 tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan Kawasan
Pelestarian Alam
â PP No. 18 Tahun 1994 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam di Zona,
Pemanfaatan Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata
Alam
â PP No. 28 Tahun 1986 tentang Perlindungan Hutan menjadi PP No. 45
Tahun 2004
â P. I 8/Menhut-11/2005 tentang Penata Usahaan Hasil Hutan
â P.20/Menhut-11/2005 tentang kerjasama operasi pada izin usaha
pemanfaatan hasil hutan kayu pada, hutan tanaman
â P.21/Menhut-11/2005 tentang penanaman modal asing di bidang
usaha pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan tanaman
â P.22/Menhut-11/2005 tentang tatacara persyaratan penggabungan
perusahaan izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan
tanaman yang berbentuk perseroan terbatas, (PT)
â P.23/Menhut-11/2005 tentang perubahan kepmenhut nomor SK lOll
Menhut-II/2004 tentang percepatan pembangunan hutan tanaman
untuk pemenuhan bahan baku industri pulpen dan kertas
â P.24/Menhut-11/2005 tentang tatacara penyelesaian izin usaha
pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan tanaman/HPHTI yang telah
mendapatkan persetujuan prinsip berdasarkan permohonan
Selain itu sedang dipersiapkan pula Rancangan Undang-undang
tentang Pemberantasan Pembalakan Liar, dan saat ini tengah dalam
konsultasi publik, secara operasional telah ditempuh berbagai kebijakan
antara lain :
â Meneliti dan mengusulkan pencabutan terhadap Perda-Perda yang
diterbitkan oleh Pemda (Prop, Kab dan Walikota) yang bertentangan
dengan Peraturan Perundangan di bidang Kehutanan yang berlaku.
â Pencabutan Ijin-ijin terkait dengan pengusahaan hutan: IPK dan
IUPHHK yang bertentangan dengan ketentuan yang berlaku.
â Kerj asama dengan Pairi; Kej aksaan Agung; TNI-AL; dan PPATK
Strategi Kebijakan Penanganan Illegal Logging di Wilayah Kalimantan
4
14. â Kerjasama Multilateral: ITTCJ; LJsulan R.esolusi kepada PBB
mengenai Kerjasama Internasional dalam Trans-National Organized
Crime.
â Kerjasama Regional yang meliputi ASEAN Forest Partnership (AFP);
Illegal Logging Response Centre (ILRC); Forest Law Enforcement and
Governance and Trade (FLEGT); Asia Pacific FLEG
â Kerjasama Bilateral dengan: Inggris; China; Jepang; Korea Selatan;
dan Norwegia.
â Kerjasama dengan LSM: WWF; Green Peace; Greenamics; TNC; dan
CI
Selain dengan adanya peraturan dan Undang-undang yang
berkaitan dengan Illegal Logging baik itu yang dikeluarkan Pemerintah
Daerah atau Pemeriintah Pusat perlu juga di imbangi dengan pengawasan
dan pelaksanaan di lapangan sehingga dapat mengurangi dampak dari
illegal logging tersebut.
Tetapi perlu dicatat pula bahwa kegiatan pemberantasan illegal
logging yang banyak melibatkan berbagai institusi juga membawa
pengaruh sampingan yang kurang baik. Tindakan-tindakan di lapangan
yang dilakukan oleh berbagai oknum telah mendorong ekonomi biaya
tinggi bagi para pelaku ekonomi yang legal. Perilaku ini menyebabkan
industri legal semakin sulit bersaing. Disamping itu Pemerintah Daerah
menyampaikan permasalahan tentang dana operasional yang sebagaian
besar belum dianggarkan di APDD, sehingga masih mengharapkan
bantuan langsung dari Pusat. Oleh sebab itu diperlukan mekanisme
pemberian bantuan kepada daerah yang dapat menjamin efektifikas
penggunaannya.
Strategi Kebijakan Penanganan Illegal Logging di Wilayah Kalimantan
5
15. Kombes Pol. Drs. Wahyudi, SH.,M.Sc (Pembicara II)
Kabareskrim Polda Kalimantan Timur
Topik : " Pola / Modus Illegal Logging di Kalimantan Timur serta
Kendala dan Target Operasi Pemberantasan Illegal Logging"
Ringkasan Materi Pemaparan :
Pembicara yang ke-III adalah yang mewakili dari Kapolda Kaltim
yang berhalangan datang, Potensi hutan Kaltim merupakan salah
kekayaan provinsi maupun sebagai salah satu modal utama
pembangunan nasional yang yang harus dijaga kelestariannya sehingga
sangat pentingnya langkah langkah untuk mengantisipasi dan
menanggulangi berubahnya fungsi hutan sebagai fungsi konservasi,
fungsi hutan lindung, dan fungsi produksi untuk mencapai manfaat
lingkungan, sosial budaya dan ekonomi yang seimbang dan lestari.
Kawasan hutan di Kalimantan Timur, tercatat seluas + 19.518.185
Ha, terdiri dari : Kawasan Hutan Konservasi Cagar Alam, Taman Nasional,
Hutan Wisata, Hutan Lindung, Kawasan Hutan Produksi, Hutan Produksi
Terbatas dan Kawasan Budidaya Non Kehutanan (KBNK). Hingga saat ini
cukup sulit untuk memperoleh angka yang akurat tingkat kerusakan hutan,
atau keseluruhan areal hutan yang sudah hilang/gundul oleh eksploitasi.
Berdasarkan perkiraan Dinas Kehutanan Propinsi Kalimantan
Timur, didasarkan pada melihat berbagai gejala yang terjadi pada hutan
Kalimantan Timur, hasil survey dan pengamatan lapangan tingkat
kerusakan hutan termasuk yang diakibatkan oleh illegal logging
diperkirakan mencapai + 30 % atau 5.855.455,5 Ha atau mencapai
234.218,22 Hektar per tahun.
Berbagai upaya penegakan hukum dalam memberantas illegal
logging telah dilakukan, dan banyak pula kendala yang dihadapi dalam
mempertahankan kelestarian hutan yang antara lain seperti masih adanya
pengelolaan hutan yang tidak mengindahkan ketentuan, kebijakan &
pengawasan pra penebangan sampai dengan pasca penebangan hutan
belum kita pedulikan secara intens, baik dari sisi teknis maupun juridis,
juga masih adanya berbagai kepentingan pemanfaatan hutan secara
Strategi Kebijakan Penanganan Illegal Logging di Wilayah Kalimantan
6
16. illegal termasuk ke kawasan hutan Lindung / Taman Nasional / konservasi,
hal ini ditandai dengan masih banyaknya kasus yang masih ditangani oleh
jajaran Polda Kaltim.
Walhi menyatakan bahwa setiap menitnya hutan indonesia seluas
7,2 hektar musnah akibat destructive logging (penebangan yang
merusak), Dephut menyatakan bahwa kerugian akibat pencurian kayu dan
peredaran hasil hutan ilegal senilai 30,42 triliun rupiah per tahun,
sementara Centre For International Forestry Research (CIFOR)
menyatakan bahwa kalimantan timur telah kehilangan 100 juta dolar setiap
tahunnya akibat penebangan dan perdagangan kayu ilegal, belum
termasuk nilai kehilangan keanekaragaman hayati dan fungsi hidrologis,
serta nilai sosial dari bencana dan kehilangan sumber kehidupan akibat
pengrusakan hutan.
Sejalan dengan visi POLRI : "terwujudnya postur Polri yang
profesional, bermoral dan moderen, sebagai pelindung, pengayom dan
pelayan masyarakat yang terpercaya dalam memelihara kamtibmas dan
menegakkan hukum ". sebagai institusi penegak hukum dan
penyelenggara keamanan serta ketertiban masyarakat, Kepolisian
Negara Republik Indonesia akan secara tegas dan konsisten menindak
berbagai bentuk kejahatan dan pelanggaran hukum yang salah satunya
kejahatan illegal logging, dengan modus operandi yang semakin beragam.
Menyadari bahwa eksistensi penegakan hukum dapat dirasakan
manfaatnya, apabila ditegakkan secara konsekuen dan konsisten, yang
dalam implementasinya bahwa antara das sollen dan das sein tidak selalu
sejalan, sering terjadi ambiguity dan duplikasi produk legislasi, disamping
Content atau isi rumusan pasalnya sering menimbulkan multi tafsir,
sebagai contoh bahwa masih adanya perbedaan dua keterangan ahli
bidang kehutanan pada satu kasus yang harus diuji.
Hal-hal lain juga tidak kita sangkal bahwa dalam lingkungan
masyarakat kita telah terjadi/ timbulnya degradasi budaya hukum yang
ditandai dengan meningkatnya apatisme seiring menurunnya tingkat
apresiasi masyarakat baik kepada substansi hukum maupun struktur
hukum, misalnya dalam penanganan kasus illegal logging masih terjadi
pihak-pihak tertentu melindungi pelaku, menghalang halangi upaya
penegakan hukum, misalnya menggunakan kekuatan massa.
Strategi Kebijakan Penanganan Illegal Logging di Wilayah Kalimantan
7
17. Dalam Renstra POLRI tahun 2005-2009 berdasarkan Skep Kapolri
: No. KEP/20/IX/2005, tanggal 7 September 2005. Dengan pointer
kebijakan pada program pemantapan keamanan dalam negeri yaitu
meningkatkan dan memantapkan keamanan dan ketertiban wilayah
Indonesia terutama di daerah rawan seperti wilayah laut Indonesia,
wilayah perbatasan dan pulau-pulau terluar, serta meningkatkan kondisi
aman wilayah Indonesia antara lain untuk mencegah dan menanggulangi
Illegal Logging, Illegal Mining, kejahatan dan pelanggaran hukum di laut,
serta kejahatan dan pelanggaran hukum dalam pengelolaan sumber daya
alam, lingkungan dan kehutanan.
Disamping itu juga Kapolri bersama Menteri Kehutanan
mendeklarasikan Indonesia bebas Illegal Logging pada tahun 2007 yang
didukung juga oleh Gubernur Kalimantan Timur dengan di keluarkannya
keputusan Gubernur No. 522.21/K.397/2005 tentang Pembentukan Tim
Korrdinasi dan Satuan Tugas Pemberantasan Penebangan Kayu Illegal di
Dalam Kawasan Hutan dan Peredarannya diwilayah Provinsi Kalimantan
Timur. Dan Keputusan Gubernur No. 660/K.260/2006 tentang
Pembentukan Tim Pembinaan dan Pengawasan Illegal Logging, Minning
dan Fishing Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2006.
Tidak dengan hanya kebijakan yang di buat dalam mengatasi
illegal logging tetapi juga diperlukannya keseriusan, semangat, ikhlas dan
langkah kita serta komitmen yang kuat untuk memberantas illegall logging
tersebut agar dapat menghentikan kegiatan illegal logging tersebut
khususnya di Provinsi Kalimantan Timur yang kita cintai.
Selain itu juga ada beberapa rekomendasi yang dapat mendukung
serta memberikan jalan keluar didalam pemberantasan illegal looging ini,
adalah :
1. Perlunya ditingkatkan hubungan kerjasama antar instansi terkait yang
dilandasi kesatuan visi & misi serta cara bertindak dalam penegakan
hukum illegal logging serta dukungan semua pihak mutlak diperlukan
agar tercapai hasil yang maksimal.
2. Perlu disusun regulasi / peraturan & ketentuan lainnya yang jelas &
tegas terhadap setiap pelaku tindak pidana illegal logging sehingga
memberikan efek jera bagi pelakunya.
3. Perlu dilakukan pendekatan kepada pemerintah Malaysia secara
intens, bila perlu dengan melibatkan LSM lokal / internasional lainnya,
Strategi Kebijakan Penanganan Illegal Logging di Wilayah Kalimantan
8
18. guna lakukan penertiban lalu lintas kayu dari Kalimantan dan
berkait dengan kebijakan Tawao Border Trade.
4. Pelaksanaan operasi/penjagaan sepanjang perbatasan seluruh
Kalimantan Timur minimal untuk menutup arus illegal logging ke luar
negeri.
5. Perlu dirumuskan pada jangka panjang pembuatan jalan sepanjang
perbatasan, guna mengamankan asset hutan Kalimantan Timur.
6. Melakukan penindakan penegakan hukum terhadapp illegal Logging
lebih intensif dan terpadu .
7. Menanamkan peran tanggung jawab dan komitmen bersama/semua
pihak dalam tanggulangi illegal logging
8. Rencana regulasi kehutanan berikutnya sebaiknya diarahkan pada
aspek pemeliharaan kelestarian hutan dengan tidak membuat celah
multi interpretasi, untuk menghindari pelanggaran hukum dibidang
kehutanan.
9. Agar hutan lestari, perlunya diterapkan perijinan terhadap pengelolaan
hutan secara ketat dan selektif.
10.Meningkatkan budaya hukum antara lain melalui pendidikan dan
sosialisasi berbagai peraturan perundang-undangan serta perilaku
keteladanan dari aparatur pemerintah dan penegak hukum dalam
mematuhi serta mentaati hukum.
11.Meningkatkan kebersamaan serta semangat kerja yang tulus ikhlas
serta positif antara aparatur penegak hukum untuk mengembangkan
tugas menegakkan hukum dalam bingkai sistem peradilan pidana
terpadu (integrated criminal justice system).
Strategi Kebijakan Penanganan Illegal Logging di Wilayah Kalimantan
9
19. D. Andhi Nirwanto, SH., MH (Pembicara III)
Kepala Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur
Topik: "Kinerja Aparat hukum dalam Penyidikan dan Penuntutan
Tindak Pidana Illegal Logging di Kalimantan Timur"
Ringkasan Materi Pemaparan :
Propinsi Kalimantan Timur mempunyai wilayah seluas 24.523.780
hektar yang terbagi atas wilayah daratan seluas 20.039.500 hektar dan
perairan laut seluas 4.484.280 hektar. Berdasarkan peta Penunjukan
Kawasan Hutan dan Perairan Propinsi Kalimantan Timur sesuai Surat
Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 79/Kpts-II/2001 tanggal 15 Maret
2001, memiliki potensi sumber daya hutan seluas 14.651.553 hektar yang
terdiri atas : Kawasan Konservasi (hutan Cagar Alam, hutan Taman
Nasional dan hutan Wisata Alam) luas 2.165.198 hektar, Hutan Lindung
luas 2.751.702 hektar, Hutan Produksi Terbatas luas 4.612.965 hektar dan
Hutan Produksi Tetap luas 5.121.688 hektar.
Menurut sumber dari Tenaga Ahli Menteri Kehutanan Bidang
Penanganan Perkara Kehutanan, kerusakan hutan seluruh wilayah
Negara kita hingga sekarang ini telah mencapai 59,2 juta hektar dengan
laju kerusakan seluas 2,83 hektar per tahun termasuk didalamnya
kerusakan hutan di wilayah Kalimantan Timur (Bahan Diklat Organized
Crime, 2006).
Kerusakan hutan tersebut disebabkan karena kegiatan
pembalakan liar (illegal logging). Bilamana menyimak data diatas maka
dapat diperoleh gambaran bahwa kegiatan penebangan hutan pohon kayu
di kawasan hutan yang tanpa ijin danlatau penebangan diluar areal Ijin
Pemanfaatan Kayu (lPK) yang dimiliki oleh Perusahaan atau Cukong yang
bergerak di bidang kehutanan sudah sedemikian kronisnya.
Dalam melakukan illegal logging terdapat berbagai cara yang
dilakukan yaitu:
1. Penyuapan, yang dimana dilakukan dengan cara membiayai backing
dan pengawalan yang dilakukan aparat beserta memberikan modal
kepada masyarakat.
Strategi Kebijakan Penanganan Illegal Logging di Wilayah Kalimantan
10
20. 2. Penyalahgunaan wewenang, melakukan kolusi dalam penerbitan ijin
dan pengangkutan serta berbagai macam pelanggaran terhadap
perijinan.
3. Penyalahgunaan Dokumen, dengan cara melakukan pemalsuan dan
penyalahgunaan SKSHH.
4. Penyelundupan, yang dilakukan dengan melewati darat dan laut serta
memanfaatkan sistem pasar antar negara.
5. Tebangan dan pengangkutan tanpa ijin, penebangan yang dilakukan
tanpa adanya dokumen yang resmi dari pejabat yang
berwewenang.
Selain modus dari illegal looging, terdapat juga dampak yang
ditimbulkan akibat illegal logging tersebut yaitu :
1. Terhadap perekonomian, penerimaan negara berkurang terutama dari
PSDH-DR hilang, harga kayu yang rendah dari harga pasar dan
hancurnya industri dalam nederi.
2. Terhadap Ekologi, kualitas ekosistem dan biodiversity menurun, rawan
terhadap kebakaran, banjir, tanah, longsor dan kekeringan serta
peningkatan lahan kritis.
3. Terhadap Sosial Budaya, terjadinya pergeseran nilai dan budaya
masyarakat, hilangnya kearifan masyarakat, bertambahnya
kesenjangan social dimasyarakat serta hilangnya cinta alam dan sadar
lingkungan.
4. Terhadap politik keamanan, dapat terjadinya ancaman terhadap
keutuhan NKRI, gangguan terhadap keamanan nasional, hambatan
penegakan hukum sehingga tidak berjalan sesuai ketentuan hukum
yang berlaku serta ditambah menurunnya wibawa pemerintah. `
Dalam hal pemberantasan illegal logging telah dilakukan sejak
tahun 1980-an secara lintas sektoral yakni dari bentuknya Tim koordinasi
Kehutanan (KTM). Euphoria dan goodwill pemberantasan illegal logging
mencapai puncaknya pada pemerintahan SBY - JK sekarang ini yang
sangat mendukung bahkan menjadikan prioritas utama setelah
pemberantasan tindak pidana produksi, namun demikian laju kerusakan
hutan masih sangat memperihatinkan yang menandakan bahwa kegiatan
illegal loging masih marak berlangsung. Memperhatikan modus operandi
terjadinya illegal logging antara lain penyalahgunaan kewenagan dan
mempunyai dampak terhadap perekonomian yakni menimbulkan kerugian
Strategi Kebijakan Penanganan Illegal Logging di Wilayah Kalimantan
11
21. besar bagi penerimaan negara dari sumber daya alam sektor kehutanan
maka dapatkah perbuatan penebangan kayu dikawasan hutan yang tidak
didasari oleh korupsi.
Dalam pembahasan makalah ini pengertian illegal logging menurut
INPRES Nomor 4 Tahun 2005 adalah kegiatan yang meliputi dari
perolehan perijinan, pemungutan hasil hutan, pengangkutan dan
penjualannya yang dilakukan secara tidak sah atau tanpa melalui prosedur
sebagaimana yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan di
bidang kehutanan yang berlaku.
Dalam prosedur penerbitan izin pemanfaatan kayu (IPK) baik itu
yang berdasarkan ketentuan yang lama atau yang baru maka hal yang
penting baik pemohon maupun aparat dinas kehutanan secara pasti sudah
patut harus mengetahui tata batas areal IPK dan batas blok tebangannya.
Kepala dinas kehutanan propinsi melakukan pengendalian atas
pelaksanaan IPK yang di terbitkan oleh Gubernur dan kepala dinas
kehutanan kabupaten/kota melakukan pengendalian atas pelaksanaan
IPK yang diterbitkan oleh Bupati/Walikota, Logikanya, bilamana
penerbitan dan pengawasan l pengendalian sesuai dengan prosedur
maka tidak akan terjadi penebangan diluar IPK atau di areal yang tidak ada
ijinnya (illegal).
Pemerintah C.q Presiden RI telah menerbitkan Inpres No.4 Tahun
2005 tentang pemberantasan penebangan kayu secara illegal di kawasan
hutan dan peredarannya di seluruh Indonesia yang didalamnya
menginstruksikan kepada 12 menteri, Jaksa Agung RI, Kapolri, Panglima
TNI, Kepala BIN, Para Gubernur dan para Bupati/Walikota untuk
melakukan percepatan pemberantasan penebangan kayu secara ilegal di
kawasan hutan dan peredarannya di seluruh wilayah Republik Indonesia.
Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2005 ini dapat dikatakan sebagai " Top
Political Will " dari Pemerintah sehingga harus didukung dan dilaksanakan
maksimal secara lintas sektoral.
Untuk itu Jaksa Agung RI menindak lanjutin dan mengkaji Inpres
No.4 Tahun 2005 tanggal 18 Maret 2005 tersebut yakni dengan
mengeluarkan Surat Edaran Nomor : 001/A/001 /A/JA/06/2005 tanggal 29
Juni 2005 kepada Kepala Kejaksaan Tinggi dan Kepala Kejaksaan Negeri
di seluruh Indonesia. Dengan mengeluarkan surat edaran tersebut
diharapkan dapat mempercepat pemberantasan illegal logging yang ada
di Indonesia disamping itu juga perlu didukung oleh Sumber daya manusia.
Strategi Kebijakan Penanganan Illegal Logging di Wilayah Kalimantan
12
22. Suwono Thalib (Pembicara IV)
Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kab. Nunukan
Topik : "Praktek Illegal Logging di Daerah Perbatasan dan Pola
Koordinasi Ideal Dalam Penanganan Kasus Illegal Logging"
Ringkasan Materi Pemaparan:
Hutan Indonesia seluas 120,35 juta hektar merupakan kelompok
hutan tropis ketiga terbesar di dunia setelah Brasil dan Zaire, merupakan
fungsi utama sebagai paru-paru dunia serta penyeimbang iklim global.
Dalam tataran global, keanekaragaman hayati indinesia menduduki posisi
kedua di dunia setelah Columbia sehingga keberadaannya perlu
dipertahankan. Sebagai Negara yang berada di daerah tropis, hutan-hutan
yang ada di Indonesia dikenal kaya akan berbagai keanekaragaman
hayati dan tipe ekosistem (mega- biodiversity).
Kabupaten Nunukan merupakan Kabupaten Nunukan merupakan
pemekaran dari Kabupaten Bulungan, yang dibentuk berdasarkan
Undang-undang Nomor 47 Tahun 1999 dan diubah menjadi Undang-
undang Nomor 7 Tahun 2000, berdasarkan Surat Keputusan Menteri.
Kehutanan 79/KPTSII/2001 tanggal 15 Maret 2001 memiliki luas
1.096.384 Ha, yang sebagian besar sumberdaya hutannya didominasi
jenis Dipterocarpaceae dengan kondisi hutannya sudah banyak
mengalami degradasi.
Penurunan kualitas hutan ini mengakibatkan menurunnya
kemampuan sumberdaya hutan untuk menyediakan bahan baku bagi
keperluan industri primer kehutanan. Hal tersebut menimbulkan
permasalahan yang cukup kompleks, seperti pencurian/penebangan dan
perdagangan kayu secara illegal, serta penyelundupan kayu yang masih
marak terjadi di wilayah perbatasan. Untuk itu pemerintah bertekad untuk
mewujudkan pembangunan kehutanan yang lestari dan berkeadilan,
untuk mengatasi masalah tersebut dengan berupaya melakukan
perbaikan dalam pengelolaan hutan, khususnya penanggulangan illegal
logging serta mendukung percepatan rehabilitasi hutan untuk memulihkan
kondisi sumberdaya hutan yang sudah rusak dengan mengacu pada Misi
Strategi Kebijakan Penanganan Illegal Logging di Wilayah Kalimantan
13
23. dan Visi Departemen Kehutanan yang telah ditetapkan yaitu 5 (lima)
kebijakan prioritas diantaranya :
1. Pemberantasan pencurian kayu (illegal logging) dihutan Negara dan
perdagangan kayu illegal
2. Revitalisasi sektor kehutanan, khususnya industri kehutanan
3. Rehabilitasi dan konservasi sumberdaya hutan
4. Pemberdayaan masyarakat di dalam dan di sekitar hutan, dan
5. Pemantapan kawasan hutan.
Disamping itu juga dalam melakukan pembangunan kehutanan
yang berkelanjutan dan berkeadilan tidak mungkin akan tercapai apabila
masih mengacu pada paradigma lama untuk itulah perlu adanya
perubahan paradigma secara mendasar, yaitu Pergeseran orientasi dan
pengelolaan kayu (timber management) menjadi pengelolaan
sumberdaya (resources-based management), Pengelolaan yang
sentralistik secara bertahap bergeser kearah desentralistik yang
bertanggungjawab dan pengelolaan sumberdaya hutan yang berkeadilan.
Dengan harapan pengelolaan sumberdaya hutan di masa depan lebih
mempertimbangkan keseimbangan antara manfiaat lingkungan, sosial,
budaya dan ekonomi.
Dengan mengacu pada Undang-undang (UU) Nomor 41 Tahun
1999 tentang Kehutanan, UU Nomor 47 Tahun 1999 tentang tentan 9
Pembentukan Kabupaten Nunukan, Kabupaten Malinau, Kabupaten Kutai
Barat, Kabupaten Kutai Timur dan Kota Bontang sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2000 tentang Perubahan
Undang-Undang Nomor 47 Tahun 1999, UU Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah, Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004
tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintahan Daerah, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2000
tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi Sebagai
Daerah Otonom, Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2005 tentang
Pemberantasan Illegal logging, Peraturan lain terkait serta Rencana
Strategis Kementerian/Lembaga (RENSTRA-KL) Departemen Kehutanan
Tahun 2005-2009 serta kebijakan prioritas pembangunan kehutanan
2005-2009.
Selain itu pula pembangunan hutan dan kehutanan yang secara
berlebihan dan jauh lebih mementingkan aspek ekonomi mengakibatkan
Strategi Kebijakan Penanganan Illegal Logging di Wilayah Kalimantan
14
24. terjadinya degradasi dan deforestasi sunberdaya hutan sebagai
penyangga kehidupan disamping itu menimbulkan permasalahan yang
cukup kompleks, seperti pencurian/penebangan dan perdagangan kayu
secara ilegal, serta penyeludupan kayu yang masih marak terjadi diwilayah
perbatasan. Permasalahan ini bukan hanya menjadi permasalahan yang
terjadi di daerah saja tetapi telah menjadi permasalahan dan isu Nasional
yang harus cepat ditangani dan di sikapi secara serius dan bersama-sama.
Melihat kondisi yang ada Pemerintah Kabupaten Nunukan
rnengambil langkah dengan menerbitkan Surat Keputusan Bupati Nomor
488 Tahun 2005 tentang Pembentukan Tim Terpadu Pemberantasan
Penebangan Kayu Secara Illegal di Kawasan Hutan dan Peredarannya di
Kabupaterl Nunukan dimana dalam pelaksanaan kegiatan diantaranya :
1. Melakukan pengawasan terhadap penerbitan dan penggunaan SKSHH
2. Penindakan secara tegas terhadap aparat Pemerintah Daerah yang
terlibat dalam kegiatan penebangan kayu illegal dan jaringannya,
3. Pemberian dukungan terhadap petugas polisi hutan selaku Penyidik
Pegawai Negeri Sipil (PPNS) berkaitan dengan pengamanan hutan
4. Pemantauan dan antisipasi terhadap darnpak social yang timbul dari
Operasi Terpadu pemberantasan penebangan kayu secara illegal
5. Pengalokasian dana melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah untuk kegiatan Operasi Tim Terpadu
6. Pengoptimalisasian pemanfaatan dana bagi hasil yang bersumber dari
dana reboisasi untuk kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan dan kegiatan
penunjangnya
7. Antisipasi ketimpangan pasokan bahan baku kayu dan peredarannya
dengan mengembangkan mekanisme kerjasama antar daerah
Strategi Kebijakan Penanganan Illegal Logging di Wilayah Kalimantan
15
25. Sulaiman N. Sembiring, SH (Pembicara V)
Direktur IHSA-FLEGT SP (Institut Hukum Sumberdaya Alam) Jakarta
Topik : "Konsistensi Kebijakan dan Efektivitas Kelembagaan
Penanggulangan Illegal Logging: Pengalaman Indonesia dan
Kalimantan Timur"
Ringkasan Materi Pemaparan:
Illegal Logging dari perspektif sistem hukum sangat terkait dengan
kondisi 1).kebijakan dan regulasi, 2).kelembagaan dan aparatur dan
3).kultur masyarakat. Sistem hukum yang mengatur bidang kehutanan
saat ini sangat terkait dan juga dipengaruhi oleh sistem hukum di masa
lalu. Sistem hukum masa depan sangat ditentukan oleh sistem hukum
yang dimiliki atau yang dikembangkan saat ini.
Dalam menangani Illegal Logging, pemerintah telah mengeluarkan
berbagai Kebijakan antara lain:
1 UU No. 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan beserta turunannya dan UU
No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah dan turunannya.
1 Pemberantasan Kejahatan Hasil Hutan khususnya penebangan liar
(illegal logging), merupakan salah satu program prioritas Departemen
Kehutanan RI Tahun 2004-2009 cq. program prioritas Pemerintah
Republik Indonesia.
1 Inpres No. 4 Tahun 2005 Tentang Pemberantasan Penebangan Kayu
secara illegal di kawasan hutan dan peredarannya di seluruh wilayah RI
1 Penyusunan Standar Legalitas Kayu (SLK) dengan pendekatan multi-
pihak yang didukung oleh Departemen Kehutanan.
1 Permenhut P. 55 Tahun 2006 Tentang Penatausahaan Hasil Hutan
Yang Berasal Dari Hutan Negara, dan Permenhut No. P.51 Tahun 2006
Tentang Penggunaan Surat keterangan Asal Usul (SKAU) Untuk
pengangkutan Hasil Hutan Kayu Yang Berasal Dari Hutan Hak.
1 RUU Pemberantasan Pembalakan Liar (RUU Anti Illegal Logging),
yang sedang berjalan
1 Perubahan PP No. 34 Tahun 2002 Tentang Tata Hutan dan
Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan dan
Penggunaan Kawasan Hutan
1 Berbagai operasi penegakan hukum
Strategi Kebijakan Penanganan Illegal Logging di Wilayah Kalimantan
16
26. Aspek Penguatan Kelembagaan Dan Kapasitas Sumber Daya
Manusia merupakan Ujung Tombak Penegakan Hukum. Dalam kerangka
penegakan hukum, selain dari persoalan (1) penataan sistem hukum,
pemberian kepastian hutan masyarakat dan batas-batasnya, serta
penegasan legalitas dan illegalitas hasil hutan, maka aspek dasar yang
sangat penting adalah kelembagaan dan SDM penegakan hukum. Prof.
Taverne, salah seorang ahli hukum dari Inggris memberikan tamsil yang
perlu kita renungkan, katanya " Berikanlah aku polisi, jaksa dan hakim
yang baik. Walaupun dengan aturan yang buruk maka hasilnya akan baik."
Berdasarkan Pengumpulan data sekunder terkait illegal logging
melalui studi literatur atas laporan penelitian berbagai pihak, laporan
workshop/seminar dan menghadiri workshop/seminar/konfrensi, dan
Pengumpulan data primer melalui wawancara dan diskusi kelompok pada
acara launching EC-FLEGT SP di Jakarta, Jambi dan Pontianak-
Kalimantan Barat, yang selanjutnya dianalisis, responden
merekomendasikan dalam penanganan illegal logging diperlukan
penguatan kapasitas kelembagaan dan Sumberdaya Manusia Dengan
tujuan meningkatkan pemahaman dan kemampuan aparatur pemerintah
& berbagai pihak berkepentingan (seperti aparat kehutanan, penegak
hukum, pemerintah daerah, masyarakat sipil, perusahaan di sektor
kehutanan) menyangkut aspek-aspek pemberantasan penebangan liar di
kawasan hutan dan peredarannya (sesuai dengan Inpres No. 4 Tahun
2005).
Berikut berbagai Permasalahan yang dapat menimbulkan terjadinya
illegal Logging :
m Kurangnya pemahaman serta referensi tentang Kebijakan dan
Perundangan Kehutanan. Menyebabkan terjadinya tumpang tindih
berbagai kebijakan dan produk hukum kehutanan/sektor lain, terjadinya
multitafsir dari istilah dan isi dari kebijakan/peraturan perundangan itu
sendiri dan lemahnya dasar hukum dari dokumen gugatan yang telah
disiapkan.
m Kurangnya pemahaman materi dan substansi tentang hutan, tata
usaha kayu/Penata Usahaan Hasil Hutan, perlindungan dan konservasi
hutan serta hukum dan kebijakan kehutanan. Menyebabkan
multitafsir/multiinterpretasi dan gap pengetahuan, menciptakan ketidak
Strategi Kebijakan Penanganan Illegal Logging di Wilayah Kalimantan
17
27. harmonisan pendapat yang cendrung akan melemahkan
penegakan hukum dan vonis yang diberikan pada proses peradilan.
m Kurangnya kemampuan dalam menyiapkan berkas gugatan dan tidak
adanya pendampingan kasus (terkait erat dengan point (1) dan (2)).
Menyebabkan Kurangnya/bervariasinya tingkat kemampuan,
kurangnya rasa percaya diri, dan tidak terjadinya proses pembelajaran
dalam penanganan kasus.
m Belum terdokumentasinya data kejahatan hasil hutan, khususnya illegal
logging secara baik dan mudah diakses oleh pihak-pihak yang
berkepentingan. menyebabkan Proses pemantauan terhadap kasus-
kasus yang ada tidak berjalan dengan baik, belum dilakukan secara
bersama dan terintegrasi.
m Lemahnya koordinasi antar pihak dalam tim pemberantasan Illegal
Logging dan pihak- pihak yang bekerja dalam isu pemberantasan illegal
logging. Menyebabkan Hasil yang dicapai belum maksimal dan
terpadu.
m Kurangnya sarana dan prasarana penunjang operasi penegakan
hukum kehutanan. Menyebabkan Hasil yang dicapai tidak maksimal
dan Kegiatan/operasi terhambat Rendahnya Insentif dan disinsentif
(reward and punishment). Menyebabkan berkurangnya motivasi
penegak hukum kehutanan.
m Lambatnya tanggapan instansi terkait terhadap kasus kejahatan
kehutanan yang telah ditemukan dilapangan. Menyebabkan lambatnya
pengambilan tindakan terhadap proses-proses yang telah berjalan
dilapangan, menimbulkan praduga negatif akan lemahnya dukungan
atasan/instansi terkait terhadap prestasi kerja yang telah
dilakukan oleh staf lapangan/pihak-pihak terkait.
m Kurangnya jumlah PPNS Kehutanan yang aktif dan lambatnya
pengurusan perpanjangan Kartu Tanda Penyidik/Kartu Tanda Anggota
Penyidik. Menyebabkan berkurangnya motivasi penegak hukum
kehutanan dan sebagaipeluang terjadinya Kejahatan illegal logging
terbuka.
m Lemahnya peranserta/partisipasi masyarakat dalam upaya
pemberantasan illegal logging. Menyebabkan penegakan hukum
belum berjalan dengan efektif, maksimal dan perlu biaya yang besar,
lemahnya kepedulian masyarakat terhadap pengamanan
Strategi Kebijakan Penanganan Illegal Logging di Wilayah Kalimantan
18
28. hutan, keterlibatan oknum masyarakat dalam rantai kejahatan illegal
logging.
Alternatif penanganan illegal logging melalui pelaksanaan
Pelatihan sebagai program peningkatan kapasitas PPNS dan polhut, yang
antara lain: Pendokumentasian Data Kasus dan Arus Kayu serta
Keterampilan pembuatan database, Monitoring Hutan dan Perencanaan
Wilayah dengan Data Spasial, Refleksi dan Peningkatan Kapasitas
Penegak Hukum Kehutanan, Legalitas Kayu dan Monitoring Peredaran
Kayu, Partisipasi, Transparansi dan Akuntabilitas dalam Penegakan
Hukum Kehutanan, Pengaturan Pengelolaan Wilayah dan SDA/SDAH
yang Partisipatif, Transparan dan Akuntabel, Perspektif Negara dan
Agama dalam Pengelolaan dan Pemanfaatan Hutan, Alternatif
ekonomi/peningkatan ekonomi masyarakat melalui kegiatan non
eksploitatif, serta pemberian incentive and reward.
Pelaksanaan Kegiatan tersebut dilakukan oleh Pemerintah Pusat,
Pemerintah Daerah (bisa secara koordinatif), termasuk dengan
bekerjasama dengan lembaga donor.
Strategi Kebijakan Penanganan Illegal Logging di Wilayah Kalimantan
19
29. Ir. Sulistyo A. Siran, M.Sc (Pembicara VI)
Kepala Balai Litbang Kehutanan Kalimantan
Topik : "Kajian Illegal Logging di Wilayah Perbatasan Kalimantan
dan Prospek Rehabilitasi Hutan"
Ringkasan Materi Pemaparan:
Berdasarkan beberapa beberapa pengertian illegal loggging
(departemen Kehutanan, 2004; WWF-ITTO, 2004; Draft Perpu
Pemberantasan Tindak Pidana Penebangan Pohon Secara Tidak Sah,
2004; serta MoU Pemerintah Indonesia dengan United Kingdom, 2003,
dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa dimensi atau ruang lingkup illegal
logging meliputi semua praktek atau kegiatan kehutanan yang berkaitan
dengan pemanenan, pengolahan dan perdagangan kayu yang tidak
sesuai dengan hukum dan perundang-undangan. Illegal logging terjadi
dalam berbagai bentuk dan bukan hanya sekedar penebangan pohon di
hutan.
llegal logging sebagai sebuah praktek kejahatan kehutanan dapat
terjadi karena adanya kesempatan dan peluang. Illegal logging merupakan
manifestasi dari situasi struktural yang problematik pada sektor
kehutanan, termasuk kerangka kerja kebijakan dan peraturan, kebijakan
ekonomi dan keuangan, operasional industri kayu dan korupsi.
Modus illegal logging di berbagai tempat sangat beragam dan
sering berubah tergantung situasi dan kondisi antara lain: Modus wilayah
kerja illegal logging, Modus mendapatkan kayu secara murah tetapi
ilegal,Modus Melanggengkan Usaha illegal logging, serta Pola Aliran Kayu
Ilegal dan Illegal Trading
Kegiatan illegal logging melibatkan berbagai pihak dan dapat
dikelompokkan dalam beberapa kategori, mulai dari yang terlibat langsung
di lapangan sampai dengan yang ada di belakang layar, yang dibedakan
menjadi dua jenis pelaku, yaitu dilakukan oleh operator sah dan melibatkan
pencuri kayu. Klasifikasi pihak-pihak atau aktor yang terlibat dalam illegal
logging berdasarkan perannya dapat dikelompokkan sebagai berikut
(Adiwibowo, 2003): Buruh/Penebang, Pemodal, Penyedia sarana
angkutan, Pengaman Usaha yang meliputi penyedia dokumen, pengaman
dan resiko penangkapan (penegakan hukum), dan backing.
Strategi Kebijakan Penanganan Illegal Logging di Wilayah Kalimantan
20
30. Illegal logging secara umum berdampak terhadap aspek ekologis,
ekonomi dan sosial budaya. Dari sisi ekologis, dampak yang terjadi adalah
terjadinya degradasi hutan secara luas, kebakaran hutan dan lahan, lahan
kritis meningkat dari tahun ke tahun, dan menurunnya kualitas lingkungan
hidup. Dari sisi ekonomi, illegal logging menyebabkan harga kayu berada
dibawah harga pasar sehingga menyebabkan usaha kayu legal kesulitan
menjual bahan baku, revitalisasi industri tidak berjalan, pemasukan negara
hilang, kesejahteraan masyarakat semu.
Pola aliran kayu illegal logging dan illegal trading di Kalimantan
Timur dapat ditelusuri melalui berbagai pemberitaan media massa dalam
jangka waktu beberapa tahun, dan beberapa studi yang pernah dilakukan
oleh peneliti maupun investigasi oleh beberapa LSM di lapangan. Sumber
kayu hasil kegiatan ilegal tersebut dapat berasal dari wilayah taman
nasional, cagar alam, hutan lindung, dan wilayah eks HPH. Kondisi sumber
daya hutan pasca illegal logging di manapun selalu mengalami kerusakan
ekologi yang sangat parah. Rentetan bencana alam yang terjadi kemudian
biasanya tidak hanya dirasakan oleh masyarakat di sekitar hutan saja,
namun juga dirasakan oleh masyarakat luas, masyarakat sekitar hutan
mengalami perubahan kultural akibat praktek illegal logging yang tidak
mengindahkan kearifan lokal dan hanya mementingkan keuntungan
finansial semata. Berkaca dari dua hal tersebut diatas yang patut kita
renungkan adalah : "bagaimana memulihkan kondisi hutan dan lahan yang
telah rusak pasca illegal logging?"
Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) adalah suatu upaya strategis
pembangunan nasional dalam rangka memulihkan, mempertahankan dan
meningkatkan fungsi hutan dan lahan sehingga daya dukung,
produktivitas, dan peranannya dalam mendukung sistem penyangga
kehidupan manusia tetap terjaga.
Sebelum menyusun strategi untuk rehabilitasi hutan dan lahan,
maka langkah yang perlu dilakukan adalah identifikasi dampak pasca
illegal logging di suatu wilayah. Hasil inventarisasi dampak illegal logging
yang dilakukan oleh Ditjen RLPS Departemen Kehutanan menemukan
kerusakan hutan yang hebat dan marginalisasi masyarakat desa hutan
atas pemanfaatan sumber daya hutan tersebut. Selanjutnya temuan
penting dari kegiatan inventarisasi dampak pasca illegal logging yang
diperoleh di lapangan adalah sebagai berikut (Wibowo, 2006) :
Strategi Kebijakan Penanganan Illegal Logging di Wilayah Kalimantan
21
31. a. Terdapat dualisme hukum antara hukum negara dan hukum adat di
lapangan yang menyebabkan ketidakjelasan status kepemilikan lahan
yang akan dijadikan sebagai sasaran unit manajemen program RHL
b. Adanya diversitas sosial budaya masyarakat yang menyebabkan
kekurangberhasilan program RHL sehingga mengakibatkan program
tidak sesuai yang diharapkan.
c. Adanya ketidakjelasan manfaat hasil secara ekonomi yang diperoleh
masyarakat.
d. Kerusakan kawasan hutan dan degradasi lahan yang tidak sebanding
dengan kemampuan program RHL.
e. Luasnya dimensi serta kepentingan sumberdaya hutan mengharuskan
program RHL bersifat lintas wilayah dan sektoral.
f. Pemetaan dan inventarisasi dampak seperti tersebut di atas sangat
penting dilakukan sebelum menyusun strategi rehabilitasi hutan dan
lahan. Dengan mempertimbangkan berbagai kendala dan temuan
dampak illegal logging tersebut di atas, maka konsep rehabilitasi hutan
dan lahan yang dapat diterapkan adalah sebagai berikut:
F Adaptif terhadap sistem ekologi wilayah, sesuai dengan sifat tanah
dan klimatologi kawasan dan menggunakan jenis-jenis andalan
setempat agar tingkat keberhasilan tanaman dapat lebih terjamin.
F Menggunakan konsep agroforestry dimana pola pemanfaatan
kawasan hutan dan lahan dengan menanam jenis tanaman kayu,
non kayu, serta jenis multipurpose tree species, termasuk budidaya
aneka usaha kehutanan (rotan, karet, bambu, gaharu, jelutung,
tanaman obat, dll) dalam satu kawasan. Konsep diversifikasi
tanaman akan sesuai jika diterapkan di lahan masyarakat sekitar
hutan yang mengalami kerusakan ekologi sehingga membutuhkan
lapangan kerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
F Partisipasi masyarakat mutlak diperlukan mengingat rangkaian
kegiatan rehabilitasi hutan membutuhkan waktu yang panjang,
biaya, serta padat karya. Keberhasilan partisipasi ini sangat
tergantung dari cara pendekatan dan peran aktif petugas kehutanan
dalam mendampingi, memberikan penyuluhan, pembinaan dan
pelatihan secara intensif di semua tahap kegiatan rehabilitasi hutan
dan lahan kepada masyarakat.
Strategi Kebijakan Penanganan Illegal Logging di Wilayah Kalimantan
22
32. F Berbasis sistem sosial budaya masyarakat. Pemahaman akan
sistem tata nilai, norma, adat istiadat maupun hukum adat yang
berkaitan dengan sistem pengelolaan hutan yang ada di masyarakat
sangat perlu diketahui agar program yang direncanakan tepat
sasaran dan sesuai dengan budaya masyarakat lokal.
F Menciptakan enterpreunership bagi masyarakat guna membangun
kemandirian dengan tumbuhnya jiwa dan semangat kewirausahaan.
Secara langsung maupun tak langsung, upaya pengembangan
komoditas berbasis sumber daya hutan yang bernilai ekonomi tinggi
bagi pemenuhan kepentingan komersil merupakan sebuah proses
menuju berkembangnya nilai-nilai kewirausahaan. Dengan
demikian di masyarakat akan tercipta kreativitas berusaha dan tidak
tergantung kepada pihak lain.
F Kelembagaan partisipatif dari masyarakat harus dibentuk karena
dapat menjadi mitra utama dan lembaga pelaksana lapangan yang
bertugas melakukan kontrol dan monitoring dari program yang
dijalankan.
F Mengintegrasikan program rehabilitasi hutan dengan pasar,
sehingga dituntut untuk produktif dan berorientasi pasar.
Rehabilitasi hutan dan lahan dipastikan akan mencapai hasil yang
optimal apabila selalu berorientasikan pada kepentingan dan
kebutuhan pasar. Dengan kata lain, jenis tanaman unggulan yang
dijadikan tanaman pokok harus bernilai ekonomi tinggi dengan pasar
yang jelas, agar dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai salah
satu sumber penghasilan.
Rehabilitasi hutan dan lahan dalam tahap implementasi
hendaknya didukung dengan gerakan moral di berbagai tingkatan, baik
nasional, regional, maupun lokal untuk menciptakan kesadaran akan
pentingnya program rehabilitasi hutan dan lahan. Kesadaran akan
ancaman bencana lingkungan yang tengah mengintai masyarakat dan
bangsa akibat kerusakan hutan yang parah harus ditindaklanjuti dengan
aksi-aksi yang mampu membangkitkan kesadaran kolektif dan dukungan
dari seluruh stakeholder serta memihak kepentingan masyarakat luas.
Sejalan dengan hal tersebut maka untuk menjamin keberhasilan
implementasinya, prinsip-prinsip dibawah ini harus menjadi landasan
dalam pelaksanaan rehabilitasi hutan dan lahan yaitu:
Strategi Kebijakan Penanganan Illegal Logging di Wilayah Kalimantan
23
33. p Merupakan program berkelanjutan, tidak hanya 2 tahun atau beberapa
tahun saja, dan bukan program yang bersifat keproyekan saja.
p Bersifat bottom up dan partisipatif serta melibatkan seluruh stakeholder
terkait secara komprehensif, dimulai sejak tahap desain kegiatan,
pemilihan jenis tanaman yang sesuai dengan ekologi setempat,
pemeliharaan tanaman, pemanenan, hingga pemasaran hasil yang
jelas.
p Dapat memberikan manfaat bagi masyarakat secara luas, baik secara
langsung maupun tak langsung, mulai dari aktivitas penyiapan lahan,
penanaman, pemeliharaan hingga pemanenan.
p Sumber pendanaan tidak hanya dari DR saja, tetapi hendaknya
melibatkan berbagai skema pendanaan yang memungkinkan dan
bersifat jangka panjang.
p Terdapat kejelasan lokasi kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan serta
status kawasannya. Hal ini sangat penting dalam kaitan dengan
mekanisme pemberian insentif dan mencegah terjadinya konflik.
p Pelaksanaan kegiatan harus bersifat terbuka, partisipatif, dan
akuntabel.
Strategi Kebijakan Penanganan Illegal Logging di Wilayah Kalimantan
24
34. Syarifudin, SP (Pembicara VII)
Direktur Eksekutif WALHI Kalimantan Timur
Topik : "Pelibatan Masyarakat" Faktor Penting Penanggulangan
Illegal Logging
Ringkasan Materi Pemaparan:
Illegal logging secara praktek antara era 70-an dan era saat ini
hampir tidak terdapat perbedaan, akan tetapi yang membedakan praktek
jaman dulu dan sekarang adalah bahwa praktek illegal logging saat ini jauh
lebih terorganisir dimana kerjasama antar pihak dapat terjadi dan
menimbulkan dampak negatif yang cukup besar menyangkut luas
kerusakan kawasan maupun tingkat kerugian ekonomi.
Setelah mendapatkan sorotan tajam baik dari dalam maupun luar
negeri, pemerintah mulai melakukan proses penanggulangan, adapun
cara cara yang digunakan diantaranya, 1. melakukan Operasi, dalam
merespon maraknya praktek illegal logging maka pemerintah membentuk
tim, tim ini bisa gabungan yang terdiri dari banyak instansi maupun hanya
terdiri dari satu instansi. Namun dari semua bentuk operasi yang
dilakukan, yang cukup dikenal adalah operasi Wanalaga, operasi ini konon
katanya mampu melakukan penangkapan terhadap cukong kelas kakap
dan menyelamatkan ribuan kubik kayu yang berpotensi menimbulkan
kerugian Negara serta menurunkan intensitas illegal logging. Karena
kuatnya keyakinan bahwa operasi ini berhasil sehingga gubernur kaltim,
Suwarna Abdul Fatah dengan mantap mengatakan bahwa " illegal logging
di Kalimantan timur dapat diberantas tuntas dalam waktu hanya dua bulan
asalkan semua kekuatan militer di kaltim, baik di darat, di laut maupun
udara dikerahkan dengan kekuatan penuh untuk bahu membahu bekerja
sama dengan pemprov" (Tribun kaltim, 10 Feb,2004). 2, Penegakkan
Hukum, selain melakukan operasi, aparat juga melakukan proses hukum
terhadap orang yang disinyalir maupun diyakini sebagai pelaku illegal
logging, tidak ada data yang kami peroleh terkait berapa banyak sudah
pelaku yang diseret ke pengadilan dan mendapatkan keputusan hukuman.
3, RUU Illegal Logging, selain dua hal di atas pemerintah juga saat ini
Strategi Kebijakan Penanganan Illegal Logging di Wilayah Kalimantan
25
35. sedang membuat rancangan UU Pemberantasan Tindak Pidana
Penebangan Pohon di dalam Hutan secara Illegal.
Efektifkah Cara cara ini?
Untuk melakukan penilaian apakah cara yang telah ditempuh
pemerintah dalam penanggulangan illegal logging saat ini cukup efektif
atau tidak, bagaimana operasi Wanalaga itu, Pertama, jika kita lihat dari
kebutuhan sesaat, bisa saja kita katakan bahwa operasi ini berhasil
dengan melihat beberapa indikator misalnya, ada pelaku yang tertangkap,
ada barang (kayu) yang bisa diselamatkan termasuk alat berat yang bisa
jadi barang bukti di pengadilan, illegal logging "berhenti". Namun jika kita
telaah lebih jauh, siapa pelaku yang tertangkap itu? Apakah hanya orang
suruhan ataukah cukong? Siapa yang bisa menjawab ini? namun yang
pasti bahwa pelaku yang terjaring adalah kebanyakan orang suruhan
(bukan cukong) dan sangat sulit menangkap cukong, ini menunjukkan
ketidak berdayaan aparat keamanan dalam mengungkap sindikat/jaringan
pelaku illegal logging, tidak sebagaimana kita melihat kehebatan aparat
dalam mengungkap sindikat/jaringan teroris (Bom Bali). Kedua,
pernyataan gubernur Kaltim bisa ada benarnya jika operasi itu dilakukan
setiap saat, tapi mungkinkah itu dilakukan mengingat biaya yang
dibutuhkan untuk ini sangatlah besar? Bukankah biaya operasi ini yang
sering dikeluhkan karena jumlahnya yang cukup besar? Belum lagi
pelaksanaan operasi yang sering bocor sehingga pelaku tiarap saat
operasi dilakukan. Bagaimana proses hukum, tidak adanya vonis
hukuman yang dapat menimbulkan efek jera dan tidak terungkapnya otak
pelaku illegal logging menimbulkan sikap yang pesimis dari banyak pihak,
RUU illegal logging yang saat ini sedang digodok akan menjadi macan
ompong jika system hukum kita masih seperti saat ini dimana keputusan
hukum lebih dipengaruhi oleh politik dan perkawanan serta balas jasa.
Adakah Alternatif lain untuk penanggulangan illegal logging?
Jika ingin penanggulangan illegal logging yang efektif dan efisien
maka bisa dicoba dengan melibatkan masyarakat terutama masyarakat
sekitar hutan, hal ini didasari dengan pemikiran bahwa masyarakat itulah
yang paling dekat dengan hutan dimana sumber kayu berada sehingga
pengawasan yang efektif dan murah adalah dengan melibatkan
masyarakat itu sebagai pelaku utama.
Strategi Kebijakan Penanganan Illegal Logging di Wilayah Kalimantan
26
36. Bagaimana melibatkan masyarakat?
Ada tiga hal/isu penting yang harus didorong ketika ingin
melibatkan masyarakat. Pertama, bagaimana meningkatkan kapasitas
masyarakat agar bisa terlibat langsung dan menjadi aktor utama
penanggulangan illegal logging, peningkatan kapasitas ini menyangkut
bagaimana seharusnya terlibat (peran), pemahanan tentang illegal
logging. Peningkatan kapasitas ini bisa didorong oleh pemerintah melalui
Dishut maupun LSM, kedua, bagaimana membangun mekanisme
keterlibatan masyarakat, selama ini sering masyarakat bertanya, ketika
kami mengetahui ada illegal logging kemana kami harus mengadu dan
mendapatkan jaminan bahwa pengaduan itu akan ditindaklanjuti dan tidak
diendapkan dan tidak untuk menjadi alat tawar menawar oleh pihak
tertentu. Ketiga, bagaimana kompensasi bagi masyatakat (insentif), ini
penting karena banyak masyarakat yang akhirnya terlibat karena tergiur
oleh iming- iming para cukong, dengan adanya insentif maka masyarakat
tentu memiliki benteng yang cukup untuk menolak ajakan cukong. Insentif
ini tidak harus berupa uang akan tetapi bisa pemberian kawasan kelola
masyarakat okeh pemerintah, karena banyak diskusi yang memunculkan
pandangan bahwa ketidakpastian kawasan kelola masyarakat inilah yang
memicu adanya keterlibatan masyarakat dalam illegal logging karena
masyarakat beranggapan menjaga hutan saat ini sepertinya percuma
karena besok atau lusa akan ada orang yang datang untuk mengambilnya
dengan hanya membawa selembar surat dari pemerintah.
Strategi Kebijakan Penanganan Illegal Logging di Wilayah Kalimantan
27
37. Kristanto Adi Wibowo, S.Hut,MP (Pembicara VIII)
Peneliti Balai Litbang Kehutanan Kalimantan
Topik : "Peranan Sistem Informasi Pelacak Kasus Kejahatan
Kehutanan Dalam Penanggulangan Illegal Logging"
Ringkasan Materi Pemaparan:
Permasalahan illegal logging masih menjadi topik hangat sampai
saat ini seiring dengan gencarnya operasi pengamanan terpadu dalam
memberantas illegal logging yang dilakukan oleh Departemen Kehutanan,
Polri dan aparat terkait. Penanganan kejahatan kehutanan pencurian kayu
atau illegal logging menghadapi kendala yang sangat berat karena
kompleksitas permasalahan dan adanya keterlibatan berbagai pihak.
Melihat pada keterlibatan berbagai pihak dengan jalinan kerjasama yang
saling menguntungkan tersebut, maka dapat dikatakan bahwa kejahatan
kehutanan, terutama pencurian kayu telah sampai pada tingkatan
"kejahatan terorganisasi".
Melihat kompleksitas permasalahan dan berkaca pada operasi
yustisi yang telah banyak dilakukan selama ini terbukti tidak efektif dalam
menanggulanginya, maka kejahatan kehutanan harus ditangani dari
setiap sudut yang mungkin, dengan berbagai pendekatan yang mungkin,
dan harus ditangani secara bersama-sama oleh berbagai pihak.
Alternatifnya adalah penanggulangan yang sistemik, multidimensional,
sinergis dan simultan. Dengan demikian maka koordinasi dan kerjasama
berbagai pihak sangat perlu untuk dibangun.
Sistem Informasi Pelacakan Kasus-Kasus Illegal Logging dan
Tindak Kejahatan Kehutanan menempati posisi penting karena
diharapkan fungsinya sebagai basis informasi legal dan penentu tindakan
pencegahan dan pemberantasan tindak kejahatan kehutanan tersebut. Di
samping itu, database dalam sistem informasi tersebut juga dapat
digunakan sebagai basis pelayanan informasi publik dan pengetahuan
empirik guna menetapkan tindakan pendukung seperti kampanye,
peningkatan kapasitas SDM aparat, dan penyuluhan bagi masyarakat.
Sampai saat ini informasi kejahatan kehutanan belum dapat
dimanfaatkan secara luas untuk kepentingan peningkatan kapasitas
Strategi Kebijakan Penanganan Illegal Logging di Wilayah Kalimantan
28
38. publik, baik melalui kampanye, pendidikan/pelatihan, maupun
penggalangan kekuatan-kekuatan sosial untuk pengawalan kasus yustisi
maupun aktivitas lain dalam rangka gerakan anti illegal logging. Hal
tersebut diakibatkan oleh karena informasi kasus-kasus illegal logging dan
kejahatan kehutanan lainnya banyak dipunyai oleh berbagai institusi baik
pemerintah maupun non pemerintah, tetapi sangat sedikit, bahkan dapat
dikatakan belum ada usaha untuk menjadikannya sebagai suatu jaringan
sistem informasi yang terintegrasi. Sebenarnya jika program monitoring
sudah dapat berjalan dengan baik, pemanfaatannya dapat mencakup
kegiatan pelacakan kasus-kasus atau case tracking, yang sangat
diperlukan untuk membangun akuntabilitas publik dan sekaligus memacu
kesadaran hukum di kalangan masyarakat.
Manfaat yang dapat diharapkan dari pengembangan aplikasi
sistem database pelacakan kasus-kasus illegal logging adalah
terbangunnya mekanisme investigasi yang lebih baik, pengelolaan data
dan informasi yang efektif dan efisien, serta terbentuknya jalinan
koordinasi dan komunikasi intensif diantara berbagai pihak melalui proses
updating dan pertukaran data dan informasi.
Grandalsky (2002) telah mengembangkan program monitoring dan
pelaporan kejahatan kehutanan yang dinamakan Forest Law Enforcement
Information Management System (FLEIMS), yang meliputi monitoring
terstruktur dan program pengawasan untuk proses yang sistematis dalam
pelaporan, pencatatan, penelusuran, dan pengelolaan data kejahatan
kehutanan dari awal kasus sampai penyelesaian akhir. Dalam konsep ini,
entitas-entitas yang terlibat dalam FLEIMS terdiri dari LSM, pemerintah
pusat, pemerintah daerah, polisi, TNI Angkatan Laut, dan para pemegang
HPH/HTI. Kelembagaan sistem informasi direkomendasikan untuk
disusun di tingkat pemerintah pusat dan daerah dan merupakan organisasi
yang independen untuk mengelola sistem dan personal.
Pendekatan yang digunakan dalam pengembangan database ini
adalah Sistem Analisis dan Desain. Dasar dari pendekatan tersebut
adalah "System Development Life Cycle" yang merupakan langkah-
langkah sistematis untuk mengembangkan suatu database dan sistem
informasi. Implementasi sistem informasi menggunakan gabungan antara
metode offline dan online untuk pengumpulan data dari berbagai taman
nasional, mengingat ketersediaan sarana teknologi informasi di berbagai
daerah di Indonesia yang belum merata.
Strategi Kebijakan Penanganan Illegal Logging di Wilayah Kalimantan
29
39. Dari diagram tersebut dapat dicermati bahwa informasi lapangan
secara formal belum dapat dimasukkan ke dalam database secara
langsung, karena tergantung pada kebijakan dari pengambil keputusan.
Data dan informasi tersebut digunakan untuk tindakan pencegahan dan
represi, baru kemudian hasilnya dapat dimasukkan ke dalam database.
Hal ini dapat menimbulkan kesenjangan informasi karena hasil investigasi
tidak terekam dengan utuh sehingga sulit untuk diukur tingkat keberhasilan
penanganannya. Selain itu, pengambil kebijakan akan mengalami
kelebihan beban informasi yang harus dipikirkan dan ditangani.
Aliran data non formal yang biasanya dilakukan oleh pihak LSM
biasanya dapat langsung mengalir masuk ke dalam database, dengan
catatan bahwa database yang digunakan tersebut merupakan database
yang dimiliki oleh pihak LSM sendiri yang digunakan untuk tujuan dan
kepentingan mereka sendiri. Untuk mengatasi hal tersebut, maka kita
harus bisa mendorong keadaan tersebut di atas agar menjadi seperti
gambar diagram di bawah ini.
Semua laporan baik formal dan informal setelah melalui tahapan
analisis langsung mengalir ke dalam database. Disini informasi disimpan,
diolah, difilter dan dapat disajikan untuk berbagai kepentingan. Pekerjaan
pengambil kebijakan akan lebih ringan karena semua sudah dibantu dan
ditangani oleh bagian pengelola data dan informasi.
Aplikasi database apapun dan dimanapun membutuhkan
prakondisi dan prinsip-prinsip yang diharapkan mampu menjamin
keberhasilan implementasinya. Terdapat 4 (empat) prinsip utama yang
selalu dimiliki oleh setiap aplikasi database, diantaranya adalah : a)
adanya aliran data dan informasi, b) adanya pengelola data dan informasi,
c) pengambilan keputusan dan atau kebijakan berdasarkan data dan
informasi tersebut, serta d) distribusi data dan informasi kepada pihak yang
membutuhkan. Keempat prinsip tersebut akan mendasari prinsip-prinsip
implementasi database pelacakan kasus illegal logging dan tindak
kejahatan kehutanan.
Sebagai titik awal bagi terpenuhinya data dan informasi ke dalam
database, maka keahlian dan ketrampilan Polisi Kehutanan dan PPNS
sangat diperlukan. Hal ini dapat diciptakan melalui berbagai pelatihan bagi
Polisi Kehutanan dan PPNS yang dapat mendukung keberhasilan
kegiatan investigasi dan penyidikan sehingga kasus-kasus di lapangan
dapat memenuhi persyaratan hukum untuk diproses lebih lanjut.
Strategi Kebijakan Penanganan Illegal Logging di Wilayah Kalimantan
30
40. Selanjutnya analisis data dan pelaporan bagaimanapun sangat
penting diketahui oleh para operator database dalam sistem informasi ini,
karena merekalah yang bertugas mengelola dan mempersiapkan data
bagi pengambil kebijakan. Walaupun demikian, tugas untuk analisis data
dan laporan sebenarnya merupakan kewenangan dan kebijaksanaan dari
Kepala UPT (Kepala Balai). Distribusi data dan informasi serta pelaporan
kepada pihak-pihak terkait juga bergantung pada kebijaksanaan Kepala
UPT maupun Pimpinan PHKA Pusat. Apabila para pengambil keputusan
tersebut selalu beranjak pada data dan informasi dalam setiap
pengambilan keputusan maupun untuk kepentingan akuntabilitas publik,
maka kebutuhan untuk menggunakan database dan sistem informasi ini
pasti akan sangat besar. Demikian pula sebaliknya.
Sistem informasi pelacakan kasus kejahatan kehutanan secara
sederhana dapat digambarkan dalam diagram seperti di bawah ini, dengan
asumsi bahwa jalinan kordinasi dan pertukaran data dan informasi telah
dapat berjalan dengan baik dan lancar diantara berbagai stakeholder
terkait. Database terdapat di semua UPT PHKA, dan di PHKA Pusat
terdapat database yang menjadi pusat pengumpulan semua data dari
berbagai UPT PHKA tersebut. UPT PHKA harus menjalin kordinasi dan
kerjasama yang erat dengan berbagai stakeholder terkait untuk
pemenuhan kebutuhan data dan informasi kasus-kasus kejahatan
kehutanan yang terjadi di wilayahnya.
Prinsip awal yang mendasari berjalannya sistem informasi
penanganan illegal logging adalah Aliran Data dan Informasi dimana
dituntut tersedianya data dan informasi. Banyak pihak memandang bahwa
ketersediaan data dapat terjadi dengan sendirinya melalui mekanisme
yang sudah ada. Dalam mendukung pengumpulan data, perlu kebijakan
untuk pelaporan kasus illegal logging. Kebijakan ini harus menyentuh
siapa yang harus melakukan pengolahan awal, dan selanjutnya
menyiapkannya dalam basis data yang memadai.
Di tingkat UPT PHKA, tugas pengumpulan data dan informasi
terkait kasus-kasus kejahatan kehutanan dilakukan oleh Polhut dan PPNS
Kehutanan. Apakah mereka sudah cakap dalam melakukan tugas
tersebut? Apakah Polhut di lapangan sudah berani menangkap pelanggar
hukum, dan PPNS sudah berani menyidik kasusnya secara langsung? Hal
ini mengingat tekanan yang dihadapi di lapangan sangat berat, terutama
Strategi Kebijakan Penanganan Illegal Logging di Wilayah Kalimantan
31
41. pada kasus-kasus illegal logging. Ketersediaan data dan informasi sangat
penting karena merupakan awal bagi penggunaan database ini.
Pertanyaan selanjutnya adalah: "Mana yang lebih baik: kita tidak punya
data sama sekali atau kita mempunyai data tetapi tidak dapat
menggunakannya?"
Beberapa kendala dalam implementasi database, diantaranya
adalah:
b Penggunaan Database dan Sistem informasi lebih dipandang sebagai
"academic exercise".
b Sistem manajemen data dan informasi (di tingkat UPT maupun di
Pusat) masih sangat lemah, sehingga informasi tetap terpencar, tidak
sistematik, dan tidak dapat termanfaatkan secara efektif.
b Belum ada kejelasan tentang siapa yang harus mengelola pusat data
dan informasi dan siapa yang menentukan tingkat pemanfaatan
informasi, baik sebagai bahan tindakan represi maupun sebagai bahan
penyusunan langkah-langkah pencegahan illegal logging dan tindak
kejahatan kehutanan lainnya.
b Di UPT yang belum mempunyai PPNS, atau telah mempunyai PPNS
tetapi belum melakukan penyidikan sendiri terhadap kasus-kasus yang
terjadi di wilayahnya, untuk memperoleh data dan informasi kasus-
kasus kejahatan kehutanan yang telah ditangani oleh pihak berwajib
maupun pengadilan, seringkali membutuhkan biaya yang tidak sedikit.
Begitu banyak kendala yang dihadapi untuk mewujudkan sistem
informasi penanganan illegal logging ini. Bagaimana kita harus
membenahi kekurangan dan mengatasi kendala-kendala tersebut? Dari
sisi internal UPT, beberapa hal yang perlu untuk dibenahi antara lain:
b Keberanian dan komitmen PPNS Kehutanan untuk menyidik kasus-
kasus yang terjadi di wilayah kerjanya.
b Peningkatan kualitas SDM pengelola data dan informasi melalui
berbagai pelatihan dan penyegaran dalam hal: teknik investigasi,
pengetahuan tentang proses hukum, pengoperasian dan perawatan
database, pengoperasian komputer dll.
b Operator database diupayakan tetap, tidak berganti-ganti, dan ditunjuk
secara langsung oleh minimal pimpinan UPT.
b Operator database harus dilengkapi dengan Surat Keputusan atau
Surat Perintah Tugas yang menjadi dasar dalam melaksanakan tugas
Strategi Kebijakan Penanganan Illegal Logging di Wilayah Kalimantan
32
42. dan tanggung jawabnya dalam pengelolaan data dan informasi dalam
database.
b Pengelolaan database harus dapat menjadi salah satu poin dalam
penilaian angka kredit bagi operator.
b Perlunya komitmen di antara para pimpinan UPT PHKA untuk
menggunakan database ini guna mendukung analisis dan pengawalan
kasus-kasus illegal logging dan tindak kejahatan kehutanan lainnya.
b Perlunya disusun standardisasi data dan informasi untuk pelaporan
kasus kejahatan kehutanan dari UPT ke Pusat.
b Pembenahan perangkat keras komputer di tingkat UPT maupun di
Pusat agar dapat memenuhi persyaratan teknis pengoperasian
database.
Sedangkan untuk mengurangi kendala-kendala eksternal, yang
dapat diupayakan antara lain:
b Sosialisasi pentingnya penggunaan database kepada stakeholder
terkait untuk mendukung keberhasilan sistem informasi penanganan
dan monitoring kasus-kasus kejahatan kehutanan.
b Kerjasama dan koordinasi nyata dalam penanganan dan monitoring
kasus kejahatan kehutanan antara pihak UPT dengan Pusat maupun
stakeholder terkait (Kepolisian, Kejaksaan dan Pengadilan).
Strategi Kebijakan Penanganan Illegal Logging di Wilayah Kalimantan
33
43. INTISARI SESSI DISKUSI
Pada sessi diskusi interaktif dan tanya jawab beragam pertanyaan
yang di kemukakan selama acara seminar ini berlangsung terutama
mengenai terjadinya Illegal Logging yang justru marak terjadi di daerah
perbatasan antara kedua negara yaitu negara Indonesia dengan Malaysia
yang kondisi daerah dan geografis perbatasan tersebut sangat susah
untuk dijangkau baik melalui darat, sungai dan udara sehingga
mempersulit aparat penegak hukum atau pengawas untuk melakukan
pengawasan terhadap area hutan yang di miliki Indonesia dan yang lebih
mengejutkan lagi bahwa patok perbatasan yang ada di wilayah perbatasan
telah bergeser 5 km setiap tahun, dapat dibayangkan berapa jumlah
kerugian negara yang disebabkan dengan kejadian tersebut terutama
rusaknya lingkungan dan habitat hutan beserta isinya karena Illegal
Logging, untuk bagaimanakah untuk menyelamatkan dan melindungi
daerah perbatasan kita yang kaya dengan sumber daya alam yang
melimpah?
Disamping itu juga masih kurangnya jumlah sumber daya manusia
didalam melakukan pengawasan dengan baik dan juga kurang di dukung
dengan sumber dana untuk melaksanakan pengawasan didaerah yang
tidak terjangkau dengan transportasi darat atau sungai yang notabene
negara tetangga didalam melakukan kegiatan Illegal Logging didukung
dengan fasilitas transportasi yang lebih maju. Selain itu juga masih
terjadinya kegiatan Illegal Logging karena adanya oknum-oknum aparat
atau penegak hukum yang nakal dengan melakukan pungutan liar (pungli),
membeking atau melindungi cukong-cukong kayu serta memberikan
kemudahan dalam membuat surat perijinan agar dapat berjalan dengan
lancar dengan imbalan yang menggiurkan meskipun menyalahi
wewenang. Menyangkut masalah oknum aparat atau penegak hukum
yang nakal.
Menyikapi pertanyaan tersebut, Kapolda dengan sangat serius
sekali, hal ini disebabkan karena oknum aparat atau penegak hukum
tersebut bisa mencoreng instansi atau lembaga dimana oknum tersebut
bekerja dan yang lebih parahnya lagi dapat membuat masyarakat umum
baik yang disekitar kawasan hutan tempat terjadinya illegal logging tidak
Strategi Kebijakan Penanganan Illegal Logging di Wilayah Kalimantan
34
44. mempercayai lagi dengan adanya hukum dan penegakan hukum
mengenai kegiatan Illegal logging ini. Dan masalah sumber daya manusia,
menurut Kapolda jumlah personil dari kepolisian sudah mencukupi tetapi
didalam penyebarannya masih belum merata di setiap daerah
diperbatasan dan juga mengenai sumber dana yang kurang memadai
untuk dapat melakukan pengawasan di daerah yang rawan akan Illegal
Logging yang hal ini disebakan karena cost yang sangat besar untuk dapat
melakukan patroli dikarenakan letaknya yang jauh dan susah untuk
dijangkau dan hanya dapat dilewati oleh helikopter atau pesawat sehingga
membutuhkan cost yang besar oleh karena itu setiap ada kegiatan illegal
logging di daerah perbatasan selalu terlambat untuk mengamankan
daerah tersebut karena para pelaku menggunakan helikopter untuk
mengangkut kayu dari hasil illegal logging tersebut.
Tidak hanya masalah sumber daya manusia saja ada beberapa
pertanyaan yang yang mengenai tentang kepastian hukum mengenai
illegal logging juga banyak yang mempertanyakan karena selam ini
kepastian hukum sangat mempengaruhi untuk aparat penegak hukum dan
penegak hukum dalam melakukan atau menangkap para pelaku illegal
logging karena dengan adanya kepastian hukum tersebut maka dapat
menjadi dasar atau payung hukum didalam memberantas kegiatan llegal
logging, untuk itu dari pihak kejaksaan memberikan pernyataan bahwa
Pemberantasan illegal logging telah dilakukan sejak tahun 1980-an secara
lintas sektoral yakni dengan dibentuknya Tim koordinasi Kehutanan
(KTM). Euphoria dan goodwill pemberantasan illegal logging mencapai
puncaknya pada pemerintahan SBY - JK yang sangat mendukung bahkan
menjadikan prioritas utama setelah pemberantasan tindak pidana korupsi,
namun demikian laju kerusakan hutan masih sangat memprihatinkan yang
menandakan bahwa kegiatan illegal logging masih marak berlangsung.
Memperhatikan modus operandi terjadinya illegal logging antara lain
penyalahgunaan kewenangan dan mempunyai dampak terhadap
perekonomian yakni menimbulkan kerugian besar bagi penerimaan
negara dari sumber daya alam sektor kehutanan maka dapatkah
penebangan kayu di kawasan hutan yang tidak didasari oleh korupsi.
Dalam pengertian illegal logging menurut INPRES Nomor 4 Tahun
2005 adalah kegiatan yang meliputi dari perolehan perijinan, pemungutan
hasil hutan, pengangkutan dan penjualannya yang dilakukan secara tidak
Strategi Kebijakan Penanganan Illegal Logging di Wilayah Kalimantan
35
45. sah atau tanpa melalui prosedur sebagaimana yang ditetapkan dalam
peraturan perundang-undangan di bidang kehutanan yang berlaku.
Dalam prosedur penerbitan izin pemanfaatan kayu (IPK) baik itu
yang berdasarkan ketentuan yang lama atau yang baru maka hal yang
penting baik pemohon maupun aparat dinas kehutanan secara pasti harus
mengetahui tata batas areal IPK dan batas blok tebangannya. Kepala
dinas kehutanan propinsi melakukan pengendalian atas pelaksanaan IPK
yang diterbitkan oleh Gubernur dan kepala dinas kehutanan
kabupaten/kota melakukan pengendalian atas pelaksanaan IPK yang
diterbitkan oleh Bupati/Walikota, Logikanya, bilamana penerbitan dan
pengawasan pengendalian sesuai dengan prosedur maka tidak akan
terjadi penebangan diluar IPK atau di areal yang tidak ada ijinnya (illegal).
Pemerintah C.q Presiden RI telah menerbitkan Inpres No.4 Tahun 2005
tentang Pemberantasan Penebangan Kayu Secara Ilegal di Kawasan
Hutan dan Peredarannya di Seluruh Indonesia, yang didalamnya
menginstruksikan kepada 12 menteri, Jaksa Agung RI, Kapolri, Panglima
TNI, Kepala BIN, Para Gubernur dan para BupatilWalikota untuk
melakukan percepatan pemberantasan penebangan kayu secara illegal di
kawasan hutan dan peredarannya di seluruh wilayah Republik Indonesia.
Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2005 ini dapat dikatakan sebagai " Top
Political Will " dari Pemerintah sehingga harus didukung dan dilaksanakan
maksimal secara lintas sektoral.
Untuk itu Jaksa Agung RI menindak lanjuti dan mengkaji Inpres
No.4 Tahun 2005 tanggal 18 Maret 2005 tersebut yakni dengan
mengeluarkan Surat Edaran Nomor 001/A/001/A/JA/06/2005 tanggal 29
Juni 2005 kepada Kepala Kejaksaan Tinggi dan Kepala Kejaksaan Negeri
di seluruh Indonesia. Dengan mengeluarkan surat edaran tersebut
diharapkan dapat mempercepat pemberantasan illegal logging yang ada
di Indonesia disamping itu juga perlu didukung oleh Sumber daya
manusia.
Namun untuk itu semua diperlukan stakeholder dari semua elemen
termasuk dari masyarakat seperti yang dikemukakan oleh Syarifudin, SP
(Direktur Eksekutif WALHI Kalimantan Timur) untuk dilibatkan didalam
melakukan pemberantasan illegal logging ini karena dengan kegiatan ini
telah banyak merugikan masyarakat dan negara kita sendiri. Untuk
melibatkan masyarakat dalam melakukan pengawasan dan
Strategi Kebijakan Penanganan Illegal Logging di Wilayah Kalimantan
36
46. pemberantasan illegal logging ada tiga hal/isu penting yang harus
didorong ketika ingin melibatkan masyarakat. Pertama, bagaimana
meningkatkan kapasitas masyarakat agar bisa terlibat langsung dan
menjadi aktor utama penanggulangan illegal logging, peningkatan
kapasitas ini menyangkut bagaimana seharusnya terlibat (peran),
pemahanan tentang illegal logging. Peningkatan kapasitas ini bisa
didorong oleh pemerintah melalui Dishut maupun LSM, kedua, bagaimana
membangun mekanisme keterlibatan masyarakat, selama ini sering
masyarakat bertanya, ketika kami mengetahui ada illegal logging kemana
kami harus mengadu dan mendapatkan jaminan bahwa pengaduan itu
akan ditindaklanjuti dan tidak diendapkan dan tidak untuk menjadi alat
tawar menawar oleh pihak tertentu. Ketiga, bagaimana kompensasi bagi
masyarakat (insentif), ini penting karena banyak masyarakat yang
akhirnya terlibat karena tergiur oleh iming- iming para cukong, dengan
adanya insentif maka masyarakat tentu memiliki benteng yang cukup
untuk menolak ajakan cukong. Insentif ini tidak harus berupa uang akan
tetapi bisa pemberian kawasan kelola masyarakat oleh pemerintah,
karena banyak diskusi yang memunculkan pandangan bahwa
ketidakpastian kawasan kelola masyarakat inilah yang memicu adanya
keterlibatan masyarakat dalam illegal logging karena masyarakat
beranggapan menjaga hutan saat ini sepertinya percuma karena besok
atau lusa akan ada orang yang datang untuk mengambilnya dengan hanya
membawa selembar surat dari pemerintah.
Strategi Kebijakan Penanganan Illegal Logging di Wilayah Kalimantan
37
48. SAMBUTAN KEPALA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA
Pada Seminar Forum SANKRI Tentang
"Strategi Kebijakan Penanganan Illegal Logging
di Wilayah Kalimantan”
Hotel Mesra International Samarinda, 7 November 2006
Yth. Bapak Kepala Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur,
Yth. Bapak Kapolda Kalimantan Timur,
Yth. Bapak Sekretaris Daerah Provinsi Kalimantan Timur,
Yth. Bapak Bupati Nunukan,
Yth. Bapak-bapak Narasumber,
Yth. para pejabat pemerintah daerah, para penegak hukum, aktivis
lingkungan, tokoh masyarakat, pelaku bisnis, serta para undangan dan
hadirin sekalian yang berbahagia,
Assalamu'alaikum wr wb.
Selamat pagi dan salam sejahtera untuk kita semua,
Pertama-tama, marilah kita panjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan
YME, karena atas rahmat dan hidayah-Nya, pada hari ini kita dapat
bersama-sama berkumpul dalam sebuah forum akademik yang saya
pandang cukup penting, khususnya dalam konteks penguatan kebijakan
untuk mengoptimalkan pengelolaan sumber daya alam yang melimpah.
Selanjutnya, dalam suasana Idul Fitri dan syawalan, ijinkanlah saya atas
nama pribadi dan atas nama Lembaga Administrasi Negara, untuk
menyampaikan permohonan maaf lahir batin atas berbagai kekurangan
dalam interaksi kita selama ini, baik langsung maupun tidak langsung.
Salah satu issu yang akan kita bahas dalam seminar ini adalah
suatu kebijakan sektoral yang sangat strategis karena terkait dengan
potensi amat besar yang kita miliki di bidang kehutanan dan perkebunan.
Lebih spesifik lagi, diskusi tentang penanganan praktek pembalakan liar
atau illegal logging menjadi sangat penting dan relevan, dengan 2 (dua)
alasan utama.
Strategi Kebijakan Penanganan Illegal Logging di Wilayah Kalimantan
38
49. Pertama, deforestrasi dan peralihan fungsi hutan yang berlebihan
diindikasikan telah menyebabkan kerusakan lingkungan yang kronis.
Dampak-dampak ikutan seperti banjir, longsor, peningkatan suhu udara,
hingga kebakaran hutan yang menimbulkan kabut asap hingga negara
tetangga, merupakan konsekuensi logis dari perbuatan yang sangat
tercela, yakni illegal logging ini. Dengan demikian, jika praktek illegal
logging dapat dicegah, banyak sekali manfaat yang akan kita petik, bukan
hanya berwujud hutan yang lestari dan lingkungan hidup yang terjaga,
namun juga berbagai keuntungan dibidang ekonomi, sosial budaya,
bahkan hubungan internasional.
Alasan kedua tentang perlunya forum seperti ini berkaitan dengan
kebijakan nasional untuk mempercepat pemberantasan penebangan kayu
secara ilegal di kawasan hutan dan peredarannya di seluruh wilayah
Republik Indonesia. Kebijakan yang tertuang dalam Inpres No. 4 Tahun
2005 dan ditujukan kepada 12 Menteri, Jaksa Agung, Kapolri, Panglima
TNI, Kepala BIN, serta seluruh Gubernur dan Bupati / Walikota ini, jelas
harus kita laksanakan secara sungguh-sungguh, berkelanjutan serta
terkoordinasi secara sinergis.
Harus kita akui bahwa koordinasi dan komunikasi lintas lembaga,
selama ini sering menjadi persoalan klasik dalam implementasi sebuah
kebijakan. Akibatnya, banyak kebijakan publik (public policy) yang
menemui kegagalan dalam tahapan impelmentasi, serta gagal dalam
mencapai tujuannya secara optimal. Untuk itu, dalam konteks kebijakan
penanggulangan illegal logging, kita harus dapat belajar dari berbagai
pengalaman yang ada, agar tidak terulang kesalahan dan kegagalan
kebijakan yang serupa dimasa mendatang. Disinilah letak pentingnya
forum diskusi publik, forum konsultasi kebijakan, atau forum-forum lain
yang sejenis.
Forum-forum komunikasi dan konsultasi harus diciptakan sebagai
sarana untuk menampung partisipasi para stakeholders dalam
pengambilan keputusan dan/atau kebijakan. Dalam hal ini, terdapat
beberapa hal yang patut diperhatikan dalam membangun proses
perumusan kebijakan yang efektif, yaitu:
m Meningkatkan pemanfatan media sebagai sarana penyebarluasan
informasi. Publik harus diberikan informasi seluas-luasnya tentang
proses perumusan kebijakan. Baik informasi berkaitan dengan proses
Strategi Kebijakan Penanganan Illegal Logging di Wilayah Kalimantan
39
50. itu sendiri maupun hasil-hasil yang telah diperoleh, bahkan
kemungkinan meminta pandangan publik tentang aspek-aspek tertentu
dalam kebijakan tersebut.
m Memastikan strategi komunikasi yang baik para stakeholders kunci.
Setiap stakeholders adalah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari
proses perumusan kebijakan. Setiap stakeholders kunci harus
memperoleh informasi yang lengkap mengenai hasil-hasil yang telah
diperoleh dalam proses perumusan kebijakan. Dengan cara ini,
stakeholders merasa dihargai dan merasa ikut memiliki peran dalam
perumusan kebijakan, serta akan memiliki motivasi yang besar untuk
memberikan konstribusi positif dan bertanggungjawab dalam
proses perumusan dan pelaksanaan kebijakan.
m Menciptakan proses aliran informasi bottom-up. Pada level paling
bawah, pada umumnya adalah level lapangan yang sangat mengetahui
mengenai medan implementasi kebijakan. Oleh karena itu,
menciptakan proses aliran informasi bottom-up sangat bermanfaat
untuk melihat kemungkinan dampak yang mungkin belum/tidak
diperhitungkan oleh para pengambil kebijakan.
m Menyiapkan proses yang dilengkapi dengan penyelesaian konflik dan
pandangan yang berbeda. Proses perumusan kebijakan hendaknya
dilengkapi dengan instrumen-instrumen penyelesaian konflik atau
perbedaan pandangan yang seringkali terjadi dalam berbagai aktiitas
perumusan.
m Memberikan kesempatan yang lebih besar kepada masyarakat lokal
untuk ikut berpartisipasi. Keterlibatan sejak awal masyarakat lokal akan
meningkatkan daya akseptabilitas kebijakan pada level lokal. Selain itu,
partisipasi semua level stakeholders sangat diperlukan untuk
perumusan kebijakan. Oleh karena itu, jangan pernah menghentikan
upaya menjaring aspirasi masyarakat melalui penciptaan dan
pemeliharaan aktivitas partisipasi stakeholders.
Hadirin peserta seminar yang saya hormati,
Sebagaimana saya sampaikan sebelumnya, setiap kebijakan
selalu mengandung resiko kegagalan. Oleh karena itu idealnya, sebelum
kebijakan ditetapkan dan dilaksanakan, apalagi yang terkait dengan
kehidupan masyarakat dan bahkan kehidupan makhluk hidup lainnya,
Strategi Kebijakan Penanganan Illegal Logging di Wilayah Kalimantan
40
51. perlu dikaji secara mendalam. Setiap kebijakan seharusnya melalui
proses perumusan yang mendalam dengan menghitung untung dan rugi
(costs and benefit analysis) secara teliti dan akurat.
Selain itu, dimensi regulasi memegang peran kunci dalam
pengendalian tata guna lahan hutan maupun dalam forest management
secara makro. Dalam hal ini, pemerintah daerah harus menggunakan
perijinan sebagai policy instrument untuk mengendalikan pemanfaatan
sumber daya alam, dan bukan semata-mata demi orientasi mendapatkan
penerimaan daerah (PAD). Bahkan jika terdapat indikasi penyimpangan
izin, Pemda beserta instansi terkait hendaknya tidak segan-segan untuk
mencabut izin tadi disertai dengan sanksi sesuai peraturan perundangan
yang berlaku. Dan untuk dapat menegakkan aturan secara konsisten,
pembenahan aspek mental dan moral aparat merupakan prioritas yang
sangat mendesak.
Sebagaimana dapat kita ketahui dari berbagai publikasi dan
pengaduan masyarakat, mentalitas aparat hingga saat ini masih cukup
memprihatinkan dalam rangka mewujudkan sosok birokrasi pelayanan
yang bercirikan good governance. Salah satu yang menjadi sorotan
adalah indikasi adanya praktek pungli di pusat-pusat pelayanan serta di
titik-titik wilayah operasi. Praktek-praktek inilah yang dapat merusak
kepercayaan masyarakat terhadap aparat dan membuat pemerintah
semakin jauh dari rakyatnya. Selain itu, secara ekonomis, praktek-praktek
tercela tadi juga menjadi kendala serius bagi berjalannya mesin ekonomi
daerah.
Pengalaman lain juga menunjukkan bahwa pembukaan lahan
skala besar tanpa memperhitungkan berbagai aspek yang dapat
memberikan dampak negatif, pada akhirnya akan menyisakan degradasi
lingkungan. Degradasi lingkungan sendiri, menurut berbagai penelitian,
sangat berkorelasi erat dengan kemiskinan. Selain itu, pembukaan lahan
yang dilakukan secara sembrono/tidak bijak juga dapat mengakibatkan
sengketa lahan yang berkepanjangan. Di lain pihak, pengalaman lain pun
menunjukkan bahwa pengelolaan lahan dan hutan secara benar justru
akan menghasilkan pertumbuhan ekonomi masyarakat dan dunia usaha.
Strategi Kebijakan Penanganan Illegal Logging di Wilayah Kalimantan
41
52. Hadirin peserta seminar yang saya hormati,
Kita sadari bersama bahwa untuk menghasilkan kebijakan yang
baik, bukan merupakan sesuatu yang mudah, tetapi memerlukan banyak
waktu, tenaga, biaya dan pikiran serta keterlibatan banyak pihak. Seminar
ini, saya pandang sebagai bagian dari upaya membuka komunikasi antar
dan antara stakeholders dengan para pengambil kebijakan.
Saya yakin bahwa dengan menghadirkan para pakar yang ahli di
bidangnya, dan pejabat pemerintah yang relevan, serta pihak-pihak yang
berkepentingan (stakeholders), seminar ini akan menghasilkan langkah-
langkah konkrit yang akan menjadi masukan yang baik dan bermanfaat.
Akhir kata, saya mengucapkan selamat berseminar, semoga
seminar ini dapat berlangsung dengan lancar dan menghasilkan
rekomendasi sebagaimana yang diharapkan. Kepada Balitbang
Kehutanan Kalimantan, Departemen Kehutanan, selaku mitra
penyelenggaraan seminar; dan juga kepada jajaran pimpinan Pemerintah
Provinsi Kalimantan Timur yang selalu mendukung program kerja LAN di
daerah, saya sampaikan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-
tingginya. Semoga kerjasama yang telah terjalin secara harmonis ini dapat
lebih diperkuat dimasa-masa yang akan datang.
Dan dengan mengucapkan Bismillahrrahmaanirrahiim, Seminar
Forum SANKRI dengan Tema "Strategi Kebijakan Penanganan Illegal
Logging di Wilayah Kalimantan", DENGAN RESMI SAYA BUKA.
Terimakasih,
Wabillahi Taufik Wal Hidayah
Wassalamu'alaikum Wr. Wb.
Lembaga Administrasi Negara RI
Kepala,
Sunarno, SH.,MSc
Strategi Kebijakan Penanganan Illegal Logging di Wilayah Kalimantan
42
53. SAMBUTAN KEPALA PKP2A III LAN
Pada Seminar Forum SANKRI Tentang
"Strategi Kebijakan Penanganan Illegal Logging
di Wilayah Kalimantan"
Hotel Mesra Samarinda, 7 November 2006
Yth.Kepala LAN
Yth.Bapak Sekda Kalimantan Timur,
Yth.Para Nara sumber,
Yth.Bapak-bapak dan Ibu-ibu pimpinan Dinas, Badan dan Instansi,
Para undangan dan hadirin sekalian yang berbahagia,
Assalamu'alaikum wr wb.
Selamat pagi dan salam sejahtera untuk kita semua,
Pertama-tama, marilah kita panjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan
YME, karena atas rahmat dan hidayah-Nya, pada hari ini kita dapat
berkumpul dan bersilaturahmi dalam keadaan sehat wal afiat, guna
bertukar pikiran dalam merumuskan konsep kebijakan penanganan
kehutanan yang terintegrasi dalam rangka mewujudkan pembangunan
yang berkelanjutan, khususnya masalah illegal logging. Selanjutnya,
ijinkanlah kami untuk melaporkan beberapa hal yang menyangkut
penyelenggaraan seminar ini.
Dasar Pemikiran
Kalimantan secara umum dan Kalimantan Timur khususnya
merupakan salah satu provinsi yang terkenal dengan beraneka ragam
sumber daya alam dan potensi. Sumber daya alam yang menjadi
komoditas utama diantaranya pertambangan (batu bara, minyak bumi, gas
alam, bahan mineral), dan sektor kehutanan yang menjadi primadona dari
hasil sumber daya alam. Sayangnya, kekayaan hasil hutan ini lebih banyak
diminati secara illegal.
Illegal logging menjadi isu sentral sekarang ini terutama dalam
pembicaraan kawasan hutan terutama dengan maraknya perusahaan
Strategi Kebijakan Penanganan Illegal Logging di Wilayah Kalimantan
43
54. yang bergerak dibidang perkayuan dan pertumbuhan kapitalisme dalam
negeri, sehingga permintaan kayu pun menjadi tinggi. Jika dibatasi sistem
penebangannya oleh pemerintah atau regulasi negara, maka untuk
kelancaran industri tersebut akan melakukan apapun dimana tindakan ini
disebut dengan illegal logging. Illegal logging merupakan suatu momok
yang terjadi di masyarakat Kalimantan Timur pada khususnya, dan di
daerah-daerah dengan potensi hutan yang sangat besar pada umumnya.
Dan hal ini banyak dilakukan secara sistematik melalui rantai politik,
melewati rantai swasta hingga mengkooptasi rantai dalam masyarakat.
Praktek illegal logging telah menjadi penyakit yang sangat akut dan
ancaman yang begitu nyata, tidak saja bagi keberlangsungan dan
kelestarian lingkungan, namun juga bagi kehidupan masyarakat secara
keseluruhan, terutama dalam jangka panjang. Ironisnya, hingga saat ini
belum terdapat tanda-tanda yang meyakinkan bahwa praktek illegal
logging akan dapat diatasi secara tuntas. Koordinasi kelembagaan antar
berbagai pihak terkait seperti Pemda, Polri, aparat kehutanan, LSM hingga
kelompok - kelompok masyarakat terlihat belum sinergis, bahkan terkesan
tidak ada satu institusi negara-pun yang merasa paling bertanggungjawab
terhadap "korupsi" sektor kehutanan ini. Aturan hukum dari tingkat UU
hingga Instruksi Presiden juga belum memiliki binding force yang
memadai, sehingga dapat dikatakan kurang ada law enforcement pada
kasus pembalakan liar ini.
Ketika problema illegal logging belum bisa diatasi secara
komprehensif, maka akan lebih sulit lagi ketika kita berbicara upaya
rehabilitasi hutan dan lahan kritis. Sebab, faktor penyebab utama hutan
gundul adalah deforestrasi yang tidak terkendali tadi. Oleh karena itu,
upaya rehabilitasi hutan dan lahan kritis harus didahului dengan
pemberantasan illegal logging terlebih dahulu. Tanpa upaya yang
sistematis menghentikan deforestrasi atau pembalakan liar, maka tidak
akan mungkin terwujud konsep pengusahaan hutan yang lestari dan
berkelanjutan.
Akibatnya, dampak yang nyata dirasakan oleh masyarakat akibat
illegal logging tersebut salah satunya adalah sering terjadinya bencana
alam yang terjadi tiap tahun yang banyak merenggut korban jiwa baik
bencana alam yang bersifat banjir yang meluas arealnya dari tahun ke
tahun atau tanah longsor dan juga kerugian materil yang tidak kecil yang di
alami oleh masyarakat.
Strategi Kebijakan Penanganan Illegal Logging di Wilayah Kalimantan
44
55. Ironisnya berbagai penegakan hukum dan keadilan mengenai
masalah illegal logging tampaknya belum maksimal bahkan menjadi
terpuruk meskipun sudah memilki payung hukum yang ditetapkan oleh
pemerintah di dalam UU No. 41 Tahun 1999 tentang "Kehutanan" tetapi
UU tersebut masih memilki celah dan kelemahan yang dapat
dimanfaatkan oleh orang yang tidak bertanggung jawab untuk melakukan
logging. Lemahnya penegakan hukum kehutanan ini sendiri terjadi antara
lain disebabkan oleh beberapa faktor sebagai berikut:
1. Jumlah aparat kehutanan yang tidak memadai dibanding beratnya
tanggung jawab dan scope atau luas wilayah yang harus diawasi.
2. Adanya pengusaha atau cukong yang memilih bisnis kehutanan melalui
jalan pintas.
3. Indikasi adanya intervensi negatif aparat diluar kehutanan (POLRI atau
TNI).
4. Mentalitas aparat kehutanan.
5. Lemahnya pemahaman terhadap aturan oleh aparat penegak hukum.
Dalam rangka lebih memperkuat upaya memberantas praktek
illegal logging ini, pemerintah telah mengeluarkan Instruksi Presiden No. 4
tahun 2005 tentang Pemberantasan Penebangan Kayu Secara Ilegal di
Kawasan Hutan dan Peredarannya di Seluruh Wilayah RI. Dalam Inpres ini
diperintahkan kepada 12 Menteri, Jaksa Agung, Kapolri, Panglima TNI,
Kepala BIN, seluruh Gubernur dan Bupati/Walikota untuk melakukan
percepatan pemberantasan illegal logging di kawasan hutan dan
peredarannya melalui penindakan terhadap orang atau badan yang
melakukan praktek illegal logging, sesuai dengan kewenangannya
masing-masing. Selain itu, Inpres ini juga memberikan tugas-tugas
spesifik kepada setiap pejabat / lembaga negara yang ada.
Selain itu juga disadari didalam rangka penegakan hukum atas
praktek illegal logging setidaknya terdapat opsi-opsi yang merupakan
sebuah keharusan untuk penegakkan hukum tersebut. Dalam hal ini,
upaya penanganan untuk memberantas illegal logging sudah sejak dulu
digalakkan, namun jika semua pihak tidak memiliki komitmen yang kuat,
tentu akan sulit memutus mata rantai pembalakan liar ini dan akan menjadi
kasus yang berlarut-larut dan akan mengancam dan rusaknya ekologi dan
sumber daya alam secara permanen. Untuk itu diperlukan suatu tindakan
konrkit agar illegal logging dapat dihentikan.
Strategi Kebijakan Penanganan Illegal Logging di Wilayah Kalimantan
45