3. Tanggal 10 Maret 2009 adalah hari bersejarah bagi Indonesia
dan Singapura. Mentri luar Negeri kedua negara
menandatangani perjanjian batas maritim di Jakarta setelah
kurang lebih lima tahun melakukan negosiasi intensif.
Kesepakatan ini adalah pencapaian penting bagi kedua negara
sejak disepakatinya perjanjian batas maritim pertama tanggal
25 Maret 1973.
Perjanjian baru ini mendelimitasi garis batas laut teritorial
antara Indonesia dan Singapura di Selat Singapura bagian
barat, yang merupakan kelanjutan perjanjian tahun 1973.
Perjanjian 1973 menetapkan garis di antara Singapura dan
Pulau Batam dengan enam titik batas. Ujung barat garis ini
adalah titik 1 sedangkan ujung timurnya adalah titik 6.
Indonesia dan Singapura berhasil membuat segmen garis
batas baru yang dimulai dari titik 1 ke arah barat dengan
tambahan 3 titik batas baru.
4. Keberhasilan Indonesia dan Singapura dalam menyelesaikan
kasus batas maritim melalui perundingan damai merupakan
indikasi positif hubungan baik. Bagi Indonesia, perjanjian
batas maritim dengan Singapura ini adalah yang kedua pada
abad ke-21 setelah perjanjian dengan Vietnam tahun 2003.
Hal ini menambah deretan prestasi penetapan batas maritim
dengan negara tetangga.
Terkait dengan perjanjian terkini dengan Singapura, ada dua
indikator teknis positif yang dicapai. :
• Pertama adalah keberhasilan Indonesia untuk menggunakan
titik pangkal di Pulau Nipah yang konon hampir tenggelam
karena penambangan pasir.
• Kedua adalah ditetapkannya batas maritim ini dengan datum
geodesi yang jelas yaitu World Geodetic System 1984
sehingga sesuai dengan teknologi Global Positioning System
(GPS).
5. Hal ini merupakan kemajuan karena perjanjian tahun 1973
tidak menyatakan datum geodesi yang spesifik. Tiadanya
datum geodesi membuat koordinat titik-titik batas tidak
bermakna secara spasial. Akibatnya, titik tersebut tidak bisa
dinyatakan di lapangan. Konsekuensi legalnya adalah adanya
kesulitan dalam melakukan penegakan hukum, misalnya
terkait pelanggaran batas maritim.
Setelah penetapan batas di segmen barat, langkah selanjutnya
adalah delimitasi batas maritim di segmen timur, dimulai dari
titik 6 yang ditetapkan tahun 1973.
6. Delimitasi batas maritim ini akan melibatkan tidak saja
Indonesia dan Singapura tetapi juga Malaysia. Mengingat
ketiganya telah meratifikasi Konvensi PBB tentang Hukum Laut
1982 (UNCLOS) maka dasar hukum utama yang akan
digunakan adalah UNCLOS.
Ada dua hal yang nampaknya perlu diperhatikan.
• Pertama penggunaan garis pangkal sebagai acuan untuk
mengukur yurisdiksi maritim.
• Kedua status kedaulatan tiga pulau/karang yang ada di Selat
Singapura dan perannya dalam delimitasi batas maritim.
8. Pemerintah Australia dan Pemerintah Republik Indonesia hari
ini menandatangani sebuah perjanjian penting dalam rangka
kerja sama peningkatan keselamatan transportasi Indonesia.
Australia mengganggap penting hubungannya yang erat
dengan Indonesia. Perjanjian yang kami tandatangani hari ini
akan memperluas ruang lingkup kerjasama yang akan
memberikan manfaat bagi kedua negara
Menteri Albanese dan Menteri Perhubungan RI, Jusman Syafi’i
Djamal, menandatangani Nota Kesepahaman Kerjasama
Sektor Transportasi dalam upacara yang diselenggarakan di
Jakarta 31 Januari 2008.
9. Nota Kesepahaman tersebut menyediakan landasan bagi
perluasan hubungan kerjasama yang telah ada antara
Australia dan Indonesia.
Para Menteri juga menandatangani Lampiran Nota
Kesepahaman yang menetapkan ketentuan paket bantuan
bilateral keselamatan transportasi.
Australia mengakui peran penting transportasi bagi
pertumbuhan dan pembangunan ekonomi di kawasan
Australia dan Indonesia dan menekankan pentingnya
keamanan, efisiensi dan keselamatan sistem transportasi
Indonesia dan Australia.
10. Bersadarkan perjanjian tersebut, Australia akan menyediakan
hampir Rp 200 milyar [A$24 juta] selama tiga tahun untuk
paket pelatihan dan bantuan teknik guna membantu
meningkatkan keselamatan transportasi Indonesia.
11. Menteri Albanese mengisyaratkan bahwa proyek-proyek yang
akan dilaksanakan berdasarkan paket bantuan tersebut
mencakup:
• Pelatihan bagi hingga 40 peserta Indonesia per tahun bagi
para inspektur kelaikan udara untuk mencapai standar
internasional selama masa paket bantuan tersebut;
• Bimbingan dan pelatihan manajemen jasa lalu lintas udara;
• Penyediaan tenaga ahli dan bimbingan dalam investigasi
keselamatan transportasi guna meningkatkan kapasitas
Indonesia dalam melaksanakan penyelidikan kecelakaan
transportasi; serta
• Alih pengetahuan teknik dan keahlian bagi penyelenggara SAR
Indonesia, penyelenggara ferry dan staf pengawasan
pelayaran.