Bab V membahas asidi-alkalimetri, termasuk tujuan percobaan untuk menghitung konsentrasi larutan asam dan basa serta kadar sampel, teori dasar tentang titrasi asam-basa dan indikator, prosedur kerja meliputi standarisasi larutan dan penetapan kadar sampel, serta pembahasan hasil percobaan untuk menghitung konsentrasi larutan HCl dan NaOH yang distandarisasi.
1. BAB V
ASIDI-ALKALIMETRI
I. TUJUAN PERCOBAAN
1. Mahasiswa dapat menjelaskan proses filtrasi asidi-alkalimetri.
2. Mahasiswa mampu menghitung konsentrasi sampel HCl.
3. Mahasiswa mampu menghitung konsentrasi sampel NaOH.
4. Mahasiswa mampu menghitung kadar sampel asam asetat.
II. DASAR TEORI
Salah satu cara dalam penentuan kadar larutan asam basa adalah dengan melalui proses titrasi asidi-alkalimetri. Cara ini cukup menguntungkan karena pelaksanaannya mudah dan cepat, ketelitian dan ketepatannya juga cukup tinggi. Titrasi asidi- alkalimetri dibagi menjadi dua bagian besar yaitu asidimetri dan alkalimetri. Asidimetri adalah titrasi dengan menggunakan larutan standar asam untuk menentukan basa. Asam-asam yang biasanya dipergunakan adalah HCl, asam cuka, asam oksalat, asam borat. Sedangkan alkalimetri merupakan kebalikan dari asidimetri yaitu titrasi yang menggunakan larutan standar basa untuk menentukan asam. Titrasi tersebut dapat dilakukan dengan cara mengukur volume zat penitrasi yang digunakan untuk bereaksi dengan zat yang dititrasi. Jika konsentrasi salah satu diketahui, maka konsentrasi/kadar zat lain dapat dihitung.
Dalam proses analisis volumetri atau titrasi pasti akan ditemui dua istilah penting yang selalu terpisah (tidak pernah berdampingan), yaitu “titik ekuivalen” dan “titik akhir titrasi”. Titran ditambahkan titer sedikit demi sedikit sampai mencapai keadaan ekuivalen (artinya secara stoikiometri titran dan titer tepat habis bereaksi). Keadaan ini disebut sebagai “titik ekuivalen”. Pada saat titik ekuivalen ini maka proses titrasi dihentikan, kemudian kita mencatat volume titer yang diperlukan untuk mencapai keadaan tersebut. Dengan menggunakan data volume titran, volume dan konsentrasi titer maka kita bisa menghitung kadar titran. Titik akhir titrasi adalah keadaan dimana reaksi telah berjalan dengan sempurna yang biasanya ditandai dengan pengamatan visual melalui perubahan warna indikator. Indikator yang digunakan pada titrasi asam basa adalah asam lemah atau basa lemah. Asam lemah dan basa lemah ini umumnya senyawa organik yang memiliki ikatan rangkap terkonjugasi yang
2. mengkontribusi perubahan warna pada indikator tersebut. Jumlah indikator yang ditambahkan kedalam larutan yang akan dititrasi harus sesedikit mungkin, sehingga indikator tidak mempengaruhi pH larutan dengan demikian jumlah titran yang diperlukan untuk terjadi perubahan warna juga seminimal mungkin. Umumnya dua atau tiga tetes larutan indikator 0.1% (b/v) diperlukan untuk keperluan titrasi. Dua tetes (0.1 mL) indikator (0.1% dengan berat formula 100) adalah sama dengan 0.01 mL larutan titran dengan konsentrasi 0.1 M.
Indikator dalam asidi alkalimetri menurut Ostwald adalah asam lemah atau basa organik lemah yang warna molekulnya berbeda dengan warna ionnya.
Hind H+ + Ind-
Ind OH OH- + Ind-
Warna molekul Warna ion
Setiap indikator asam basa mempunyai daerah trayek pH larutan tertentu. Pemilihan Indikator didasarkan pada pH larutan yang berada pada titik ekivalen.
Tabel 5.1 Indikator pH
Indikator
Perubahan Warna
Range pH
Timol biru
Dinitrofenol
Metil kuning
Bromofenol biru
Metil orange
Bromkresol hijau
Metil merah
Lakmus
Metil merah ungu
p-Nitrofenol
Bromtimol biru
Fenol merah
Fenolftalein
Timolftalein
Alizarin kuning R
1.3.5-Trinitrobenzena
Merah-kuning
Tak berwarna-kuning
Merah-kuning
Kuning-biru
Merah-kuning
Kuning-biru
Merah-kuning
Merah-biru
Ungu-hijau
Tak berwarna-kuning
Kuning-biru
Kuning-biru
Tak berwarna-merah
Tak berwarna-biru
Kuning-violet
Tak berwarna-orange
1.2-2.8
2.0-4.0
2.9-4.0
3.0-4.6
3.1-4.4
3.8-5.4
4.2-6.2
5.0-8.0
4.8-5.4
5.6-7.6
6.0-7.6
6.8-8.4
8.0-9.6
9.3-10.6
10.1-12.0
12.0-14.0
(Sumber: Anis Dyah Rufaida, 2010)
Indikator asam basa akan memiliki warna yang berbeda dalam keadaan tak terionisasi dengan keadaan terionisasi. Sebagai contoh untuk indikator phenolphthalein (PP) seperti diatas dalam keadaan tidak terionisasi (dalam larutan asam) tidak akan berwarna (colorless) dan akan berwarna merah keunguan dalam keadaan terionisasi (dalam larutan basa).
3. Larutan baku adalah larutan suatu zat terlarut yang telah diketahui konsentrasinya. Terdapat 2 macam larutan baku, yaitu:
1. Larutan baku primer
Adalah suatu larutan yang telah diketahui secara tepat konsentrasinya melalui metode gravimetri. Nilai konsentrasi dihitung melalui perumusan sederhana, setelah dilakukan penimbangan teliti zat pereaksi tersebut dan dilarutkan dalam volume tertentu.
Contoh: NaCl, asam oksalat, asam benzoat.
Larutan standar primer adalah larutan standar yang konsentrasinya diperoleh dengan cara menimbang.
Syarat-syarat larutan baku primer:
a. mudah diperoleh, dimurnikan, dikeringkan (jika mungkin pada suhu 110- 120 derajat celcius) dan disimpan dalam keadaan murni.
b. tidak bersifat higroskopis dan tidak berubah berat dalam penimbangan di udara.
c. zat tersebut dapat diuji kadar pengotornya dengan uji kualitatif dan kepekaan tertentu.
d. sedapat mungkin mempunyai massa relatif dan massa ekivalen yang besar, sehingga kesalahan karena penimbangan dapat diabaikan.
e. zat tersebut harus mudah larut dalam pelarut yang dipilih.
f. reaksi yang berlangsung dengan pereaksi tersebut harus bersifat stoikiometrik dan langsung. kesalahan titrasi harus dapat diabaikan atau dapat ditentukan secara tepat dan mudah.
2. Larutan baku sekunder
Adalah suatu larutan dimana konsentrasinya ditentukan dengan jalan pembakuan menggunakan larutan baku primer, biasanya melalui metode titrimetri. Contoh : NaOH
Larutan standar sekunder adalah larutan yang konsentrasinya diperoleh dengan cara mentitrasi dengan larutan standar primer.
Syarat-syarat larutan baku sekunder:
1. Derajat kemurnian lebih rendah daripada larutan baku primer
2. Mempunyai BE yang tinggi untuk memperkecil kesalahan penimbangan
3. Larutannya relatif stabil dalam penyimpanan
4. Pembuatan larutan standar dari zat yang berbentuk cair sering disebut cara pengenceran, yaitu dari zat cair yang lebih pekat menjadi lebih cair.cara ini dapat dilakukukan pada cairan yang telah diketahui normalitasnya. Apabila suatu larutan standar dibuat dari zat cair yang telah diketahui normalitasnya, maka untuk menentukan banyaknya volume yang akan diencerkan digunakan rumus :
V1 x N1 = V2 x N2
Dengan : V1 = volume analit
N1 = normalitas analit
V2 = volume titran
N2 = normalitas titran
III. PROSEDUR KERJA
1. Alat
a. Buret
b. Klem
c. Statif
d. Beker glass
e. Corong
f. Ball filter
g. Erlenmeyer
h. Pipet volume (10cm, 15cm, 50cm)
i. Pipet tetes
2. Bahan
a. Larutan HCl
b. Larutan Na2CO3
c. Larutan NaOH
d. Larutan H2C2O4
e. Sampel CH3COOH
f. Indikator fenoftalein
g. Indikator metil orange
h. Aquades
5. 3. Rangkaian Alat
Gambar 5.1. Rangkaian Alat Titrasi
4. Skema Kerja
a. Standarisasi HCl dengan Na2CO3
(larutan standar primer)
*ket : Perlakuan dilakukan hingga 3 kali
Gambar 5.2. Standarisasi HCl
Na2CO3 + Indikator MO Hitung volume HCl yang terpakai Titrasi dengan HCl (3 tetes) (Titrasi selesai ketika indikator berubah warna menjadi orange)
6. b. Standarisasi NaOH dengan H2C2O4
*ket : Perlakuan dilakukan hingga 3 kali
Gambar 5.3. Standarisasi NaOH
c. Penetapan kadar sampel 1
*ket : Perlakuan dilakukan hingga 3 kali
Gambar 5.4. Penetapan Kadar Sampel 1
H2C2O4 + indikator PP Hitung volume NaOH yang terpakai Titrasi dengan NaOH (Titrasi selesai ketika indikator berubah warna menjadi orange) + indikator PP Titrasi dengan NaOH Hitung volume NaOH yang terpakai Sampel 1 (Larutan standar primer) (3 tetes) (Larutan standar primer) (3 tetes) (Titrasi selesai ketika indikator berubah warna menjadi ungu muda)
7. V. HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Hasil Pengamatan
a. Standarisasi HCl dengan Na2CO3
Tabel 5.2 Standarisasi HCl dengan Na2CO3
No.
Volume Na2CO3 (ml)
Volume HCl (ml)
1.
16,5
15
2.
16,9
15
3.
15,1
15
Rata-rata
16,2
15
a. Standarisasi NaOH dengan H2C2O4
Tabel 5.3 Standarisasi NaOH dengan H2C2O4
No.
Volume H2C2O4 (ml)
Volume NaOH (ml)
1.
15,8
15
2.
16,6
15
3.
15,7
15
Rata-rata
16,03
15
b. Penetapan kadar sampel 1
Tabel 5.4 Penetapan kadar sampel 1
No.
Volume Sampel 1 (ml)
Volume NaOH (ml)
1.
10
18,4
2.
10
18,7
3.
10
18,5
Rata-rata
10
18,5
2. Pembahasan
a. Standarisasi HCl dengan Na2CO3
HCl bukan merupakan larutan standar primer, oleh karena itu perlu distandarisasi dengan menggunakan Natrium Karbonat (Na2CO3). Yaitu dengan menggunakan metode titrasi.
Titrasi yang ada dalam percobaan menggunakan 6,244 gram Na2CO3 dalam 1250 ml aquades dengan massa molekul relatif 105,99 gram/mol, yang mana memiliki persamaan ion sebagai berikut :
Na2CO3 Na22+ + CO32-
Mereaksikan Na2CO3 yang sudah di atur volumenya 15 ml dengan indikator MO, menghasilkan perubahan warna oranye. Berarti bahwa perubahan warna ini menunjukkan Na2CO3 memiliki pH antara 3,1 - 4,4.
8. Dengan menggunakan HCl yang sudah distandarisasi, kemudian melakukan titrasi. Meneteskan sedikit demi sedikit HCl ke erlemeyer yang berisi Na2CO3 hingga terjadi perubahan warna dua kali atau titrasi dihentikan pada titik ekuivalen yang kedua. Hal ini dikarenakan titik akhir titrasi yang pertama hanya mengambil ion H+ untuk tiap molekul karbonat, sedangkan untuk titik akhir titrasi yang kedua diperlukan 2 H+ ion , karena NaOH dengan campuran Na2CO3 yang pada akhirnya menjadikan warna campuran larutan keduanya di akhir titrasi kedua berwarna merah muda. Reaksi keduanya memiliki persamaan berikut :
2 HCl + Na2CO3 2 NaCl + H2CO3
Dari hasil percobaan kami diketahui berdasar teori bahwa titik akhir titrasi hampir sama dengan titik ekuivalennya. Rumusnya : V1. N1 = V2. N2
Sehingga dimasukkan perhitungan rumus diatas antara HCl terstandarisasi dengan Na2CO3 0,094 N diperoleh konsentrasi HCl terstandarisasi sebesar 0,087 N.
b. Standarisasi NaOH dengan H2C2O4
H2C2O4 yang digunakan saat titrasi dengan NaOH adalah standar primer yang sudah diketahui molaritas dan volumenya. Pada percobaan kami menggunakan 7,8815 gram H2C2O4 dalam 1250 ml aquades dengan massa molekul relatif 126,07 gram/mol.
Mereaksikan NaOH yang sudah di atur volumenya 15 ml dengan indikator PP, tidak menghasilkan perubahan warna (tetap bening). Berarti bahwa perubahan warna ini menunjukkan H2C2O4 memiliki pH antara 8,3 - 10.
Dengan menggunakan NaOH yang sudah distandarisasi, kemudian melakukan titrasi. Meneteskan sedikit demi sedikit NaOH ke erlemeyer yang berisi H2C2O4 hingga terjadi perubahan warna dua kali atau titrasi dihentikan pada titik ekuivalen yang kedua. Alasannya sama di atas, karena titik akhir titrasi yang pertama hanya mengambil ion H+ untuk tiap molekul karbonat, sedangkan untuk titik akhir titrasi yang kedua diperlukan 2 H+ ion , karena NaOH dengan campuran H2C2O4 yang pada akhirnya menjadikan warna campuran larutan keduanya di akhir titrasi kedua berwarna ungu muda. Reaksi keduanya memiliki persamaan berikut :
C2H2O4 . 2H2O + NaOH NaCHO4 + CO2 + H2O
Sehingga dimasukkan perhitungan rumus titrasi V1. N1 = V2. N2 antara NaOH terstandarisasi dengan H2C2O4 0,1 N diperoleh konsentrasi HCl terstandarisasi sebesar 0,094 N.
9. c. Penetapan kadar sampel 1
Penetapan kadar sampel 1 diuji dengan menggunakan NaOH. Setelah dilakukan penambahan sampel 1 dengan aquades, sehingga diperoleh volume sampel yang dapat mencukupi untuk titrasi 3 erlenmeyer dengan volume masing-masing 4 ml.
Dalam pengujian sampel 1 diperoleh molaritas pekat sampel 1 sebesar 0,435 M. Telah diperoleh molaritas pekat sampel 1 maka dilanjutkan dengan titrasi pengenceran yang mencapai volume sampel 1 100 ml. Dengan rumus yang sama, diperoleh molaritas sampel 1 encer 0,0174 M.
Untuk menentukan kadarnya dalam persen menggunakan rumus perbandingan antara molaritas encer dan pekat. Dan memperoleh persen kadar sampel 1 sebanyak 4%.
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
a. Asidimetri adalah titrasi dengan menggunakan larutan standar asam untuk menentukan basa. Alkalimetri yaitu titrasi yang menggunakan larutan standar basa untuk menentukan asam. Titrasi tersebut dapat dilakukan dengan cara mengukur volume zat penitrasi yang digunakan untuk bereaksi dengan zat yang dititrasi.
b. Pada standarisasi HCl dengan Na2CO3
Pada standarisasi HCl dengan Na2CO3 diperoleh konsentrasi HCl adalah 0,087 N.
c. Pada standarisasi NaOH dengan H2C2O4
Pada standarisasi NaOH dengan H2C2O4 diperoleh konsentrasi NaOH adalah 0,094 N.
d. Penentuan kadar sampel 1
Penentuan kadar sampel 1 yang pekat yang kemudian diencerkan ini dengan menggunakan NaOH yang dititrasi dengan sampel 1 tersebut yang sudah diencerkan volumenya 4 ml. dengan penghitungan perbandingan sehingga diperoleh kadar pada sampel 1 sebesar 4%.
10. 2. Saran
a. Sebelum melakukan titrasi, buret diolesi vaselin guna sebagai pelumas alat.
b. Telitilah dalam mengamati perubahan warna saat titran sudah mencapai titik ekuivalen dan pembacaan skala pada alat.
VII. DAFTAR PUSTAKA
Ariyanti D. 2010. http://dwitaariyanti.blogspot.com/2010/07/asidimetri-dan- alkalimetri.html. Semarang (diunduh tanggal 23 Mei 2014)
Graciez P. 2012. http://graciez-pharmacy.blogspot.com/2012/11/asidi- alkalimetri.html. Semarang (diunduh tanggal 23 Mei 2014)
Tim Dosen Teknik Kimia Analisa.2014.Petunjuk Praktikum Kimia Analisa. Semarang:Unnes
Rufaida, Anis Dyah.2010.KIMIA.Klaten:Intan Pariwara
11. LAMPIRAN
1. Pembuatan larutan HCl standar
6,244 gram Na2CO3 dilarutkan dalam 1250 ml
Mr = 105,99 gram/mol
- M Na2CO3 =
=
= 0,047 mol / liter
- N Na2CO3 = M . ekuivalen
= 0,047 . 2
= 0,094 N
- Konsentrasi HCl dari Na2CO3 volume 16,2 ml dan konsentrasi 0,094 N
N1 . V1 = N2 . V2
N1 . 15 ml = 0,094 N . 16,2 ml
N1 = 0.087 N
2. Pembuatan larutan NaOH standar
7,8815 gram H2C2O4 dilarutkan dalam 1250 ml
Mr = 126,07 gram/mol
- M H2C2O4 =
=
= 0,05 mol / liter
- N H2C2O4 = M . ekuivalen
= 0,05 . 2
= 0,1 N
- Konsentrasi NaOH dari H2C2O4 volume 16,03 ml dan konsentrasi 0,1 N
N1 . V1 = N2 . V2
N1 . 15 ml = 0,1 N . 16,03 ml
N1 = 0.094 N
Ket : Lar. 1 = HCl Lar. 2 = Na2CO3 Ket : Lar. 1 = NaOH Lar. 2 = H2C2O4
12. 3. Penetapan kadar larutan sampel 1
- Konsentrasi NaOH
M NaOH =
=
= 0,094 M
- Konsentrasi sampel 1
M1 . V1 = M2 . V2
0,094 . 18,5 = M2 . 10
M2 =
M2 = 0,1739 M
- % sampel dari pengenceran
a) volume sampel pekat 4 ml
M1 . V1 = M2 . V2
M1 . 4 = 0,1739 . 10
M1 =
M1 = 0,435 M
b) Pengenceran mencapai volume 100 ml
M1 . V1 = M2 . V2
0,435. 4 = M2 . 100
M2 =
M2 = 0,0174 M
c) % = X 100 %
= X 100 %
= 4 %
Ket : Lar. 1 = NaOH Lar. 2 = Sampel 1 Ket : Lar. 1 = Sampel 1 pekat Lar. 2 = Sampel 1 titrasi Ket : Lar. 1 = Sampel 1 pekat Lar. 2 = Sampel 1 encer